Teman kencan (Tak Terlupakan) : Namikaze Ex-Black

Naruto : Masashi Kishimoto

Genre : Romance

Warning : Out of Character, Another Universal

Naruto and Sakura Fanfiction

Cinta pertama Sakura adalah Sasuke.

Tapi jangan salah..

Bayangan yang selalu menghantuinya selama 14 tahun ini malah Namikaze Naruto.

Ia yang tak mungkin terlupakan..

.

FIVE

.

Ada seseorang pernah mengatakan..

Cinta kepada seseorang tidak mungkin bertahan sangat lama. Apalagi cinta tersebut tidak pernah lagi kita temui dalam kurun waktu yang panjang. Namun apa yang akan terjadi di kemudian hari siapa yang pernah tahu?

Walaupun sudah pernah berlabuh pada banyak hati di waktu yang lalu, saat hati kita tetap hanya mengingat satu nama..

Nama itu akan selalu melekat di hatimu...

Seperti parasit.

Dan memabukkan...

"Kenapa lama sekali?" tanya Gaara saat Sakura telah membuka pintu apartemennya.

"Aku baru saja mandi," jawab Sakura pelan sambil menggaruk belakang tengkuknya. Ia dapat melihat mantan pacarnya itu hanya diam sambil memandang penuh selidik pada dirinya. Untung saja rambutnya masih basah membuat ia tak terlalu kentara saat berbohong.

Tak lama kemudian Sakura dapat melihat anggukan pelan dari lelaki dengan surai sewarna darah itu. Rupanya Gaara percaya. Diam-diam Sakura menghembusakan nafas lega dalam hatinya.

"Kau tidak mempersilahkanku masuk?" Nada sarkatis dapat sedikit Sakura rasakan dari nada bicara sang mantan pacar.

"Memang itu perlu?" Sakura memutar bola matanya bosan dengan basa-basi sang mantan. Ia lalu kembali masuk kedalam apartemen. Diekori Gaara yang telah terlebih dahulu menutup pintu depan.

Gaara mengedarkan pandangannya kesekeliling. Tak banyak yang berubah dari kali terakhir ia datang 4 bulan lalu. Tentu saja sebelum itu ia sangat sering kesini. Ia dan Sakura telah bersama selama 4 tahun dan tempat ini sangatlah tidak asing baginya. Ia tersenyum saat melihat fotonya dan Sakura bahkan belum berpindah dari tempat semula.

"Kenapa televisinya menyala tanpa suara?" ujar Gaara sambil meraih remote tv di meja ruang tengah dan mulai membesarkan volume televisi. Tangannya lalu terus-menerus memencet tombol pergantian channel. Ia mendudukkan diri dengan nyaman disofa ruang tengah dengan sangat santai seperti 4 bulan sebelumnya. Seolah-olah tidak pernah ada kata putus antara ia dan Sakura.

"Benarkah? Aku tidak sadar." Terdengar sahutan suara dari dapur. Tentu saja suara Sakura. " Kau ingin minum apa?"

"Seperti biasanya saja."

Tidak ada jawaban dari Sakura. Gaara dapat melihatnya dari tepatnya duduk sekarang mantan kekasihnya itu sedang membuka-buka laci dapurnya. Mungkin sedang mencari kopi favoritnya yang mungkin sudah Sakura simpan jauh-jauh saat mereka berakhir.

Sedangkan di dapur, Sakura terus berharap Gaara tidak curiga pada gelagatnya kali ini. Ia benar-benar menahan rasa gugupnya agar tidak terlalu kentara. Ada Naruto dikamar mandi. Jangan sampai mereka bertemu. Walaupun Gaara hanya mantan kekasihnya, ia begitu tahu anak kesayangan Walikota Suna itu masih sangat protektif pada dirinya.

"Aku menghubungimu dari kemarin. Tapi tidak kau angkat."

Sakura mendengar suara Gaara lagi saat ia telah usai menuang air mendidih pada cangkir.

"Maaf aku langsung tidur kemarin." Nada suara Sakura mati-matian ia buat setenang mungkin saat mengatakannya sambil mengaduk kopi. Ia menelan ludahnya dengan gusar. Ia jarang sekali berbohong pada Gaara. Tentu saja ia berbohong. Ia sama sekali tidak tidur kemarin malam. Ia terlalu sibuk –ehem—bercinta—ehem—dengan Naruto hingga subuh. Wajah Sakura kembali memanas mengingat Naruto. Namun segera ia tepis jauh-jauh. Ini bukan saat yang tepat mengingat pecintaan panasnya dengan Naruto kemarin malam.

"Kopimu." Sakura meletakkan cangkir kopi Gaara di meja kecil depan pemuda itu yang diikuti suara keramik beradu dengan kaca. Ia lalu memilih duduk di samping Gaara.

"Arigatou," kata Gaara sambil tersenyum tipis.

"Tumben sekali kau kemari. Emm.. ini pertama kalinya memang semenjak kita putus maksudku." Sakura mengutarakannya dengan sangat hati-hati.

"Aku ingin mengambil beberapa barangku yang tertinggal disini." Gaara mengambil cangkir kopi di depannya. Meminumnya sedikit sebelum mengembalikan cangkir yang masih berisi kopi itu ketempatnya semula.

"Ah ya.. beberapa barangmu sempat kurapikan kemarin. Tunggu sebentar." Sakura lalu beranjak dari duduknya. Tak lama kemudian ia kembali pada Gaara dengan satu kotak kardus ditangannya.

"Ini barang-barangmu." Sakura mengulurkan sebuah kotak pada Gaara yang langsung disambut oleh pemuda berambut merah itu. "Itu belum semua. Nanti akan kurapikan lagi sisanya," lanjut Sakura.

"Terimakasih karena tidak membuangnya," ujar Gaara sambil tersenyum jahil. Membuat Sakura kembali memutar bosan kedua matanya.

"Kau mengejekku atau bagaimana sih. Tentu saja tidak mungkin kubuang."

"Kau tahu shaver hitam yang kubeli di Paris waktu itu?" tanya Gaara sambil mengaduk-aduk kotak pemberian Sakura mencari sesuatu didalamnya.

Sakura meneguk ludahnya pelan.

'Gawat.. itu ada di kamar mandi,' batinnya.

"Ada dikamar mandi," jawab Sakura pelan.

"Oke aku ambil." Gaara hampir saja beranjak dari duduknya namun terhenti saat sebuah tangan halus menahannya.

"Aku ambilkan." Sakura mengatakannya dengan cepat. Wajahnya mendadak berubah menjadi pucat.

Lelaki tersebut lantas memandang Sakura heran selama beberapa detik. Namun tak lama kemudian satu jawaban persetujuan dari Gaara benar-benar membuat Sakura kembali menghembuskan nafasnya dengan lega. Walaupun itu hanyalah sebuah anggukan kecil.

"Oke."

Dan tanpa ia tahu Gaara terus menatap punggung Sakura yang mulai menjauh dan menghilang dibalik pintu kamar mandi.

Teman Kencan (Tak Terlupakan) Chapter 5

"Ada apa Sakura-chan?" tanya Naruto begitu melihat Sakura memasuki kamar mandi. Ia sudah pegal sedari tadi berdiri disini.

Sakura refleks menutup mulut Naruto agar suaranya tidak terdengar oleh Gaara. ia lalu mengisyaratkan pada Naruto untuk tidak berbicara terlalu keras dengan meletakkan satu ujung telunjuknya didepan bibir.

"Ada seseorang," jawab Sakura yang kini sudah menuju toiletries. Mengabaikan tatapan bingung Naruto yang menegkorinya.

"Siapa?Pacarmu?" tanya Naruto pelan. Ada sedikit nyeri didadanya saat mengatakan ini.

Naruto terus memandang Sakura dengan cemas. Berharap satu kata 'bukan' meluncur dari bibir wanita yang sangat ia cintai itu. Namun Sakura tak lekas menjawab. Ia terus saja sibuk mencari sesuatu dari lemari kecil didekat wastafel. Membuat kecemasan Naruto kian bertambah.

"Ketemu!" ujar Sakura dengan girang sambil mengangkat sebuah benda yang sangat Naruto kenali.

Sebuah shaver. Shaver pria tentunya. Kenapa Sakura harus memiliki benda itu di kamar mandi apartemennya.

"Sakura-channn..." Naruto merengek saat Sakura terus menerus mengabaikanya. Ditambah lagi ia yang melihat Sakura malah lebih mempedulikan shaver dari pada dirinya. Membuat mood-nya semakin buruk saja. "Aku lelah berdiri terus disini."

"Tunggu sebentar Naruto. Aku segera kembali. Tak lama ok.." Sakura segera meluncur keluar dari kamar mandi setelah memberikan satu kecupan singkat di bibir Naruto yang sukses membuat pria itu terdiam dengan rasa hangat yang menjalari hatinya.

- Teman Kencan (Tak Terlupakan) -

"Kau tidak ingin menghubunginya?" Ino meletakkan gelas jus mangga keempatnya yang telah kosong pada meja cafe. Ia lalu melambai pelan kepada waitres terdekat. Kini ia memesan jus alpukat. Sakura tak kunjung menjawab pertanyaan Ino. Ia menunggu waitres itu pergi terlebih dahulu. Sakura sempat bergidik seram melihat selera makan dan minum Ino yang semakin mengerikan akhir-akhir ini. Hamil membuat sahabatnya itu sangat tidak terkontrol nafsu konsumsinya.

"Aku bahkan tidak memiliki nomor ponselnya Pig.." kata Sakura frustasi. Ia menyesal tidak sempat menanyakan nomor ponsel Naruto hari itu.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Bagaimana bila kau tiba-tiba saja hamil dan butuh.." Ino menghentikan kata-katanya melihat Sakura mendelik horor padanya. "Maksudku.. kau tahu kan. Kau dan aku adalah dokter. Hal-hal seperti itu tidak dapat kita duga." Suara Ino telah kembali mengecil sekarang. "Bahkan sekali dilakukanpun hal itu tidak menutup kemungkinan ada sesuatu yang akan lahir."

Sakura menatap Ino dengan gusar. Ia tahu dan tentu saja tahu akan hal ini. Tak pernah terbersit sedikitpun dipikirannya hal ini sebelum Ino mengatakannya. Diam-diam ia menyesal dalam hati telah menceritakan hal ini pada Ino yang ternyata makin membuat moodnya semakin buruk saja.

Wanita dengan surai merah jambu itu menatap keluar Cafe. Tak lama kemudian ia menghembuskan napasnya dengan berat. "Baikah.. aku akan menghubunginya.."

"Bagaimana caranya? Kau kan bahkan tidak memiliki kontaknya."

Sakura meletakkan kepalanya pada meja cafe dengan frustasi. Benar kata Ino. Bagaimana ia bisa menghubungi pirang pengusik pikirannya itu kalau memiliki kontaknya saja tidak. Akhirnya ia teringat satu hal. Satu hal yang sempat terbersit dipikirannya. Mungkin kemarin ia akan ragu melakukannya. Tapi tidak kali ini. Ia benar-benar yakin. Ya.. pasti akan ia lakukan.

- Teman Kencan (Tak Terlupakan) -

Aku meremas kedua tanganku dengan gusar. Sesekali kulirik layar diatas pintu lift terus menunjukkan angka yang kian bertambah. Rasa gusar yang kian besar melanda hatiku. Tapi sekali lagi harus ku bulatkan tekadku bila tidak ingin kehilangan dirinya sekali lagi. Aku sudah pernah kehilangan dirinya dimasa lalu. Kalau pun harus kehilangan ia sekarang harus ada kejelasan hubungan mereka yang telah melampaui batas malam itu.

Ting..

Suara pintu lift yang terbuka membuyarkanku dari lamunan. Kulirik angka yang tampil pada bagian atas pintu lift.

Sudah sampai.

Kutarik napasku dalam-dalam sebelum memantapkan hatiku untuk melangkah keluar lift.

Ting..

Pintu lift telah tertutup. Menyisakan diriku yang kini telah berdiri gusar didepan pintu lift lantai 28. Ku langkahkan kakiku menuju lorong didepan.

2801.. berhadapan dengan 2810. Itulah yang terlihat oleh mataku. Aku terus berjalan. Kamar yang menunjukkan angka 2802 berjarak cukup jauh dengan nomor unit 2801.

Keh..

Tipikal tempat tinggal orang kaya rupanya. Bahkan lantai di lorong pun dilapisi oleh karpet mahal. Ornamen dinding dan wallpaper lorongnya pun begitu mewah. Sepertinya ini adalah unit dengan tipe tertinggi di apartemen ini. Sangat berbeda dengan tipe unitku yang biasa saja dan jenis paling murah yang kubeli.

Rasa cemas kembali melandaku. Bagaimana bila perkiraanku malam itu benar.. Naruto hanya sekedar mempermainkan diriku saja. Ia adalah pria tampan dan mapan. Mencari seseorang yang lebih baik dariku tidaklah sulit bukan?

"Mungkin ia hanya balas dendam dengan apa yang sudah kau perbuat padanya 14 tahun yang silam."

Dan perkataan Ino di cafe hari itu kembali terngiang ditelingaku.

Aku tertawa kecil. Ya.. mungkin saja begitu.

- Teman Kencan (Tak Terlupakan) -

"Tidakkah kau akan pulang Naruto? Ini sudah hari ke-7 mu menginap di kantor. Apa kau tidak bosan?"

Seorang lelaki paruh baya dengan rambut putih perak bergerak gelisah di hadapan meja besar dengan plakat bertuliskan CEO: Namikaze Naruto.

Tak lama kemudian, kursi besar yang tadinya menghadap ke langit Konoha yang biru berputar ke arah si rambut putih. Menampakkan sesosok manusia berbalut setelan mahal yang telah berantakan disana sininya. Matanya tampak lelah namun tidak sedikitpun memudarkan ketampanan yang ia miliki.

"Aku masih belum ingin pulang Kakashi-sensei..."

Kakashi menghela napasnya berat. Rengekan lagi.

Tak tahu apa yang terjadi dengan bos baru sekaligus mantan anak didiknya itu. Namun semenjak menjabat sebagai CEO baru, ia sama sekali tidak pulang dan hanya berputar di area kantornya saja.

"Baiklah.. terserah kamu. Aku pulang dulu Naruto-kun.."

"Kau meninggalkanku?" Suara Naruto terdengar seperti anak kecil yang meminta dibelikan coklat di telinga Kakashi.

Pria 48 tahun yang masih sangat tampan itu menghela napas frustasi.

- Teman Kencan (Tak Terlupakan) -

Ting Tong..

Sakura menekan bel apartemen bernomor 2804 dengan cemas. Beberapa pertanyaan konyol muncul dalam benaknya. Bagaimana kalau Naruto hanya membohonginya kemarin? Bagaimana kalau yang membuka pintu ini nantinya bukan Naruto? Bagaimana bila ternyata benar ini tempat Naruto dan ia ternyata bersama wanita lain?

Namun berbagai pertanyaan konyol itu segera ia tepis dari pikirannya. Peduli setan dengan bagaimana Naruto dan wanita-wanita lainnya. Yang paling penting kali ini adalah perasaannya.

Pemilik surai merah jambu sebahu itu menatap pintu dengan kecewa saat tak kunjung ada sahutan dari dalam rumah. Tapi ia tidak ingin menyerah kali ini. Ia mencoba mengangkat tangannya untuk kembali memencet bel. Dan bersamaan dengan itu terdengar sahutan dari interkom apartemen tersebut.

"Siapa?" suara perempuan yang feminim menyapa pendengaran Sakura.

Hatinya serasa diremas. Namun ia segera memberanikan diri membuka suara.

"Apa benar ini kediaman Namikaze Naruto?"

"Namikaze Naruto siapa? Bukan.. ini kediaman Akimichi. Anda salah alamat Nona."

Jawaban dari dalam rumah membuat Sakura terkejut. Ia lantas mengedipkan matanya beberapa kali. Sampai akhirnya ia sadar ia sedang bertandang ketempat yang salah. Hatinya serasa remuk. Jadi benar.. Naruto kemarin hanya membohonginya.

Ia lalu membungkuk 90 derajat didepan pintu tersebut untuk meminta maaf pada sang pemilik rumah disertai air mata yang kini berderai menuruni pipinya.

- Teman Kencan (Tak Terlupakan) -

Hati Sakura masih sangat sakit saat ia menuju lantai apartemennya berada. Air mata yangturun dari pipinya berulang kali ia hapus kasar dengan tanggannya. Kenapa Naruto harus membohonginya. Apakah ia terlihat begitu gampang malam itu. Semua yang terjadi malam itu mungkin adalah balas dendam pemuda itu saja padanya karena cerita 14 tahun lalu. Dan ia sadar.. mungkin ini juga adalah salahnya.

Kaki sakura berjalan dengan gontai saat ia menuju apartemennya. Yang ingin ia lakukan kali ini adalah mandi lalu tidur untuk menghapus semua hal menyakitkan hari ini. Siapa tahu besok saat bangun ia dapat melupakan Naruto. Tapi? Apakah itu mungkin? Kalau dengan tidur saja ia dapat melupakan Naruto maka harusnya 14 tahun ini ia cukup tidur saja dan melupakannya. Tapi kenyataannya tidak, kan?

Belum usai rasa sakitnya karena merasa dibohongi Naruto, tanpa ia sangka seseorang yang ia cari-cari selama beberapa hari itu, kini berada didepan rumahnya. Ia sangat mengenali tubuh tinggi besar itu yang kemarin telah menghabiskan malam dengannya. Pria kuning itu terduduk didepan apartemennya dengan mata terpejam. Rambut dan bajunya berantakan. Wajahnya kuyu. Ia dapat melihat ada gurat lelah disana.

Sakura meneguk ludahnya. Kami-sama.. apa-apaan ini?

Kenapa?

Kenapa Naruto namikaze tertidur sangat pulas didepan pintu rumahnya?

Menepis segala rasa penasarannya, ia lantas menghampiri lelaki itu.

"Naruto.." Sakura menggoncang pelan bahu lelaki itu. Namun nihil sampai beberapa kali ia melakukannya sama sekali tak dapat membangunkannya. Ia lalu teringat kali terakhir bagaimana ia membangunkan Naruto pagi itu. Mendadak wajahnya memerah.

Haishh Sakura.. ini bukan saatnya memikirkan hal itu. Membangunkan si pria kuning adalah prioritas utama kali ini.

Ia lalu mengambil ancang ancang.. sebenarnya ia sangat ragu untuk melakukannya. Tapi ia rasa hanya inilah satu-satunya jalan agar "tukang tidur yang suka meniduri wanita" itu segera bangun. Entah mengapa julukan itu tiba-tiba terlintas pada pikirannya untuk disematkan pada Naruto. Mungkin itu adalah bentuk kejengkelannya yang menumpuk. Dan tak lama kemudian ia melancarkan aksinya..

'PLAKKK'

"Ittaaiiiiii." Suara pekikan kesakitan terdengar memenuhi lorong apartemen Sakura. Disertai cap tangan Sakura yang telah membekas di kedua pipi Naruto sekarang

"Sa-sakura-chan?" sambil mengelus pipinya Naruto cukup terkejut melihat siapa yang ada dihadapannya.

"Iya ini aku. Kenapa kau ada disini?" tanya Sakura sembari menyingkirkan segala ego yang ia punya. Walau nada bicaranya sangat ketus.

"Sakura-channn.." kini suara Naruto terdengar seperti anak anjing yang kesepian dan meminta makan. Yang sempat untuk beberapa saat menggoyahkan hati Sakura untuk memeluk pria dihadapannya.

"Kenapa tidur didepan rumah orang?" Nada bicara Sakura ia pertahankan se-ketus mungkin seperti sebelumnya.

"Boleh aku masuk?"

"Tidak!" Tolak Sakura cepat.

"Kenapa?"

Perempatan mucul di dahi Sakura. Lelaki ini bodoh atau apa sih.

"Aku mengantuk.. aku ingin tidur." Sakura dapat melihat mata Naruto yang berangsur akan menutup lagi.

"Kau kan punya rumah tidur sana dirumahhmu."

"Ada hal yang ingin kubicarakan tapi akau sangat mengantuk. Boleh aku masuk?" Naruto kembali memasang tampang memelasnya yang benar-benar membuat Sakura sama sekali tak berkutik kali ini. Sebenarnya tatapan naruto benar-benar membuat sakura ingin menaboknya lagi. Tapi disisi lain ia juga tidak tega. Ia terlalu mencintai lelaki bodoh ini.

"Baiklah..."

Akhirnya ia menyetujui hal yang membuatnya semakin menyeret Naruto masuk kedalam hidupnya.

Lupakan keinginan untuk mencaci maki Naruto tadi. Yang ingin ia lakukan kini hanyalah memeluk lelaki itu untuk menyalurkan segala kerinduannya selama ini.

- Teman Kencan (Tak Terlupakan) -

Sakura menghela napas frustasi. Lelaki itu dengan seenaknya langsung masuk kekamar dan berbaring disana. Tanpa melepas jas dan sepatunya. Dan tentu saja.. ia tertidur pulas. Sangat pulas. Dan akhirnya ialah yang harus melepas jas dan sepatu Naruto.

Niat nya untuk berpatah hati sirna sudah. Bagaiamana ia akan berpatah hati kalau orang yang membuatnya patah hati kini tertidur dengan pulas dirumahnya sekaligus dikasurnya tanpa rasa berdosa sedikitpun. Ia mengecek jam dinding kamarnya. Pukul 9 malam. Bagaimana ia akan tidur dan mandi kali ini? Kalau ada lelaki itu dirumahnya?

Tapi bukankah itu juga pertanyaan aneh? Mereka telah menghabiskan malam bersama beberapa hari yang lalu. Bagian manakah yang harus dipertanyakan kali ini?

To be continued...

Minna-san..

Hola-hola.. maafkan author yang telat update dikarenakan banyak jadwal dibeberapa bulan ini. Sebenarnya fic ini sudah hampir saya rampungkan selama beberapa bulan ini. Namun karena kesibukan pekerjaan dan kuliah saya yang sangat padat saya harus membuatnya terbengkalai.

Sekali lagi saya ucapkan maaf pada para pembaca yang telah menunggu dan terimakasih pada para pembaca yang masih mengikuti cerita ini.

Dan maaf karena belum bisa membalas review kalian satu persatu.

Huffhh.. sepertinya cukup sekian dulu dari saya.

See you next time..