Title : After I Let You Go

Genre : Romance, Spice of Life, Hurt, BxB

Rating : NC

Length : 8 Chapters + Prologue + Epilogue

Cast : Choi Seungcheol, Yoon Jeonghan, Lee Jihoon (genderswitch)

[DISCLAIMER]

Seluruh cast di fanfiksi ini benar-benar ada dan sejujurnya melanggar aturan FFN. Namun Pitik tetap menggunakan namanya sebagai bahan imajinasi. Alur cerita memang milik Pitik, namun karakter mereka sesungguhnya adalah milik mereka sendiri. Maafkan Pitik, FictionPress!

Epilogue: Forever and a Day

Karena anaknya sudah berumur satu tahun, Jeonghan bisa meninggalkannya bersama pemilik kedai. Seokmin terus saja mengundur peresmian hubungannya dengan pegawai hotel itu sementara orang tuanya sudah rindu menimang anak kecil. Maka anak Jeonghan lah yang jadi pelampiasan.

Paman dan Bibi Lee akan menjaga anak itu dari pagi dan Jeonghan akan menjaga kedai makan mereka. Kadang menjadi penjaga kasir, kadang pelayan, atau hanya memastikan koki sudah mengerjakan tugasnya dengan baik.

"Sunwoo, kau bermain dengan Bibi Lee dulu, ya?" pinta sang ibu.

Laki-laki kecil itu mengangguk antusias. Ia memang senang menghabiskan waktu bersama mereka.

Jeonghan memakaikan pakaian santai pada anaknya itu setelah ia selesai mandi. Sekarang mereka akan siap untuk berangkat.

"Ma ma ma," celotehnya riang.

Carrier itu tersenyum lebar. Sunwoo selalu memberikan semangat baginya setiap pagi. Anak itu menjadi sumber kebahagiaannya sekarang.

Jeonghan menyisir surai sebahunya di depan cermin. Ia juga harus merias dirinya sebelum kerja. Tidak ada lagi surai pirang nan panjang. Catnya sudah luntur. Ia juga memotongnya agar perawatannya lebih mudah.

Setelah selesai menyiapkan diri, Jeonghan memasukkan beberapa peralatan bayi ke dalam tas Sunwoo dan menggendong buah hatinya.

"Pa pa pa," celotehnya lagi. Namun dengan nada yang tidak riang. Sunwoo memasang wajah bingung pada ibunya.

Anak itu sedang sedih– mengharapkan sosok lain selain sang ibu juga ikut menemaninya.

"Ayahmu masih bekerja di luar kota. Ia akan kembali nanti."

Begitu kata Jeonghan, setiap hari, bahkan setiap malam sebelum anak itu tidur. Ia sedang memberi harapan pada anak itu juga dirinya sendiri bahwa ayahnya akan kembali. Padahal ia juga tidak tahu bagaimana keadaan Seungcheol sekarang.

Selepas penolakan yang dilakukannya, ia tidak lagi bertemu dengan sosok itu.

Tapi ia tidak ingin memikirkan itu untuk sekarang. Ada banyak hal yang harus dipenuhi. Ia perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan mereka berdua.

Setelah menitipkan Sunwoo di Paman dan Bibi Lee, Jeonghan akan langsung melesat ke kedai. Menunggu di sana dari pagi hingga sore. Pangkatnya mungkin terhitung naik sejak ia pertama kali melamar. Ia berada langsung di bawah owner-nya sebagai pengawas. Tapi itu membuat pekerjaannya tidak tentu.

Seperti sekarang, beberapa menit lalu ia menjaga di kasir karena pegawai shift pagi terlambat. Setelah itu, ia datang dan Jeonghan pergi ke gudang, menanyakan stok bahan makanan yang sudah menipis. Carrier itu akan membuat daftar belanjaan dan menyerahkannya pada pegawai yang sedang bebas. Kalau semua orang sedang sibuk, maka ia akan belanja sendiri.

Kalau ia sedang beruntung, Seokmin akan membantunya. Tapi biasanya pria itu lebih memilih membantu kekasihnya di ruang staff hotel, entah mencuci piring atau seprai di lavatory. Yang penting ia bisa bertemu dengan Hong Jisoo.

Bulan sudah muncul di langit. Hari ini kedai sangat ramai. Kasir mereka sekarang merangkap jadi pelayan dan Jeonghan mengambil alih mesin penghitung itu sejak pukul lima. Menjelang malam, keadaannya sudah mulai lengang. Beberapa pelayan sudah mulai lega karena pesanan makanan tidak lagi sebanyak sebelumnya.

Jeonghan masih berdiri di belakang mesin kasir. Ada meja yang masih terisi pelanggan. Mereka pemesan terakhir karena seseorang sedang berjalan ke arah pintu kedai untuk membalik papan bertuliskan 'buka' menjadi 'tutup'.

Setelah beberapa menit berlalu, dua orang dari meja itu mengantri di kasir untuk melakukan pembayaran. Tugas mereka semua sudah selesai. Sekarang Jeonghan tinggal menghitung keuntungan di hari itu. Ia masih berdiri di belakang mesin kasir selama menit-menit berikutnya.

Suara bel tiba-tiba menghiasi ruangan itu. Benda antik itu dipasang di pinggiran kusen sebagai tanda datangnya pelanggan. Jeonghan sedikit terusik dengan bunyinya karena seharusnya sudah tidak ada pelanggan lagi yang datang. Kedainya sudah tutup.

Ia menaruh lembaran uang yang baru saja ia hitung di bawah meja dan mendongak, menatap siapa gerangan yang membunyikan bel itu. Sosok itu berjalan mendekat, menuju ke arah kasir.

Jeonghan bisa melihat wajahnya dengan jelas, juga mengenalinya. Pria itu sedang tersenyum ke arahnya. Jangan lupakan lesung pipit yang muncul di sebelah sudut bibirnya. Dua hal itu masih tercatat sebagai kelemahan seorang Yoon Jeonghan.

"Jeonghan-ssi, kau bisa beristirahat. Biar aku yang membereskan uangnya," celetuk seorang pegawai tiba-tiba datang ke sebelahnya.

Pikiran Jeonghan mendadak buyar setelah celetukan itu. Ia melirik ke arah pegawai yang baru datang itu sejenak lalu segera berjalan ke arah dapur.

"Maaf, kedai ini sudah tutup sejak setengah jam yang lalu. Silakan kembali besok," usir pegawai itu dengan halus.

"Aku tidak ingin memesan makanan. Aku hanya meminta izin untuk bertemu dengan rekan kerjamu," bantahnya.

Pegawai itu ber-oh sejenak kemudian bertanya kembali, "Biar kupanggilkan. Siapa namanya?"

"Yoon Jeonghan," balas laki-laki itu.

"Jeonghan-sii!"

Sebenarnya Jeonghan belum benar-benar pergi ke dapur, ia masih mengintip mereka di belakang rak. Ia tersentak saat tiba-tiba si pegawai meneriakkan namanya dan dengan bodohnya melangkah keluar dari tempat persembunyiannya.

Seungcheol langsung meliriknya begitu kepalanya menyembul dari balik rak. Jeonghan bisa merasakan pipinya memanas setelah itu. Apalagi saat pria itu menghampirinya.

"Aku akan mengantarmu pulang."

.

.

.

Seperti biasa, sebelum menuju ke indekosnya, Jeonghan harus menjemput Sunwoo di kediaman Paman dan Bibi Lee di belakang kedai. Ia menyuruh Seungcheol untuk menunggu di luar karena tidak ingin menimbulkan pertanyaan besar.

Sunwoo sudah terlelap ketika Jeonghan menjemputnya. Anak itu juga tidak terbangun saat Jeonghan mengangkat tubuhnya dan menggendongnya. Ia sudah tahu bahwa itu ibunya dengan merasakan sentuhannya.

Jeonghan melirik Seungcheol sekilas. Pria itu masih setia menunggunya di depan pagar.

"Ayo," ujar carrier itu pelan. Ia tidak ingin membangunkan Sunwoo.

Seungcheol menganggu dan menyusul Jeonghan yang sudah berjalan duluan. Pria itu mengantarnya sampai kedua orang itu sampai di kamar mereka.

Jeonghan baru saja membuka kunci pintunya dan hendak membaringkan si anak, namun Seungcheol menahannya.

"Bolehkah aku masuk?" izinnya.

Karena pria carrier itu ingin membaringkan Sunwoo di ranjangnya sebelum anak itu terbangun, maka ia mengiyakannya saja. Tentunya dengan satu syarat, asalkan Seungcheol tidak membuat kegaduhan yang bisa membangunkan anak itu.

Seungcheol duduk di kursi rias saat Jeonghan tengah membaringkan anak itu di tengah kasur. Ia sedang memperhatikan bagaimana saat sang ibu menyanyikan lagu tidur bagi si anak selagi mengelus-elus kepalanya. Fitur wajah anak itu sangat mirip dengan dirinya.

Perlahan Seungcheol beranjak dari duduknya. Ia ikut naik ke atas ranjang dan berbaring di sebelah anak itu, di sisi lain kasur. Jeonghan menghentikan elusan tangannya di kepala anak itu, membiarkan dominannya gantian melakukannya. Carrier itu hanya bersenandung saja, sesekali melirik bagaimana Seungcheol menatap anak mereka penuh kasih.

Ayahnya sudah kembali, meskipun Jeonghan tidak tahu berapa lama.

"Apa kau masih menolakku?" tanya Seungcheol dengan suara pelan.

Jeonghan terdiam sejenak. Hatinya jelas tidak akan menolak tapi ada banyak hal yang ia pikirkan sekarang. Ia merasa tidak pantas bersanding dengan Seungcheol. Tidak dengan masa lalu juga status rendahnya.

"Dengarkan kata hatimu. Apakah kau tega membiarkan anakmu tumbuh besar tanpa seorang ayah?"

"Kau ayahnya," kesal Jeonghan. Ia sedikit terbawa emosi hingga membuat tidur anaknya terusik.

Anaknya berguling ke samping dan bebaring menghadap Seungcheol. Pria itu tersenyum bahagia saat Jeonghan dengan paniknya menepuk-nepuk lengan anak itu sambil membisikkan nama anak itu dan menyuruhnya untuk tetap tidur.

Sunwoo, itu nama yang ia berikan sebelum anak itu lahir. Dan Jeonghan memilihnya.

"Aku belum resmi menjadi ayahnya," kelit Seungcheol.

Jeonghan mendesis pelan, menyuruh pria dominan itu untuk diam sejenak karena ia sedang berusaha membuat anaknya kembali tidur. Seungcheol perlu menunggu selama beberapa menit sampai Sunwoo tidak lagi merasa terusik.

Seungcheol melirik Jeonghan sekilas. Carrier itu belum tidur. Ia masih menepuk-nepuk lengan anaknya. Seungcheol kembali tersenyum. Hatinya merasa damai melihat interaksi ibu dan anak itu dan tanpa sadar tangannya sudah mengusap pelipis Jeonghan. Ia mendekatkan bibirnya dan mendaratkannya di keningnya, memberikan sebuah kecupan lembut yang singkat sebagai ungkapan kebahagiaan.

Kedua mata Jeonghan terpejam saat kecupan itu terjadi. Terbuka kembali saat Seungcheol berhenti tepat di depan wajahnya, menatap lurus kedua matanya. Mereka sama-sama menginginkan satu sama lain dalam tatapan itu.

Dan sebuah ciuman tercipta ketika bibir mereka mendekat dan bertaut. Jantung mereka berdesir dan tautan itu berubah semakin intens, menimbulkan bunyi kecapan yang tertangkap oleh Sunwoo di antara mereka.

Anak itu terusik lagi, mengganti posisinya lagi dan meremas pakaian Jeonghan. Pria carrier itu tersentak dan menghentikan ciuman mereka secara sepihak. Ia melirik Sunwoo yang tengah menggenggam pakaiannya sekarang.

"Ma ma ma," gumam anak itu dalam tidurnya.

Seungcheol beringsut turun dan menyejajarkan posisinya dengan Jeonghan. Kemudian ia mengelus-elus lengan anaknya, berusaha membuatnya tenang seperti yang Jeonghan lakukan sebelumnya.

Perlu beberapa menit agar Sunwoo tenang kembali. Setelah anak itu tertidur pulas, Seungcheol kembali mengarahkan tatapannya pada Jeonghan.

"Menikahlah denganku," pinta Seungcheol.

Sudut bibir Jeonghan terangkat dan membentuk sebuah senyuman. Seungcheol juga bisa melihat kedua pipinya yang sedang merona merah.

"Aku tidak memiliki alasan untuk menolakmu, Seungcheol."

Tiba-tiba Sunwoo terusik lagi. Ia berganti arah dan meraih tangan Seungcheol yang sejak tadi menepuk lengannya.

"Pa pa pa," gumamnya lagi.

"Sunwoo juga ingin bersama dengan ayahnya," tambah Jeonghan.

Seungcheol menggenggam tangan anaknya itu dengan hati-hati dan Sunwoo malah bergeser semakin dekat dengannya, meremas pakaiannya seakan ingin ayahnya tetap berada di sana, menemani tidurnya.

"Ayah tidak akan pergi, Sunwoo-ya," bisik Seungcheol pelan.

Jeonghan hanya terkikik di tempatnya. Ia tidak merasa menyesal telah menjaga anak itu dengan segenap hatinya. Karena sang ayah juga merasakan hal yang sama.

"Aku mencintaimu," gumamnya pelan sambil beringsut turun dan memeluk Sunwoo. Carrier itu memejamkan kedua matanya dan bersiap larut dalam mimpinya.

Hanya tinggal Seungcheol yang terjaga sekarang. Ia sedang memandang wajah dua orang itu bergantian. Perlu ia akui bahwa dirinya juga menyayangi dua sosok itu.

Selama ini ia menghilang bukan karena tidak ingin bertanggung jawab. Seungcheol sedang membangun kemapanannya, mengurus perusahaan ayahnya juga membeli rumah yang lebih besar untuk mereka bertiga di Seoul. Setelah mereka menikah nanti, mereka akan pindah ke sana dan membesarkan Sunwoo bersama-sama. Mungkin juga membuat adik untuk menemaninya.

Seungcheol tidak bisa berhenti tersenyum ketika membayangkan hal-hal itu. Sekali lagi ia mengecup kening Jeonghan kemudian memejamkan kedua matanya.

"Aku sangat mencintai kalian."

.

.

.

The End

Akhirnya berakhir sudah upload-upload fanfiction ini hehehe

Pitik menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan plot serta penggambaran alur. Kecepetan lah, kegampangan lah…

Tapi membuat fanfiction adalah sebagian dari iman/?, maksudku membuat orang bahagia hehe

.

.

.

Extra: White Vows

Lahan berumput hijau di pinggir kota baru saja disulap menjadi tempat resepsi yang indah. Ada beberapa meja bundar yang ditata di depan altar dengan taplak putih juga rangkaian bunga lili sebagai pemanis.

Dua insan akan mengikat janji di sana, untuk bersama-sama membesarkan buah hati yang telah lahir hingga ajal menjemput.

Yoon Jeonghan merasa menjadi pria carrier paling bahagia di dunia ini. Ia mendapatkan cinta seorang dominan yang ia kagumi sejak pandangan pertama.

Saat ini ia tengah bersiap di ruang ganti bersama Chungha. Wanita itu mengabaikan shift yang harus diambilnya sejak kemarin— mengambil cuti demi mengurusi pernikahan sahabatnya. Sunwoo sedang bersama ayah Seungcheol sekarang. Jeonghan sempat takut apabila keluarga pria itu menolaknya mentah-mentah. Namun ternyata mereka memberikan respon yang terlampau hangat.

Terlepas dari masa lalunya, juga asal usulnya.

Sebagai seorang rendahan yang diterima secara cuma-cuma, Jeonghan tidak serta merta besar kepala. Ia berusaha membalas budi dengan membantu pekerjaan rumah di sana, memasak sarapan misalnya. Ayah Seungcheol memujinya karena itu, sebuah poin tambah sebagai menantu yang baik.

Calon suaminya sebenarnya telah memberikan pengertian pada seluruh anggota keluarganya sebelum mengajak dirinya menikah untuk yang kedua kalinya. Walaupun pria itu sudah membelikan sebuah rumah bagi mereka bertiga, ia ingin Jeonghan mengenal juga mengenal keluarganya. Berdasarkan pemikiran itu, maka mereka berdua memutuskan untuk pindah ke rumah pribadi setelah melangsungkan pernikahan.

Kembali lagi ke ruang rias, sekarang Chungha tengah menata surai hitam sebahu milik Jeonghan, memberikan hiasan rambut juga veil yang senada dengan tuxedo putih yang dikenakannya.

"Seungcheol akan terpesona begitu kau berjalan ke altar nanti," pujinya sambil mengatupkan kedua tangan di dada.

Jeonghan tersenyum sendiri memperhatikan wajahnya di depan cermin. Bila narsis adalah sifat dasarnya, maka ialah yang akan melontarkan pujian. Seorang pekerja klub malam memang sudah terbiasa berdandan cantik. Tapi karena tujuannya sangat berbeda kali ini, Jeonghan merasa berkali-kali lipat lebih cantik. Ia harus memiliki perasaan itu agar percaya diri untuk berdiri di hadapan Seungcheol dan mengikrarkan janji pernikahannya.

Chungha memberikan buket bunga mawar pada Jeonghan, sekaligus memberikan pria carrier itu sebuah isyarat bahwa pernikahannya akan dimulai tidak lama lagi. Jantungnya mendadak berdebar lebih cepat. Hal ini wajar terjadi pada seseorang yang akan menikah, tapi Jeonghan tidak terbiasa akan hal itu. Banyak hal negatif yang tiba-tiba hinggap di benaknya.

"Sekarang keluarlah dan sambut pria idamanmu," bisik Chungha tak lama kemudian.

Jeonghan beranjak dari kursinya dan berjalan keluar ruang rias. Seseorang sudah menunggunya di depan karpet, Paman Lee pemilik kedai makan di Daegu. Mereka berempat— bersama Bibi Lee, Seokmin, juga Jisoo— ikut diundang ke pesta pernikahan sebagai wali Jeonghan. Pria carrier itu sudah terpisah dari orang tua kandungnya sejak lahir, sulit untuk mencari mereka.

Paman Lee langsung merangkul lengan Jeonghan layaknya anak sendiri. Beliau juga menangis bahagia seakan menjadi seorang ayah yang melepas kepergian anaknya.

"Semua orang berhak untuk bahagia," bisiknya pelan.

Jeonghan menoleh, menatap Paman Lee.

"Begitu juga dirimu."

Kini Jeonghan ikut meneteskan air mata bahagia. Ia terharu dengan kalimat yang diucapkan Paman Lee.

"Aku sering melihatmu menangis sendirian selepas kedai tutup. Sekarang kau tidak akan menangis sendirian lagi. Pria itu akan menemanimu dan menghapus tangisanmu."

Carrier itu tersenyum. Ia tidak tahu bahwa pemilik kedai sangat memperhatikannya selama ini.

"Sekarang jalan. Jangan sampai riasanmu terhapus sebelum mencapai altar."

Paman Lee menarik tangan Jeonghan dan menuntunnya berjalan ke depan, menuju calon suami sang carrier yang tengah terpaku memperhatikan betapa mempesonanya seorang Yoon Jeonghan.

Seungcheol langsung meraih jemari pasangannya begitu ia tiba di depan altar, menempatkan pria carrier itu di hadapannya. Jeonghan bisa menangkap tatapan hangat Seungcheol dari balik veil -nya.

Tepat setelah janji diucapkan, Seungcheol membuka renda penutup wajahnya. Ada sebuah perasaan rindu yang muncul walaupun baru beberapa saat mereka tidak saling bertemu. Sebuah perasaan yang mendorong momen wedding kiss terjadi.

Itu merupakan ciuman paling romantis yang pernah mereka lakukan. Seungcheol menyesap bibirnya pelan. Jeonghan juga membalasnya dan membuat tautan itu semakin dalam dan membentuk sebuah 'dunia' hanya untuk mereka berdua. Chungha sampai memekik di kursinya dan ayah Seungcheol dengan segera menutup mata Sunwoo, anak mereka.

"Sekarang aku sudah resmi menjadi ayah Sunwoo," ujar Seungcheol setelah ciuman itu.

Jeonghan menundukkan kepalanya dan tersenyum bahagia.

"Juga menjadi suamimu."

Sebuah kecupan mendarat di dahi Jeonghan, mengakhiri upacara pengikatan janji mereka.

.

.

.

Setelah resepsi pernikahan berakhir, ada resepsi lainnya yang amat ditunggu oleh kedua mempelai.

Bulan madu.

Beruntung, ayah Seungcheol sangat perhatian sehingga merelakan cutinya untuk menjaga sang cucu sementara anak dan menantunya pergi berlibur ke Saipan, menginap di salah satu resort pinggir pantai.

Sorenya, mereka duduk berdua di pasir dan memandangi matahari terbenam. Itu pemandangan wajib yang harus dinikmati ketika berada di pinggir laut. Melihat gradasi warna yang tercipta secara alami, sangat indah.

"Jeonghan," panggil Seungcheol.

Pria carrier itu menoleh.

"Bagaimana kau bisa jatuh cinta padaku saat seperti itu? Ya, kau tahu, sejak awal aku hanya memintamu untuk menjadi partner dan kau sendiri terlampau sering melakukannya."

Itu sebuah pertanyaan besar bagi Seungcheol. Bukan karena ia sedang ragu dengan dirinya sendiri. Pria itu hanya bertanya-tanya.

"Karena tidak ada partner seks yang akan meminta maaf di sela-sela bercinta. Tidak ada partner seks yang memaksa pasangannya untuk sarapan. Tidak ada yang akan bersedia mengobati luka di tubuhnya."

Jeonghan memangkas jarak di antara wajah mereka, "Tidak akan ada yang meminta izin untuk berciuman."

"Kalau begitu aku tidak perlu melakukannya sekarang?"

Carrier itu terkekeh pelan, "Kau baru saja meminta izin secara tidakmph—"

Seungcheol memotong ucapan Jeonghan dengan meraup bibirnya. Jeonghan sedikit terkejut, namun ia sudah terlatih dalam hal ini sehingga tubuhnya bisa segera beradaptasi. Carrier itu membalas ciumannya, ikut menyesap bibir Seungcheol dengan lembut. Di tengah udara pantai yang semakin dingin, Seungcheol melingkarkan tangannya di tubuh Jeonghan, membawa pasangannya itu ke dalam dekapan hangat sementara tautan bibir mereka menjadi semakin intens.

Jeonghan yang pertama menarik bibirnya, menyudahi sesi ciuman mereka karena kehabisan nafas.

"Sebaiknya kita segera kembali ke hotel dan membuat adik untuk Sunwoo," usul Seungcheol.

.

.

.

The End pt.2

Sebenarnya fanfiction ini ada di Wattpad. Bahkan sudah selesai publish sebelum aku buka akun ffn ini hehehe

Heheh

Terima kasih sudah membaca, me-review, dan setia menunggu.

Sampai jumpa di fanfiction selanjutnya!