Disclaimer : Naruto and all the characters mentioned in the story they're all belongs to Masashi Kishimoto. I do not take any financial benefits from this.


Scratch


Mengernyit menahan rasa perih pada punggung saat air mengguyur tubuhnya dari atas kepala. Luka pada tubuh Naruto selama sebulan terakhir tidak pernah menghilang, karena luka baru kerap berdatangan. Namun semua itu tidak membuatnya khawatir, justru membuatnya berbangga diam-diam tiap kali melihat pantulan tubuhnya di cermin.

Pukul 7 pagi pada hari sabtu, dengan wajah yang lembab, dan ujung rambut yang masih meneteskan bulir air, Naruto mengintip dari balik pintu kamar. Kedua bola matanya memastikan apakah suara yang berasal dari kegiatannya tadi mengganggu sosok lain yang berada di atas kasurnya.

Melihat sosok itu masih tertidur pulas, bibirnya tersenyum lega disusul hela napas panjang.

Kakinya melangkah masuk perlahan, tubuhnya yang hanya ditutupi handuk di bagian bawah bergidik saat pendingin ruangan menghembuskan angin ke arahnya.

Lemari pakaian di sudut ruangan menjadi tujuan utama, Naruto ingat di mana obat miliknya disimpan. Saat jar kaca dengan tutup biru berada dalam genggaman tangan, jemarinya mulai mengobati luka pada punggung dengan perlahan.

Rasa dingin, dan nyaman membuat Naruto menghela lega tertahan. Beberapa luka mulai tertutupi obat bertekstur gel, tetapi tidak pada luka yang berada tepat di tengah punggungnya.

Meskipun mencoba berulang kali, tetap saja jemarinya tidak bisa menggapai tempat itu.

"Dobe?"

Terkejut bercampur malu, ini kali pertamanya tertangkap basah setelah berusaha menutupi selama sebulan terakhir. Naruto berbalik perlahan, menyembunyikan bukti yang berada di dalam genggaman tangannya, juga yang ada pada tubuhnya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Uh ..., ini bukan apa-apa, Sasuke." Naruto menggeleng gugup, tetapi sosok di hadapannya justru memincingkan mata.

Pria yang dipanggil Sasuke, mengernyit bingung. Tubuhnya yang pucat hanya ditutupi selimut kini terduduk di atas kasur. Mata ber-iris hitam menatap Naruto tidak berkedip, mencoba memerhatikan apa yang sedang dilakukan si pirang meskipun sama sekali tidak bisa menebak.

"Sarapan?" Naruto mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Jemarinya mengambil pakaian asal untuk menutupi tubuhnya sebelum melangkah mendekati kasur dan duduk di tepi.

Sasuke bergumam, tampak mulai melupakan apa yang baru saja dilihatnya. Dari wajahnya bisa terlihat jelas jika masih mengantuk dan lelah, bahkan saat Naruto mendekat tubuhnya tidak segan untuk menarik si pirang kembali ke kasur.

"Hm? Bagaimana dengan sarapan?"

"Aku tidak lapar."

"Perutmu akan sakit nanti."

Naruto mengecup Sasuke tepat di bibir, terlihat cemas, tetapi tidak bagi si pucat yang memilih untuk menyelipkan kedua tangannya ke dalam baju si pirang. Memeluk tubuh di hadapannya dengan erat, merasakan kulit bersuhu hangat dengan telapak tangannya yang dingin.

"Sasuke," panggil Naruto lembut, dengan senyum tipis di bibir, "apa yang semalam masih kurang?"

Sasuke tidak menjawab. Kedua tangan menarik paksa tubuh Naruto untuk lebih mendekat ke arahnya, dengan mengusap seluruh permukaan kulit yang bisa digapai. Seringai tipis muncul di bibirnya yang pucat. "Untuk apa kau menyembunyikan hal ini dariku?"

Naruto sudah terbuai. Sama sekali tidak menyadari adanya kuku yang menancap pada luka di punggungnya.

"Kau sengaja menutupi hal ini karena tidak ingin membuatku malu?"

"Ouch!" Goresan baru membuat Naruto tersadar. Matanya mengerjap merasakan perih di punggung, juga Sasuke yang menyeringai padanya.

"Kenapa harus disembunyikan? Bukankah itu bukti bahwa kau bisa membuatku kehilangan kendali setiap malam?" bisik Sasuke tepat di telinga.

Pukul 8 pagi pada hari sabtu, wajah Naruto memerah sempurna saat menyadari kesalahannya.

.

End