Haikyuu hanya milik Haruichi Furudate. Fiksi ini diperuntukkan hanya untuk kesenangan batin. Tidak ada keuntungan material diperoleh.

Sebuah Malam © Imorz

Hanamaki menawarkan hotel dan Matsukawa sedang tidak ingin merebah di atas kasur. Berdua melewatkan malam dengan elegan saja.


Sebuah malam.

"Banyak sekali bintangnya." Hanamaki menunjuk ke atas. "Ingin rasanya kutelan satu-satu."

"Agar?"

"Agar langit malam tidak rusuh dan berantakan."

Matsukawa berkata, agak berteriak. "Mau sampai kapan kau di situ? Ayo lanjutkan perjalanan."

Hanamaki melompat dari kap mobil. Tangannya menggenggam gelas kopi yang telah kosong dan melemparnya ke tempat sampah. Ia membuka pintu mobil sebelah kanan. "Giliranku yang mengemudi."

Matsukawa tidak banyak bicara. Ia berpindah dan ketika kunci diputar, telunjuknya dengan cepat menyalakan radio, jarinya memutar volume, ketukan lagunya diwakilkan oleh pucuk-pucuk spektrum. Musik yang dilantunkan adalah Sensual Seduction oleh penyanyi hiphop Amerika. Matsun sedikit membola.

"Nakal."

"Hmm? Apa?" tanya Hanamaki. Ia selesai mengalung sabuk pengaman.

"Lagunya nakal."

"Sepertimu?"

"Tahu saja."

Hanamaki tertawa dan mulai menekan pedal gas. Kepalanya melenggak mengikuti alunan lagu yang disuguhkan, terkadang diikuti senandung.

"Mungkin karena sudah malam, mereka berani memutar lagu sensual." Matsukawa membuka kancing-kancing kemeja. Angin malam masuk dari jendela yang terbuka dan mengibarnya. "Ah, segar."

Tidak sengaja Hanamaki melirik. "H-hei! Aku sedang mengemudi!"

Ia menabrak tumpukan batu, membuat bokong keduanya terangkat bersamaan.

Matsukawa terkekeh. "Yang benar mengemudinya, Makki."

"Ini semua salahmu."

Bibir Matsukawa menyeringai. Tangannya bertumpu di sisi jendela; menatap ke luar. Rambutnya berkibar disapu angin. "Kau ini, seperti tidak pernah melihat dadaku saja."

"Bukan begitu maksudku. Ini sudah malam, aku khawatir kau masuk angin."

"Oh, manisnya." Matsukawa mengeluarkan setengah tubuhnya dari jendela mobil dan berteriak. "Hanamaki Takahiro adalah kekasih paling terbaik!"

"Astaga."

Wajah Hanamaki bercampur antara geli dan malu bersamaan, ditambah rona merah, sudah menyerupai tomat saja.

Tidak berlangsung lama setelah teriakan, kaki menekan gas mendadak dan meter kecepatan bertambah secara drastis.

"Hati-hati, sayangku," ujar Matsukawa dengan nada meledek sambil mengancing kembali kemeja.

"Kau sudah gila, ya?!"

"Sepertinya."

Kecepatan berangsur menurun. Matsukawa melirik. Wajah pria di sebelahnya merah membara. Lantas ia terkikik.

"Bajingan kau, Matsun."

Tapi Matsukawa bergerak mendekat, menghirup aroma dari ceruk leher Hanamaki, mengecupnya singkat.

Menjilat.

Mengigit.

Mobil berhenti tiba-tiba. Kepala Matsukawa terantuk setir, ia mengaduh sakit.

"Hei, Matsun. Kau mau kucarikan hotel?"

Sambil terus mengusap belakang kepala, Matsukawa berkata. "Aku sedang tidak ingin merebah di kasur saat ini."

"Baiklah."

Mesin mobil kembali menyala. Melaju dengan kecepatan ringan. Rodanya membawa ke celah sempit antara dua bangunan menjulang tinggi. Kunci diputar berlawanan, cahaya lampu kekuningan sirna.

Matsukawa terkekeh. "Nah, begitu maksudku."

Hanamaki beranjak, duduk di pangkuannya, menghadap.

Dan sebuah malam berakhir dengan elegan.

.

.

.

Selesai.