Held Hostage

© Shinkyu

.

.

Kaisoo fanfiction

.

.

"Kyungie, apa kah kau suka dengan Chanyeol oppa?"

Do Eunsoo bertanya lembut pada putri bungsunya yang sedang menyusun puzzle bergambar Pororo diruang tengah.

Kyungsoo yang baru berumur lima tahun hanya terdiam menatap eommanya dengan mata bulatnya yang polos.

"Acckk—lucu sekali!" Park Yuri memekik bagai gadis remaja. Mencubit pipi tembem si mungil Kyungsoo. "Aku gemas sekali pada putri mu Eunsoo-ah. Tak sabar rasanya menjadikan dia menantu"

"Aish eonni hentikan" wanita bersurai hitam sebahu itu menjauhkan Yuri dari putrinya ketika melihat Kyungsoo sudah mau menangis. Sahabatnya itu memang brutal jika sudah melihat yang imut-imut. "Diam lah eonni kita tanya Kyungsoo dulu. Apakah dia mau dijodohkan dengan anakmu atau tidak."

"Ah benar" Yuri setuju.

"Jadi Kyungie, Apakah kau mau menikah dengan Chanyeol oppa?"

Sekarang pertanyaan eommanya dirubah menjadi lebih spesifik. Yuri menatap Kyungsoo gemas, matanya berbinar penuh harap. Sebelum Kyungsoo menjawab seorang bocah lelaki yang cukup jangkung untuk anak seumurnya. Berlari heboh menghampiri mereka. Di tangan anak itu terdapat figur ultramen kesukaannya.

"Eomma aku lapar!" Park Chanyeol menyentak sambil beringsut duduk disamping Kyungsoo.

Eunsoo dan Yuri tertawa melihat kedua anak mereka yang begitu manis jika disandingkan bersama. Bagaimana Chanyeol membantu Kyungsoo merapihkan puzzle yang berceceran dilantai. Bagaimana Kyungsoo menyentuh rambut Chanyeol yang basah oleh keringat karena bermain diluar.

"Apakah Kyungie juga lapar?" Yuri bertanya pada Kyungsoo. Si kecil Kyungsoo hanya mengangguk, rambutnya yang tebal dikucir dua bergoyang lucu.

"Baiklah tapi Kyungie belum menjawab pertanyaan eomma. Apakah Kyungie mau menikah dengan Chanyeol?" Eunsoo masih belum menyerah pada putrinya. Ia ingin sekali menjadi keluarga dengan Yuri sahabatnya sejak ia lahir hingga saat ini. walaupun sepenuhnya ia sadar. Maksud pertanyaannya mungkin belum dapat Kyungsoo mengerti.

"Kyungie harus mau! nanti oppa dorong ayunan untuk Kyungie setiap hari" Chanyeol berbisik dengan mimik yang serius. Sebenarnya ia pun tak mengerti pertanyaan itu, ia pikir artinya hampir sama saja. Seperti 'Mau kah kau bermain dengan Chanyeol?'

Tak sadar bahwa suaranya terlampau keras hingga dapat didengar oleh dua orang wanita dewasa dihadapan mereka.

Lagi-lagi interaksi kedua anak itu mampu membuat kedua ibu tersenyum bahagia. Mimpi untuk menjadi besan bagai dekat, didepan mata.

Kyungsoo mengangguk, tubuhnya yang gendut membuat tak ada teman yang mau mendorong ayunannya di TK. Hanya Chanyeol yang mau melakukannya tanpa diminta. Chanyeol sangat baik, Kyungsoo mau menikah dengan Chanyeol.

"Iya! Kyungco mau!"

Perjodohan mereka terikat dimulai dari saat itu.

.

.

18 years later

Dedaunan berhembus tertiup angin, suasana yang asri menambah keindahan taman Universitas Internasional Seoul. Terlihat Ketiga gadis tengah sibuk dengan tugas mereka. Si gadis bermata bulat dengan rambut panjang berwarna hitam tengah menelepon seseorang. Kedua sahabatnya Luhan gadis dengan rambut pirang sebahu dan Baekhyun dengan rambut coklat bergelombang tengah debat mengenai siapa yang paling jago dalam nada rendah di kelas musik tadi. Chen teman sekelas mereka yang cerewet atau Minseok gadis imut yang jarang berbicara.

"Kyungsoo, tunanganmu menjemput tuh." Luhan melihat seorang pria mendekati tempat duduk mereka, ia terkikik geli seraya menyenggol Baekhyun disebelahnya. Keningnya merenyit begitu menemukan Baekhyun yang hanya terdiam dengan kepala menunduk menatap kosong sepasang sepatunya.

Gadis dengan mata bulat itu menghela napas. "Sudah ku bilang, oppa tidak usah menjemput. Aku mau pulang sendiri" omel Kyungsoo begitu pemuda jangkung dengan stelan jas hitam telah sampai dihadapannya.

"Eomma kangen ingin bertemu denganmu" Jelas Chanyeol lembut. "Hai Luhan, hai ..Baekhyun" sapanya kemudian ketika menyadari ada dua orang gadis yang hadir diantaranya dan Kyungsoo.

"Sudah lama kita tidak bertemu Chanyeol oppa" Luhan berbasa-basi. "Menjemput Kyungsoo?"

"Ya" jawab Chanyeol singkat. Pandangannya terpaku pada Baekhyun yang membisu dihadapannya.

Kyungsoo berdehem menatap mereka berdua. Ia merapihkan peralatan melukisnya diatas meja. "Sebaiknya kita pulang oppa. Bukan kah Yuri eomma ingin bertemu dengan ku?"

Lelaki bertelinga lebar itu tersentak mengalihkan tatapannya pada tunangannya yang imut. Ia merasa bersalah ketahuan menatap gadis lain. Seharusnya ia dapat mengotrol diri dengan baik.

"Kemarikan tas mu"

Chanyeol membawakan tas Kyungsoo. Ia masihlah lelaki yang gentle sama seperti saat mereka kecil dulu.

"Aku duluan Luhanie, Baekie." Kyungsoo tersenyum, berpamitan pada dua sahabat nya dan kemudian membiarkan Chanyeol menggenggam tangannya erat. Menuntun gadis itu menuju mobilnya diparkiran.

"Mereka sangat serasi" Gadis dengan mata indah bak rusa itu bergumam iri. Melambai pada Kyungsoo dan Chanyeol yang sudah berjalan menjauhi.

Baekhyun hanya mampu menatap punggung pasangan itu nanar. "Ya, serasi sekali.." bisik nya pelan tertiup angin dalam keheningan.

.

.

.

Langkah kaki menggema dalam mansion. Lukisan dengan nilai seni tinggi berbaris rapi didinding. Lampu kristal menerangi ruangan menambah kesan kemewahan. Tempat itu begitu indah namun terlihat hampa tak terjamah.

Pintu coklat besar dengan ukiran elegan itu didorong pelan. Menampilkan ruangan dengan penerangan yang sedikit remang. Seorang pria berdiri gagah menghadap jendela. Meja kerja disampingnya terdapat banyak dokumen berserakan.

"Tuan, memanggil saya?"

Dia menoleh. Wajahnya terhalangi sinar matahari.

"Ravi" katanya pada lelaki yang berdiri di depan pintu. "Aku akan ke Busan, siapkan pesawat" perintahnya. Begitu dingin tanpa nada.

"Mengapa Tuan Kim?" Ravi kembali bertanya.

Lelaki berkulit tan di hadapan Ravi tak menyahut. Hanya menatapnya tajam seraya menunjuk foto berukuran besar yang terpasang disamping ruangan. Foto seorang wanita cantik tengah tersenyum begitu tulus kearah kamera.

Ravi menundukan kepalanya, mengerti. "Saya akan menyiapkan karangan bunga terbaik Tuan."

Wanita di dalam foto itu adalah ibu, dari Kim Kai—Tuan nya. seorang yang Ravi abdikan seumur hidup.

Kai. Lelaki dingin misterius. Tak ada sedikitpun emosi dalam air mukanya.

"Aku ingin pesawat sudah siap besok" perintah Kai mutlak.

"Baik Tuan. Laksanakan" Tentu bukan masalah, Tuan Kai merupakan miliuner muda. Di umur nya yang baru beranjak 26 tahun ia sudah menanamkan saham dimana-mana. Kim company perusahaan besar peninggalan ayahnya berkembang lebih pesat ditangan dinginnya. Perusahaan itu menjadi lebih sukses tiga kali lipat. Tak ternilai kekayaannya di Korea. Kai disegani dimanapun ia berada. Didambakan oleh semua wanita, namun sayang. Lelaki itu bagai mati rasa. Emosinya perlahan meninggalkannya sejak ia kecil. Semua kekayaan bagaikan tempatnya membuang waktu untuk hidup.

"Apa ada hal lain tuan?"

Kai terdiam sesaat memandang foto ibunya. "Pergilah"

.

.

.

"Apa yang eommonim ingin bicarakan oppa? Sampai mengutusmu untuk menjemputku" Kyungsoo memperhatikan jemari jantan Chanyeol yang menyetir kemudi. Lalu beralih pada wajahnya yang serius memandang jalanan. Begitu tampan, namun mengapa hatinya tak pernah bergetar. Kyungsoo bertanya-tanya dalam hati.

Lelaki jangkung itu merasa diperhatikan, menoleh sekejap menemukan Tunangan nya sedang memandangnya dengan kedua mata yang bulat. "Eii" tangannya tak kuasa menahan godaan untuk mencubit pipi tembem Kyungsoo gemas. "Eomma, bertanya mengapa kau jarang main ke rumah"

"Kan aku kemarin sibuk dengan tugas akhir"

Chanyeol tersenyum bangga. "Seperti baru kemarin aku mengantar jemputmu dengan sepeda. Sekarang kau akan wisuda" pandangan matanya menerawang. "Sudah lama juga ya kita dijodohkan begini" entah Chanyeol sadar atau tidak namun pada dua kata terakhir suaranya menjadi lebih sendu.

Kyungsoo membuang mukanya. Memilih menatap jendela, jalanan Seoul lebih menarik dibandingkan mimik Chanyeol yang tak dapat ia baca. Topik Perjodohan memang sensitif saat mereka beranjak dewasa. Dulu mungkin mereka tak mengerti semua itu. Mengiyakan dengan polosnya, mereka tak menolak karena pilihan orang tua pastilah tepat dan mereka pun nyaman satu-sama lain. Namun ketika mereka mengerti apa itu cinta.

Perjodohan ini bagaikan hal yang mengekang mereka. Chanyeol tak pernah keberatan. Begitu pun Kyungsoo mereka berdua merupakan anak berbakti tak ingin menghapuskan senyuman ibu mereka.

Lagipula pasangan mereka pun sudah mereka kenal sejak kecil. Tumbuh bersama, menjalani hari bersama. Telah mengenal satu sama lain begitu dalam. Aneh nya Cinta itu tak juga datang.

Keduanya merasakan hampa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Hubungan keluarga telah terjalin begitu erat. Hingga apartemen untuk mereka berdua tengah dipersiapkan. Tinggal satu langkah lagi untuk menuju jenjang yang lebih tinggi.

Pernikahan.

"Apakah ini yang terbaik...?" bisik Kyungsoo sangat pelan. Lelaki di balik kemudi hanya mampu terdiam tak dapat menjawab.

Chanyeol sudah memperkirakan hubungan mereka. Namun mengapa kini ia mulai bimbang? Tidak mungkin ia meragukan Kyungsoo. Gadis itu hampir melambangkan kesempurnaan, cantik, berpendidikan, menyukai anak-anak, ramah, sopan, pandai memasak, suaranya indah dan dia menyayangi keluarganya. Tapi, apa kah Kyungsoo menyayanginya juga?

Chanyeol melirik Kyungsoo sejenak. Menerka-nerka apa yang dipikirkan gadis itu saat ini. "Kau ragu, Soo"

Kyungsoo tersentak, "Tidak oppa. Aku.. aku hanya..." Gadis bersurai hitam itu kehabisan kata-kata. Tak mampu menerjemahkan apa yang diinginkan kan hatinya. Ia tercekat menelan salivanya gugup. Tidak enak hati pada Chanyeol.

"Sudahlah aku mengerti" Chanyeol hanya dapat tersenyum. Dalam relung jiwanya yang terdalam ia merasakan hal yang sama.

.

.

.

.

"Ah! Anakku yang cantik sudah datang!" pekik Yuri heboh. Diumur yang yang bertambah, ia masihlah terlihat elegan dan rupawan. Dressnya yang berwarna hijau tosca itu terayun ketika ia berlari menghampiri Chanyeol dan Kyungsoo yang baru turun dari mobil di garasi.

"Ya ampun eomma, santailah sedikit" protes Chanyeol. Memutar bola matanya. Bosan melihat sikap eommanya yang berlebihan pada Kyungsoo.

"Eomma rindu, Kyungie kemana saja" Nyonya Park itu memeluk Kyungsoo lembut. Tanpa memperdulikan anak bungsunya yang berwajah kesal disamping Kyungsoo.

Merasakan pelukan hangat dari ibu keduanya. Bagaimana mungkin Kyungsoo tega menolak kasih sayang ini?

"Maaf eommonim." Kyungsoo yang lebih mungil, tenggelam dalam pelukan Yuri.

"Tak apa, ayo masuk." Yuri menepuk kepala Kyungsoo sebelum menuntun calon menantunya itu masuk kedalam kediaman megahnya. Disisinya Chanyeol mengikuti dengan sorot sendu seiring pergerakan mereka.

Begitu mereka tiba diruang keluarga kediam Park. Yuri selaku nyonya rumah segera mengintruksikan maid untuk membuatkan minuman dingin. Anaknya dan calon menantunya pasti kehausan ditambah cuaca Seoul yang makin terik.

"Yura eonni bekerja eomma?" tanya Kyungsoo. Suasana dalam rumah mewah itu sangat sepi. Yuri tersenyum menyadari kepedulian Kyungsoo.

"Iya, ada liputan berita." balas ibu Chanyeol itu.

Kyungsoo mengangguk dan balas tersenyum. Maid datang membawakan minuman yang Yuri pinta. Chanyeol segera meminum hingga tandas entah mengapa dia sangat haus dan frustasi melihat ke akraban tunangannya dan ibunya sendiri.

"Ada perlu apa eomma?" tanya Chanyeol tak sabar, meletakan cangkir diatas meja kaca.

Yuri mendelik pada putranya sebelum kembali menatap Kyungsoo dengan lembut.

"Sayang sebentar lagi kan kau akan lulus. Pekerjaan Chanyeol pun makin berkembang, posisinya diperusahaan sudah tinggi. Eomma dan appa ingin kalian mempercepat tanggal pernikahan."

Kyungsoo terbatuk disampingnya Chanyeol berinisiatif menepuk punggung gadis itu lembut. Yuri diam-diam mengagumi tindakan reflek putranya.

"Eomma kenapa mendadak sih!" protes Chanyeol sebal. "Lagi pula bagaimana jika Kyungsoo ingin mencari pengalaman dengan bekerja dulu?"

Yuri menundukan kepalanya sedih. Dia mengusap mata dengan sendu seolah air mata mengalir disana. "Eomma tak sabar menimang cucu. Apa eomma salah?"

Melihat kesedihan Yuri tak pelak meremas hati Kyungsoo. Gadis itu memang memiliki rasa simpati yang tinggi. "Baiklah eomma." dia setuju begitu saja. Chanyeol memandangnya dengan sorot mata kaget.

"Terimakasih Kyungie, kau memang yang terbaik." Yuri menarik Kyungsoo kedalam pelukannya. "Tak sabar rasanya melihat Kyungie dan Yeol kecil berlarian di rumah ini. Mati pun rasanya aku akan tersenyum bahagia"

"Jangan bicara sembarangan," pinta Chanyeol menghembuskan nafas panjang. Jika ibunya sudah berbicara mengenai kematian ia tak bisa menolak.

Kyungsoo memaksakan tawa walau terdengar sumbang. "Apakah eomma sudah membicarannya dengan orangtua ku?"

"Belum, orangtua mu kan sedang di Busan dan tak bisa dihubungi lewat telepon." keluh Yuri kesal melepaskan pelukan mereka dan memilih mengusap surai hitam Kyungsoo.

Kyungsoo merasakan kasih sayang yang begitu besar dari Yuri. Dia sangat bahagia dan merasa beruntung. Walau tak sepenuhnya mencintai Chanyeol namun berada di keluarga Park merupakan pilihan yang sempurna. Chanyeol sangat gentle, Yura nunna baik sekali. Orang tua Park menyayanyinya seperti putri sendiri. Dan lagi keluarga mereka merupakan keluarga berada. Bukan Kyungsoo materialistis namun uang penting dikehidupan sekarang. Apakah ada yang ingin hidup melarat? Kyungsoo tak mau.

"Sebaiknya kalian mengujungi orangtua mu Kyungsoo." saran Yuri lalu perhatiannya mengarah pada putranya. "Ibu mohon"

"Tapi, bu. Mengapa kita tak menunggu sampai orangtua Kyungsoo kembali" Chanyeol berseru menyarankan idenya. Banyak pekerjaan dikantor yang tak bisa ia tinggalkan begitu saja.

Kyungsoo mengangguk membenarkan ucapan Chanyeol. Dia pun harus mempersiapkan kelulusannya.

"Ibu tak sabar" Yuri berkacak pinggang. "Tentang kantor mu, ibu akan meminta ayah untuk memberikanmu cuti dan kau Kyungsoo bukankah sebaiknya kau pun menikmati liburan? Kalian berdua sangat kaku. Sebentar lagi kalian menikah. Ibu bahkan tak pernah melihat kalian berpelukan"

Kyungsoo dan Chanyeol langsung mengalikan tatapan mereka. Menutupi rasa malu.

.

.

.

Setelah menempuh perjalanan dengan pesawat Chanyeol dan Kyungsoo melanjutkan dengan menggunakan mobil yang mereka sewa. Mobilnya tak begitu bagus. Seltbelt Kyungsoo bahkan tidak terpasang secara sempurna.

Mereka mengikuti saran Yuri dan berangkat menuju Busan seminggu kemudian.

Jalanan menajak dengan belokan yang curam mendominasi. Sesekali Kyungsoo mencengkram seltbeltnya takut terlepas. Mereka menuju perbuktitan yang bahkan tak muncul dalam peta. Kawasan yang ditumbuhi pohon pinus yang tinggi menjulang juga kabut yang sedikit menganggu penglihatan. Kyungsoo beruntung Chanyeol mengemudi dengan baik.

"Jika mengantuk tidur saja" Chanyeol bersuara. Tatapan matanya sepenuhnya fokus pada jalanan. Sesekali melirik spion. Dalam hati bertanya-tanya mengapa tak ada satu pun mobil selain mereka. Ia segera mengusir perasaan anehnya.

"Aku tak mungkin meninggalkamu sendirian, nanti kau bosan." balas Kyungsoo santai sambil memaninkan handphonenya. Tidak ada jaringan sedikitpun. Uh dimana mereka sekarang? Apakah mereka tersesat?

"Apakah kau yakin ini jalannya oppa?" tanyanya mulai merasa takut.

Chanyeol menelan saliva gugup. "Aku mengikuti intruksi paman Do di telpon tadi"

Sebelum berangkat mereka memang sudah lebih dulu menanyakan alamat pada ayah Kyungsoo tetapi, ayahnya mengatakan tidak jauh dari pemukiman warga. Namun mereka sudah melewati pemukiman warga satu jam yang lalu. Menelpon seseorang dan mencari alamat melalui maps tidak bisa mereka lakukan karena kendala jaringan. Chanyeol dan Kyungsoo benar-benar seperti berada dijalan buntu.

"Jangan khawatir, apapun yang terjadi aku akan menjagamu. Aku janji" Chanyeol memandang Kyungsoo dengan senyuman kecil. Mencoba menenangkan gadis yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri.

"Aku percaya padamu oppa. Kau tak akan meninggalkanku." balas Kyungsoo ikut menorehkan senyuman berbentuk hati. Mereka bertatapan hingga suara klakson besar memekakan telinga terdengar.

Kepala Kyungsoo menoleh cepat dan mendapati sebuah truk besar pengangkut kayu persis dihadapan mereka. Sinarnya begitu menyilaukan mata. Kyungsoo berteriak ketakutan begitu pula Chanyeol disamping kemudi. Chanyeol segera membelokan stir ke arah manamun secara sembrono hingga mobil mereka tergelincir ke arah kiri. Tepatnya pada deretan pohon pinus.

Mobil berwarna hitam itu membentur pohon besar dan jatuh terguling kebawah jurang yang terjal. Berguling beberapa kali hingga sebuah akar dan batu menghantam. Suara besi yang bertubrukan keras menggema, slot pintu terbuka, sisi pintu mengarah pada jurang. Tubuh Kyungsoo yang tak sadarkan diri miring karenanya hingga seltbelt yang memang sudah rusak tak kuasa menahan bobot tubuhnya.

Kyungsoo terjatuh ke jurang yang tak diketahui kedalamannya. Ditelan kabut dan jeritan supir truk yang menjadi saksi mata.

.

.

.

.

Mansion besar ditengah hutan yang biasanya hening menjadi ramai setelah terdengar benturan besar. Kai mengangkat wajahnya dari dokumen yang tengah ia tekuni.

"Suara apa itu?" alisnya terangkat.

"Biar saya periksa tuan" Ravi segera undur diri setelah membungkukan tubuhnya hormat.

Selepas kepergian Ravi, Kai termenung tampak kehilangan selera melanjutkan pekerjaannya. Dia melepaskan jas hitam yang membalut tubuh atletisnya menyisakan kemeja biru bergaris.

"Alpha!" Kai berseru dipekarangan mansion yang luas. Empat kaki berderap muncul menubruk tubuhnya. Seekor anjing siberian husky berwarna putih dan abu-abu menunduk, menyundul lutut Kai. Kai segera mengelus kepalanya. Biasanya anjing itu akan menyalak gembira atau bermain dikaki Kai tetapi anjing kesayangannya itu malah menggongong bolak-balik gelisah menuju pintu gerbang.

"Ada apa?" tanya Kai, sepertinya Alpha memintanya untuk mengikuti. Seperti ingin menunjukan sesuatu. Harus Kai akui Alpha memiliki penciuman sangat tajam. "Apa kau menemukan bangkai tikus lagi?" dia bergumam sambil berjalan menuju semak belantara.

Sepuluh menit mereka berjalan dan harus menyusuri aliran sungai. Kai mulai kesal dan memilih akan menarik anjingnya paksa untuk pulang Jika saja dia tak menemukan tubuh seseorang gadis tersangkut di ranting sungai yang deras.

"Mayat?" tanyanya pada diri sendiri. Alpha terus menggongong padanya memintanya berbuat sesuatu. Kai segera mengelus moncong Alpha agar tenang.

Gadis itu memiliki kulit sangat putih hampir seperti mayat. Wajahnya tak terlihat karena rambutnya yang panjang berwarna hitam menutupi dengan acak-acakan. Pakaiannya penuh tanah dan bercak darah.

Walaupun Kai dianggap tak berperasaan dia masih memiliki hati nurani untuk tak membiarkan siapapun mati dihadapannya. Ia segera membuka kemejanya dan menceburkan diri ke aliran sungai yang deras. Berenang melawan arus sungai dan mencoba meraih tubuh kecil gadis itu. Setelah mendapatkannya Kai bersusah payah menariknya ke daratan. beberapakali Kai tersedak air, dia tetap menolak menyerah terus berenang sampai tepian. Begitu tiba, Alpha mengongong mencoba menarik tuannya.

Kai menggapai pepohonan ditepi sungai, dia mendorong gadis itu ke tepian sebelum mengangkat dirinya sendiri.

Kai mengatur nafasnya yang memburu dia mendudukan diri sebelum menoleh menatap gadis asing yang tergeletak disampingnya.

Kai merogoh saku celananya mencoba mengambil handphonenya dan menghubungi orang lain. Namun percuma benda tersebut mati terendam air saat Kai berenang.

"Sial" Jemari Kai meremat surai basahnya. Dia buta akan pertolongan pertama. Apa yang harus Kai lakukan?

"Apakah kau mati?" tanya Kai menyingkirkan rambut Kyungsoo yang kusut. Dia mengambil dedauan dan rumput di rambutnya. Wajah Kyungsoo pucat pasi bibirnya membiru. Seluruh tubuhnya dingin.

Kai mengusap pipi Kyungsoo yang kotor oleh lumpur. Menatap gadis itu lama sebelum memilih berdiri dan berencana kembali menuju kediamannya, meminta bantuan.

Ketika ia akan beranjak jemari lemah menahan kakinya. Mungkin hanya gapaian pelan. Kai menoleh tak menyangka gadis itu masih hidup.

Kai menunduk mendekatkan dirinya pada Kyungsoo. "Hei" Kai menepuk pipi Kyungsoo sedikit keras.

Kyungsoo mengapai lengan Kai dipipinya. Matanya masih sepenuhnya terpejam. Dia memegang telunjuk Kai lemah.

"To-long.. Ja.. Jangan. Pergi" bibir Kyungsoo gemetar. Dia membuka matanya dan mendapati sepasang retina bak elang menatapnya lekat sebelum kegelapan menyelimuti dan dia menjadi kembali tak sadarkan diri.

Seluruh tubuhnya sakit Kyungsoo mengantuk. Samar dia mendengar suara pria.. seseorang mengantarnya ke alam yang dalam dan tak berujung.

"Sayang kau... membutuhkan ku? Baiklah kalau begitu"

Kyungsoo bertanya-tanya apakah ini pertanda baik atau bukan?

Apapun yang terjadi, terjadilah. Kyungsoo akan menerimanya.

To be continue

A/N

Aku minta dukungan, kritik dan sarannya dikolom riview ya. Agar penulis semangat melanjutkan. Terimakasih :)