RAMALAN

A SasuNaru FanFiction

Naruto © Masashi Kishimoto

Jari-jemari keriput itu memegang kartu merah darah itu sedikit gemetar. Matanya tertutup dan mulutnya menggumamkan suatu mantra yang tidak dimengerti Sasuke. Nyala api di tungku tembaga di depannya semakin marak membesar seiring meningkatnya gumaman sang peramal. Namun apapun hal aneh yang dilakukan peramal tua dihadapannya ini, Sasuke terlanjur percaya penuh dengan apapun yang akan dikatakannya nanti tentang ramalannya.

Sasuke hanya diam memperhatikan sang peramal legendaris melakukan proses ritual tersebut. Raut wajah Sasuke datar sedatar talenan plastik di rumah, tapi hatinya bergendang dan berdendang menghasilkan dentuman-dentuman yang berdebar riuh di dadanya.

Nyala api mengecil, sang peramal tua telah selesai dengan ritualnya. Mata keriputnya perlahan terbuka, menghembuskan napas sedikit. Lalu ia menatap Sasuke dengan air muka teduh.

"Nak, kau mungkin tidak akan menerima apa yang akan kukatakan," Katanya tenang. Kartu merah yang bertebaran dikumpulkannya, disusun rapi, kemudian dimasukkan kedalam kotak bergambar kupu-kupu biru gelap bernuansa gemerlap. Menonjolkan sesuatu yang misterius.

"Tidak, saya percaya apapun yang anda ucapkan," Jawab Sasuke tak kalah tenang. Ia pria sejati, menerima segala konsekuensi sebagai akibat apa yang telah diputuskan, dan pria sejati tidak akan menarik kata-katanya.

"Nak, jodohmu dalam ramalanku, adalah seorang lelaki berambut pirang dan bermata biru." Ungkap sang peramal legendaris dengan cukup pelan. Desah pelan diakhir kalimat.

Jodohnya. Lelaki.

Lelaki. Mempunyai sesuai yang menggantung di selangkangan. Dada jelas tidak terdapati benda kenyal dengan pucuk imut di ujung gundukan. Tidak ada lekukan pinggang, kurva tubuh sempurna hanyalah imajinasi.

Lelaki. Bersuara berat seperti dirinya. Mungkin memiliki brewok atau kumis tipis, mengingat sang peramal mengatakan ciri-cirinya berambut dan bermata biru, dipastikan ia berasal dari negeri barat.

Sasuke menahan napas. Walau wajah masih sedatar papan triplek.

Hening sejenak. Tak ada yang membuka suara. Sasuke meratapi takdir dan sang peramal turut mengasihani.

Memecah keheningan, sang peramal buka suara.

"Ia bernama Uzumaki Naruto. Juga berkewarganegaraan negeri barat. Entah mengapa Sasuke sedikit bersyukur. Dalam hati tentunya.

Bahagia katanya? Sasuke tertawa sinis dalam hati. Tiada seorang pun pria normal di seluruh muka bumi ini yang akan bahagia setelah menemukan fakta ia akan menikah dengan seorang pria pula. Ia bukan pecinta sesama.

"Nak, kau boleh menerima ramalan ini atau tidak. Kau boleh tidak menghiraukan ramalan ini. Namun, aku tidak bisa meramal apa yang akan terjadi bila kau menolak kenyataan jodohmu adalah Naruto. Yang dapat kukatakan, kau tidak akan bahagia, sebahagia dirimu dengan Naruto kelak. Mungkin sulit bagimu. Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat, nak." Nasehat sang peramal mengendap di dalam pikiran Sasuke.

"Aku akan mencarinya, menjadikannya pendamping hidupku, aku bahagia, selesai." Kalimat padat dan singkat terlontar dari bungsu Uchiha.

Peramal tua itu terkekeh pelan. "Nak, jika seperti itu caramu, itu hanya akan berakhir sia-sia. Kau harus mencintainya. Luar dalam." Sahut sang peramal.

Mencintainya. Omong kosong. Pikiran waras mulai menentang. Namun hatinya berdebar, menyetujui ucapan sang peramal.

Seperti yang kita sering dengar di mana-mana, 'ikuti apa kata hatimu'. Dan itulah yang Sasuke putuskan. Mengikuti kata hatinya.

"Jika memang benar adanya itu akan membawa kebahagiaan sejati dalam hidupku, akan aku lakukan," Manusia manapun pasti mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya, bukan. Meskipun banyak yang menyangkal.

"Nak, jalanmu untuk mendapatkannya tidak akan mulus. Ia adalah seorang yang cukup keras kepala, mempertahankan prinsip dengan teguh. Dan yang terutama, ia masih labil dengan perasaannya begitu juga dengan tindakannya nanti. Tapi, jika kau mencintainya dengan sepenuh hatimu, ia pasti akan luluh. Kau hanya perlu menambah kesabaran dan usaha dalam menghadapinya," kata sang peramal.

"Aku tidak memaksamu untuk percaya setiap perkataanku, mungkin menurutmu ini hanya suatu yang konyol. Semua terserah padamu, nak." Menurut pengalamannya sebagai seorang peramal, sudah banyak remaja yang minta diramalkan, banyak yang hanya sekadar iseng, namun tidak sedikit juga yang mengikuti ramalannya. Dan sebagian besar dari mereka yang mempercayainya, bahagia sesuai apa yang diramalkan.

"Saya mempercayai anda, saya yakin apa pun yang anda katakan adalah benar adanya. Seperti anda meramal orangtua saya dulu. Tou-san mempercayai ramalan anda, ia menikahi kaa-san. Dan mendapatkan kebahagiaan," Sasuke menatap dalam sang peramal, ada setitik kekaguman yang terpancar dari binar mata hitamnya.

"Bagus jika kau berpendapat seperti itu. Semoga kau mendapatkan kebahagianmu, nak. Jangan lupa berdoa pada Kami-Sama agar Ia memudahkan jalan mendapatkan apa yang kau inginkan. Jangan pantang menyerah untuk mendapatkannya, semoga berhasil." Petuah sang peramal.

"Terima kasih banyak. Saya akan selalu mengingat anda, sampai jumpa. Saya permisi." Sasuke mengucapkan terima kasih, memberikan bayaran yang cukup besar untuk jasa sang peramal. Membungkukkan badan, ia berjalan keluar.


Lama ditatapinya bocah pirang yang sedang makan siang bersama teman-temannya di meja kantin. Semua sesuai kehendaknya, Naruto masuk ke sekolah ini seperti yang diinginkannya. Jangan lupa Uchiha adalah salah satu keluarga yang mempunyai pengaruh besar di Jepang. Sasuke memanipulasi dengan berbagai cara agar Naruto dapat masuk ke sekolah yang sama dengannya.

Keluarga Uchiha yang notabenenya pemegang saham terbesar di Konoha High School dapat dengan mudahnya menerima Naruto masuk ke sekolah elit ini tanpa ada seleksi. Naruto itu tidak bodoh tapi juga tidak terlalu pintar, juga bukan seorang yang berasal dari keluarga kaya raya. Ia menganggap diterimanya ia di Konoha High School adalah sebuah keajaiban dari Kami-Sama. Ibunya histeris dan menciumi serta memeluk Naruto berkali-kali saat mengetahui Naruto diterima di Konoha High School. Ayahnya bahkan sampai pingsan mendengar berita ini.

Sasuke tidak sekalipun mengalihkan pandangannya dari Naruto. Ia cukup puas mendapati bahwa jodohnya bukanlah seorang yang punya perawakan yang terlalu manly. Ia menyukai fisik Naruto, tidak terlalu sangar dan tidak terlalu keperempuanan. Pas. Seperti memang diciptakan hanya untuk menjadi milik Sasuke.

Sasuke bergidik ngeri membayangkan jika pasangannya kelak adalah seorang pria manly dengan otot kekar di sana-sini. Bagaimana pun ia tidak akan pernah sudi menjadi posisi bottom. Mendesah di bawah lelaki lain. Hell no.

Namun Sasuke sadar, bila ia tidak segera memiliki Naruto, bisa saja si pirang itu karena suatu hal, menjadi semangat menambah massa otot di badan mulusnya. Sasuke tidak suka itu. Dan bagaimana pun ia harus mencegahnya sebelum semuanya itu terjadi.

Namun apa pun itu, Sasuke sadar. Hanya dengan melihat Naruto, tanpa mengenalnya lebih jauh, ia tahu bahwa remaja manis bermata biru indah itu memang ditakdirkan untuknya, jodohnya, seseorang yang akan menjadi miliknya. Sasuke itu jenius, namun untuk urusan soal cinta, ia memilih mematikan kejeniusannya sejenak. Karena cinta terlalu rumit untuk dipelajari. Jadi biarlah hati yang berbicara.


Bulir-bulir keringat dingin mulai mencuat di sekujur tubuh Naruto. Dinginnya AC mobil sama sekali tidak membantu malah semakin memperparah keadaan Naruto. Naruto merutuki dirinya yang lupa membawa sapu tangan atau sekadar tissue saku murah. Ingin mengusap keringat di pakaian, namun itu hanya akan membuatnya kusut. Mata milik Naruto masih cukup bagus untuk melihat sekotak tissue yang terduduk manis di dasbor mobil. Tapi gengsi menahan diri. Akhirnya Naruto gelisah sendiri.

Sasuke menoleh ke arah Naruto, melihat kegelisahan sang kekasih tercinta ia mulai buka suara.

"Naru, kau baik-baik saja? Tenang, sebentar lagi kita sampai," Sasuke sama sekali tidak membantu. Naruto mulai frustasi.

Namun sebagai kekasih yang baik dan peka, Sasuke berinisiatif mengambil satu sheet tissue, kemudian mengusap keringat dingin di pelipis Naruto dengan tangan kiri, si pirang kontan menoleh ke arah Sasuke.

"Sayang, tenanglah. Aku di sini bersamamu, tak ada yang perlu kau takutkan. Jangan khawatir," Sasuke menenangkan Naruto. Itu membantu, walau sedikit.

Membayangkan apa yang harus dilakukan, apa yang harus dikatakan di hadapan keluarga Sasuke semakin membuat Naruto ingin melompat keluar dari mobil. Lalu bersembunyi di lubang tikus. Bulir keringat dingin semakin mengucur deras. Mata Naruto bahkan mulai panas, sudut mata mulai berair.

Sasuke dengan sepenuh hati meraih tangan kanan Naruto, menggenggamnya erat walau telapak tangan Naruto basah karena keringat Sasuke tidak peduli, yang terpenting adalah membuat Naruto merasa tenang dan rileks. Sebelah tangan Sasuke memegang kemudi. Alunan instrument musik piano mendukung keadaan.

Naruto menarik napas dalam lalu membuangnya secara perlahan. Berturut-turut sampai tiga kali. Cara yang rutin dilakukannya bila dilanda kegelisahan yang membuat hati tak tentram.

"Sasuke, boleh aku minta tissue-mu?" Tanya Naruto. Peluh membanjiri wajah bukanlah suatu yang menyenangkan.

"Tentu, Naru. Harusnya kau tidak perlu bertanya. Milikku adalah milikmu juga."

Aw. Jika sedang dalam kondisi seperti ini Naruto yakin wajahnya akan memerah, jantungnya akan berdegup kencang, dengan background bunga-bunga berhamburan. Saat ini memang jantungnya juga berdegup kencang, namun dengan background suram.

"Terima kasih, Sasuke." Ujar Naruto.

"Sama-sama, sayang." Jawab Sasuke dengan senyum kecil yang menawan. Terkekeh kecil melihat tingkah Naruto. Tautan tangan mereka tidak terlepas.

SunAndMoon

Sesampainya di mansion Uchiha.

Penjaga membukakan gerbang dengan sigap saat melihat mobil Sasuke tiba. Sasuke memarkirkan mobilnya di garasi besar di sisi kiri mansion. Kemudian ia membuka pintu, berjalan memutar lalu membukakan Naruto pintu. Tangan kanan Naruto langsung digenggamnya lembut. Sebelah tangannya menutup pintu sisi kiri mobil kembali.

Sasuke menuntun Naruto memasuki mansion Uchiha. Mata Naruto meliar melihat desain dan interior rumah Sasuke. Rumahnya bagaikan istana dalam buku-buku dongeng. Untuk sementara Naruto melupakan kegelisahannya.

"Aku pulang." Salam Sasuke.

"Selamat datang." Itu ibu Sasuke dan kakaknya Itachi yang menyahut dari arah ruang keluarga. Sementara sang ayah hanya berdehem.

"Oh Sasuke, kau sudah pulang," sapa Mikoto. Melihat pemuda pirang yang datang bersama anak bungsunya, Mikoto beranjak berdiri. "Ah, ini pasti Naruto yang kau ceritakan itu, bukan?" Tanya Mikoto.

"Ya kaa-saan ini Naruto, kekasihku." Ungkap Sasuke. Tautan tangan mereka belum terlepas, malah Sasuke semakin mempererat genggamannya. Menunjukkan gestur kepemilikan akan Naruto, sekaligus menunjukkan posisi Naruto baginya.

Naruto segera membungkukan badan, "S-saya Uzumaki Naruto, salam kenal nyonya," Naruto mencoba melepaskan genggaman tangan Sasuke namun pemuda berambut raven itu tetap bergeming.

Mikoto tersenyum maklum melihat kegugupan Naruto. "Silahkan duduk Naru," ujar Mikoto mempersilahkan. Sasuke membawa Naruto duduk di salah satu sofa. Mikoto menyuruh seorang pelayan menghidangkan teh untuk Sasuke Naruto yang baru datang.

Itachi mulai buka suara, "Aku Itachi, kakak Sasuke. Kau bisa memanggilku Itachi nii-san. Kalau kau tidak keberatan," Naruto bersyukur keluarga Sasuke tidak semengerikan yang dibayangkan.

"A-ah ya, tentu Itachi-nii." Jawab Naruto. Itachi hanya tersenyum menanggapi.

"Bagus, sekarang kau sudah duduk di kelas berapa Naru?" ini Mikoto yang bertanya.

"Kelas sepuluh, nyonya."

"Jangan panggil aku nyonya, panggil aku baa-san naru." Naruto tentu sangat gugup, bagaimana bisa keluarga Sasuke meminta dirinya memanggil mereka dengan sebutan seperti itu. Apalagi hubungannya dengan Sasuke belum terjalin begitu lama. Baru berjalan sekitar tujuh bulan.

"T-tapi–"

"Tidak apa-apa nak, Sasuke sudah sering menceritakan kami tentang dirimu kepada kami, jadi kau tidak perlu sungkan seperti itu." Senyum keibuan Mikoto ulaskan ke arah Naruto.

Itachi menyahut, "Ya, tentu kau akan menjadi keluarga kami karena kau telah diram–"

"Itachi." Mikoto memotong kalimat yang hendak dilontarkan oleh putra sulungnya. Itu akan berbahaya bila Naruto sampai mengetahui mengenai ramalan.

"Ah, Naruto, kami sudah mengetahui dan menerima keputusan Sasuke untuk menjadikanmu sebagai kekasihnya. Kami senang bila kau kelak menjadi keluarga kami, bukan begitu sayang?" Mikoto bertanya pada Fugaku.

"Hn, tentu saja." Singkat, padat, jelas. Walau hanya bicara sedikit namun raut wajah Fugaku menyiratkan keteduhan.

Naruto meremat ujung kemeja baby blue yang dikenakannya. Berusaha meredam kegugupan. "T-terima kasih banyak," Naruto menanggapi. Uchiha tidak seburuk yang dibayangkannya.

"Lebih baik sekarang kita mulai saja makan malamnya, ayo." Ajak Mikoto. Yang pertama beranjak dari duduk adalah Fugaku, disusul Itachi. Sedangkan Sasuke menunggui Naruto untuk menarik napas. Punggungnya merendah, merosot lunglai, lega.

"Tidak seburuk yang kau bayangkan, bukan?" Tanya Sasuke dengan binar mata tenang. Sudut kanan bibir tertarik sedikit.

"Haah~ Ya, keluargamu baik, apalagi ibumu," jawab Naruto.

"Tentu saja, kau saja yang terlalu berlebihan, dobe." Sasuke unjuk gigi diiringi kekehan kecil.

"Dasar teme!" Naruto menjerit tertahan, tangan kirinya berusaha mencubit pinggang Sasuke. Sasuke menghindar sedikit, kemudian menangkap tangan Naruto. Mencium punggung tangannya dan iris kelamnya menatap Naruto dalam. Muka Naruto merona merah karena diperlakukan seperti itu.

Lihat betapa hebatnya Naruto, hanya dalam beberapa bulan sudah mampu mengubah Uchiha bungsu yang sedikit es menjadi lelaki romantis. Senyuman bahkan sudah sering terlihat di wajahnya, walau sebagian besar hanya ditunjukkan di depan Naruto. Sepertinya kebekuan Sasuke sedikit demi sedikit mencair karena hangatnya kepribadian yang Naruto pancarkan.

Mereka saling bergurau sampai kemudian pengganggu menginterupsi kegiatan lovey-dovey mereka, itu Itachi, dengan sebelah tangan bertolak pinggang. "Oi, aku mengerti sekarang dunia hanya milik kalian berdua, kalian bisa melanjutkannya nanti sepuas hati. Sekarang cepat bersiap dan bergegas ke ruang makan." Sasuke merutuki Itachi yang mengganggu kemesraan dirinya bersama Naruto.

"Hn/ya Itachi-nii." Sasuke dan Naruto berkata bersamaan. Sementara Itachi hanya geleng kepala. Sasuke dan Naruto beranjak berdiri. Sasuke berjalan di depan Naruto, menuntun ke ruang makan. Tautan tangan telah terlepas. Naruto mengikuti di belakang.


Makan malam berjalan dengan menyenangkan, Naruto yang mudah digoda dan cepat beradaptasi membuat suasana lebih hangat. Fugaku bahkan beberapa kali tersenyum dan terkekeh. Dalam hati mereka bersyukur karena ramalan itu, Sasuke bisa mendapatkan Naruto lebih cepat. Tidak salah, Naruto memang mampu membuat suasana lebih hangat karena kehadirannya.

Makan malam itu diselingi oleh bincang-bincang kecil. Mikoto dan Itachi menanyakan berbagai hal kepada Naruto. Meskipun mereka sudah tau dari Sasuke. Naruto menanggapi mereka dengan riang walau masih terselip kegugupan yang masih kentara.

Tiga puluh menit habis digunakan untuk makan malam. Mereka masih terlarut dalam perbincangan. Namun Naruto mulai melirik ke arah jam tangan silver pemberian Kyuubi yang melingkar di pergelangan tangan kecilnya, mulai berpikir untuk pulang ke rumah. Sasuke menyadari itu, dengan sigap ia segera bertanya kepada Mikoto.

"Kaa-san, boleh jika Naruto menginap di sini?" usaha pencegahan yang bagus. Naruto membelalakan mata birunya lebar, terkejut.

"Tentu saja boleh, kenapa tidak?" jawabnya kalem.

"A-ah sebaiknya tidak usah, aku lebih baik pulang ke rumah saja, baa-san, Sasuke." disangkal Naruto, menolak rencana indah Sasuke.

"Jangan, Naru. Ini sudah pukul sembilan lebih, lebih baik menginap di sini saja ya, lagipula ini sabtu malam, besok kalian kan tidak sekolah. Ibu rasa itu bagus," ibu memang yang terbaik, batin Sasuke.

"Sudah, lebih baik kalian bergegas ke kamar, Sasuke perlakukan Naruto dengan baik oke?" Mikoto dan Itachi penuh arti.

"Tentu kaa-san. Kami duluan. Ayo Naru." Sasuke dan Naruto pamit meninggalkan ruang makan.

"Oh ya Sasuke, jangan lupa beritahu keluarga Naruto bahwa Naruto menginap di sini ya." Kata Mikoto.

"Ya kaa-san." Sahut Sasuke.

Mereka berjalan beriringan menuju kamar Sasuke yang berada di lantai dua. Sasuke kembali menggenggam tangan Naruto.


Kamar Sasuke bernuansa biru gelap dan abu-abu, aroma maskulin menyeruak tercium. Luasnya hampir tiga kali kamar Naruto. Itu wajar untuk mansion sebesar ini. Naruto menatap kagum, entah mengapa langsung merasa nyaman di sana. Matanya menangkap berbagai macam furniture mewah di dalam kamar Sasuke. Minimalis dan modern. Namun di beberapa sudut terasa nuansa klasik. Ditatap lebih jeli, sudut-sudut kamar Sasuke menggambarkan seni artistik. Perpaduan yang indah.

Di tengah ruangan terdapat tempat tidur berukuran king-size, berseprai satu nuansa. Di sisi kiri kamar terdapat sofa abu-abu lembut untuk dua orang. Dua meter di depannya terdapat tv LCD lebar yang tertempel di dinding. Tergabung dalam seperangkat home teather. Sebagian besar lantai dilapisi karpet lembut tebal terhampar. Sisi kanan menghadap langsung ke balkon, terdapat tanaman hias hijau berjejer yang disusun begitu apik. Mencerminkan pribadi sang empunya.

Memecah keheningan, naruto mulai bersuara. "Kamarmu luar biasa, Sasuke." puji Naruto penuh kagum. Mereka duduk di sofa abu-abu itu. Tidak terlalu rapat karena Naruto menjaga jarak.

"Terima kasih naru. Aku senang jika kau betah di kamarku. Karena ke depannya kau akan sering kubawa ke kamarku." Ujar Sasuke, godaannya berhasil. Naruto kembali memerah.

"Hm, apa yang akan kita lakukan?" Tanya Naruto.

"Bermain di atas ranjang, mungkin?" sebelah alis Sasuke tertarik, matanya berbinar jahil. Menyeringai kecil.

"Dasar mesum." Kata Naruto sambil memalingkan muka.

"Hn, kau mau menonton film?"

"Kelihatan bagus, aku mau."

"Oke." Sasuke berdiri, menyetel film romantis. Naruto tidak tau film apa, tapi ia diam saja. Lampu Sasuke redupkan. Menciptakan suasana seperti di bioskop.

Hening melingkupi. Hanya suara dari film yang tedengar. Namun nyaman terasa.

Tiga puluh menit berjalan, Naruto dan Sasuke sudah berpindah duduk di atas karpet. Punggung mereka bersandar di sofa. Dengan tiba-tiba Sasuke mengganti posisi, tidur menyamping dengan kepala di pangkuan Naruto. Naruto beku sebentar. Tidak menolak perlakuan Sasuke. Tangannya merespon sendiri perlakuan Sasuke, dibelainya surai hitam Sasuke. Lembut dan halus. Sasuke mulai terlena. Menikmati belaian Naruto yang mendamaikan, Sasuke bergumam dalam hati, berterimakasih kepada Kami-Sama yang telah membawakan Naruto untuknya, juga kepada sang peramal tua. Sepertinya ramalan itu berhasil.

Sementara Naruto terfokus pada film, Sasuke bergeliat mencari kenyamanan, bahkan ia memutar tubuh, membelakangi tv, menenggelamkan wajahnya ke perut hangat Naruto. Sebelah tangannya memeluk pinggang Naruto. Ah, pangeran es kita telah berubah menjadi pangeran manja ternyata.


To be continue.