Naruto belong to Masashi Kishimoto

Never own the character but I own the story

I warn you the plot on this story have the almost same plot with Naver Webtoon Comic - Ecstasy Heart by SilentMaru (If you mind to read, just read webtoon english)

Please check Ecstasy Heart before read this so you will find the difference.

Enjoy it and give your review below. Thank You.

.

.

.

.

.

.

Haruno Sakura

Namaku Haruno Sakura. Jangan tanyakan usia karena itu hal yang membuatku merasa kesempatanku untuk bahagia semakin sedikit. Aku melakukan banyak kebohongan dalam hidupku. Aku membohongi satu-satunya orang yang telah lama menjadi suar hidupku. Aku membiarkannya berspekulasi bahwa aku orang yang jahat dan egois.

Aku banyak berbohong. Itu benar. Tapi aku melakukannya dengan berharap dia akan bahagia.

Aku banyak berbohong. Hanya jika orang yang aku bohongi bernama Namikaze Naruto.

Namikaze Naruto

Aku benci kebohongan. Dan sampai kapanpun itu adalah hal yang hina dimataku. Dia banyak berbohong. Dan aku membenci kebohongan yang ia lakukan.

Dia menjadikanku bidak permainan dan mencampuradukkan perasaannya dengan sikap egoisnya.

Cih! Mengingat namanya saja sudah membuatku mual. Sialnya, aku harus terjebak banyak hal dengan dia. Manusia yang keberadaannya selalu kuhindari.

Dia yang namanya tidak ingin kusebut. Tapi aku hanya ingin kalian tau. Dia adalah Haruno Sakura. Wanita pemaksa yang mengerikan.

.

.

.

.

.

THE LIES

.

.

"Ayah, kenapa ibu tidak pulang ke rumah? Apa dia tidak merindukanku?"tanya bocah cilik berambut pirang. Minato hanya tersenyum tipis dan menepuk kepala putranya.

"Tentu saja ibu merindukanmu. Hanya saja ada sesuatu yang mengharuskan ibu agak menjauh."

"Kenapa? Aku ingin bertemu ibu, Ayah... "rengek Naruto.

"Ibumu sedang melakukan pekerjaan yang cukup berat. Jika tiba waktunya, ibu akan pulang. Kau bisa menghabiskan banyak waktu dengan ibu. Ne?"

"Tapi kapan?"

Minato terdiam. Pertanyaan yang sulit. Dia juga tidak tau kapan Kushina akan selesai dengan segala 'urusan'nya di Tokyo. Dia pun sangat merindukan sosok wanita berambut merah itu. Istrinya. Wanita yang telah memberikan banyak kebahagiaan untuknya.

"Ayah tidak tau, Naruto."

Bocah pirang berusia 6 tahun itu menangis. Matanya menatap gerbang kayu rumahnya dengan mata yang sendu. Dia ingin keluarga yang lengkap. Kalau sang ibu pergi jauh begini, bagaimana dia mengatasinya?

"Masuklah. Nanti kau demam. Kita akan menelpon ibu besok pagi, ne?"

Naruto mengangguk dan mengikuti arahan ayahnya. Dia tidak ingin membantah karena ingin berkumpul dengan keluarga kecilnya. Segera.

.

000

.

"Berjanjilah padaku kau tetap akan kembali apapun situasinya."

"Aku berjanji."

"Berjanjilah untuk terus menjaganya apapun yang terjadi."

"Aku berjanji." Wanita bernetra ungu itu menatap suaminya dengan khawatir. "Tapi Minato... Aku takut. Aku tidak cukup kuat untuk melawan Ayah."

"Aku akan selalu ada di sampingmu. Ingat baik-baik hal ini dan semua akan baik-baik saja."

.

.

"Bibi Kushina?"

Wanita berambut merah itu tersentak dari lamunannya. Netra lavendernya menatap sosok gadis mungil dengan perban yang memenuhi kepalanya. Kenyataan kejam yang menimpa gadis itu tidak sepatutnya terjadi.

"Kenapa sayang?"

"Sakura ingin bermain di luar. Apa boleh?"

"Dokter mengatakan apa padamu kemarin?"

"Tidak boleh turun dari tempat tidur sampai aku tidak merasa pusing ketika berjalan."

"Anak pintar. Dan apa artinya itu Sakura?"

"Aku tidak boleh bermain di luar sampai aku bisa berjalan tanpa pusing dan jatuh."

Kushina tersenyum dan memeluk gadis mungil di hadapannya. Matanya menerawang menembus waktu. Teringat akan kedua sahabatnya yang meninggal terbunuh dan nasib yang akan diterima gadis kecil dalam pelukannya. Tentang bagaimana dia harus meninggalkan putra kecilnya beserta suaminya demi menyelamatkan masa kecil gadis itu.

"Kau tidak perlu khawatir. Bibi akan menemanimu sampai kapanpun. Bibi akan terus bersamamu dalam kondisi apapun. Termasuk bermain sekalipun kau hanya boleh berada di tempat tidur."

Gadis kecil itu mengangguk sedih sebelum mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Diam-diam merasakan iri pada burung yang bebas terbang dari dahan satu ke dahan yang lain.

.

ooo

.

"Paman, apa Paman bisa mengantarkanku kepada Ibu?"

Kakashi yang semula asyik membaca buku menoleh ke arah keponakannya dengan alis berkerut.

"Memangnya Ayahmu tidak pernah mengajakmu menemui Ibumu?"

"Ayah hanya mengatakan kalau aku hanya perlu diam dan menunggu ibu. Aku sangat merindukan Ibu Paman. Apa tidak bisa Ibu di sini saja? Ibu memiliki kepentingan apa sampai meninggalkanku selama berbulan-bulan Paman?"

Pria berambut keperakan itu menghembuskan nafas panjang dan meletakkan bukunya. Dia harus berbicara banyak pada Kakak iparnya perihal Kushina dan membiarkan Naruto sesekali berkunjung. Dengan melakukan ini, sama saja dia membuka kesempatan untuk semakin menjauhkan Naruto dari keluarganya. Dalam hal ini, Ibunya.

"Paman akan mengantarkanmu. Tapi kau jangan menceritakannya pada Ayahmu dulu. Biar Paman yang mengatakannya dan hanya sebentar saja. Bagaimana?"

"Oke."

Kakashi tersenyum dan mengacak rambut Naruto. Pria itu mendengus lelah sebelum menutup bukunya dan berjalan ke ruang kerja Kakak Iparnya. Membicarakan soal Kushina. Dan apa yang akan terjadi setelah Naruto menemui sang ibu.

.

.

Bocah kuning itu tak henti-hentinya tersenyum ketika perjalanan singkat menggunakan kereta menyuguhkan pemandangan indah baginya. Selain itu, dia tidak mampu menahan kegembiraan karena tak lama lagi dia akan bertemu dengan sang Ibu.

"Jadi, kau senang Naruto?"tanya Kakashi.

"Tentu saja Paman. Aku sangat merindukan ibu."

Kakashi mengangguk dan menepuk bahu keponakannya itu. "Kau harus bersikap baik. Dan ingat, kita tidak bisa berkunjung lama, ne?"

"Kita tidak akan membawa ibu pulang, Paman?"

"Ibu masih ada keperluan di sana. Dan kau harus bersikap baik. Mengerti? Jangan manja dan membuat ibumu menangis."

"Baik."

Stasiun tujuan mereka telah di depan mata. Kakashi mempersiapkan bocah pirang yang terlihat terlampau antusias karena akan bertemu dengan ibunya. Pria berambut perak itu hanya tersenyum sedih dan menggandeng Naruto turun dari kereta.

"Hati-hati. Sampai di sini kita akan naik taksi dan menemui ibumu."

"Hai."

Taksi kuning yang dipesan oleh Kakashi membelah jalanan Tokyo dengan lambat. Membiarkan kedua orang itu menikmati hirup pikuk kehidupan metropolitan khas Ibu Kota negri matahari terbit itu. Sinar matahari yang terik seolah tidak menghentikan kerumunan lalu lalang itu. Hingga tiba saatnya taksi berhenti dan mata Naruto membulat dengan binar bahagia. Mereka telah sampai.

"Antarkan aku pada Ibu, Paman. Cepat-cepat."

Naruto melompat keluar dan terus bergerak seolah tidak ada waktu lagi sampai tubuh mungilnya mampu meraih pelukan sang Bunda. Kakashi mengangguk dan menggandeng bocah cilik itu.

"Nah, jika kau lihat ini... Itu namanya Tenis. Olahraga yang dulu sering Bibi mainkan."

Suara lembut seorang wanita menyapa ruang pendengaran Naruto. Bocah itu langsung berlari menuju sumber suara. Namun langkah bocah pirang itu berhenti ketika melihat sang ibu tengah memeluk bocah cilik lain seumurannya dengan senyum bahagia.

"TIDAK ADIL!"teriak Naruto yang langsung membuat Kushina berhenti memeluk Sakura.

"Ibu disini dan memeluk dia! Ibu tidak pulang ke rumah karena dia!"

"Naruto..."

"IBU TIDAK SAYANG PADAKU!"

"Naruto...bukan begitu sayang. Ibu..."

"Aku benci kau!" Naruto mendorong Sakura hingga gadis cilik itu jatuh tersungkur. Sakura hanya meringis pelan dan memperbaiki letak duduknya.

"Apa salahku?"

"Kau merebut ibuku. Kau membuat ibuku tidak pulang. Kau membuatku marah."

"Ano... Aku minta maaf. Kalau apa yang kulakukan membuatmu terluka. Aku hanya ingin meminjam ibumu sebentar."

"Maaf tidak akan membuatku memaafkanmu."

"Lalu apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu memaafkanku?"

Naruto mengedarkan pandangan ke ruangan. Menemukan majalah olahraga yang menampilkan pertandingan tennis. Olahraga yang paling

"Kita bertanding tennis. 10 tahun lagi. Kalau aku menang, kau harus meninggalkan keluargaku. Kau mengerti? Saat ini aku bisa berbagi Ibu. Tapi aku ingin Ibu pulang dan bukan tinggal di tempat ini."

"Baiklah. Pertandingannya 10 tahun lagi. Tapi berjanjilah setelah itu kita berteman."ujar Sakura dengan senyum.

Naruto mendengus dan menatap ke arah ibunya. Dia harus menang untuk menjauhkan Sakura selamanya dari hidupnya. Jika dia kalah, Sakura akan mengambil segalanya darinya. Mungkin tidak hanya ibunya. Tapi kehidupannya.

"Baik, terserah saja."

Kedua bocah itu saling berjabat tangan. Sebuah perjanjian telah dibuat. Sebuah janji telah terjadi. Tapi satu hal yang mereka tidak tau. Segalanya bisa berubah dalam 10 tahun.

Hidup, dan juga hati. Siapa yang tau dengan semua itu? Dan disinilah kisah mereka dimulai.

.

.

.

TBC

.

.

.


Olaa minna. Jumpa lagi dengan Chiyo. Nani? Cerita baru lagi? Dan gimana sama kelanjutan "Dancing with the star" nya? Tenang, masih lanjut kok. Saya cuma lagi bingung gimana nulis puncak konfliknya. Soalnya masalah mereka udah pada di ujung. Dari pada bikin kalian gantung, saya lebih memilih untuk hiatus sementara.

Kenapa memilih bikin fanfic Naruto dengan plot salah satu komik webtoon? Oke, ini ada penjelasannya. Saya suka banget sama cerita Ecstasy Heart webtoon punya SilentMaru. Dan berhubung saya nggak tau gimana caranya ngasih tau authornya kalau saya terinspirasi dari cerita ini, saya langsung cus aja bikin. (Jangan ditiru ya).

Oke, yang penting creditnya udah saya tulis ya. Yang pasti cerita ini akan saya sajikan berbeda. Ini cuma prolog aja. Jangan terlalu dipikir serius. Oke? Dan berhubung cerita di webtoon sudah tamat, saya bikin endingnya jelas berbeda.

Semoga masih banyak yang nunggu cerita dari Chiyo. Dan ditunggu review kalian. Kalau banyak yang review, minggu depan saya up chap 1 yang sesungguhnya.