4. His

...The devil was once an angel.

.


Panas membara membungkus tubuhku. Melahap sedikit demi sedikit kekuatanku. Sementara jiwa iblisku menggigil. Bagi iblis, kematian tidak lebih menakutkan dari pada hidup dalam ketidakberdayaan.

"Dyo? Dyo?!"

Aku tidak tahu sejak kapan namun samar pendengaranku menangkap suara Baekhyun. Semua inderaku sudah hampir mati rasa tetapi aku juga masih dapat merasakan tubuhku yang dibaringkan dalam posisi miring. Buram, sebuah cahaya lampu terpantul ke dalam mata terpejamku.

"Tenang. Kau di rumahku. Tubuhmu sekarang sedang menyembuhkan diri. Kau akan baik-baik saja." Bisik Baekhyun menenangkan, di telingaku. Namun suaranya terdengar gusar.

"Butuh waktu berapa lama?" Itu suara Kai.

"Dia terluka parah, jadi..." Telingaku berdengung, menenggelamkan suara percakapan Baekhyun dan Kai.

Panas membakar yang kurasakan, semakin menyiksa. Teriakanku tak bersuara, hanya jiwaku yang mendengarnya.

"...Selain itu, aku lebih khawatir pada apa yang akan dilakukannya setelah proses penyembuhannya selesai." Suara Baekhyun kembali terdengar dalam intonasi yang tipis.

Tidak. Tidak harus sampai selesai penyembuhanku. Aku sudah berakhir. Aku ingin mengatakan itu pada mereka, demikian sekeras apapun aku mencoba, suaraku tetap tertahan di dalam diriku. Aku pun kehilangan kesadaranku.

—***—

Satu hari? Dua hari? Satu minggu? Aku tidak tahu.

Aku membuka mata. Pandangan kabur di awal kemudian berubah jelas. Tidak merasa lebih baik akan tetapi telingaku tidak lagi sakit atau berdengung dan penglihatanku pun kembali normal. Kulihat Baekhyun dan Kai berdiri di sisiku. Di luar suaranya yang terdengar selalu tenang, ekspresi wajah Kai justru melukiskan luka, frustrasi, dan hancur. Bukankah aku yang sudah hancur?

"Kau akan jatuh." Bisik suaraku parau. Aku bahkan bisa merasakan betapa lemahnya suaraku.

Kai tersenyum pilu. Membungkuk mendekatkan wajahnya padaku. "Jika begitu, kau harus menyiapkan penyambutan untukku." Balasnya. Juga berbisik.

Di saat itu, Baekhyun meninggalkan kami tetapi wajahnya terlihat bingung dan sedih. Kupejamkan mataku. Baekhyun mungkin sudah memberiku sesuatu sejenis obat bius yang mampu membuat iblis tertidur. Karenanya mataku terasa berat untuk terbuka, dan mungkin belum saatnya aku terjaga karena itu juga yang membuat Baekhyun bingung dan sedih. Yang artinya, penyembuhanku juga belum selesai.

Tetap terpejam, aku menjawab Kai, "Bodoh." Ujarku padanya. "Jika kau jatuh...perasaan yang kau miliki sekarang, akan lenyap seutuhnya... Kau...tidak akan lagi memandangku dengan cara yang sama, seperti saat kau masih malaikat. Kau akan...menertawakan dirimu yang sekarang..." Aku menjeda mengambil napas. "...karena, Iblis tidak merasakan cinta."

"Percaya jika kukatakan itu tidak akan terjadi?"

"Tidak."

Jika tubuhku bisa bersahabat, aku pasti menertawainya, mengoloknya atas kenaifannya. Tidak tahukah dia bahwa saat aku mencintai seorang anak manusia di kehidupanku sebagai malaikat, aku percaya bahwa entah aku tetap menjadi malaikat atau berubah menjadi iblis, perasaanku tidak akan pernah berubah terlebih sampai lenyap. Tidak mungkin, karena aku sangat mencintainya hingga aku akan mengorbankan segalanya untuknya. Akan tetapi, kenyataan menamparku, sekali kau menjadi iblis, maka tidak akan ada sesuatu yang bernama cinta dan kasih sayang di dalam repertoar iblis.

"Perasaan ini masih sama bahkan saat sudah dua abad telah berlalu." Sombongnya.

Aku ingin terbahak, tetapi yang keluar hanya kekehan lemah. "Kau seharusnya sudah jatuh... Mencintai iblis adalah perbuatan terlarang."

"Tidak, jika kau tidak mengotorinya. Cinta dan kasih sayang adalah perasaan suci, terhadap siapapun. Kau akan jatuh hanya jika perasaan suci itu kau campur dengan keburukan, seperti dengan nafsu, atau keegoisan." Jelasnya.

Aku membuka mata. Dan cinta itu ada di sana. Di matanya. Menatapku penuh kasih. Seperti yang dikatakannya, tanpa nafsu dan keegoisan. Tapi tetap saja... Itu salah... Bagaimanapun Kai memanipulasinya...

"Kau akan jatuh."

Kai terkekeh, menyentuh tanganku. "Berapa kali kau akan mengatakan itu."

Aku terdiam. Mengapa aku selalu mengatakan itu? Memperingatkannya? Atau mengoloknya?

"Bagaimana cara kau keluar dari dimensi itu?" Penasaran aku baru mengingat bahwa seharusnya dia terkurung di dalam ruang waktu dan dimensi yang lain.

"Kau hanya perlu menunggu perubahan bentuk dimensi itu untuk mencari celah jalan keluar. Jika kau cermat dan cerdas sepertiku maka akan mudah." Ia membanggakan diri— kesombongan yang dibuat-buat, terlihat berusaha membuatku tertawa lagi "Lain kali, kau harus lebih cerdik dari ini untuk menjebakku." Dia tersenyum.

Tidak. Tidak akan ada lain kali.

Kai, malaikat yang luar biasa. Aku menghela napas lalu menatapnya sungguh-sungguh.

"Kau mencintaiku?" Tanyaku. Membuat Kai terkesiap, jelas tak menyangka aku akan menanyakan pertanyaan langsung seperti itu.

Selama dia terdiam— dan karena kami berdua sudah tahu jawabannya, aku melanjutkan. "Kalau begitu, bunuh aku."

Raut wajahnya semakin terkejut. Ia terpaku. Jelas permintaan yang mustahil bagi dirinya untuk diterima.

"Kau tahu apa arti keadaanku sekarang." Desakku. "Jika kau menyayangiku... bunuh aku, sebelum awal pernderitaanku dimulai."

"Aku tidak mencintaimu." Sergahnya cepat.

Kami terdiam.

"Dusta." Sanggahku. "Malaikat, tidak seharusnya berdusta." Kai tertunduk, aku tahu ia menyesal telah berdusta— sebagaimana ia seorang malaikat– yang menyangkalnya untuk tak memenuhi permintaanku. "Kau tahu... jika bukan kau, iblis lain akan melakukannya. Mereka akan memburu makhluk neraka yang tidak sempurna, saat pembersihan bagi mereka yang tidak lagi berguna. Kerajaan Lucifer, tidak akan membiarkanku hidup..."

"Aku akan melindungimu." Sanggah Kai.

Sungguh malaikat. Apa dia tidak mengerti bahwa bukan itu yang paling kutakutkan? Aku tidak ingin hidup selamanya dengan hanya satu sayap. Aku tidak ingin hidup dalam bayang-bayang incaran makhluk neraka. Setelah penyembuhanku selesai, aku memang akan masih bisa menggunakan kekuatan iblisku yang tersisa, tetapi aku tidak akan lebih seperti anak manusia biasa yang hanya bisa melalukan beberapa keajaiban. Tidakkah malaikat ini mengerti?

Ugh. Rasa sakit di punggung kananku kembali. Mengepal tangan menahan sakit. Efek obat bius yang diberikan Baakhyun segera sirna, didominasi oleh penderitaan.

"Jika... Kau melakukan itu..." Aku terbata. Air mata mengalir begitu saja. "Cepat atau lambat... Kau akan jatuh... Dan kau...akan memburuku seperti iblis lainnya..." Punggunggku berdarah lagi. Ini menyiksaku. "Kumohon..." Aku mengucapkan sebuah kata yang tabu diucapkan oleh iblis.

"Bertahanlah. Baekhyun sedang mencari sebuah cara. Kau bilang dia mengetahui segalanya." Kepanikannya kini kurasakan pada genggaman erat tangan Kai di tanganku.

"Sakit." Aku memandangnya dengan linang air mata. Perasaan Kai bisa kumanfaatkan untuk membunuhku, karena jika dia mencintaiku maka dia tidak akan mampu melihatku menderita.

"Bunuh aku." Aku memberitahunya melalui desis suaraku bahwa aku tersiksa.

Bau anyir neraka kembali tercium. Darah hitam membasahi sisi tubuhku yang menahanku dalam posisi miring. Jari-jariku gemetar menyentuhnya, melihatnya dekat dengan mataku. Benarkah tubuhku sedang menyembuhkan diri? Atau karena lukaku terlalu parah maka tubuhku mulai membusuk? Tidak, makhluk abadi tidak akan mati jika jantungnya tidak dihujam langsung oleh kekuatan abadi yang tinggi.

Menatap Kai penuh derita, aku berbisik... "Bunuh Aku."

Aku tidak ingin menangis, namun air mata terus mengalir dengan sendirinya. Dan pemandangan yang tidak pernah kusangka akan kulihat, air mata menggenang di pelupuk hitam mata Kai lalu jatuh ke pipinya. Malaikat itu menangis. Menangisi seorang iblis yang tidak akan pernah bisa merasakan cinta untuknya kembali.

Kai menggeleng. Putus asa.

Aku memejamkan mata. Rahangku mengeras, bibirku terkatup rapat agar tak menjeritkan sakitku. "Kumohon." Aku meminta di antara gemeretak gigiku. Lalu aku membuka mata, memberikan tatapan sendu, meniru manusia ketika mereka mengekspresikan kasih sayang melalui mata mereka, meskipun yang kulakukan ini hanya kepalsuan— iblis, tidak merasakan cinta. "Kai... Bebaskan aku..."

Dan itu meruntuhkannya. Dia bersimpuh. Tertunduk menangis dalam diam sementara kedua tangannya menggenggam erat salah satu tanganku. Tetapi kesadaranku kembali terkikis, digerogoti panas membakar tubuhku dan sakit luar biasa di punggungku. Pandanganku tak lagi berfungsi di saat kudengar sayup muncul suara Baekhyun sedang berbicara. Baekhyun mengatakan sesuatu yang tak dapat kutangkap, yang apapun itu membuat Kai semakin mengeratkan genggamannya padaku.

Tak lama, suara Baekhyun muncul di pendengaranku. "Semua yang dikatakan Dyo, benar. Dalam setiap beberapa waktu, ada sebuah pembersihan yang dilakukan oleh para makhluk kerajaan Lucifer bertingkat tinggi. Dyo tak akan lolos. Hanya itu satu-satunya cara yang bisa kuberitahukan padamu untuk lepas dari situasi ini, tetapi aku tidak menyarankannya karena itu adalah cara terlarang. Dan apapun yang terlarang selalu melahirkan konsekuensi. Jadi— "

"Tetap akan kulakukan." Sela suara Kai, terlalu cepat untuk menyetujui sesuatu.

Aku membuka mata perlahan saat kurasakan kekuatan malaikat Kai serta merta menginvasi seperti ribuan jarum yang menusuk kulitku. Baekhyun tak di sampingnya lagi, dengan kekuatan sebesar ini yang dikeluarkan oleh Kai, pasti membuat Baekhyun segera pergi menjauh dari tempat ini.

"Jika iblis adalah penghancur, maka malaikat adalah penyembuh." Ujar Kai. Garis senyum muncul di bibirnya.

Aku tak mengerti. Hanya memandanginya dengan mata lemah dan sembab tanpa mampu bertanya atau melakukan sesuatu. Tubuhku tak bisa bergerak. Keheningan menjadi latar belakang, hanya terdengar denting tetes darah yang rupanya telah menggenang di lantai. Kemudian kurasakan Kai melepaskan genggaman tangannya dariku, mengangkatnya lurus di dadanya, lalu muncul sebuah pedang cahaya dari tangannya bersama dengan munculnya ke dua sayap putih di punggungnya. Memandanginya tak berkedip, aku merasa lega, akhirnya dia akan membunuhku. Kuharap dia melakukannya dengan cepat.

Aku kembali memejamkan mata. Menunggu hidupku sebagai iblis berakhir. Akan tetapi itu tidak pernah terjadi ; sebuah erangan keras mengejutkanku untuk membuka mata, dan apa yang kulihat di depan mataku sekarang seperti seketsa horor mengerikan... Kai, sedang memotong salah satu sayapnya sendiri... Perlahan... Sembari mendekam rasa sakit... Sakit yang aku tahu pasti, seperti apa rasanya...

Tidak... Apa yang dia lakukan?

Kai jatuh berlutut, bersamaan dengan itu sayap kanannya juga jatuh tergeletak di lantai, pedang cahayanya menghilang. Kulihat tubuh Kai gemetar, napasnya tak beraturan, air mata menetes, dia mengibaskan kepala tampak melawan kesadarannya yang akan menghilang. Sayap yang terlepas dari tubuh malaikat atau iblis, dalam beberapa saat akan berubah menjadi asap, dan tubuh akan kehilangan kekuatan. Apa yang sedang dia lakukan? Altruisme akan membuatnya menjadi malaikat jatuh dalam hitungan detik jadi apa yang sedang dia lakukan?

Keringat membasahi tubuh Kai. Darah berwarna emas bersinar mengalir dari punggungnya. Dengan tubuhnya yang tak henti gemetar ia bergerak mengambil sayapnya, lalu mendekat padaku.

"Aku...tidak pernah tahu malaikat bisa melakukan ini. Baekhyun benar-benar... incubus istimewa." Ujarnya, tersenyum pahit di antara bibirnya yang pucat.

Sesuatu menghujam jantungku, rasanya sakit. Aku merasakan sakit melihat Kai melakukan semua ini. Sakit yang seharusnya tidak pernah dirasakan oleh iblis untuk sebuah kepedulian atas penderitaan yang lain. Mengapa aku merasakan perasaan seperti ini? Aku adalah seorang iblis!

"Kau pasti berpikir aku malaikat yang gila." Kai memegang pinggiran ranjang tanpa kasur yang kugunakan, untuk berdiri dari posisinya.

Ya...kau gila! Apa yang kau lakukan?!

Keinginan untuk memakinya keluar dalam pikirku namun aku terlalu tak berdaya untuk melakukan itu.

Keringat menbanjirinya, darahnya mengalir bercampur dengan darahku di lantai.

"Aku harus segera... melakukannya sebelum kekuatan malaikatku lenyap." Selagi napas mengejar kesadarannya, ia bergerak mengambil sayapnya yang telah patah, berusaha membawa sayap besar itu bersamanya, tubuhnya sedikit terhuyung saat berdiri kemudian. Lalu dengan satu tangan, perlahan Kai menarik tubuhku yang berbaring, memposisikanku duduk dengan pipiku bersandar di dadanya, ia menahan tubuh lemahku ke dalam pelukannya agar tak merosot.

Setelahnya, kurasakan kekuatan yang dingin menyentuhku, di bagian sayapku yang telah patah, kemudian terasa terbakar ketika sebuah beban berat kurasakan di punggung kananku...

Sesuatu yang dilakukannya tak kalah mengejutkan seperti kegilaannya yang lain, dia menancapkan sayap miliknya, sayap putih itu, padaku...

Tidak. Tidak... Dia gila. Mengapa dia melakukan ini.

Dalam diamku, air mata mengalir deras tanpa bisa kubendung... Membasahi dadanya melalui baju abu-abunya yang basah oleh air mataku dan keringat dingin tubuhnya. Mengapa? Mengapa ia mengorbankan dirinya? Mengapa ia rela diperbudak oleh sesuatu yang dinamakan cinta?

Dengan sisa kekuatan malaikatnya, sayap putih tertancap dipunggungku, menyusul panas terbakar yang lebih kuat, menciptakan jerit melengking dari suaraku, aku mendorong keras tubuh Kai hingga terjatuh, tanganku menggapai sayap putih di punggungku, lantas menariknya, berusaha melepaskannya dari tubuhku. Aku berteriak putus asa. Menyumpahi Kai, mengutuknya, menyalahkannya atas penderitaan baru yang tak berkesudahan. Kendati demikian usahaku sia-sia, sayap putih milik Kai telah tertanam oleh kekuatan malaikatnya. Ini, jauh lebih menyakitkan dari saat si malaikat pucat itu mematahkan sayapku.

Inikah solusi dari Baekhyun? Inikah jawabannya? Mengapa? Terlalu banyak mengapa yang tak satupun terjawab.

Aku jatuh bersimpuh tak berdaya dalam tangis histeris. Lambat laun tububku mati rasa. Setelah melihatku diam terpaku, Kai merangkak padaku, meraih tubuhku ke dalam pelukannya. Hal-hal yang masih bisa kurasakan dalam panca inderaku yang mulai kehilangan ketajamannya, hanyalah ; bagaimana tubuh besar Kai yang gemetar, aroma wangi surga dari darah emasnya yang bercahaya, kemudian dingin bibirnya yang mencium bibirku. Dia menciumku lembut. Secara ajaib membuat pikiran bekuku menyadarinya. Tetapi penglihatanku buta. Kemudian aku terjatuh. Tersegel jauh ke dalam ketidak sadaranku.


...

Terlihat langit sebentar lagi akan berkabung dengan awan gelap yang menutupi. Semilir angin memaksa para anak manusia yang berada di luar ruangan mengeratkan jaket yang digunakannya. Menengadah menatap langit, aku berharap sesuatu akan ikut jatuh bersama hujan. Atau tidak seharusnya kusebut sebagai sesuatu, tetapi seseorang.

"Hei, ayo pergi." Suara familiar menegurku.

"Ah. Ya." Aku memasang tudung jaketku menutup kepala setelah gerimis kecil mulai berjatuhan seperti tangga nada dalam jarak yang lama.

"Apa hari ini melelahkan?" Chen, seorang incubus, mengiringiku berjalan.

"Tidak. Aku sudah terbiasa."

Satu abad. Kurang lebih setelah satu abad aku terbangun dari tidur panjangku. Terlahir sebagai setengah iblis dan setengah malaikat. Selama itu Baekhyun merawatku. Saat pertama kali aku menggunakan kekuatan baruku sebagai makhluk abadi setengah-setengah, terpaksa aku harus lari dari rumah Baekhyun, sebab kekuatan iblis dan malaikat dalam diriku mengundang ketertarikan makhluk abadi di daerah tempatku berada karena aura keberadaanku yang menurut Baekhyun, berbeda.

Sebagian jiwaku tetap gelap dengan segala sifat iblis yang masih melekat, sementara sebagian lagi jiwaku bersinar terang dengan segala sifat malaikat. Neraka dan surga melabeliku sebagai makhluk berbahaya. Bagi neraka aku adalah pengkhianat, bagi surga aku perusak keseimbangan, yang mereka sepakati aku harus dimusnahkan. Karenanya setelah itu aku hidup dalam pelarian, menyamarkan aura keberadaanku serta tak pernah menggunakan kekuatan makhluk abadi milikku lagi, lalu hidup berbaur dengan manusia. Bekerja seperti manusia. Berjalan seperti manusia. Dan bersosialisasi seperti manusia, dengan menggunakan nama Do Kyungsoo. Berkat bantuan Baekhyun, aku mendapat identitas lengkap dan sebuah pekerjaan sebagai pengawal di dunia industri hiburan bersama dengan Chen yang adalah teman Baekhyun— setidaknya tubuhku tetap kuat walaupun tanpa menggunakan kekuatan makhluk abadiku dan aku bisa berkelahi seperti manusia bahkan masih lebih mahir dari manusia, aku juga masih tidak bisa dibunuh oleh manusia kecuali dengan ritual-ritual tertentu.

Dua hal yang segera kutanyakan pada Baekhyun setelah aku terjaga, satu ; dimana Kai. Dua ; mengapa hal mengerikan yang terjadi padaku satu abad yang lalu adalah satu-satunya solusi.

"Setelah aku kembali kemari, Kai sudah tidak ada, dan dia tidak pernah datang setelah itu. Dan itu satu-satunya solusi karena hanya itu cara yang bisa menyelematkan kalian berdua sekaligus. Jika sayap iblis patah maka tidak akan terbentuk sayap yang baru lagi dan mereka akan hidup tanpa kekuatan makhluk abadi selamanya. Sementara jika sayap malaikat patah, mereka masih bisa menumbuhkannya kembali walaupun mereka akan kehilangan kekuatannya untuk sementara waktu hingga sayap baru mereka tercipta. Jika kau sembuh hanya dengan satu sayap, maka kau akan dengan sukarela menyerahkan diri untuk dihancurkan para kaki tangan Lucifer, dan tentu saja si malaikat Kai tidak akan membiarkan itu. Dia akan melakukan apapun termasuk dengan mengacau dunia dari dua kaum. Jika Kai mengacau, maka neraka dan surga akan memusnahkannya. Tetapi jika kau terlahir kembali seperti ini, kau tidak akan berharap untuk mati lagi setelah kau melihat pengorbanan Kai, dan jiwa malaikat yang kau miliki akan menahanmu."

Seperti itulah penjelasan Baekhyun. Dari penjelasannya, aku ingin bertanya apa yang terjadi pada Kai atas konsekuensi dari tindakannya, tetapi jiwa malaikatku takut untuk mendengar jawabannya. Jadi aku tidak bertanya.

"Kyungsoo, kau akan naik bus atau akan terus berjalan kaki?" Chen bertanya setelah tiba di jalan yang akan memisahkan tujuan kami. Rumah Chen lebih dekat dengan perusahaan, sementara rumahku, lebih tepatnya rumah yang kusewa, berjarak tigabelas menit jika berjalan kaki.

"Aku akan berjalan kaki." Jawabku.

"Baiklah, kalau begitu hati-hati. Sampai jumpa besok." Incubus itu tersenyum lebar sembari melambaikan tangan saat pergi menjauh. Dia adalah tipe yang periang.

Hari masih sore. Terlalu lama untuk berlalu. Kakiku melangkah mengikuti jalan lurus yang panjang. Meski aku mengatakan aku sudah terbiasa dengan cara hidup manusia pada Chen, itu sama sekali tidak benar. Enam tahun setelah aku bangun dari tidur panjangku, hidup seperti manusia rasanya menyiksaku, bersembunyi seperti ini rasanya membunuhku perlahan. Aku ingin menyerah, membiarkan mereka yang memburuku mengambil hidup abadiku, namun seperti halnya yang dikatakan Baekhyun, aku tidak bisa, sebagian jiwaku telah terikat dengan jiwa malaikat Kai.

"Ah!" Seseorang membentur tubuhku dari belakang, kemudian suara ramai manusia yang berteriak-teriak, memekak telingaku. Setelah melihat situasi, para anak manusia ini sedang panik membicarakan tentang seorang pria yang menyandera seorang gadis di toko seberang jalan tempatku berdiri.

Di kejauhan sana, di luar toko, sudah berdiri para polisi bersenjata lengkap. Aku menyeberang jalan, ingin tahu setelah samar aku merasakan keberadaan makhluk abadi di sekitar. Dan tepat seperti dugaanku, melalui kaca transparan toko, aku melihat pria yang menyandera seorang gadis dengan sebuah senjata api, sedang dalam pengaruh iblis tingkat tinggi, iblis itu tertawa senang di pundaknya. Jiwanya gelap. Dia juga sudah membunuh seorang wanita tua yang terkapar tak jauh darinya. Aku berbalik hendak menjauh, tetapi sebuah suara tembakan menghentikanku. Aku menoleh, dan melihat pria itu menembak pundak sanderanya sembari berteriak-teriak mengancam polisi untuk memberikannya sejumlah uang.

Aku tertegun. Melihat darah segar gadis itu mengalir deras. Dia menangis kesakitan. Aneh. Mengapa tidak ada malaikat yang bergerak? Bukankah jiwa bersinar terang milik gadis itu adalah jiwa murni? Jika gadis itu terus dikuasai teror ketakutan maka perlahan jiwanya akan gelap. Dorongan untuk menolong jiwa murni gadis itu muncul dari jiwa malaikatku. Disisi lain jiwa iblisku mengutuk ; Sial!

Satu tembakan lagi terdengar. Di paha gadis itu. Tanganku mengepal kuat, bimbang oleh perang jiwa yang memiliki keinginan bertolak belakang. Kemana perginya semua malaimat tingkat tinggi di daerah ini?! Lalu jiwa iblisku ditundukkan oleh keinginan keras jiwa malaikatku. Di mata manusia, sekarang aku tidak terlihat, sayap putih dan hitam dipunggungku membawaku melesak ke dalam toko. Aku tidak akan membunuh iblis itu melainkan hanya akan melemparnya ke dalam pusaran cahaya, ke tempat lain. Karena aku tidak ingin mengambil risiko lebih besar dari dengan membuka aura keberadaanku setelah enam tahun sejak hari kelahiranku sebagai makhluk campuran.

Begitu sampai di hadapan pria penyandera itu, sejenak waktu terasa berhenti saat kulihat manusia itu menyeringai dengan mata melihat langsung padaku sembari berkata "Kena, kau." Sementara gadis berjiwa murni yang tertembak dua kali tadi, tersenyum kecut padaku.

"Sial!" Jiwa iblis dan malaikatku mengutuk bersamaan.

Secepat kilat aku mundur. Pria penyandera itu adalah iblis yang menyamar sebagai manusia, gadis itu adalah malaikat, wanita tua yang mati terkapar itu adalah succubus. Iblis itu dengan sempurna menyembunyikan jenisnya, entah dengan cara apa, Baekhyun seharusnya memberitahuku jika memang ada cara menyembunyikan aura abadi di saat menggunakan kekuatan abadi. Bagian yang paling menakjubkannya adalah, makhluk dari neraka dan surga itu bekerjasama hanya untuk menjebak makhluk setengah-setengah sepertiku. Bahkan memanipulasi manusia-manusia lugu untuk berpartisipasi. Sekarang ini pasti sebagian dari kelompok aliansi itu sedang sibuk menghapus ingatan semua anak manusia yang melihat peristiwa yang baru saja terjadi. Begitu bernafsukah mereka ingin melenyapkanku?

Aku terbang melesat menembus udara. Melarikan diri secepat mungkin. Menoleh ke belakang, dua iblis satu malaikat sedang mengerjarku. Sial! Mereka bertiga makhluk abadi tingkat tinggi. Aku harus segera melepaskan diri dan berubah menjadi manusia untuk menghindari makhluk abadi lainnya menyadari keberadaanku. Di kejauhan sana mata iblisku melihat hutan dengan bambu-bambu hijau menjulang tinggi, disisi pinggir hutan, ada banyak manusia sedang berjalan menikmati hijaunya hutan bambu. Aku segera menukik, mengubah wujudku kembali ke wujud manusia ketika aku masih di udara sehingga aku jatuh berguling membentur beberapa batu besar. Lalu dengan wujud kaki manusia ini aku langsung berlari, tak sempat mengkhawatirkan celanaku yang robek di beberapa bagian. Tetapi untuk mengecoh pemburuku, selagi terus berlari cepat menyusuri pohon-pohon bambu, aku melepas jaketku lalu melemparnya ke sembarang arah, berharap aroma makhluk abadi yang sempat kulepaskan dan menempel di bajuku akan menahan mereka walaupun hanya sebentar. Semoga saja.

Demikian tidak pernah ada semoga yang terjadi, kenyataannya, aura keberadaan mereka semakin dekat, dan semakin dekat, namun tiba-tiba salah satu di antara ke tiga aura keberadaan mereka, lenyap. Aura malaikat yang mengejarku lenyap tiba-tiba. Apa yang terjadi? Aku bertanya-tanya penasaran, tetapi tidak ada waktu, aku harus terus berlari dan segera menemukan sekelompok manusia yang kulihat tadi lalu berbaur dengan mereka. Ditengah kakiku yang terus berlari, kurasakan lagi satu aura keberadaan yang mengejarku, lenyap. Hanya dalam jeda lima detik, aura keberadaan terakhir, satu-satunya iblis yang tersisa, juga lenyap. Aku berhenti berlari dan menoleh ke belakang, di saat itu tubuh makhluk abadi yang terbakar tiba-tiba jatuh tepat di depanku, mengagetkanku dengan kebingungan yang besar. Apa ada makhluk abadi lain yang sedang mengejarku? Tapi kenapa aku tidak merasakan keberadaan makhluk abadi lainnya hingga detik ini?

Sebuah suara kepakan sayap yang terbang cepat di atasku, membuatku terkesiap. Aku mendonggak ke atas, sesuatu berwarna hitam sedang terbang melesak cepat dari satu sisi ke sisi, hingga tak terlihat seperti apa bentuk makhluk itu. Kemudian makhluk itu menukik ke tanah, jatuh berbentuk asap lalu berubah menjadi sesosok... Iblis.

Waktu seakan terkunci. Aku membeku dengan mata memandang lebar. Rambut hitam kelam. Mata tajam menatap sengit. Bahu lebar. Dada keras dengan kulit berwarna tembaga yang telanjang. Kaki panjang hanya mengenakan celana hitam panjang yang telah robek menjadi compang-camping hingga lutut. Sayap hitam besar berkepak gagah.

Kai.

Dia adalah Kai, tetapi bukan Kai si malaikat. Si malaikat telah jatuh. Sekarang dia iblis yang sangat berbahaya. Hanya dengan dia berdiri di sana, aku merasakan intimidasi yang mengancam. Memberiku teror yang mengerikan. Bahkan bagi diriku yang seorang makhluk abadi yang memiliki dua kekuatan besar berbeda. Tapi dia adalah Kai, jiwa malaikatku senang bertemu kembali dengannya.

"Perasaan menjijikkan ini menuntunku padamu." Ujar Kai dengan ekspresi wajah datar. Suaranya dalam dan berkarisma.

"Ha. Haha." Tawaku gugup. "It... Itu karena jiwamu ada di dalam diriku. Mungkin." Tidak pernah dalam eksistensiku sebagai makhluk abadi, gemetar seperti ini menghadapi iblis lainnya— pengecualian pada Lucifer— namun perasaan berkecamuk yang saling bertabrakan di antara ke dua jiwaku ini membuatku sulit berbicara. Dan aura gelap Kai sedikitpun tak membantu. Haruskah dia membara seperti itu?

"Kau siapa?" Tuntutnya.

Bukan hal yang mengejutkan jika Kai tidak mengingatku lagi. Tampaknya ingatan tentang kehidupannya sebagai malaikat belum kembali. Dan jika melihat betapa kuatnya dia sebagai iblis dengan jiwa yang sangat gelap itu, aku yakin dia akan membutuhkan waktu jauh lebih lama lagi. Jiwa malaikatku, yang diberikan Kai berkata bahwa itu tidak menjadi persoalan.

"Dyo. Seseorang yang kau cintai." Jawabku.

"Cinta?" Suaranya terdengar jijik.

Sejenak aku terdiam. Rasanya seperti dèjavu. "Haha. Hahaha. Hahahaaa!" Aku jatuh bersimpuh. Kakiku lemas, dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Tidakkah dia mirip denganku dulu ketika merespon pada sebuah kata 'cinta'?

"Ya. Cinta." Jawabku, menatapnya tegas setelah aku berhasil menahan diri untuk tak terus tertawa, jika tidak, aku justru akan memancing kemarahan si iblis Kai. "Bersiaplah, setelah ini aku akan terus menempelimu seperti yang kau lakukan padaku dulu." Janjiku.

Tentu saja, jiwa iblisku merutuk jiwa malaikatku karena janji itu pada Kai.

Sementara Kai, terdiam dengan satu alis terangkat heran seolah baru saja mendengar lelucon aneh dari makhluk setengah iblis setengah malaikat. Bukan masalah...; kata jiwa malaikatku.

—*—

His sin is a sin of making an angel fall in love and being in love with the angel as well. Because it's a forbidden love so it is the highest sin.


END


–*–