~ Silence ~

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK

~Percayalah Typo Merupakan Karya Terindah~

#Chapter Sebelumnya

"Oh iya," Chanyeol merogoh ponsel di saku celananya "Beri aku nomor telponmu, aku tidak suka berhutang uang dengan orang lain."

"Tidak perlu," Baekhyun menolak permintaan Chanyeol yang ingin membayar kembali uang dipakai untuk membeli makanannya. Tapi Chanyeol masih menyodorkan ponselnya pada Chanyeol menunggu Baekhyun memberikan nomor telepon nya.

Dengan terpaksa akhirnya Baekhyun memberikan nomor ponselnya pada Chanyeol, mengetikkan nomornya dan memberikannya kembali pada Chanyeol.

"Namamu?," Chanyeol bertanya kembali karena ia belum menamai nomor Baekhyun.

Baekhyun tidak membawa buku tulis kecil yang selalu ia bawa, akhirnya ia menuliskan namanya menggunakan tetesan air yang mencair dari botol minuman dingin milik Chanyeol.

"Byun.. Baek ... Hyun.." ucap Chanyeol mengeja setiap tulisan yang Baekhyun tuliskan "Byun Baekhyun?."

Baekhyun mengangguk-ngangguk seraya tersenyum.

"Namamu..." Chanyeol menerawang pada sesuatu hal yang tidak ia ketahui, merasa seolah nama itu adalah nama yang seharusnya ia ingat dalam hidupnya "Namamu bagus." Pujinya pada Baekhyun.

"Terima kasih." Baekhyun tersenyum sampai mambuat kedua iris matanya terlihat menyipit.

Dan yang baru Chanyeol sadari Baekhyun sungguh manis ketika ia tersenyum.

#Chapter Sebelumnya End

BGM Hyolyn - Tears

Meski Chanyeol sempat tertegun sesaat karena senyuman Baekhyun, namun ia kembali memasang wajah dingin dan datarnya. Ia kembali melirik tulisan nama Baekhyun yang sudah mulai menghilang.

"Namamu Byun Baekhyun? Bukankah terlihat seperti wanita pendiam dan penurut, benar?" Chanyeol menatap Baekhyun.

Baekhyun yang mendengar pujian Chanyeo tentang namanya- yang menurutnya justru terdengar seperti sebuah ledekan menatap Chanyeol jengkel.

"Apa aku salah? Tapi, menurutku yang bisa menghabiskan soju sebanyak itu bukanlah wanita pendiam." Senyuman Chanyeol terukir seulas disudut bibirnya.

Baekhyun yang diledek justru ikut tersenyum ketika ia melihat banyak botol soju yang sebenarnya bukan untuknya, melainkan untuk paman Zhang dan Lay. Chanyeol kembali memakan makanannya, dan Baekhyun meminum susu kotak yang dibelinya. Tidak ada obrolan lain, Chanyeol memilih pokus pada makanannya sedangkan Baekhyun memilih diam seraya melamun.

Ia sendiri bingung, kenapa ia jadi menemani lelaki itu makan?.

Dan Chanyeol, tidak mempermasalahkan Baekhyun yang menemaninya. Justru ia merasa nyaman-nyaman saja.

"Menghawatirkannya?" paman Zhang menghampiri Lay yang berdiri didekat jendela rumah seraya menunggu Baekhyun yang tak kunjung pulang.

"Lihat sudah jam berapa ini. Tentu saja aku hawatir." Lay berjalan keluar rumah dan menunggu di teras rumah. Paman Zhang ikut menunggu bersama Lay.

"Kau benar-benar perduli pada Baekhyun." gumam paman Zhang, tiba-tiba ia terikat akan sesuatu. Kata-kata yang pernah ia lontarkan pada Lay ketika Baekhyun kecelakaan dulu "Ya Tuhan aku hampir lupa."

Lay menoleh dan menatap ayahnya itu dengan penasaran, apa maksud dari ucapan ayahnya.

"Hari dimana musibah itu terjadi, aku kan sudah bilang. Jika dia menjadi bisu seumur hidupnya, kamu harus menjaga dia selama kamu hidup. Sumpah itu, simpanlah dalam hati."

Lay terdiam. Ia tidak mungkin lupa hari itu, hari dimana mereka kecelakaan- hari dimana ia mengajak Baekhyun membolos dan tanpa di duga-duga mereka kecelakaan. Lay merasa bersalah karena mengajak Baekhyun membolos. Sampai sekarang ia masih merasa bersalah karena telah membuat Baekhyun tidak bisa bicara.

Ia sudah berjanji akan menjaga Baekhyun seumur hidupnya. Ya, Lay tidak akan meninggalkan Baekhyun- ia sudah bersumpah untuk selalu menjaga Baekhyun.

"Kau semakin tua, tidak muda lagi. Jika kau benar menyukai Baekhyun, tunjukan padanya."

"Apa!." Lay sempat kaget mendengar ucapan ayahnya.

Jadi selama ini, ayahnya tahu kalau ia menyukai Baekhyun.

"Apa? Jadi kau tidak suka dia?." Goda paman Zhang.

"Tentu saja aku.." Lay sontak menjawab cepat kala paman Zhang berbicara lagi seraya memukul pelan kepalanya.

"Kalau suka, katakan padanya. Kau sudah dewasa tapi tidak tahu caranya berkencan." Paman Zhang berdecak tidak percaya.

Anak lelakinya benar-benar lambat.

Lay yang gugup memilih untuk menyusul Baekhyun dan melupakan pertanyaan dari ayahnya tersebut.

Sementara itu, Baekhyun dan Chanyeol yang juga sudah selesai makan berniat pulang.

"Oh iya, mau aku antar sekalian?" tawar Chanyeol.

Baekhyun menggeleng dan menyuruh Chanyeol pulang sendiri karena ia juga akan segera pulang. Baekhyun berjalan meninggalkan Chanyeol yang sudah berjalan ke arah mobilnya terparkir. Chanyeol menyempatkan untuk melihat punggung sempit Baekhyun yang berjalan perlahan. Ia kemudian masuk kedalam mobilnya, menyalakan mesin mobilnya.

Namun, tiba-tiba saja perutnya terasa sakit. Rasa sakit itu terasa sangat melilit dibagian lambungnya. Chanyeol sampai lemas dan menekan kepalanya pada setir mobil, bunyi klakson mobilnya berbunyi karena tertekan kepalanya.

Baekhyun yang kebetulan belum jauh mendengar bunyi klakson itu. Ia berbalik dan membulatkan kedua matanya kala melihat Chanyeol terlihat tengah kesakitan didalam mobilnya. Baekhyun segera menghampiri Chanyeol yang masih diam didalam mobilnya. Mengetuk pintu kaca mobil Chanyeol untuk meminta lelaki itu membukakannya. Chanyeol yang mengerti menurunkan kaca mobilnya dan berusaha mengatakan kepada Baekhyun jika ia baik-baik saja.

Tapi, nyatanya rasa sakit itu justru semakin terasa di perutnya. Chanyeol hampir saja pingsan, namun Baekhyun berusaha untuk terus membuatnya terjaga. Kemudian Baekhyun menyimpan belanjaan yang ia beli di atas kap mobil Chanyeol.

"Hei mau kemana?" Tanya Chanyeol sedikit berteriak, tapi Baekhyun tidak mendengarnya karena sudah berlari pergi meninggalkannya.

Ia lalu berlari mencari klinik terdekat dari sana. Membeli obat lambung yang ia pikir mungkin itu bisa membuat rasa sakit diperut Chanyeol hilang. Karena ia yakin jika lelaki itu kesakitan karena magh-nya.

Baekhyun kembali setelah membeli obat magh untuk Chanyeol. Saat ia kembali, dengan wajah yang sudah pucat Chanyeol memprotesnya karena menaruh barang Baekhyun didepan kap mobilnya. Baekhyun tidak memperdulikan omelan Chanyeol, ia memberikan obat yang dibelinya pada Chanyeol, lalu mengambi sebotol air mineral miliknya. Ia juga membukakan satu obat untuk kemudian ia berikan pada Chanyeol agar segera meminumnya.

Setelah memastikan Chanyeol meminumnya, Baekhyun juga memberikan kertas yang sudah ia tuliskan resep untuk meminum obat itu. Baekhyun pun berlalu pergi meninggalkan Chanyeol yang hanya memandanginya tidak mengerti.

Chanyeol memperhatikan Baekhyun yang kembali pergi berlalu meninggalkannya. Ada rasa tidak rela ketika gadis itu pergi lagi dari hadapannya. Sebentuk rasa ingin selalu didekat gadis itu tiba-tiba saja menyeruak dari hatinya. Ia sendiri tidak mengerti, kenapa terasa nyaman dan tenang berada didekat gadis itu. Rasanya, seperti ia menemukan tempat ternyaman yang selama ini ia cari-cari.

Chanyeol melihat apa yang ditulis gadis itu, ia menyunggingkan senyumnya melihat tulisan Baekhyun dikertas kecil itu.

'Minumlah 3 kali sehari, ini obat magh. Kurasa lambungmu bermasalah karena kau telat makan. Minum satu setelah kau makan. Tapi, aku rasa kamu harus memeriksakan-nya lebih lanjut ke dokter.'

Hatinya terasa menghangat. Sebelumnya ia selalu bersitegang dengan gadis itu, sekarang ia justru selalu ditolong oleh gadis itu. Chanyeol jadi merasa bersalah karena sebelumnya sudah bersikap buruk pada gadis itu.

~ Silence ~

Baekhyun sampai dirumah paman Zhang. Ia masuk dan menyimpan soju yang dibelinya. Paman Zhang kaget melihat Baekhyun sudah datang sementara Lay yang menyusulnya tidak datang bersama Baekhyun.

"Dimana Lay oppa?" Tanya Baekhyun menggunakan bahasa isyarat.

"Dia keluar mencarimu, kau tidak melihatnya?" paman Zhang menjelaskan.

Baekhyun menggeleng.

"Dia pergi kemana untuk mencariku?" Baekhyun bertanya balik pada paman Zhang.

"Dia tidak bilang." jawab paman Zhang yang tidak mengerti kenapa mereka tidak bertemu dijalan, padahal jalan ke supermarket hanya satu arah.

Karena, saat Baekhyun membeli obat ke klinik untuk Chanyeol- saat itulah Lay sampai disupermarket mencari Baekhyun. Namun karena tidak ada Baekhyun disana, ia pun kembali mencari Baekhyun ke tempat lain. Jadinya, sekarang ia yang belum pulang sedangkan Baekhyun sudah lebih dulu pulang setelah memberikan obat untuk Chanyeol.

Baekhyun berniat mencari Lay. Paman Zhang segera mencegahnya untuk tidak kembali pergi keluar mencari Lay. Karena yang ada nanti mereka justru tidak bertemu lagi. Baekhyun mengangguk, ada benarnya juga. Jika ia menyusul dan tidak menemukan Lay, nanti Lay kembali menyusulnya dan jadilah mereka saling mencari.

Paman Zhang dan Baekhyun membuka belanjaan yang Baekhyun beli. Baekhyun meminum salah satu minuman kaleng yang kadar ahkoholnya rendah, karena ia tidak mau mabuk. Paman Zhang yang teringat akan obrolannya bersama Lay, memulai untuk berbicara pada Baekhyun tentang hubungan Lay dan Baekhyun.

"Baekhyun, kau menyukai Lay?"

Baekhyun tertegun, ia yang sebelumnya baru meminum minuman nya seteguk- harus mendongkak kala mendengar paman Zhang bertanya seperti itu. Dan paman Zhang juga tertegun kala melihat raut wajah kaget Baekhyun.

"Maaf Baekhyun." Paman Zhang meminta maaf karena bertanya sesuatu hal yang seharusnya tidak ia ikut campuri, terlebih perihal perasaan seseorang "Karena paman terlalu senang, jadi sampai bertanya seperti itu. kamu tidak apa-apa kan?"

Baekhyun tidak menjawab. Keterkejutannya masih mendera. Ia bukan hanya terkejut, tapi ia memang tidak pernah terpikir kalau ia menyukai Lay.

Mungkin karena sampai sekarang...ia masih menunggu seseorang yang bahkan ia sendiri tidak tahu keberadaannya.

"Jujur saja, Lay menyukaimu Baekhyun. Walau ia tidak mengatakannya, tapi aku tahu. Dia sangat perduli padamu, dan selalu mengutamakan dirimu dari hal lainnya."

Baekhyun menunduk, ia merasa bingung sekarang.

Paman Zhang yang melihatnya, kembali berbicara- tidak ingin membuat Baekhyun salah paham padanya dan terkesan ia memaksa agar Baekhyun membalas rasa suka yang Lay rasakan.

"Paman tidak akan mendesak kau untuk membalas perasaannya. Paman hanya ingin bertanya." Paman Zhang melihat raut wajah Baekhyun semakin diam menunduk, ia jadi semakin merasa bersalah "Baekhyun, jika kamu tidak suka Lay, tidak apa-apa. Selama ini kita sudah hidup bersama, kamu sudah paman anggap seperti anak sendiri. Kita.." paman Zhang bingung memilih kata-kata, namun ia lega ketika Baekhyun tidak menunduk lagi "Tidak seharusnya paman berkata seperti itu. Lupakan ucapan paman barusan."

Baekhyun dapat melihat jika paman Zhang sebenarnya hanya ingin membuat mereka tidak terpisah. Ia tersenyum sebentar lalu menarik perhatian paman Zhang agar melihatnya untuk mendengarkan penjelasannnya.

"Aku suka Lay oppa." jawab Baekhyun membuat binar dikedua mata paman Zhang terlihat senang.

"Benarkah?." Baekhyun mengangguk "Jadi kamu tidak benci dengan anak bodah itu!" Baekhyun menggeleng.

Sebenarnya, maksud suka Baekhyun disini adalah- ia memang suka hidup bersama mereka berdua. Ia memang menyukai Lay, tapi ia hanya menyukainya seperti seorang kakak. Untuk mencintai Lay, mungkin Baekhyun belum bisa memberikan semua itu.

"Hidup bersama paman dan Lay oppa membuatku bahagia." Tambah Baekhyun.

"Itu bagus. Bagus sekali. Kita adalah keluarga, benar-benar keluarga." Seru paman Zhang senang.

Sementara itu, Lay yang ternyata sudah pulang menjadi salah tingkah kala ia sengaja menguping pembicaraan ayahnya dan Baekhyun didekat jendela rumah. Ia tampak bertingkah aneh kala mendengar jika Baekhyun menyukainya.

"Baekhyun menyukaiku." Gumamnya pelan dengan senyum bahagia terpancar dari wajah tampannya.

Baekhyun kembali meneguk minuman kalengnya. Karena merasa waktu sudah larut malam, ia berniat pergi ke kamarnya untuk tidur.

Saat melewati jendela depan rumah, Baekhyun melihat Lay tengah terlihat bahagia. Dan, Baekhyun yakin jika Lay mendengar pembicaraannya dengan paman Zhang. Ia menatap Lay dengan wajah sendu, antara merasa bersalah dan sedih.

'Ya. Aku harus menyukai Lay. Kita sudah melalui semua ini bersama-bersama, Lay oppa bahkan banyak membantuku.' Baekhyun tersenyum namun kembali sedih kala mengingat sesuatu 'Tapi, saat aku teringat kenangan dirumah itu- hatiku mulai berdegup. Perasaan aneh itu selalu menyapa hatiku.' Baekhyun berjalan ke arah kamarnya.

Duduk dikursi dekat jendela untuk menatap bintang malam yang bersinar terang.

'Eomma, perasaan ini...bukanlah cinta, benarkan?' monolog Baekhyun seraya menatap bintang. Berharap ibunya mendengar diatas sana.

Baekhyun yakin itu perasaan cinta, tapi ia tidak berharap cinta itu semakin besar. Terlebih cinta itu hadir untuk seseorang yang Baekhyun sendiri tidak ketahui dimana keberadaannya. Meski mereka berjanji akan kembali dirumah itu pada natal tahun ini.

Tapi, apa mereka akan benar-benar bisa bertemu lagi? Dan apa mereka akan bisa se-akrab dan sedekat dulu?

Bagaimana jika lelaki yang Baekhyun cintai itu sudah bersama dengan orang lain?

Itulah yang Baekhyun takutkan, karena mereka terpisah bukan satu atau dua tahun.

Tidak mungkin kan seseorang itu akan terus menungguinya?.

Jika memang orang itu masih seperti dirinya, menunggu untuk bisa bertemu kembali dengannya. Maka, Baekhyun hanya ingin jika rasa cintanya ini terbalaskan.

~ Silence ~

"Tuan, Reporter yang akan melakukan wawancara sudah ada disini." sekretaris Chanyeol memberitahunya ketika reporter yang akan melakukan wawancara dengannya sudah tiba.

Chanyeol pun sudah duduk disofa ruang kerjanya, menunggu seorang reporter yang sangat dikenalnya untuk segera melakukan wawancara padanya. Ketika wawancara itu dimulai, Chanyeol tampak mendengarkan sementara si reporter tengah membacakan pertanyaan yang akan ditanyakannya pada Chanyeol.

"Jadi, kali ini Park Corp mengeluarkan terobosan baru. Tapi tuan Park, sangat berani sekali dan tidak perduli pada para kritikus diluar sana."

"Untuk memperhatikan para kritikus terlalu melelahkan dan membuang-buang waktu." Jawab Chanyeol dengan tegas dan santai.

Reporter wanita yang mewancarainya merekam percakapan itu dan juga menulisnya.

"Tidak perlu merasa malu untuk berbuat yang menurut saya benar. Itu sudah menjadi motto hidup saya." Tambahnya lagi.

"Jadi disamping itu, semua pegawai yang anda pecat merupakan pegawai yang tidak baik dalam bekerja?" tanya si wanita reporter itu lagi.

Chanyeol sempat diam. Ia belum menjawab pertanyaan itu, karena ia kembali teringat pada karyawannya yang tak lain paman Zhang- yang sebenarnya tidak bersalah namun ia pecat karena ia tidak mendengar terlebih dahulu penjelasan dari paman Zhang. Chanyeol menghela nafasnya dan kembali menjawab.

"Iya."

Mendengar jawaban itu si reporter wanita kembali bertanya lagi.

"Aku juga sudah dengar langkah kedepan tuan Park yang akan memperkenalkan produk baru di luar negeri."

Chanyeol menoleh untuk memotong pertanyaan yang diajukan reporter wanita itu.

"Hei nona Xi, informasi itu.." namun ucapannya lebih dulu dipotong.

"Ada banyak sekali wanita barat yang cantik. Tuan Park Chanyeol adalah pebisnis termuda yang sangat terkenal dan dipuja wanita diluaran sana, siapa yang tidak ingin menikah dengan anda. Apa anda takut pada saat itu tiba, anda akan tergoda?"

Chanyeol menyunggingkan senyumnya, ia meraih ponsel milik si wanita dan mematikan rekaman tersebut.

"Kau hawatir?" tanya Chanyeol pada wanita reporter itu, yang tak lain tunangannya sendiri. Luhan.

"Tuan Park, kita sedang wawancara sekarang." Luhan hendak kembali menyalakan rekamannya. Namun Chanyeol sudah lebih dulu menahannya.

"Walau ini wawancara, bisa jangan masukan hubungan cinta didalamnya? Tolong jadilah sedikit profesional."

Luhan tampak tidak terima "Dibagian mana aku tidak profesional?"

Chanyeol terseyum miring memperhatikan tunangan-nya tersebut "Pertanyaan yang barusan. Itu terlihat diluar dari skenario."

Luhan yang memang hanya membacakan apa yang sudah menjadi tugasnya merasa sedikit tak terima. Ia bangkit dan sedikit menaikkan intonasi suaranya.

"HEY."

Chanyeol juga ikut bangkit kala melihat Luhan tampak sedikit tersinggung dengan ucapannya, yang menyebutnya tidak profesional. Ia merapikan jas kerjanya dan kembali berbicara.

"Pagi ini aku sudah ada meeting. Dan di siang hari aku harus bertemu dengan seorang Reporter." Chanyeol menatap Luhan "Aku lapar sekali. Keberatan jika kita merubah lokasi wawancaranya?"

Luhan yang tahu jika Chanyeol tengah merayunya agar tidak marah, hanya bisa tersenyum dan mengikuti keinginan lelaki itu untuk pergi makan siang. Karena ia juga memang belum makan siang. Mereka pun pergi ke restoran tempat langganan mereka biasa makan.

Sebelum mereka makan, Luhan dan Chanyeol kembali membahas topik yang sebelumnya Luhan tanyakan pada lelaki itu. Kali ini Chanyeol menjawabnya dengan niat untuk menggoda Luhan.

"Ketika aku pergi keluar negeri, akan ada banyak wanita cantik di sekitarku. Kau tidak takut kehilanganku?"

Luhan tersenyum "Tidak akan."

"Kamu yakin?"

"Karena hari ini, aku mengetahui satu hal lagi tentangmu. Diluar pekerjaan kau memang Chanyeol, tapi saat bekerja kau memang seorang Park Chanyeol yang bekerja keras untuk tidak kalah dari orang lain."

"Jadi, kamu sama sekali tidak hawatir?" Chanyeol menunggu jawaban Luhan seraya menatapnya.

"Hawatir tentang apa?" Luhan memangku wajahnya menggunakan tangan kirinya. Menatap Chanyeol yang juga menatapnya.

"Aku menikah sampai ber-keluarga diluar negeri."

Luhan terkekeh pelan. Kembali menatap Chanyeol dan membalas godaan yang dilakukan lelaki itu padanya.

"Lupakan saja pikiran itu. Karena, kau yang akan rugi jika kehilangan aku." Ucap Luhan percaya diri.

Chanyeol memalingkan wajahnya seraya tersenyum tipis. Membalas senyuman Luhan dengan seadanya.

Entahlah, Chanyeol merasa- setelah bertunangan dengan Luhan, justru merasa ini semua salah. Ia merasa telah menghianati seseorang yang menunggunya bertahun-tahun. Ia seperti telah berselingkuh dari kekasih yang teramat ia cintai.

Bukan Chanyeol tidak menyukai Luhan. Hanya saja, ia memang tidak benar-benar mencintai Luhan sepenuh hati.

Karena hatinya...memang telah ia berikan untuk orang lain.

Chanyeol kembali merasakan perutnya sakit. Ia merintih pelan seraya menunduk menahan sakit diperutnya. Luhan yang melihatnya tampak hawatir dan meremat tangan kanan Chanyeol yang berada diatas meja.

"Kenapa?"

"Perutku sakit." Chanyeol melepas genggaman tangan Luhan dan mengambil obat yang diberikan Baekhyun kemarin malam.

Meminumnya dengan cepat dan menyender pada sandaran kursi. Membiarkan obat itu meresap dan membuatnya agar lebih baik.

"Mau ku antar kerumah sakit?" Luhan kembali bertanya karena hawatir "Apa kau benar baik-baik saja?"

Chanyeol mengangguk dan melepas kembali genggaman tangan Luhan yang ada dibahunya. Luhan tersenyum senang ketika Chanyeol terlihat sudah lebih baik.

"Beruntung kamu mempunyai sekretaris yang pintar. Membelikanmu obat, dan juga membuat catatan untuk mengingatkanmu meminumnya."

Yang Luhan tidak tahu, itu bukan dari sekretaris Chanyeol.

"Ini bukan dari sekretarisku." Jawab Chanyeol singkat.

Luhan sempat terdiam, namun kembali tersenyum. Chanyeol membalasnya dengan tersenyum tipis. Ia bahkan tidak berniat menjelaskan lebih lanjut dari siapa obat itu. Karena ia tidak ingin Luhan tahu. Biarlah Luhan tidak tahu tentang Baekhyun yang memberikan obat itu.

Luhan yang tidak bisa berada diluar lama-lama harus meninggalkan Chanyeol makan siang sendirian karena ia harus kembali ke kantornya. Kedua matanya sempat melirik kertas berisi catatan itu. Sedikit penasaran tentang siapa yang memberikannya pada Chanyeol.

Sepeninggal Luhan, Chanyeol memgambil ponselnya untuk mengirim pesan pada Baekhyun.

Ditempat lain, Baekhyun dan Lay sudah selesai berjualan. Karena nasi daging bakar yang Baekhyun jual sangat enak, jadi dagangan mereka cepat habis dibanding saat dulu ketika mereka menjual spaghetti.

Baekhyun tersenyum senang karena dagangannya habis.

Ketika ponselnya bergetar, Baekhyun mencari ponselnya untuk mengecek pesan yang masuk kedalam ponselnya.

Terima kasih obatnya. Sekali lagi menyelamatkan ku. Apa kamu ada waktu? Aku akan kembalikan uangmu.

Baekhyun sempat bingung siapa pengirim pesan itu. Ia menyimpan kembali ponselnya tanpa berniat membalas pesannya. Tapi ketika ia teringat pertemuannya kemarin malam bersama Chanyeol, ia kemudian tersenyum manis.

Baekhyun kembali beres-beres dan segera pulang.

Malamnya, Chanyeol terlihat melamun ditaman rumahnya sendiri. Ia tengah mendengarkan lagu yang selalu ia dengarkan kala ia rindu pada teman kecilnya. Tangannya membentuk sebuah bintang yang sewaktu kecil ia sering lakukan bersama teman kecilnya.

Kembali, ingatan wajah anak gadis itu terbayang dalam ingatannya. Chanyeol tersenyum, mengingat kenangan itu. Kenangan kala ia tertawa bersama dengan gadis itu, kenangan kala ia mengusap air mata yang mengalir disudut mata gadis itu saat gadis itu bersedih.

Ah, dia sangat merindukan anak gadis itu. Dan rasa rindunya semakin besar.

Bahkan ia lupa jika sekarang, ia sudah berstatus menjadi tunangan Luhan.

Sebuah mangkuk kecil berisi ramuan yang sepertinya dibuat ibunya, tiba-tiba saja ada dihadapannya. Menyadarkan Chanyeol dari lamunannya.

"Tuan muda, nyonya Park bilang perut anda sakit. Jadi dia bilang anda harus minum ini." Lee ahjussi memberikannya pada Chanyeol. Setelahnya ia berbalik untuk kembali masuk kedalam rumah.

Namun seakan teringat sesuatu, Chanyeol segera memanggil Lee ahjussi untuk menanyakan sesuatu.

"Lee ahjussi tunggu." Ia berdiri, berniat untuk bertanya namun terlihat ragu-ragu. Tapi Chanyeol tetap menanyakan nya, karena ia memang perlu bertanya akan ketidaktahuan nya.

"Jika kau mau memebalas seseorang, sebagai rasa terima kasih. Hadiah apa yang seharusnya kita beri?"

Lee ahjussi tampak berpikir dulu sebelum menjawab pertanyaan tuan mudanya itu.

"Orang ini...bukan rekan bisnis tuan muda, benar?" tebak Lee ahjussi, karena merasa tuan mudanya memang bukan sedang membicarakan seseorang yang berhubungan dengan perusahaan.

"Jika bukan rekan bisnis, aku tidak akan menyerahkannya sendiri." Jawab Chanyeol karena gugup.

Lee ahjussi tersenyum tipis dan kembali bertanya.

"Jika bukan rekan bisnis. Lalu pasti teman?" Lee ahjussi semakin menggoda Chanyeol yang langsung memerah malu.

Pertanyaannya, kenapa ia harus malu?

Lee ahjussi justru semakin terlihat senang melihat Chanyeol yang lain dari biasanya.

"Hei. Aku lah yang seharusnya bertanya, kenapa Lee ahjussi bertanya lebih banyak daripada aku?" Chanyeol mencoba measang kembali wajah dingin jutek dan galaknya.

Lee ahjussi justru semakin tersenyum lebar karena sikap Chanyeol.

"Saya hanya memastikan tuan. Jika rasa terima kasih yang tuan muda maksud sekarang itu rasa terima kasih yang besar atau terima kasih yang kecil?" ucap Lee ahjussi seraya tangannya memperaktekan ketika besar dan kecilnya.

Chanyeol berpaling menghadap lain. Memunggungi Lee ahjusii, karena tidak ingin terlihat memalukan dihadapan pria tua yang sudah menemaninya sejak kecil itu.

"Sepertinya rasa terima kasih yang kecil." Chanyeol mengusap tengkuknya untuk menghilangkan suasana canggung dan gugupnya.

"Untuk pria atau wanita?" Lee ahjussi bertanya seraya mengintip wajah Chanyeol.

"Wanita." Jawab Chanyeol dengan wajah memerah.

Lee ahjussi yang mengerti akhirnya mengangguk dan berkata akan segera mempersiapkan hadiahnya besok untuk kemudian Chanyeol berikan pada wanita yang Chanyeol maksudkan. Lee ahjussi masih belum beranjak dari sana, dan ketika Chanyeol berbalik dengan wajahnya yang masih memerah- ia harus kembali malu melihat Lee ahjussi yang tersenyum senang.

Ah, kenapa Chanyeol jadi malu hanya untuk meminta saran hadiah yang akan ia berikan untuk Baekhyun.

Yups. Hadiah yang ia minta sediakan besok adalah hadiah untuk Baekhyun sebagai ucapan terima kasih karena telah menolongnya.

Pagi harinya, Chanyeol tengah berjalan seraya menenteng se-bucket bunga mawar merah dalam genggamannya. Ia yang tidak biasa memberikan bunga pada seorang wanita, tampak merasa dirinya aneh.

Dia sudah janjian dengan Baekhyun untuk bertemu disebuah cafe. Chanyeol memilih berjalan menuju arah cafe, memarkir mobilnya tidak jauh dari sana.

Ia berdiri di zebra cross, tepat dimana disebrang cafe tempat ia akan bertemu dengan Baekhyun.

Layaknya adegan dalam sebuah film. Chanyeol tidak sadar jika Baekhyun berdiri juga disana, menunggu lampu lalu lintas itu berubah warna untuk para pejalan kaki. Mereka hanya terhalang dua orang yang berdiri disamping mereka. Dan, ketika lampu untuk para pejalan kaki berubah warna- seorang pejalan menyenggol salah satu bahu Chanyeol- sampai akhirnya Baekhyun dapat melihat Chanyeol yang juga ada disana.

Chanyeol menoleh ke samping kirinya, dan saat itu juga ia baru sadar jika Baekhyun berada disana.

Mereka sempat terdiam sebentar untuk saling tatap. Chanyeol kagum dengan Baekhyun, apapun pakaian yang dikenakan gadis itu- tidak perduli pakaian itu sederhana ataupun bagus. Baekhyun selalu tampil mempesona.

Chanyeol mendekat, menarik tangan kiri Baekhyun dan menyerahkan bucket bunga mawar merah yang sedari tadi dipegangnya.

"Untukmu." Singkat, namun berhasil membuat Baekhyun kebingungan.

Baekhyun tidak percaya jika bunga yang dipegang Chanyeol itu adalah untuknya. Ia mendongkak untuk melihat Chanyeol yang masih menatapnya. Tak lama, karena Chanyeol sudah lebih dulu mengalihkan pandangannya. Ia takut terjerat kedalam pesona Baekhyun lebih dalam lagi- jika terus menatap Baekhyun.

Lelaki itu berjalan lebih dulu untuk menyebrang. Langkahnya terhenti kala jemari mungil Baekhyun lebih dulu menarik tangan kirinya.

Chanyeol berbalik, melempar tatapan tidak mengerti pada apa yang dilakukan Baekhyun padanya.

Baekhyun memberi jawaban lewat kedua matanya yang mengisyaratkan- jika Chanyeol seharusnya tidak menyebrang karena lampu untuk pejalan kaki sudah berubah kembali. Lelaki itu tersenyum tipis merutuki kebodohannya.

Ia hampir saja membuat dirinya celaka karena tidak memperhatikan rambu lalu lintas.

Langkahnya ia bawa mundur untuk berdiri disamping gadis itu. Menunggu bersama Baekhyun.

Menunggu lampu itu kembali berubah dan mereka bisa menyebrang.

Baekhyun yang masih terkejut akan bunga yang baru saja diterimanya, tidak henti-hentinya menatap bunga itu. Senyumnya berkembang sangat manis kala ia menghirup wangi semerbak dari bunga yang dipegangnya.

Diam-diam, ada yang terpaku akan senyuman Baekhyun.

Chanyeol terus menajamkan atensinya pada Baekhyun yang tersenyum manis, semakin manis kala kedua sipit itu bersibobrok dengan iris kelamnya.

Ia merasa seakan dunia berhenti detik itu juga. Seakan kendaraan yang berlalu lalang dijalanan menghilang begitu saja.

Seakan tidak ada orang lain di dunia ini selain hanya ada dia, dan Baekhyun.

.

.

.

.

.

'Aku tidak ingin sendiri. Aku ingin bersamamu.'

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC