Chapter 1 Tragedi
[Pemberitahuan]
Fanfic ini sudah pernah aku publis tapi aku telantarkan. Jadi ada yg aku perbaiki dan ada sedikit cerita yang ku ubah. Maaf kalau ceritanya jelek, disini author menyadari masih ada kekurangan dalam cerita ini.
Warning:
OOC, bahasanya jelek, cerita kurang baik, amburadul, kalau tidak suka jangan dibaca, kalau suka tolong reviewnya.
"Percakapan"
'Bicara dalam hati/berfikir'
[Tempat]
.
Love is a Choice
Story
Huft...
Bulan bersinar menerangi kegelapan malam ini, tidak lupa juga bintang berwarna-warni menghiasi kesunyian malam. Dalam hembusan nafas yang ketiga kalinya, diri ini menyadari bahwa di atap ini tidak sendirian. Dari arah kiri diriku merasakan kehadiran sesuatu.
"Rasanya ada yang aneh" angin dingin pun menerpa lereku menmbuat bulu leherku berdiri kedinginan.
"Huuft.. dingin. jadi merinding nih"
Mataku melirik ke kiri, pandanganku tertuju pada perempuan rambutnya panjang berdiri di pojok pagar pembatas gedung. Kalau tak salah kira-kira tingginya sepundak. Perempuan itu memakai pakaian pasien ruma sakit. Mata biruku melotot.
"Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi, dimana ya?" Pikiranku beranggapan bahwa itu adalah sosok penampakan hantu wanita.
"Hm..dimana ya?"Beberapa waktu lalu aku pernah menonton di bioskop film horor. Mengenai dimana kejadian itu mirip dengan yang aku alami sekarang ini.
'Apa dia hantu ya?' mencoba berfikir apa yang aku lihat.
'Ah... tidak-tidak, tapi ciri-cirinya sama seperti hantu yang ada di film horor yang aku tonton. Rambutnya panjang, baju pasien, berdiri dipojok, dan terakhir suara tangisan'
'Tapi tidak ada suara tangisan' aku mulai bingung dengan pikiranku sendiri.
"Ah... bodo amat" aku tidak ingin memperdulikannya dan melanjutkan aktifitasku yang tertunda tadi.
Suara tangisan terdengar samar-samar di telingaku. Jarak yang begitu jauh membuat suara itu begitu pelan terdengar di gendang telingaku.
DEG
"Waadduuhh.. tuhkan benar, ciri-cirinya sama. Jadi menakutkan disini lama-lama"
Aku segera menepis pikiranku yang tidak-tidak mengenai penampakan itu. "mungkin cuma diriku kelelahan, jadi berhalusinasi"
Coba aku pejamkan mata sebentar, semoga setelah itu akan kembali normal" setelah beberapa detik aku memejamkan mata. Kemudian mataku buka.
"He.. i-ini be-nar-benar penampakan"
'Ah.. tak mungkin. Memang kalau dia penampakan aku takut gitu?' sombong jadinya.
'Coba kita lihat terlebih dahulu kearah kakinya...?? Kakinya nampak di tanah. Kalau gitu... dia bukan hantu'
"Syukurlah aku selamat" bahagia banget (bahagia itu sederhana ketika tidak jadi melihat hantu)
'Mungkin perempuan itu lagi galau gara-gara putus cinta, terus mau bunuh diri terjun dari atap, atau jangan-jangan sedang mencari udara segar seperti diriku' batinku.
"Hm... aku tak tahu"
Suara tangisannya semakin kencang, perhatikan tertucu kembali kepada perempuan tadi. Aku terkejut perempuan itu mulai memanjat pagar pembatas.
'Wah.. jangan nekat mbak, ramen masih enak loh' pikirku.
Perempuan itu terlihat kesulitan memanjat pagar di depannya.
"Hm.. mau bunuh diri kok menyusahkan diri sendiri"
Aku perhatikan tingkah laku perempuan itu, lama kelamaan tingkahnya terlihat lucu. Dia berusaha memanjat pagar pembatas tetapi selalu gagal. Dan pada akhirnya dengan susah payah perempuan itu bisa naik keatas pagar.
'HORE.. berhasil juga mbaknya aku kasih dua jempol deh buat usahanya'
'Setelah itu mau ngapain, lompat??' tanyaku pada diriku sendiri.
'Mana berani dia lompat' batinku.
Rasa penasaran menghantui diriku. "Sebenarnya perempuan itu kenapa? Lima menit sudah aku memperhatikan tingkah permpuan itu, mulai dia menutup mata hingga sekarang mau lompat.
"Tunggu dulu-"
"-mau lompat?? Berarti-"
" Huaaa... dia mau bunuh diri" dengan reflek yang aku miliki, segera berlari ke arah perempuan itu.
W
U
S
S
AWAS
.
.
.
Beberapa hari yang lalu...
[Ruang Tamu]
"Halo...?"
APA...
"Itu tidak mungkin.. pasti anda bohongkan?" Kata perempuan yang mengangkat telfon.
"Maaf nona, saya hanya menyampaikan yang sebenar-benarnya" kata seorang di telfon.
Perempuann tersebut terlihat kaget setelah mengetahui kabar dari seorang yang tak dia kenal. Orang tersebut memberi kabar tentang keadaan orang tuannya mengalami kecelakaan mobil di sebuah jalan menuju kantornya pada pagi ini.
Otaknya berhenti sejenak untuk mencerna dan memahami apa yang dia dengar dari seseorang yang ada di telfon. Air mata pun menetes keluar dengan sendiri.
"Hiks... hiikss.. tidak mungkin, ini tidak mungkin terjadi. Ayah, ibu kenapa? Hiks... kenapa kalian meninggalkanku disini sendirian?"
"Hiks... kenapa semua ini terjadi kepada diriku? Setelah perasaan ini tersakiti, tapi sekarang apa lagi-"
"Hiks..-yang ingin engkau ambil lagi dariku ya tuhan"
"Aku mohon kepadamu, hanya satu saja permintaanku dari mu. Tolong... tolong jangan engkau renggut kedua orang tuaku dariku. Tolong kabulkan permintaanku ini"
Setelah perempuan tersebut menerima kabar tentang kecelakaan mobil orang tuanya. Muncul berita di TV mengenai kecelakaan maut yang menimpa pemilik perusahaan Hyuga. Dalam berita itu menyampaikan bahwa pemilik perusahaan Hyuga dan istrinya mengalami kecelakaan di sebuah jalan menuju kantornya.
Kedua orang tersebut di temukan meninggal di tempat, dari keterangan saksi mata setempat. Bahwa dari arah depan terdapat sebuah truk yang melaju kencang, setelah itu dari arah kiri terlihat mobil berwarna hitam sedang berbelok setelah tadi lampu hijau. Kemudian teruk yang tadinya melaju kencang, tiba-tiba menerobos lampu merah di depannya dan menghantam mobil hitam yang ada di depannya.
Tidak diketahui pemilik truk besar itu milik siapa, truk besar tersebut melaju kencang dengan sendirinya tanpa ada satu orang pun di dalamnya. Sehingga polisi masih mencari penyebab kecelakaan ini bisa terjadi.
"Hiks.. hik.. kenapa? Kenapa permintaanku tak engkau kabulkan?" batinya.
"Semuanya sudah engkau ambil dariku, hiks.. mungkinkah kini giliran diriku-"
"-yang engkau ambil?
"hiks..."
"Hah... Aku sudah muak dengan kehidupanku selama ini. Hiks... tunggu apa lagi tuhan? ambil nyawa ini, aku tak membutuhkannya lagi.."
"Atau engkau sengaja merencanakan semua ini? Hah... aku tak habis pikir dengan semua ini. aku kira engkau baik dan penyayang terhadap semua orang? Tetapi apa? dengan semua yang engkau berikan terhadapku-"
"hiks -itu sudah jelas bahwa engkau tak sayang terhadap diriku"
Dia pun tak berhenti menangis, setiap hari, setiap menit, setiap detik dia menangi dan menagis. Dia tak menghiraukan perkataan Kurinai dan para pelayan keluarga Hyuga datang menengok keadaannya.
Kurina adalah seorang kepercayaan keluarga Hyuga dan di tugaskan oleh ayah Hinata untuk menjaganya. Sampai dimana kekebalan tubuhnya terserang penyakit.
TOK TOK TOK
"Nona... waktunya makan" seorang wanita paru baya bernama Kurinai mengetuk pintu kamar Hinata.
"Nona makanannya sudah siap" ia kuatir dengan keadaan nona mudanya, kemudian ia menunggu sebentar dan mengulangi perkataannya kembali. Tak ada satu pun dari perkataannya yang dijawab olehnya. Hingga ia mendobrak pintu kamar nonanya.
DUAK
"Nona.. makanannya sudah si- ya ampun...nona?"
Perempuan yang di panggil nona oleh Kurinai adalah Hyuga Hinata, anak tunggal keluarga Hyuga dan satu-satunya pewaris perusahaan.
Kurina melihat nonanya tergeletak di bawah tempat tidur, tubuhnya terlihat kurus kering kurang gizi. Akhir-akhir ini dia tak memperhatikan pola makannya yang tak teratur. Sekitar area mata masih terlihat bekas air mata yang mengalir keluar. Dengan cemas Kurinai segera membaw ke rumah sakit konoha.
.
.
.
[Rumah sakit]
"Bagaimana keadaan Hinata- sama dok? tanya Kurinai.
"Ini sungguh gawat... " jawab dokter.
"Gawat kenapa dok?
"Begini Hinata-sama mengalami depresi yang amat berat. Kalau hal ini tidak segera di hentikan takutnya akan-" dokter menghentikan sejenak ucapannya.
"Akan apa dok?" Kurinai cemas.
" -menggangu psikologinya" kata dokter.
"Begitu ya... saya mohon dok tolong selamatkan Hinata- sama"
"Tenang saja, saya mempunyai kenalan ahli pesikolog biar nanti bisa membantu Hinata- sama pulih kembali. Dan untuk kondisinya sekarang? Dia harus dirawat disini sementara" kata dokter.
"Iya dok"
...
Kini Hinata berbaring lemah di atas kasur rumah sakit. Keadaannya sungguh memperhatinkan seperti orang yang lagi di diagnosis kangker setadium akir oleh dokter. Kurinai dengan setia menemani nona mudanya yang terkena musibah.
Seminggu setelah kedatanggan Hinata di rumah sakit, keadaannya kini perlahan membaik. Dia sudah berhenti menangis, tetapi sekarang sikapnya berubah tidak seperti dulu lagi. Dia menjadi orang yang dingin dan pendiam. Kurinai sebagai orang yang memperhatikan keadaan Hinata turut menyesali atas perubahan sikabnya.
"Hinata- sama.. waktunya minum obat" kata Kurinai sambil memberikan obat dan air putih.
"Hm"
Kurinai sedikit cemas dengan perubahan sikap yang di perlihatkan oleh nona mudanya tersebut.
Kata dokter "Hinata- sama wajar saja kalau dia terlihat berubah sikap. Kemungkinan besar dia sangat sulit melupakan kejadian yang mengakibatkan dia depresi. Tergantung jangka waktu yang menentukannya, saya tidak tahu jangka waktunya sampai berapa lama. Yang pasti dia akan sembuh seperti semula"
"Hinata- sama.. saya tinggal dulu, soalnya ada urusan yang belum terselesaikan" kata Kurinai. Cuma anggukan kepala yang diberikan oleh nona mudanya itu. Kurinai segera pergi dari kamar nonanya tersebut. Di luar kamar nonanya, terdapat dua orang penjaga suruhan Kurinai.
"Hai... kalian berdua, jangan sampai ada yang masuk ke kamar Hinata- sama kecuali dokter dan perawat." Orang yang di penggi oleh Kurinai adalah penjaga yang menjaga kamar Hinata.
"Apa kalian paham?" kata kurina. Dua orang yang bertubuh kekar itu mengangguk paham.
"Baik bos"
.
.
.
Di suatu tempat di pinggir sungai terlihat dua orang sedang berbicara. Di sekitar sungai tersebut banyak ditumbuhi pohon-pohon yang lebat. Mengakibatkan suasana di sana sangatlah sunyi. Hanya terdengar kicauan burung dan suara air sungai yang mengalir.
" Semuanya sudah beres bos..." kata lelaki muda itu.
"Apa kau sudah yakin bahwa dia sudah mati?" tanya orang yang di panggil bos itu.
"Saya sangat yakin bos.. anak buah saya yang menyaksikannya langsung"
"Kerja bagus.. ini upah mu dan cepat pergi sebelum kita ketahuan" sambil memberi amplop yang berisikan uang.
"Aku menanti tugas selanjutnya bos"
"Nanti akan aku hubungi lagi, cepat pergi"suruh orang yang di panggi bos itu.
"Baik bos.. terimakasih" kata pemuda itu dan segera pergi dari tempat tersebut.
.
.
.
"Halo bos"
"Ada apa?" tanya Kurinai.
"Hinata- sama tidak ada di kamarnya bos" kata salah satu penjaga kamar Hinata.
"Dasar bodoh... kerja yang bener dong, sia-sia aku gaji kalian selama ini kalau cuma jaga nona tidak becus" Kurinai mencoba bersabar menanggapi anak buahnya yang bodoh ini.
"Maaf bos tadi kami berdua makan sebentar. Pas kami kembali eh.. Hinata-sama tidak ada di kamarnya"
"Argh.. Kan bisa gantian jaganya"
"Makan berdua lebih seru bos"
"Aku tak mau mendengar alasan kalian. Cepat cari Hinata- sama hingga ketemu" bentak Kurinai.
"Sekarang bos?"
"Besok"
"Siap bos"
"Ya sekarang, dasar bodoh."
"Lho.. katanya besok bos? Yang benar yang mana sih bos?"
Kesabaranya pun tak bisa dibendung lagi "Apa kalian ingin aku pecat" kurina mengutuk dirinya sendiri karna mengkerjakan dua anak buahnya yang bodoh.
"Jangan bos.. baik kami akan mencarinya sekarang" menutup telfonnya dan segera mencari nona Hinata.
Kedua penjaga itu segera mencari ke semua tempat di rumah sakit konoha ini. Tetapi hasilnya nihil. Ada satu tempat yang belum di ketahui oleh penjaga tersebut, yaitu atap rumah sakit.
.
.
.
CKLEK
Suara pintu terbuka, seorang perempuan muncul dari balik pintu tersebut. Peempuan itu ialah Hinata yang kabur dari kamarnya. Tangga demi tangga dia lalui hingga sampai ke atap rumah sakit. Hinata berusaha berjalan namun, kakinya sudah letih tidak kuat untuk berjalan kembali. Lalu dia duduk dan bersandar di sebelah pintu untuk mengistirahatkan tubuhnya. Bau darah bekas infus yang tadi di cabut olehnya, kini menimbulkan rasa nyeri di tangannya.
Udara malam yang dingin masuk kedalam tubuhnya. Sehingga tubuhnya yang mungil menggigil kedinginan. Kedua tangannya memeluk tubuhnya dengan erat. Detik kemudian satu kata muncul dari bibir manisnya.
"Huft... dingin.."
Sudah satu jam berlalu perempuan itu beristirahat. Walaupun tubuhnya kedingginan, tetapi dia memaksakannya untuk berdiri. Pemandangan di atap rumah sakit sangat indah, banyak lampu warna-warni yang menghiasi kota Konoha. Perempuan itu pun tersenyum setelah melihat pemandangan di depannya. Air matanya kembali menetes keluar, dia merasakan kerinduan yang sangat dalam.
'Hinata rindu... ibu dan ayah. Apa... sebaiknya Hinata menyusul ibu dan ayah?' batinnya.
Rindu yang di rasa sangat kuat terhadap kedua orang tuanya. Kini perempuan itu mulai berfikir untuk menyusul kedua orang tuanya. Dia sudah tak memiliki keluarga lagi, semuanya sudah berakhir. Dia pun naik keatas pagar pembatas gedung, dengan tubuh yang lemah dia berusaha sekuat tenaga untuk naik keatas.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya gadis itu berhasil naik keatas. Detik kemudian perempuan itu merentangkan kedua tangannya dan matanya mulai menutup. Sebelum melompat perempuan itu mengucapkan kata-kata terakhir.
"Terimakasih atas apa yang engkau berikan semua ini"
AWAS
[Atap rumah sakit]
Malam yang mulanya menenangkan, dengan adanya kejadian seorang perempuan yang mencoba bunuh diri. Kemungkinan malam hari ini akan turun hujan. Karna malam yang tenang akan menjadi malam yang penuhrasa sakit. Aku tak tahu alasan perempuan itu melakukan hal paling bodoh yang pernah ada. Untung saja aku (Namikaze Naruto) berhasil menyelamatkannya sebelum perempuan itu melompat.
"Dasar bodoh.. apa yang kau lakukan hah-?" hampir saja aku telat. Kalau tadi aku telat sedetik saja, pasti kau sudah menjadi bubur ayam.
" -kau sudah gila ya? " aku marah dan membentaknya dengan ucapan kasar.
Tak ada balasan yang di berikan oleh perempuan itu. Tatapan matanya terlihat kosong, kulitnya pucat, dan air matanya masih setia menghiasi wajahnya. Aku mencoba untuk bersabar guna menenangkan hatinya.
"Huft"
Aku menghela nafas sejenak. Tidak mungkin gadis itu menjawab pertannyaanku kalau suasana hatinya sedang tidak baik. Beberapa menit kemudian nampaknya suasananya sudah tenang dan aku mencoba untuk bertanya kembali.
"Kenapa kau melakukan hal bodoh seperti itu?" tanyaku dengan lembut. Tak ada jawaban yang ku dapat dari pertannyaanku. Aku berniat untuk meninggalkannya tapi, aku urungkan niatku untuk pergi. Takutnya kalau aku tinggalkan dia sendirian disini, kemungkinan dia akan mengulangi perbuatan bodoh itu lagi.
"Hey... jawab pertanyaanku" lagi-lagi perkataanku di hiraukannya. Perempuan itu masih kokoh dengan pendiriannya tetap tidak mau menjawab pertannyaanku.
'Tunggu sebentar-' aku mulai berpikir sejenak.
' -jangan-jangan dia bisu? Sia-sia kalau gitu aku ngomong dari tadi' pikirku. Sejenak aku memandang wajahnya.
'Aduh... aku harus ngapain ya?' pikirku.
Mataku melirik ke arahnya, tubuh kecil perempuan itu menggigil kedinginan. Aku melepas jaket yang aku pakai dan kemudian menyelimuti tubuh kecil yang kedinginan itu. Dia pun menatapku sejenak, sedetik kemudian kembali menatap ke depan seperti semula.
'Ahh.. kenapa dengan gadis ini?' batinku.
...
"Sudah ketemu?" tanya Kurinai.
"Maaf bos- " ucapnya bersamaan.
"Satu aja yang bicara"
"Kami su-"
"Aku bilang satu aja yang bicara" bentak Kurinai.
"Kami sudah mencari seluruh tempat di rumah sakit ini tapi nona tidak ada bos" kata salah satu anak buah Kurinai.
"Dasar bodoh... badan saja kalian besarkan tapi otak kalian kecil. Aku tak mau tahu ya.. pokoknya nona Hinata harus ketemu.. TITIK " bentak Kurinai.
"Baik bos laksanakan" kedua anak buah Kurinai segera pergi mencari keberadaan nona Hinata kembali.
Kurina pun semakin cemas dengan keadaan nonanya itu. dia memiliki anak buah tetapi keduanya tidak ada yang berguna. Matanya melirik kekiri, kemudian terlihat dari ujung lorong rumah sakit seorang laki-laki yaitu diriku sedang mengendong perempuan yang tadi aku selamatkan di atap. Perempuan paruh baya itu pun segera menghampiri diriku.
"Nona Hinata..." panggil Kurinai.
"Eh.. maaf anda siapa ya?" tanyaku.
"Perkenalkan saya Kurina, saya sedang mencari nona Hinata"
"Oh.. jadi namanya Hinata. Tadi aku temukan dia sedang tidur di atap rumah sakit dan saya tadi bertanya kepada suster tentang kamar pasien ini. Dan kemudian segera membawanya kemari" Aku tidak mungkin mengatakan kejadian tadi kepadanya. Jadi lebih baik aku merubah kata-kataku.
"Ah.. iya terima kasih tuan" kata Kurinai.
"Hah.. sebaiknya aku antar Nona mu ini kekamarnya, karna dia kedinginan tadi di atap" kataku.
"Baik silahkan tuan ikuti saya" kata Kurinai sembari meminta diriku untuk mengikutinya.
.
.
.
Keesokan harinya aku biasa menjalankan aktivitasku sebagai siswa di Konoha High School. Sekolah dimana tempat menuntut ilmu pengetahuan. Bagi orang yang menyukai sekolah itu pasti menyenangkan. Tapi bagiku itu sangat membosankan. Aku sudah seminggu tak masuk sekolah karna aku berfikir bahwa orang miskin seperti diriku ini tak pantas bersekolah dengan sekumpulan orang kaya. Lebih baik aku berkerja paruh waktu di kafe milik paman Kakashi.
Aku terpaksa datang kesekolah karna paman Kakashi mengancam kalau aku tidak meneruskan sekolah lagi, maka paman Kakashi akan memecatku. Aku tak bisa membantah perintah bosku sendiri, kalau perintahnya aku tolak maka satu-satunya pekerjaanku akan hilang.
Aku beridiri disini di depan pintu kelas 2-2 yaitu kelasku. Selama ini aku mengakui bahwa diriku ini sudah muak melihat wajah teman-temanku. Tadi yang aku katakan tentang teman itu semua salah, yang paling tepatnya adalah musuh. Yang membuat diriku tak nyaman datang kesekolah yaitu karna keberadaanku di sekolah di anggap bakteri di kelas.
"Wah... bakteri kecil kita sudah kembali ke sekolah ternyata" kata seorang murit laki-laki yang bernama Kiba.
Seluruh kelas pun tertawa memandang diriku jijik. Aku menghiraukan perkataan laki-laki itu dan melanjutkan langkah kakiku menuju bangku paling pojok dekat jendela. Setelah berada di bangku, mataku melihat banyak coret-coretan tinta spidol di atas mejaku. Semua kata-kata menjijikan yang pernah ku dengar selama ini tertulis utuh di mejaku.
"Berani juga dia kembali..." kata siswi di sampingnya bernama Ino.
Aku sudah terbiasa di perlakukan seperti ini di kelas, sampai-sampai aku bosan dengan semua ini. Pertama kali aku di buliy ketika kelas satu, yaitu murit yang bernama Inuzuka Kiba yang tiba-tiba mengetahui identitas asliku.
Saat itu aku sedang bekerja di kafe milik paman Kakashi, ketika itu Kiba dan kedua temannya datang ke kafe. Dia tersenyum melihat diriku yang sedang berkerja, aku tahu bahwa senyum itu menghina diriku. Dan dari situlah awal mulanya diriku di buliy.
Pelajaran pertama segera dimulai, seorang perempuan paru baya masuk. Suasana kelas yang tadinya ramai kini menjadi sunyi. Satu persatu murit mengeluarkan bukunya masing-masing. Berbeda dengan diriku, seperti biasa aku tidur nyenyak di bangku tempat duduk.
Bel istirahat berbunyi, ini yang paling aku tunggu-tunggu ketika pelajaran. Setelah bel pelajaran berakhir aku segera pergi ke atap sekolah seperti biasanya. Tempat itu adalah tempat dimana diriku menghabiskan waktu istirahat. Di atap sekolah diriku merasa tenang dan damai tanpa ada yang mengganggu.
"Mungkin sampai aku lulus sekolah, kegiatanku akan aku habiskan disini..." gumamku pelan.
...
Satu pekan sudah berlalu begitu saja, aku merasa waktu berjalan begitu cepat. Hari-hariku yang membosankan telah berlalu, kini diriku menjalankan aktivitas seperti biasa. Dimana aku habiskan hari-hariku setelah pulang sekolah di kafe milik paman kakashi.
Kafe ini adalah salah satu tempat favoritku. Tak lepas dari diriku bekerja paruh waktu dan sekedar ingin menghabiskan waktu luangku. Meski kafe ini tidak terlalu besar tapi, memiliki pelanggan yang setia.
"Banyak pelanggan hari ini" ucap paman Kakashi dengan semangat.
"Iya pama" jawabku singkat. Mengambil beberapa minuman untuk diantarkan ke meja no 10.
"Yoss.. ayo semangat Naruto"
"Siap pama." Meskipun banyak pelanggan hari ini, rasa lelah tak menghambatku.
Di kafe ini karyawanya sangat sedikit. Cuma ada 2 karyawan tua, aku, Shikamaru, dan paman Kakashi sendiri. Kenapa bisa begitu karna paman tidak mau menghambur-hamburkan uang begitu saja untuk menggaji karyawan yang banyak. Padahal sesuai kenyataannya kami kerepotan dengan tidak adanya karyawan yang banyak. Ngomong saja pelit.
Shikamaru adalah teman satu-satunya yang berkerja paruh waktu di kafe ini. Dia tidak satu sekolah denganku melainkan berbeda sekolah. Meskipun begitu dia orangnya sangat peka dan menyebalkan. Padahal Shikamaru anak orang yang berkecukupan, tapi anehnya dia tidak mau memakai uang pemberian orang tuanya itu.
Alasanya karena lebih suka mencari uang dengan jerit payahnya sendiri. Pada umumnya anak orang kaya tidak akan mau berkerja melainkan akan menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak penting. Aku bersyukur bertemu orang seperti dirinya. Meskipun menyebalkan tetapi dia teman yang baik bagiku.
"Naruto dimana Shikamaru?" tanya paman Kakashi.
"Um.. mungkin lagi tidur di toilet" ucapku ngawur.
"Cepat cari dia Naruto pelanggan kita masih banyak yang belum menerima pesanan" ucap Kakashi panjang lebar.
"Baik paman" segera aku mencari Shikamaru. Dari awal aku sudah tau bahwa kebiasaan Sikamaru adalah tidur. Jadi aku tahu dia ada dimana sekarang.
Toilet satu kata yang tertulis di depan pintu coklat itu. Aku mulai masuk ke toilet pria itu dan membuka satu persatu pintu toilet. Ada satu pintu toilet yang terkunci yaitu paling pojok. Tempat yang tidak asing bagiku.
TUK TUK
"Oi.. Sikamaru, kau dipanggil oleh paman Kakashi" ucapku sambil masih setia mengetuk pintu.
Tak ada satu jawaban yang aku dapatkan. Terpaksa aku mencari air untuk menyiram keatas toilet itu.
BYURR
"Oi-oi siapa yang menyiram air ini? tanyanya. Dia kaget ketika ada sesuatu yang basahmengenai dirinya.
"Enak tidurnya?" tanyaku sambil menahan tawa.
"Sialan kau ya Naruto" ucapnya. Shikamaru segera membuka pintu toiletnya.
"Habisnya kau sulit sekali di bangunkan. Kalau tidur kau seperti beruang yang berhibernasi, sehingga bangunnya setelah musim dingin telah berakhir"
"Oah.. ada apa?" sambil menguap dia bertanya padaku.
"Kau itu kerja atau tidur sih"
"Kau sudah tahu sendirikan dengan kebiasaanku"
"Aish.. Itu di panggil paman Kakashi, pelanggan masih banyak Sikamaru"
"Iya ya"jawabnya singkat.
Waktu berlalu begitu cepat, kafe yang tadinya banyak pelanggan kini satu persatu sudah mulai sepi. Hari ini hari yang sangat sibuk di kafe miik paman Kakashi. Ini pertama kalinya pelanggan kafe mencapai jumlah yang di targetkan.
"Ini sudah kelewat jam pulang Naruto, kau tak pulang? tanya Kakashi.
"Hm... aku masih ingin disini" kataku sambil membersihkan meja di depanku.
"Shikamaru mana?"
"Sudah dari tadi pulang"jawabku.
"Ya sudah kalau begitu, aku pulang dulu. Jangan lupa nanti kafenya tutup"
"Iya paman"
Oh.. satu lagi besok kamu harus sekolah. Segera selesaikan urusanmu dan pulanglah kau terlihat lelah"
"Baik paman"
Setelah paman Kakashi pulang, aku segera menyelesaikan aktivitas bersih-bersihku. Tanpa memakan waktu yang lama, aku segera menutup kafe ini. Jam yang melekat di tangan sebelah kiriku menunjukkan pukul 10:30 malam dan aku memutuskan untuk pulang.
.
.
.
[Sekolah]
Esok harinya seperti biasa ku habiskan waktu istirahat yang berhargaku di atap sekolah. Aku merasa hari ini sangat membosankan. Tak ada yang menarik hari ini, hanya ada kata-kata kasar terucap dari siswa ataupun siswi yang melihatku. Terakhir kali aku dengar ucapan mereka seminggu yang lalu.
"Hm... begitu tenang disini" gumamku pelan sambil ku tutup mataku.
Aku merasa ada kehadiran orang yang datang menghampiriku. Mendengar suara langkah sepatu yang mengarah ke arahku. Mata ku masih terjam tak mau membuka untuk melihat orang tersebut. Detik berikutnya yang tadinya mataku tertutup kini aku buka. Kemudian aku menoleh ke kanan. Aku terkejut setelah melihat seorang perempuan duduk di sebelahku.
"Ada apa?" tanyaku. Tak ada jawaban yang aku dapat dari pertanyaanku. Aku kembali melanjutkan aktivitas tidurku yang tertunda.
Beberapa menit pun berlalu sampai terdengar bel masuk tanda pelajaran akan dimulai. Perlahan mataku buka, bola mataku melirik ke arah kanan. Perempuan yang tadi duduk di sampingku kini sudah tak ada.
'Dasar perempuan aneh' pikirku dan segera kembali ke kelas.
...
Dua jam sudah berlalu pelajaran matematika, banyak yang mengeluh tentang pelajaran itu. Berbeda dengan diriku yang dari awal pelajaran sampai selesai diriku tidur di kelas. Sensei sudah biasa dengan tingkahku di kelas. Karna semua pelajaran di kelas, nilaiku yang paling tinggi di antara semuanya. Jadi aku dapat perlakuan khusus oleh Sensei di kelas selama pelajaran. Hal ini yang membuat diriku tidur di kelas.
Bel pulang terdengar jelas di telingaku. Aku terdiam sesaat sambil melihat musuh-musuhku berhamburan keluar dari kelas ini. Sudah 30 menit aku berdiam diri di kelas ini, tanpa berfikir panjang aku keluar dari kelas 2-2 itu. Tak ada seorang pun yang terlihat di lorong sekolah. Dan kini sampai di depan pintu gerbang sekolah.
Suasana di depan gerbang sekolah sudah sepi, hanya ada satu atau dua siswi sedang menunggu jemputannya. Dari depan terlihat seorang perempuan yang tak asing bagi ku sedang berdiri di samping pintu gerbang itu.
'Hm.. sedang apa dia disitu? Mungkin sedang menunggu jemputan atau sedang menunggu sesuatu' pikirku. Langkah kaki ku terhenti ketika perempuan itu menghadang jalanku. 'aku bingung dengan tingkah laku perempuan yang tak tahu namanya ini. Tapi aku pernah melihat wajahnya. Tapi dimana' batinku.
"Apa... ?" tanyaku. Mataku menyipit ketika perempuan yang ada di depanku sedang memperhatikan diriku dengan intens.
"Ada apa..?" tanyaku kembali padanya. Aku tak suka diriku di tatap seperti itu terhadap perempuan yang tak aku kenal. Tak ada jawaban yang aku dapat dari kedua pertannyaanku tadi. Aku tak memperdulikan perempuan itu, segera ku lanjutkan langkah kaki ku yang tertunda. Langkah selanjutnya setelah diriku melewati perempuan tersebut. Terdengar ucapkan yang muncul dari bibir perempuan itu dan seketika langkah kaki ku terhenti.
"Namikaze Naruto-" kata perempuan itu.
"Apa ?" ku balikan tubuhku dan pura-pura tak mendengar ucapanya tadi. Tak ada jawaban yang di berikannya. Hyuga Hinata setelah ku baca tag nama yang terdapat di baju seragamnya. 'Tunggu dulu.. Hyuga Hinata, Hinata apa mungkin perempuan ini yang aku tolong di atap rumah sakit itu' batinku.
"Hei.. Hyuga. Kau tadi bicara apa? Aku tadi tak dengar?" kataku dengan lantang. Perempuan yang tadi ku panggil Hyuga Hinata itu terkejut ketika mendengar perkataanku. 'Aku heran... dengan tingkah diam seribu bahasanya itu' pikirku.
"Atap sekolah" katanya.
"Hah.." apa dia bilang atap sekolah, ngapain ke atap sekolah. Aku tak punya waktu untuk meladeni perempuan ini. Segera aku balikan badan dan ku langkahkan kaki untuk segera pergi. Sebelum diriku melangkah lebih jauh, seragam yang aku gunakan ditari dari belakang.
"Aku tidak mau" jawabku sambil melepaskan seragamku dari tarikannya.
"Atap atau mati" katanya sembari tersenyum. Dia pun segera pergi menuju atap sekolah.
"Hei... dasar wanita gila. Seenak jidatnya nyuruh-nyuruh orang. Aku kan harus pergi ke kafe paman Kakashi' pikirku. Aku pun segera segera menuruti perkataan perempuan itu.
...
[Atap sekolah]
"Ada apa kau memanggilku ke sini?" tanyaku. 'Awas saja kalau dia diam, akan aku tinggal' batinku.
"Kau akan jadi pelayanku mulai saat ini" katanya padaku. Sudut bibirnya tersenyum mengejek.
"Apa?" pura-pura tidak mendengar ucapannya. 'Dasar wanita gila... enak bener kalau bicara' pikirku.
"Mulai sekarang kau pelayanku" ucapnya sekali lagi.
"Apa untungnya diriku?" tanyaku santai. Aku melihat ekspresi wajahnya yang merendahkanku.
Dia menyipitkan matanya dan tersenyum memandang diriku "Akan aku akhiri penderitaan mu"
Memang apa penderitaanku, bully. Itu sudah menjadi makanan sehari-hariku tau. "Aku tak mau.." jawabku singkat dan segera pergi dari atap sekolah itu.
"YA NAMIKAZE NARUTO" teriaknya dengan suara lantang yang mengakibatkan langkah kaki ku terhenti.
"Apa kau kurang jelas dengan ucapanku tadi?" Lebih baik diriku di hina abis-abisan dari pada aku jadi pelayannya.
"Hm.. baiklah" katanya sambil berjalan kearahku. Dari sudut matanya hingga senyumnya memandang diriku, aku merasa akan ada sesuatu yang terjadi pada diriku. Perempuan itu mendekat ke arah diriku hingga kami bisa merasakan nafas yang keluar dari hidung kami.
Aku tak menghiraukan tingkah anehnya kali ini, aku berfikir dia akan melakukan sesuatu yang aneh.
"Baiklah..." katanya.
Dia pun tersenyum memandang diriku, tanpa basa-basi dia langsung memegang tangan kananku. Aku membiarkan apa yang dia lakukannya tersebut. Hingga kini telapak tanganku menyentuh payudaranya. Mataku membulat apa yang sedang dia lakukan terhadapku ini. Aku berusaha melepaskan tanganku dari payudaranya. Tetapi kedua tangan ku ditahan oleh tangannya.
"Sekarang kau tak bisa menolaknya lagi" katanya sambil tersenyum.
'Dia benar-benar gila, diam tapi menghayutkan' pikirku.
"Apa yang kau pikirkan hah... kau itu perempuan murahan ya?"tanyaku dengan santai. Dia tak menjawab pertanyaanku namun senyumnya pun semakin melebar. Tanganku semakin di tekan ke payudaran oleh tangannya.
"Hah... dasar perempuan licik. Ok aku turuti apa mau mu" kataku padanya. Dia segera melepas tangannya yang menekan tanganku tadi ke payudaranya. Kemudian dia mundur satu langkah ke belakang.
"Ok.. awas kalau kau mengingkari ucapan mu sendiri. Di seragam ku ini sudah ada sidik jari tangan mu, jadi kau jangan macam-macam" ucapnya panjang lebar.
"Terserah..." kataku sambil bergegas pergi ke kafe paman Kakashi untuk kerja paruh waktu.
.
.
.
[Pagi harinya]
Burung-burung berterbangan kesana-kemari, awan putih menghiasi langit pagi. Hari yang indah untuk melakukan aktivitas setiap hari. Semoga nanti tidak turun hujan, di hari ini. orang-orang pun tidak menyia-nyiakan momen ini. Begitulah dengan diriku ini, menikmati hari yang cerah untuk pergi kesekolah.
"Semoga hari ini juga indah..." kataku sambil tersenyum.
Suara pemberitahuan bahwa kereta segera tiba telah berbunyi. Beberapa orang yang duduk tenang kini segera berdiri untuk mengantri masuk kereta. Tak luput dari diriku yang tadi menunggu kereta datang. Kereta pun datang, para penumpang segera masuk satu persatu kedalam kreta. Diriku duduk di sisi kiri gerbong kreta tersebut.
Aku ambil handphon dari saku celanaku. Mataku menyipit ketika melihat ada satu pesan yang masuk.
'Nomer siapa ini?' pikirku.
Dengan rasa penasaran ku buka pesan tersebut. Setelah ku buka, tak ada satu kata pun yang tertulis dari pesan itu. Aku tak tahu ini pesan dari siapa, yang jelas tak ada nama yang tertera di dalamnya. Aku tak mau berpikir panjang mengenai no hanphone siapa ini, dan aku mengabaikannya.
CLING
Satu menit pun berlalu sampai diriku mendengar suara handphone ku berbunyi. Bahwa ada satu pesan yang masuk. Aku membukanya dan membaca isi pesan tersebut.
[Isi pesan]
"Kau dimana playan?" emotikon senyum.
Aku terkejut setelah membaca pesan dari nomer tak di kenal itu, 'Apa-apaan ini' batinku. Kemudian aku mencermati isi pesan tersebut. Dari kata terakhir dari pesan itu tertulis "pelayan", aku pun diam dan berpikir mengenai kata pelayan itu. Detik berikutnya pikiranku tersadar siapa pemilik no tak di kenal ini.
'Hm... bagaiman perempuan gila itu tau no handphone ku?' batinku sambil membalas pesan tersebut.
"Apa..?" jawab pesanku. Belum ada satu menit aku membalas pesan itu, kini sudah ada pesan yang masuk lagi.
"Kau dimana? " pesan masuk.
"Bukan urusanmu" pesn keluar.
"Baiklah..." pesan masuk.
Setelah selesai berdebat melalui pesan henphone. Sekarang diriku bernafas lega, bisa terhindar dari perempuan gila itu. Awalnya aku tak mau terlibat dengan semua ini. Tapi, perempuan ini yang memulainya dulu. Dan terpaksa aku menuruti semu ucapannya karna sudah terlambat untuk bekerja paruh waktu saat itu.
Aku melihat jam yang menempel di tangan kiriku sudah pukul 06:30 pagi. Masih banyak waktu sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Setelah melihat jam tanggan ku, aku menenggok ke kanan. Mataku melotot hingga mau copot.
Dengan terkejut ternyata orang yang aku hindari di pesan tadi berada tepat di samping kiriku. Dia tersenyum memandang diriku yang terkejut. Aku yakin senyum itu sangat menakutkan, sampai-sampai bulu leherku berdiri ngeri. Kenapa aku tak sadar kalau perempuan ini berada di sebelah tempat dudukku.
"A-apa?" tanyaku tergagap.
Tak ada jawaban yang muncul darinya, tapi anehnya dia masih menatapku dengan intens. Aku risih dengan tatapan matanya kepadaku. Dan akhirnya aku pun bertanya kembali guna mengalihkan tatapan itu.
"Ada apa...?" tanyaku kembali. "Awas saja kalau dia tak mau jawab, pingin ku jitak kepalanya biar tahu rasa gimana rasanya di perlakukan seperti itu." batinku.
"Kau tak mau menjawabnya? Baiklah kalau begitu.. kau mau apa? aku turuti ke inginan mu" kataku panjang lebar.
Aku sudah capek dengan tingkah diam seribu bahasanya itu. Itu membuat diriku gila akhir-akhir ini. Ini semua murni kesalahan diriku, kenapa di gerbang sekolah aku menuruti kata-katannya untuk pergi ke atap sekolah. Kalau jadinya seperti ini aku tak mau menurutinya pada saat itu juga.
Kereta yang kami tumpangi sudah sampai di stasiun dekat sekolah kami. Aku turun terlebih dahulu dari perempuan yang bernama Hinata itu. Kemudian Hinata mengejar diriku yang tadi mendahuluinya. Dengan langkah yang cepat Hinata sudah sampai di sebelahku.
Dalam perjalanan menuju sekolah. Tak ada dari kami yang memulai percakapan. Hingga akhirnya sampai di depan gerbang sekolah. Aku berhenti sejenak, tanpa aku printah dia pun juga ikut berhenti. Dia heran memandang diriku, yang terlihat ingin mengungkapkan sesuatu.
"Hei... kau masuk du-" ucapku terpotong olehnya.
"Jalan..." setelah seenaknya memotong perkataanku, dia pun segera berjalan masuk.
Aku tak habis pikir dengan tingkahnya yang sok printah itu. Segera ku langkahkan kakiku masuk ke gerbang sekolah mengikutinya dari belakang. Banyak sorotan mata tertuju kepada diriku. Dengan situasi seperti ini aku pun sudah terbiasa, karna setiap kali aku masuk sekolah selalu ada pasang mata yang melihatku.
Itu karena diriku adalah setitik bakteri yang membandel disekolah ini, hingga saja mereka ingin membunuh bersih bakteri tersebut.
Kini diriku berhenti di depan pintu kelas 2-2, yaitu kelas yang aku benci selama ini. Aku segera masuk kedalam dan menuju tempat tidurku yaitu bangku ku.
Seperti biasa setelah diriku masuk ke kelas, pasti banyak pasang mata menatap diriku jijik. Banyak omongan, sindiran yang ditujukan kepada diriku. Sudah kebiasaanku menanggapi semua itu dengan cuek.
Bel masuk berbunyi sebagai tanda akan di mulainya pelajaran pertama
Beberapa jam kemudian, bel istirahan pun berbunyi. Terasa ada tangan yang membangunkan diriku dari tidur panjangku. Aku terkejut bahwa tangan yang membangunkan ku adalah tangan Hinata. Dia tampak tersenyum memandangku. Aku yakin senyum itu yang aku lihat di kereta tadi pagi. Senyum yang haus dengan darah yang dia perlihatkan kepada ku.
"Apa...?" tanyaku sambil merapikan buku.
"Kantin.." katanya singkat sambil melangkahkan kakinya menuju kantin.
"Huft... terserah" ucapku malas dan kembali ke alam tidurku lagi.
TUK
"Aw.." aku mengaduh kesakitan begitu kepalaku di pukul oleh tangan mungil Hinata. "Aish.. ya ya" padahal tangannya mungil tapi tenaganya besar.
Kemudian terdengar suara bisik-bisik di sebelah tempat duduk ku. "Heh... kalian tahu tak? ini berita besar... bakteri yang kita kenal sudah menjelma menjadi racun. Lihatlah... idola sekolah ini sudah di perdaya olehnya. Pasti dia cuma memanfaatkan kekayaan Hinata-sama saja"
"Hm... urus saja dirimu sendiri..." sautku pelan sambil pergi menuju kantin.
.
.
.
[Kantin sekolah]
"Ada apa...?" tanyaku padanya. Beberapa menit berlalu tak ada satu kata pun yang muncul di bibirnya. Dia menikmati aktivitas makannya di depan diriku. Aku melihatnya dengan malas dan segera kembali tidur di depan meja tempat makan Hinata.
"Kau tak makan? " tannya Hinata. Aku pun terbangun setelah mendengar pertannyaan.
"Hm.. kau seperti anak kecil.. lihat ada sisa kuah ramen di sekitar bibirmu" kataku sambil tersenyum. Setelah aku mengucapkan kata tersebut, matanya melirik ke arahku.
"Apa...?" tanyaku. Bibirnya tenyum setelah mendengar ucapanku. Senyum itu membuat diriku trauma ketika melihatnya. "Hah.. cewek ini benar-benar- ahhhh... membuat ku frustasi" pikirku.
Kemudian aku sodorkan tisu ke arahnya. Dia hanya menatap tisu yang aku kberikan ke padanya. Bola matanya mengarah ke arahku. Itu adalah isarat bahwa menyuruh diriku untuk membersihkannya.
"Ah... yang benar saja" umpatku kesal."Aku tidak mau" ucapku sambil kembali tidur.
TUK
"Aw.. sakit tau" lirihku pelan, Hinata kembali mengulang kelakuannya di kelas tadi. "Dasar perempuan sadis"batinku dalam hati. Segera ku ambil tisu yang ada di depanya dan ku bersihkan sisa kuah rame di bibirnya dengan tisu.
"He... dia ini... dari tadi makan ramen tak abis-abis, belepotan semua. Aku ini bukan pelayan tapi baby sisternya" batinku setelah mengusapkan tisu ke bibirnya.
Suasana kantin menjadi ramai setelah kejadian baru saja terjadi. Banyak pasang mata yang menatap diriku dengan jijik. Ada salah satu siswi sedang berbisil-bisik "Eh... bakteri busuk itu tak tahu diri ya, Hinata-sama sudah di cuci otaknya. Setelah itu dia memanfaatkan kekayaan Hinata-sama"
"Hm... iya benar, dia itu manusia licik. Sudah miskin menjijikan lagi"
"Jangan harap kau bisa membodohi kami semua" kata siswi tersebut.
BRAK
Aku terkejut ketika meja di depan ku di pukul oleh Hinata. Sorot matanya memancarkan hawa membunuh. Semua pun terdiam seketika, setelah kejadian meja di pukul tadi. Wajahnya yang semula tenang sekarang menjadi marah.
Satu menit pun berlalu dengan kejadian tersebut siswi yang tadi bisik-bisik tak berani mengulanginya lagi. Suasana kantin kembali seperti semula, Hinata segera melanjutkan makannya yang tadi tertunda.
"Huft... sukurlah sudah tenang. Kalau dia sedang marah sangat menakutkan" batinku.
Ramen yang dia makan sudah habis, kedua matanya mengarah ke pada diriku. Aku tak kahu dengan dirinya. Yang aku tahu dia itu seorang perempuan licik. Saking liciknya dia membuat diriku terikat dengan dirinya.
"Hm... Hyuga?" tanyaku.
" Hinata-sama" jawab Hinata.
"Ah... terserah. Apakah perjanjian kita bisa di batalkan?"
"Hm.. apa?"
"Apakah perjanjian kita di atap sekolah bisa di batalka HINATA-SAMA?" pada kalimat terakhir sedikit kutekan nada suaraku.
"Baiklah-" ucapnya berhenti, sudut bibirnya terangkat.
Kemudian dia menaruh sumpit di atas mangkuk ramen yang sudah habis. Acara makannya sudah selesai sepenuhnya. Kemudian Hinata mengarahkan tatapannya kepada diriku. Tak bisa ku artikan tatapannya itu.
"-ada satu saratnya" lanjutnya. Senyum yang tergambarkan dari bibirnya sungguh aku mengenalnya.
"Kau ingin apa dariku?" tanyaku kemudian. Aku curiga terhadapnya, dari senyumnya sudah terlihat bahwa dia merencanakan sesuatau yang licik terhadap diriku.
"... mati" jawabnya singkat.
Mataku melebar setelah mendengar ucapannya "Ini di luar perkiraanku, kenapa dia ingin aku mati? Mungkinkah dia punya dendam terhadapku?" pikirku.
"Hm.." Hinata tersenyum setelah melihat ekspresi terkejut dari wajah ku. Setelah itu aku menatapnya dengan bingung. Senyum itu aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Itu adalah senyum termanis yang dia perlihatkan kepada diriku.
"Pasti Hinata-sama bercandakan?" tanyaku sambil ikut tersenyum.
"Kau mau mati ya?" kata Hinata kemudian. Senyumnya pun berubah menjadi senyum yang tidak mau ku lihat.
"Baiklah kalau itu maumu"ucapku. "Mungkin dengan mati bisa membuat hidupku tenang. Toh hidupku sudah tidak berharga lagi"batinku.
"Bodoh.."
"Hah.. apa kau bilang?"
"Kau menyebut diriku bodoh"
Hinata tersenyum sesaat melihat kebodohanku, dia tak menjawab ucapanku malahan langsung pergi meninggalkan diriku di kantin.
"Jadi tidak?" jeritku pada majikanku yang sudah pergi.
To Be Continue...
( Maaf kalau katakatanya jelek baru belajar buat fanfic. Semoga terhibur... XD)