Mata biru terbuka dan ia melihat sekelilingnya yang pekat. Di bawah telapak kakinya seperti cermin keruh yang memancarkan pendar cahaya redup kebiruan. Ia melangkahkan kakinya pelan, dan berhenti demi mendapati pijakannya menghantarkan gelombang dan membentuk riak yang memancar ke segela arah. Seolah ia berdiri di atas permukaan air tenang.

Tempat asing ini ia rasai begitu mencekam. Hening yang melebur dalam pekatnya gelap membuatnya waspada. Ia berjalan ke depan, melangkah di antara keraguan dengan bunyi pijakan nyaring dan membuatnya yakin ia sesungguhnya berjalan di atas permukaan air.

Ia berhenti begitu mendengar bunyi berderak halus dan dengan panik matanya bergulir menggerayangi seluruh sudut gelap ruangan. Kepulan asap membumbung dan bunyi berderak kian menguat. Ia saksikan di antara asap-asap tipis itu seolah ada hal magis menyulap udara kosong menjadi gerbang-gerbang besar yang menjulang. Gerbang itu seperti teralis, ia bisa melihat menembusnya namun hanya hitam tak ada warna lain kecuali gerbang itu sendiri yang berwarna keemasan, mungkin memang gerbang itu besi bersepuh emas.

Satu... dua... ada lima gerbang yang mengelilinginya. Satu terbesar ada di hadapannya menjulang hingga ia tak bisa melihat ujungnya yang termakan oleh kegelapan. Ada orang lain di balik teralis itu, ia merasakan langkah yang berat namun halus dan tenang. Bayangan itu mendekat dan semakin besar hingga muncul anjing berwarna jingga dengan mata buas yang liar. Ukurannya sangat besar, sosok itu monster yang menundukkan kepala untuk memandanginya. Ia menghembuskan nafas, mencoba mengendalikan diri dan reflek tangannya mengambil pedang yang selalu tersemat di pinggangnya, namun nihil. Ia terdampar dalam dunia lain hanya dengan pakaian yang ia kenakan saja, tanpa senjata apapun.

"Grrr..." makhluk itu menggeram rendah dan ia merasakan hembusan nafas yang hangat menyapu wajahnya. Ia bergeming memandangi monster jingga itu. Suaranya kembali tertelan saat ia tercekat dipaku oleh mata merah menyala yang mengerikan.

"Naruto." Suara berat itu menggema.

"Ba... bagaimana kau tahu namaku?" pemuda yang dipanggil Naruto terbata. Seolah belum cukup dengan kemunculannya, hewan raksasa itu juga bisa berbicara dan memanggil namanya.

"Hahahaha..." Tawanya menggelagar mengerikan. "Aku hidup di dalam dirimu, tentu saja kau belum tahu tentang kebenarannya, sebentar lagi."

"Apa maksudmu, anjing?" Tak sepatah katapun ia pahami dari pernyataan anjing di hadapannya.

Geraman kembali terdengar. Monster itu menggeram sambil memperlihatkan taringnya.

"Aku bukan anjing. Aku kitsune, bukankah mereka memanggilmu begitu? Aku hanya ingin menyapa dan segera pergi. Pilihlah salah satu gerbang dan itu akan menjadi takdirmu," kata monster yang mengaku seekor kitsune. Kalimatnya meluncur diiringi geraman-geraman rendah.

Setelah mengatakannya gerbang itu dan monster yang ada di dalamnya menguap dan hilang bahkan sebelum ia melontarkan tanggapan. Ia kembali memusatkan perhatian ke segala penjuru dan gerbang-gerbang lain masih berdiri di sekelilingnya. Memilih salah satu gerbang yang akan menuntunnya menemukan takdir.

Keempat gerbang identik satu sama lain. Kenapa ia harus memilih pilihan-pilihan dengan bentuk serupa? Ia berjalan ke kanan, mendekati salah satu gerbang, bukan demi takdir atau semacamnya namun karena rasa penasaran dan ia juga tidak ingin terjebak di ruangan gelap kosong ini.

Gerbang emas itu sudah berada di jangkauannya. Ia ulurkan tangan dan menyentuh besi dingin itu. Gerbang sedemikian besar apakah akan mengantarkannya menemui monster lainnya? Ia simpan semua gejolak batinnya dan melangkah maju sesaat setelah gerbang itu terbuka.

Atmosfer gelap di sekelilingnya perlahan memudar dan berganti dengan cahaya biru. Ia sekarang berdiri dalam sebuah istana jika ia bisa menyimpulkan demikian. Pilar-pilar raksasa berdiri kokoh menyangga bangunan yang penuh ukiran dan ia merasa seperti makhluk kecil.

Ia bisa merasakan gelembung keluar dari mulutnya saat ia bernapas. Ia meyakinkan diri jika sekarang sedang berada di dalam air ketika ia menyapukan mata ke atas dan ikan-ikan berenang dengan riang. Di depannya ada dua pintu dengan masing-masing terukir kuda laut bermahkota yang saling berhadapan.

Pintu itu terlalu besar untuknya, ia tidak bisa menjangkau daun pintu. Ia hanya meletakkan telapak tangannya dan mendorong pelan. Seolah ada kekuatan lain yang membantu pintu itu terbuka.

Naruto di sambut oleh singgasana yang maha megah. Berjalan mendekat, ia bisa melihat ada dua orang di atas singgasana tersebut dan mereka bercumbu. Ingin mengumpat karena ia merasa seperti salah masuk kamar. Mungkin pria dan wanita di depannya adalah raja dan ratu dunia aneh ini.

Laki-laki itu bertubuh besar dengan seluruh otot membungkus badannya. Ia hanya memakai kain yang melilit pinggang dan armor biru keperakan yang menjaga lengannya. Di tangan kirinya memagang tongkat trisula. Ia merasakan firasat buruk ketika ia tak asing dengan tongkat tersebut.

Laki-laki berbadan kekar itu memangku wanita berambut coklat panjang. Wanita bergaun putih polos yang menampakkan seluruh punggung mulusnya yang sekarang sedang digerayangi tangan besar. Mereka terus bercumbu dan mengabaikan eksistensi pemuda bersurai pirang yang tidak diundang.

Hingga mata hitam melirik, memaku manik birunya. Ia hanya bisa menelan ludah dan bergetar di bawah tatapan mengintimidasi.

"A...aku tidak bermaksud mengganggu kalian," ucap Naruto susah payah dan ia semakin bergetar ketika wajah sang raja semakin mengeras.

"Ashura, siapa dia?" kata sang wanita. Kedua tangannya yang berada di dada dan leher sang lelaki ia turunkan. Lalu ia berjalan angkuh menuruni tangga singgasana menuju pemuda yang masuk ke istananya.

Pria yang dipanggil Ashura berjalan mengikuti. Trisula masih terpegang erat di tangan kirinya.

"Hn... anak rubah," jawab Ashura.

Naruto membeku dan ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya ketika trisula diacungkan ke hadapannya. Meskipun tak kasat mata, ia yakin trisula itu memancarkan sihir. Bahkan kemeja yang ia pakai perlahan memudar dan menghilang, memperlihatkan otot dan tato di perutnya. Ketika Ashura sudah menarik tangannya, ia tetap diam dan lidahnya kelu tidak bisa mengucapkan kata.

Tanpa bisa berbuat apapun, ia bergeming ketika tangan sang wanita terjulur. Kelima jarinya merenggang dan telapak tangannya menghadap ke tubuhnya. Ia melotot horor ketika dilihatnya mata sang wanita yang bernama Indra berubah merah. Ia akan dihabisi detik ini juga.

Naruto melihat setiap ujung jari Indra mengeluarkan api biru. Jari dengan api menuju perutnya yang bertato. Tato yang telah ada sejak ia kecil yang tidak ia ketahui kapan dibuatnya. Naruto memejamkan mata saat dirasakan api itu menyentuh kulitnya. Panas yang menyengat seolah menusuknya hingga jauh ke dalam perut. Ia menjerit dan mengumpat dengan kata-kata kotor begitu panas menyebar hinga ke sum-sum tulang dan seluruh tubuhnya.

Saat tenggorokannya sakit berteriak, panas itu perlahan memudar karena tangan Indra sudah menjauhi tubuhnya. Dan ia sudah mendapatkan tubuhnya lagi. Namun seolah panas tadi melelehkan kakinya, ia jatuh terduduk dengann napas tersengal dan memegangi perutnya yang diluar dugaan masih utuh.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Naruto terengah.

"Hanya sedikit membantu," jawab Ashura dengan seringaian.

Sesaat setelah mendengar jawaban tersebut, Naruto merasakan udara disekitarnya memberat dan dingin air segera melingkupinya. Menahan napas dan ia melihat Ashura dan Indra berdiri melihatnya dengan tak acuh. Tangannya menggapai-gapai saat dirasakannya sesak karena ia membutuhkan oksigen untuk mengisi paru-parunya.

Dalam detik-detik terakhirnya Naruto bergerak panik dalam keputus asaan. Dan sedikit menyesali kehidupannya yang akan mati konyol di negeri yang bahkan tidak pernah ia tahu namanya.

Lady of the Sea

Chapter 1 - Storm

Disclaimer © Masashi Kishimoto

Fanfiksi Naruto dengan pairing utama Naruxfem!Sasu slight Ashuraxfem!Indra, Hashiramaxfem!Madara

Fantasy, romance, mithology, genderbender

Rate T-M

Oleh : Oryza Kana

Naruto terbangun seketika dan langsung meraup udara dengan kepayahan. Tubuhnya terayun kencang dalam ayunan gantung. Suara guntur menggelegar memekakkan telinga. Ia belum sepenuhnya sadar dan lengannya melingkupi perut yang terasa panas. Pikirannya masih terngiang dengan adegan-adegan dalam mimpinya. Itu adalah mimpi kali ketiganya dengan latar dan scene yang sama. mimpi yang sangat jelas dan terasa nyata membuat Naruto yakin jika itu adalah sebuah pertanda kematian yag tak akan lama lagi.

Melihat sekelilingnya, para bajak laut berpenampilan kumal tertidur tidak beraturan. Mereka terbangun oleh barang-barang yang berjatuhan menghantam apapun. Belum sempat merenungi mimpinya lebih jauh, teriakan yang beradu dengan suara petir menginterupsinya.

"Bangun bedebah! Semua pergi ke geladak atas! sebelum badai keparat mengirim kapal ini ke dasar neraka samudra!" komando laki-laki berbadan raksasa. Seketika semua awak berebut keluar dengan tubuh terhuyung. Naruto melompat dari hammock dan langsung terjerambab. Berusaha mengikuti yang lainnya dengan lincah namun tenaganya seperti menguap akibat mimpi yang menyedot seluruh energinya bahkan ketika ia sudah tersadar.

Dengan perjuangan susah payah menjaga keseimbangan dan menghindari benda-benda yang terlontar akibat kapal yang dihantam ombak-ombak besar, akhirnya ia bisa merangkak ke atas dan langsung disambut angin bercampur air asin yang menampar seluruh tubuhnya.

Si pengawas berbadan raksasa masih berteriak lantang mengarahkan para awak meskipun suaranya tertelan amukan badai dan petir. Naruto yang lamban segera dimaki dan didorong bertepatan dengan ombak besar yang menghantam haluan kapal. Tubuh Naruto terlempar dan terseret sepanjang geladak dan berakhir membentur pembatas kapal. Busa putih segera menyelimuti seluruh geladak dan surut dengan cepet pula.

Seseorang menangkap lengannya dan mendorongnya kasar. "Panjat tiang utama dan potong tali yang tersangkut!" perintah Si pengawas dengan suara serak namun tetap menggelagar.

Dengan pencahayaan dari kilat, Naruto mendongak dan menyipitkan matanya. Ia melihat tali untuk menarik layar atas yang tersangkut. Padahal layar atas harus segera dikembangkan agar kapten bisa mengarahkan kemudinya sebelum ombak membalik kapal ini.

Sesaat sebelum naruto menuju tiang yang dimaksud, ombak besar menghantam lambung kapal dan menyebabkan beberapa bajak laut terpelanting. Naruto sedang tidak fokus. Ia merasakan tubuhnya sedang lemah yang menyebabkan pegangannya tidak sekuat biasanya.

"Sial," umpat Naruto saat ia kehilangan pegangan. Momentum keras yang disertai ombak kembali menghantam haluan dan menyeret Naruto hingga menabrak pembatas kapal –lagi-dan selanjutnya hantaman ombak susulan melemparnya ke dalam lautan yang teraduk badai.

Gulungan ombak menariknya ke dalam lautan. Naruto melontarkan sumpah serapah saat dorongan ombak menyembulkan kepalanya ke permukaan. Kaki dan tangan bergerak untuk menjaganya tetap terapung namun keganasan badai lautan tak membiarkannya. Ia kembali terisap ke dalam lautan. Dalam hati Naruto menyumpahi nasibnya. Ini bukan mimpi, dinginnya air laut benar-benar menggigit tulangnya. Ia mencecap asin yang tertelan melewati kerongkongan. Semuanya nyata, ia akan mati bahkan sebelum benar-benar pulih dari mimpi sialannya.

Tenaganya sudah sampai limit ia bisa bertahan. Ia tidak lagi melawan dan membiarkan arus kuat lautan menghanyutkannya. Gelap dan sunyi. Ia akan mati, membusuk di samudra yang selama ini diarungi untuk mengejar impiannya. Ia akan mati. Mati muda sebelum mimpinya ia wujudkan.

Ia mencoba membuka kelopak mata. Iris birunya menembus kegelapan untuk terkahir kali. Samar-samar ia melihat sosok dengan rambut panjang berkibar dimainkan arus lautan. Sosok itu mendekat, namun lensanya tak bisa dengan jelas mengenalinya. Dan sebelum kesadarannya terenggut, ia merasakan sesuatu yang hangat melingkupi tubuhnya.

Bersambung~