FATE OF MY ADOLESCENCE

Rate: T

Disclaimer: Naruto [Masashi Kishimoto], Fate Series [Type Moon]

Ditulis tanpa mengharapkan keuntungan materil sedikit pun

Genre: School, Friendship, Family, Romance, Drama

Warning: Typo, gaje mungkin, masih jauh dari kata sempurna, OOC

Pairing: ?

Summary: Naruto hidup dalam kesendirian sejak kecil karena perpisahan orang tuanya. Dia bukanlah seseorang yang mudah bergaul ataupun bersosialisasi. Dalam kehidupannya, hanya basket yang dapat membuatnya bertahan dari kesepian. Namun suatu hari, dirinya mengalami kecelakaan yang menyebabkan cedera di kaki kirinya. Banyak hal yang telah dilaluinya hingga saat ia menginjakkan kaki di bangku tahun kedua SMA.. Sobu Gakuen. Kehidupan nya dimulai saat bergabung ke sebuah Klub…

Jangan lupa review, favorite follow!

.

.

.

.

.

Chapter 14 : Misunderstanding

Entah harus memulai dari mana, yang jelas saat ini Kushina sudah duduk sambil memegang gelas berisi air di dalam apartemen Naruto. Wajahnya terlihat lega dan senang sedangkan itu, Naruto yang duduk di hadapannya membuat ekspresi yang sedikit canggung. Rasanya dia sungguh malu karena menangis di depan apartemen sambil memeluk ibunya tapi semua itu hanya berlangsung sebentar di pikirannya. Yang menjadi fokusnya sekarang adalah hal yang akan dibahas oleh Kushina.

Kushina sendiri cukup terkejut melihat kondisi di dalam apartemen Naruto. Tumpukan ramen instan yang ada di tempat sampah dan meja, nampaknya membuatnya cukup khawatir.

"Kaa-san tahu kau hidup sendiri, Naruto … tapi bukan berarti kau bisa makan seenaknya dan tidak memperhatikan pola hidupmu," ucap Kushina mengerutkan keningnya.

"A-Ah … aku tidak akan sering sering," balas Naruto sambil mengalihkan pandangan.

Kushina memberikan senyuman hangat, dari yang dilaporkan oleh asistennya, Naruto pun memiliki nilai yang bagus di sekolah. Dia juga tahu bahwa putra pertamanya ini menahan diri selama di sekolah, mungkin dia tidak ingin menarik perhatian dan membuat orang penasaran dengan asal usulnya. Menyedihkannya, selama beberapa kali kegiatan sekolah yang mengharuskan orang tua untuk datang, baik Kushina dan Minato tidak pernah datang.

Hal itu pasti cukup menyakitkan bagi Naruto sejak kecil, melihat orang tua teman temannya hadir ke acara sekolah sedangkan dia harus sendirian. Tidak aneh jika teman temannya di sekolah mungkin mencurigai Naruto sebagai yatim piatu atau anak yang dibuang. Pemikiran pemikiran semacam itu melukai hati Kushina saat melihat putranya yang sudah sebesar itu.

Tapi sekarang, dia hanya memikirkan bagaimana agar dia bisa sering bertemu dengan anak anaknya. Dia mungkin sedikit takut jikalau mendapatkan penolakan dari Naruto, bagaimana pun mereka baru saja berbaikan dan mungkin terlalu cepat untuk meminta beberapa hal. Akan tetapi, egonya mampu mengambil alih.

"Apakah Kaa-san boleh berkunjung secara rutin ke apartemen mu?"

Naruto sedikit terkejut mendengar pertanyaan ibunya. Dia tersipu sedikit sambil melirikkan matanya ke arah lain.

"A-Aku … rasa tidak masalah … ano … uhmm … aku akan senang,"

Jawaban yang benar benar terdengar malu malu untuk seorang pemuda berumur 16 tahun ini. Ketika mendengar jawaban positf dari Naruto, Kushina menunjukkan ekspresi bahagia.

"Terima kasih … sudah memberi Kaa-san kesempatan lagi,"

Naruto sedikit canggung untuk membahasnya. Bagaimana pun dia adalah pemuda berumur 16 tahun yang sedang menjalani masa muda nya dan sejujurnya hal hal seperti ini sedikit memalukan untuk dibahas oleh orang seusianya.

"Kudengar dari Jeanne … kau mulai bermain basket lagi?"

"U-Uh … ada sedikit kesalahan disana. Tepatnya aku membantu klub basket karena tugasku sebagai anggota klub relawan,

Kushina membulatkan matanya beberapa saat kemudian memiringkan kepalanya sedikit karena heran dengan klub yang dimasuki Naruto.

"Klub Relawan?"

"A-Aku juga bingung untuk menjelaskannya … tapi yang jelas klub itu bersifat memberikan jasa bantuan kepada orang yang membuat request kepada kami. Dan saat ini, pemohon kami adalah klub basket,"

Naruto tidak bisa bilang kalau Gilgamesh menggenggam rahasianya. Akan lebih baik jika Kushina tidak tahu agar dia tidak khawatir. Kushina mengedipkan matanya beberapa kali, dia pikir Naruto bermain basket atas keinginannya sendiri ternyata karena sebuah permintaan yang ditujukkan kepada klub yang diikutinya.

"Tapi … kau baik baik saja, kan? Kakimu tidak bermasalah, kan?"

"Ya, aku baik baik saja … sudah setahun lebih pasca operasiku dan hingga saat ini aku belum merasakan gangguan yang berarti,"

'Meskipun …'

Naruto mengerutkan keningnya saat memikirkannya, sebenarnya ada beberapa momen setiap dia bermain basket sejak hari dimana dia menantang Gilgamesh, kakinya mudah gemetar dan kesemutan. Dia tidak tahu apakah ini adalah efek dari operasi atau bukan, sejauh yang ia ketahui adalah harusnya operasi itu tidak meninggalkan bekas atau efek apapun kepadanya.

"Kaa-san turut senang …"

Hal itu juga cukup mengganggu Kushina. Selama Naruto dirawat di rumah sakit, tak pernah sekali pun Kushina menjenguknya. Bahkan untuk sekedar meneleponnya saja tidak. Bahkan mungkin saat itu, dia tidak terpikirkan putranya sama sekali.

"Naruto … apa boleh Kaa-san datang ke pertandingan pertama mu untuk mendukungmu?"

Naruto membulatkan mata terkejut, seolah tak percaya kalau Kushina sendiri yang menawarkan hal itu.

"A-Apa …? Kaa-san serius? B-Bukankah Kaa-san harus menjaga identitas Kaa-san dari media dan publik?"

"Tidak masalah, selama penyamarannya cukup … dengan menggunakan wig serta penampilan yang kugunakan saat bertemu Jeanne tadi, kurasa itu cukup …"

Tentu saja, Naruto tidak bisa mengatakan bahwa dirinya tidak senang. Dia benar benar senang jika Kaa-san nya datang untuk mendukungnya. Dia tak bisa menyembunyikan perasaan itu dari wajahnya yang tersipu.

"J-Jika Kaa-san mau, kurasa aku senang jika Kaa-san bisa datang hari sabtu minggu depan …" jawab Naruto menundukkan sambil kepalanya malu.

"Bagus kalau begitu!" kata Kushina tersenyum sambil menepukkan kedua telapak tangannya.

Naruto memberikan jadwal serta letak stadium basket dimana mereka akan bertanding pada hari sabtu depan. Setelah itu, mereka berbincang bincang panjang. Sekitar satu jam kemudian, Kushina yang memiliki kesibukannya, akhirnya meninggalkan apartemen Naruto.

"Kalau begitu, Kaa-san pergi dulu …"

"Apa Kaa-san tidak apa apa sendirian?"

"Tidak masalah, asisten Kaa-san yang akan menjemput Kaa-san,"

"Baiklah, hati hati …"

"Jaga dirimu juga Naruto, sampai bertemu lagi …"

Setelah mengucapkan perpisahan diiringi sebuah senyuman, Kushina akhirnya meninggalkan apartemen Naruto. Bahkan setelah kepergian ibunya, Naruto masih berdiri di depan pintu apartemennya selama beberapa menit, dia menundukkan kepalanya dengan senyuman lega sekaligus bahagia. Sorot matanya tidak menunjukkan sedikit pun sifat dingin dan ketidakpedulian yang biasanya dia tunjukkan.

Tatapan itu melembut karena kebahagiaan meresap ke hatinya. Dirinya lebih termotivasi lagi untuk membantu tim basket sekolahnya meraih kemenangan di babak penyisihan hari sabtu minggu depan.

"Maafkan aku … untuk pertandingan pertama, SMA Kamakura … aku akan benar benar akan menghabisi kalian," gumam Naruto sambil memasuki apartemennya lagi.

.

.

.

.

.

Sisa hari sabtu dan minggu dihabiskannya dengan berkonsentrasi dan berlatih, terutama saat hari minggu. Dia diam diam pergi ke beberapa lapangan basket yang ada di taman kota saat malam hari dan berlatih disana, terkadang dia juga harus mengangkat telepon dari Luvia, Sakura dan beberapa chat Tohsaka yang terkesan menyebalkan untuk dibaca.

Tapi dia bersyukur bisa sejauh ini. Ketiga gadis itu benar benar mendukungnya apalagi setelah dirinya mengalami patah hati karena ditolak oleh Jeanne. Dia juga sudah memastikan dirinya tidak akan terganggu dengan masalahnya dengan Jeanne untuk sementara. Baginya sekarang turnamen basket serta pertandingan pertama yang akan dihadiri oleh Kushina, lebih penting.

Keesokan harinya, senin pagi yang berawan tapi tidak terlihat akan ada hujan. Hari yang benar benar menyenangkan baginya untuk dijalani.

"Selamat pagi, Naruto …" sapa Sieg saat melihat Naruto masuk ke dalam kelas.

"… Ah, pagi Sieg,"

Luvia segera menolehkan pandangannya ke arah Naruto saat mendengar teman masa kecilnya itu masuk ke kelas. Dia ingin menyapa Naruto tapi sejauh ini teman temannya yang satu kelompok dengannya masih belum mengetahui apa apa. Akan terlihat aneh bila Luvia tiba tiba akrab dengan pemuda paling sulit bersosialisasi di kelas ini.

"Uhh … ini sulit," gumam Luvia pelan.

"Hmm? Apa ada yang mengganggumu, Luvia?" tanya salah satu temannya.

Luvia hanya diam melihat ke arah Naruto seolah dia tidak mendengarkan pertanyaan temannya. Sebelum akhirnya, temannya mengguncangkan bahu Luvia untuk menyadarkan Luvia dari lamunannya. Wajar saja, karena Luvia saat itu menunjukkan wajah yang dipenuhi kesedihan.

"E-Eh iya?"

"Luvia … apa kau baik baik saja?" tanya teman temannya yang khawatir.

"A-Ah, ya aku baik baik saja …"

Sejujurnya sejak kemarin bahkan ketika dia mengganggu Naruto dengan menelepon nya setiap malam, dia khawatir kepada teman masa kecil sekaligus laki laki yang dia sukai. Kejadian di kedai ramen Ichiraku itu benar benar tidak diduga dan pasti menyakiti perasaan Naruto. Apalagi dia baru saja diberitahu oleh Sakura kalau ternyata Naruto sudah ditolak oleh Jeanne.

Sakura sendiri mengetahuinya dari Tohsaka. Dan tidak ada yang tahu darimana Tohsaka mengetahui hal itu. Sebelum diberitahu oleh Sakura, Luvia sendiri sebenarnya sudah tahu kalau keduanya saling menyukai, lalu kenapa? Dia tahu bahkan jika mereka adalah sepupu, itu masih diperbolehkan. Apa Jeanne bimbang dengan perasaannya?

'Sulit sekali untuk menahan rasa penasaran ini … tapi aku ingin tahu lebih dalam lagi … tentangnya …' batin Luvia menoleh ke arah Naruto lagi yang sedang tertidur di mejanya.

"Huft … kelihatannya aku mengerti apa yang kau perhatikan, Luvia. Ya aku juga tidak begitu menyukainya … tidak pernah bersosialisasi dan arogan tapi cukup beruntung karena popularitasnya melesat karena mengalahkan Gilgamesh-senpai dalam pertandingan basket," ucap Roche Frain, salah satu teman lelaki Luvia.

Luvia merasakan kemarahan seketika.

"Kau terlalu banyak bicara, Roche … apa kau mengatakan kalau kau lebih baik dari nya?"

Tatapan sinis Luvia membuat Roche terdiam. Laki laki itu kebingungan dengan Luvia, suasana berubah menjadi sedikit tidak bersahabat. Sieg yang mendengar kalimat Luvia, juga setuju dengannya. Dia tidak mau menyanggahnya sama sekali, tapi untuk sekarang tidak baik jika suasana seperti ini dilanjutkan. Hal ini bisa merusak hubungan mereka.

"Sudah sudah … aku yakin yang dimaksud oleh Luvia pasti 'jangan menghakimi orang lain seenaknya tanpa mengetahui apa apa' …" ucap Sieg kepada teman temannya.

"A-Ah … aku mengerti, itu bukanlah hal yang baik. Aku minta maaf, Luvia …" jawab Roche paham.

"U-Uh … iya tidak masalah. S-Syukurlah kau paham, Roche,"

Hampir saja, pikir Luvia. Akan mencurigakan baginya tiba tiba memiliki simpati terhadap Naruto. Beruntungnya Sieg mampu menyelamatkannya dari kondisi tidak terduga. Dia tidak nyaman dengan keadaan ini, setidaknya suatu saat dia akan memberitahu teman temannya kalau dia menyukai Naruto. Sieg menghela nafas pasrah sambil melirik ke arah Luvia, sedangkan Luvia memberikan tatapan seolah dia berterima kasih.

'Tiga gadis sekaligus … Itu sedikit merepotkan. Apa dia menyadari nya? Kelihatannya tidak … Mungkin aku harus bersimpati kepadanya …' ucap Sieg dengan tatapan kasian kepada Naruto.

.

.

.

.

.

Bunyi bel tanda istirahat pertama terdengar, momen yang ditunggu tunggu oleh murid sekolahan ini, terutama murid kelas 2-F yang sudah jenuh mendengarkan Koyuki-sensei mengoceh di depan. Wajahnya cantik dan banyak murid laki laki yang terpesona tetapi mengingat betapa tajam pandangannya saat mengajar, mereka merasa tidak nyaman. Naruto yang sejak tadi melamun, akhirnya menguap setelah mendengar bunyi bel itu.

Dia bangkit dari kursinya dan hal itu menarik perhatian Luvia tanpa disadari. Naruto berjalan menuju pintu keluar setelah Koyuki pergi 5 menit yang lalu. Dia membuka pintu kelas dengan wajah bosan, lalu terkejut menemukan seorang gadis cantik dengan rambut berwarna cokelat muncul di hadapannya.

"Eh?"

Nama gadis itu adalah Fiore Forvedge Yggdmillenia, gadis dari kelas 2-A yang kebetulan menjadi pengganti Tohsaka di sebagai wakil dari angkatannya untuk berpidato. Kebetulan juga dia adalah kembaran dari Caules Forvedge yang satu kelas dengannya.

"F-Fiore!" panggil Caules, pria yang baru saja muncul di pikiran Naruto saat melihat gadis di hadapannya, karena dia adalah saudara pria itu. Mereka sebenarnya kembar namun tidak identik.

"Ada apa kau mencariku?"

Naruto menepi seolah memberikan ruang kepada Fiore dan Caules untuk bertemu. Anehnya pandangan Fiore tidak tertuju kepada Caules tapi kepada Naruto. Adegan itu diperhatikan dengan serius oleh Luvia karena dia satu satunya yang menyadari hal itu untuk saat ini.

"Aku tidak datang untuk bertemu denganmu, Caules …"

"Eh? Lalu siapa yang kau cari?"

Fiore menunjuk ke arah Naruto yang mencoba menepi dari sana.

"Dia …"

Saat melihat arah jari telunjuk Fiore, Naruto malah menunjukkan ekspresi bingung sambil menunjuk dirinya sendiri.

"A-Aku?"

Murid kelas 2-F yang masih tinggal di kelas dibuat terkejut oleh gadis itu. Sebelumnya Sakura pernah melakukan hal yang sama dan itu mengagetkan seisi kelas 2-F. Rumor beredar kalau Sakura dari kelas 1 menembak Naruto dan mengajaknya berpacaran. Rumor itu tidak salah tapi apakah Fiore akan mengikuti jejak Sakura?

Seisi kelas langsung diisi oleh suara bisik bisik mereka yang menggosip. Sieg hanya memberikan tatapan kasihan kepada Naruto seolah dia bersimpati. Lalu dia menyadari sebuah aura menakutkan dari gadis yang dia kenali. Dia adalah Luvia. Disaat teman temannya mulai bergosip di sekitar tentang Naruto, dia tidak bisa untuk tidak memberikan tatapan sinis.

"L-Luvia … tenangkan dirimu … kita belum tahu ada urusan apa Fiore-san dengan Naruto,"

Luvia mencoba mendengarkan kata kata Sieg dan bersikap tenang meski hal itu sulit untuk dilakukan.

"Jadi … kenapa kau mencariku?" tanya Naruto bingung.

Fiore menatapnya dengan serius. Matanya tajam seolah menusuk Naruto, lalu dia kembali dengan tatapan nya yang biasa sambil mengatakan,

"Tolong putuslah dengan Tohsaka-san dan jauhi dia …"

Keheningan terjadi selama beberapa saat …

"Eh?"

Naruto yang pertama kali membunyikan suara semacam itu dengan kebingungan yang berlipat ganda. Uniknya adalah gadis di hadapannya ini terlihat serius dan mempercayai apa yang diucapkannya.

"Apa!? Murakami punya hubungan dengan Tohsaka-san dari kelas A?

"Hah!? Serius!?"

"T-Tidak mungkin!"

Suara gaduh di kelas membuat Naruto kesal. Dia segera mengambil tangan Fiore. "Ikut aku!"

"Eh!?"

Dia menarik Fiore meninggalkan kelasnya yang sudah dipenuhi keributan akibat ulah Fiore. Untuk saudara laki lakinya, Caules … dia sama terkejutnya dengan murid murid lain di kelasnya. Dia cukup penasaran dengan kebenaran yang dikatakan saudara perempuannya tapi dia lebih penasaran apa yang akan Naruto dan saudara nya bicarakan.

Akhirnya Naruto membawa Fiore ke halaman belakang dimana mereka bisa berbicara sepuasnya. Hal ini meninggalkan kesan aneh bagi Fiore karena halaman belakang yang sepi ini adalah salah satu sudut paling sering di datangi oleh pasangan yang sedang di mabuk oleh cinta. Biasanya mereka melakukan hal hal romantis disini seperti berciuman atau sekedar berpegangan tangan dan memakan bekal makan siang bersama.

"K-Kenapa kau membawaku kesini?" tanya Fiore dengan wajah tersipu.

Setelah Naruto menghela nafas, dia memojokkan Fiore di dinding dan menghalangi jalan keluar Fiore dengan tangannya di dinding. Sejujurnya jika ada orang yang tidak paham kondisi Naruto dan Fiore, mereka akan mengira kalau Naruto dan Fiore sekarang sedang bermesraan.

"E-Eh!? A-Apa yang mau kau lakukan?"

"Apa maksudmu dengan pernyataanmu tadi di depan kelasku?"

Naruto cukup panik sebenarnya ketika Fiore mengatakan bahwa dirinya harus putus dengan Tohsaka sedangkan mereka berdua sama sekali tidak berpacaran. Dia tidak bisa membayangkan efek dari rumor yang tersebar ini akan jadi seperti apa. Dia terlalu takut untuk memikirkannya, apalagi … Luvia ada disana. Gadis itu tumbuh jadi lebih mengerikan sejak mereka berpisah waktu kecil.

Entah Naruto sadar atau tidak mengenai perasaan Luvia yang menyukainya tapi dia paham betul kalau Luvia tidak suka ketika melihat Naruto dekat dengan gadis lain. Setiap malamnya sejak dirinya diketahui oleh Luvia sebagai teman masa kecilnya, Naruto dipaksa untuk menemaninya ngobrol lewat telepon.

Sejujurnya Naruto menikmati pembicaraannya dengan Luvia setiap malam tapi ada beberapa hal yang bisa membuat mood Luvia hancur, contohnya ketika dia menyebut nama Tohsaka Rin, Jeanne dan Sakura. Bisa kalian pahami sendiri bagaimana saat mood seorang wanita hancur.

"Aku minta kau untuk memutuskan hubunganmu dengan Tohsaka-san …"

"Bagaimana aku bisa memutuskan hubunganku dengannya?"

"Apa? Kau tidak mau!? Kau itu memberikan dampak negatif kepada Tohsaka-san!"

"Tidak! Maksudku, bagaimana aku bisa memutuskan hubunganku dengannya jika bahkan kami tidak pernah memiliki hubungan romantis seperti itu?"

Fiore terdiam bingung mendengarkan jawaban Naruto. Dia mencerna selama beberapa saat, yang mana hal itu sebenarnya tidak perlu karena seharusnya bisa langsung dipahami oleh murid yang mendapatkan peringkat nomer 2 dalam ujian semester di angkatannya.

"Apa berarti aku salah paham?"

Dia hanya menunjukkan ekspresi polos tak bersalah. Sejujurnya jika dia adalah pria, Naruto ingin memukul wajahnya. Hal ini saja sudah bisa mengancam kehidupan tenang Naruto di sekolah dan gadis di depannya hanya memberikan respon semacam itu? Naruto murka, dia benar benar merasa harus menuntut tanggung jawab dari gadis ini atas informasi sesat semacam itu.

"Kuharap kau bertanggung jawab dengan rumor yang sudah kau sebarkan …" ucap Naruto geram namun dia hanya bisa pasrah. Keringat mengalir di wajahnya menandakan dia siap menerima segala macam hal yang akan terjadi padanya hari ini.

"A-Aku minta maaf!" ucap Fiore buru buru menundukkan kepalanya.

"Arrgghh! Lagipula darimana kau bisa menyimpulkan kalau aku dan Tohsaka berpacaran!?"

"Uhm … sudah lama aku memperhatikan kalian sejak kau bergabung dengan klub relawan. Aku melihat kalian beberapa kali seperti sepasang kekasih dan puncaknya adalah sabtu kemarin saat aku melihat kalian jalan bersama … tertawa, mesra seperti sepasang kekasih," ucap Fiore sedikit tersipu saat menyebutkannya.

Naruto dalam bahaya jika Fiore ternyata sudah menyebarkan hal ini kepada murid lain di sekolah. Dia juga tidak hati hati, jujur mungkin sebagian adalah kesalahannya dan Rin sendiri.

"Apalagi, tadi saat di kelas … Tohsaka-san lebih sering melamun dan sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak fokus, yang lebih parahnya … aku mendengar walau pelan, Tohsaka-san menggumamkan namamu!"

Di bagian itu, Naruto sedikit terkejut. Yang terbayang di kepalanya adalah Tohsaka menyebutkan namanya pelan dengan mata tajam dan dipenuhi dengan dendam.

'Hmm … apa aku membuat kesalahan lagi ya?' batin Naruto panik.

Pemikirannya itu benar benar salah karena yang dilihat Fiore berbeda. Pada waktu jam pelajaran berlangsung, Tohsaka tidak bisa fokus dengan sensei yang menjelaskan di depan. Dia sibuk terbawa dengan pikirannya mengenai Naruto.

"Kalau begitu, aku minta kau bertanggung jawab dan menjelaskannya kepada murid murid lainnya di kelasku …" ucap Naruto.

"U-Uhm …" balas Fiore.

Naruto akhirnya tenang dari kepanikannya. Kemudian dia penasaran akan satu hal yang sebenarnya mengganggunya.

"Lagipula, kenapa kau sangat memperhatikan Tohsaka dan aku?" tanya Naruto.

Fiore terkejut sesaat ketika Naruto menanyakan hal itu. Dengan wajah tersipu dia menjawab,

"B-Bagiku Tohsaka-san adalah rival sekaligus orang yang kukagumi sejak masuk ke Sobu Gakuen. Aku menganggapnya teman meski aku tidak tahu apakah dia menganggapku atau tidak lalu untuk Murakami-kun sendiri … aku …"

Kalimat Fiore berhenti disana. Tiba tiba saja ada kehadiran seseorang yang nampaknya tidak diinginkan oleh keduanya …

"Kalau begitu, itu saja laporan dariku," terdengar suara seseorang.

Masih dengan posisi Naruto menghalangi jalan keluar Fiore, Koyuki-sensei muncul. Nampaknya dia habis menelepon seseorang sambil berjalan untuk mencari tempat sepi, agar pembicaraan di telepon itu tidak di dengar oleh orang lain, tapi begitu menemukan Naruto dan Fiore dalam posisi itu … dia terkejut, lalu memberikan sebuah senyuman menggoda.

"K-Koyuki-sensei?"

Panggil Naruto lalu akhirnya dia sadar dengan posisinya dan Fiore yang bisa membuat kesalahpahaman dengan orang lain. Wajah Fiore sendiri memerah setelah Naruto akhirnya melepaskan dirinya dari penjagaan.

"T-Tolong jangan salah paham, Koyuki-sensei!" ucap Fiore meski dia terlambat pada akhirnya.

"Ya ampun, Naruto … ternyata kau beringas juga ya? Aku sudah dengar lho barusan dari murid murid lain, kalau kau berpacaran dengan Tohsaka … tapi apa ini? Kau baru saja pacaran dan sudah selingkuh? Kurasa aku harus menasehatimu sedikit …" ujar Koyuki masih dengan senyuman yang sama.

"T-Tidak … ini salah paham! Kami tidak melaku-!"

"Sudah, sudah … tidak perlu beralasan … aku sudah memergoki langsung kalian sedang bermesraan. Asal kau tahu saja ya … aku akan melaporkanmu ke Tohsaka, lho …"

'Gawat, gawat, gawat, gawat, gawat … rumornya tersebar secepat itu,' batin Naruto.

Naruto memasang ekspresi pasrah dengan tatapan mata kosong, tapi keringat di tubuhnya mengalir deras dari kepala hingga ke bawah. Hidupnya berakhir, itulah yang dipikirkannya sekarang. Dirinya tidak mau memikirkan apa apa lagi sekarang. Dia akan menerima nasibnya dan kembali ke kelas.

"Aku sudah mengerti, sensei … pada akhirnya semua penjelasanku akan sia sia, jika kau tetap menyangkal nya. Aku akan kembali ke kelas dan menunggu hingga situasiku aman," ucapnya datar dengan tatapan kosong.

"M-Murakami-kun! K-Kau harus memberikan penjelasan bukan?" ucap Fiore yang ikut panik.

"Ya, ya, ya … terserah kau lah, lagipula awalnya ini adalah salahmu … dan aku yang menerima dampaknya,"

Sia sia, Naruto sudah benar benar pasrah. Setidaknya dia tahu semua kesalahpahaman ini nantinya akan berakhir sendiri jika dibiarkan. Jadi dia tidak mau terlalu mengurusi hal ini. Sebagai bentuk rencana mengamankan dirinya, dia berniat kembali ke kelas saat jam istirahat akan berakhir. Dia tidak ingin berjalan sendirian dan menjadi perhatian utama di sepanjang lorong mengingat beritanya sudah tersebar secepat itu.

"Hmm, apa kalian sudah berciuman?" tanya Koyuki dengan santainya kepada Fiore.

"Kami tidak melakukan itu!" balas Fiore sedikit berteriak dengan wajah yang memerah.

.

.

.

.

.

Akhirnya Naruto bisa kembali ke kelasnya dengan aman setelah menunggu hingga jam istirahat pertama selesai. Dia berjalan melewati lorong dan akhirnya sampai di depan pintu kelasnya. Butuh mental yang besar untuk menggeser pintu kelasnya dan masuk ke dalam. Dia mengambil nafas lalu membuangnya kemudian dia menggeser pintu masuk kelas dan mendapatkan tatapan dari seluruh penghuni kelas.

Satu hal yang positif baginya disana adalah setidaknya sensei yang mengajar pelajaran berikutnya belum datang. Dia menelan ludahnya lalu memberanikan diri untuk melihat ke salah satu sudut kelas. Disana dia menemukan seorang gadis berambut pirang sedang menatapnya tajam dan sinis seolah meminta penjelasan.

'Ternyata memang tidak bisa kubiarkan … aku sendiri yang harus memberikannya penjelasan,' batinnya dengan keringat mengalir deras di tubuhnya.

Dia menolah ke arah Sieg dan mendapatkan tatapan iba darinya.

'Aku berterima kasih atas tatapan simpatik itu, tapi sejujurnya itu menyebalkan …'

Naruto berjalan menuju bangku tempatnya duduk dan mencoba bertingkah seolah tidak terjadi apa apa. Tak lama kemudian sensei masuk ke dalam kelas dan pelajaran kembali dimulai. Sejak istirahat pertama selesai hingga istirahat siang lalu kelas selesai di sore hari, Naruto hanya duduk diam di bangku nya sembari mendengarkan rumor rumor tentang dirinya yang tak kunjung reda.

Lebih parahnya, sejak tadi dia merasakan sepasang mata yang mengawasinya. Dia tahu kalau itu berasal dari Luvia dan dia tak berani untuk menoleh. Kelas sudah selesai, Luvia yang pikirnya akan menghampirinya setelah semua murid keluar dari kelas justru pergi dari sana. Naruto membulatkan mata terkejut sekaligus lega karena hal itu.

'Huft, syukurlah …'

Sekarang dia harus pergi ke ruang klub untuk memberitahu Rin mengenai kondisi yang dihadapinya. Dia berharap Rin tidak akan marah karena hal ini dan bersedia untuk membantunya. Dia berjalan keluar melihat lorong yang sudah cukup sepi meski masih ada beberapa murid disana yang menatapnya sambil menggosip.

Dia sampai di depan ruang klub relawan, begitu dia menggeser pintunya, dia terdiam saat menemukan Rin, Luvia dan Sakura duduk disana dengan ekspresi yang mirip satu dengan yang lain. Sebenarnya ada dua tambahan yaitu Fiore yang menjadi dalang dari keributan dan nasib malangnya lalu Koyuki, seorang sensei yang menjadi pemanas situasi dari kesalahpahaman ini. Fiore memiliki ekspresi menyesal disana.

Ini adalah kondisi terburuk yang bisa muncul di pikirannya jika mereka tidak menjelaskan dengan baik. Dia menelan ludahnya lagi dan menyiapkan mental.

"Selamat sore, teman teman …" sapanya ramah.

"Huh?" itu adalah jawaban sinis dari para gadis kecuali Fiore dan Koyuki.

Naruto terdiam dengan keringat yang kembali mengalir deras.

"A-Aku bisa jelaskan!"

Sisanya, Naruto dan Fiore harus menjelaskan semua kesalahpahaman yang sudah terjadi.

TBC

.

.

Author Note :

Tes tes … Shiba desu. Wah akhirnya ku bisa update cepat lagi seperti dulu. Ya untuk chapter kali ini kuisi dengan school life biasa tidak ada yang spesial mungkin, tapi chapter depan ku berekspektasi tinggi sejujurnya. Jadi silahkan kalian tunggu. Oke akan kubahas dulu…

Pertama, alasan kenapa aku update cepat … jujur aku senang sekali dengan isi review di chapter sebelumnya. Mayoritas review nya bener bener punya kualitas dan penyemangat yang bikin ku semakin semangat untuk update. Terlebih banyak juga saran dan kritik bagus, nah ini akan kubahas berikutnya.

Kedua, dari Rein, terima kasih sudah mengingatkan kesalahanku yang besar sekali. Siegfried disini adalah Sieg homunculus, bukan Siegfried servant. Sejujurnya ini murni kesalahanku karena ku tidak cek wiki.

Ku hanya ingat waktu bikin fic ini, seingatku karena kebetulan sebelum punya nama… Sieg menyerap jantung/hati servant roh pahlawan Siegfried, ku jadi ingatnya dia juga Siegfried padahal nama dia cuma Sieg. Oleh karena itu, kuputuskan untuk mengganti beberapa chap yang memiliki kesalahan itu cuma untuk mengganti Siegfried jadi Sieg juga di chap sebelumnya Fujimura jadi Fujimaru. Lagi lagi typo maafkan aku … ini bisa kalian hina kelalaian ku, aku tidak masalah karena ini murni kesalahan.

Ketiga untuk temanku juga Sevirel … yang dimaksud hubungan dekat itu, iya hubungan dekat maksudnya secara darah. Lalu untuk yang Jeanne sebut semua juniornya itu, aku sejujurnya melupakan Gilgamesh disana jadi, aku juga akan mengganti chapter sebelumnya hanya di bagian itu. Terima kasih sekali lagi.

Lalu terakhir baru saja tadi, akun guest dengan review begini "fict sampah ga guru maksa muridnya cuma orang kurang kerjaan". Itu yang dia tulis, dan yang gua tangkap adalah mungkin "fict sampah gaada guru yang maksa muridnya untuk ikut ekskul, cuma orang kurang kerjaan". Aku kemudian berdiskusi dengan author" senior.

Dan what the hell man? Lu pernah sekolah ga sih? Atau setidaknya paham sama guru yang pengen muridnya berubah? Lu dari awal ga paham kenapa Koyuki nyuruh Naruto masuk ke klub relawan, itu karena pandangannya sama dunia yang pengen Koyuki rubah. Dan lu bilang gaada guru yang maksa? Sadar bro, ekskul pramuka itu wajib, lu pasti dipaksa ikut waktu sekolah. Ga Cuma itu, kalo lu jago olahraga atau main musik, kadang dipaksa ama guru buat masuk ekskul dengan alasan buat ikut kejuaraan biar bisa banggain sekolah.

Ini menurutku review bodoh yang niatnya emang cuma hujatan gak berlandaskan alasan yang relevan dan logis gitu sesuai realita. Aku ada kecurigaan dengan identitas akun guest ini karena beberapa hari lalu, ku sempat diceritakan oleh salah satu author kenalanku, ada reader PM dia, gayanya tengil, arogan, tipe orang yang ingin terlihat keren dan edgy.

PM dia bukan berisikan kritik dan saran tapi isinya arogansi bodoh, pernyataan yang salah seolah menuduh kita adalah individu A padahal kita individu B.

Aku penasaran dan melihat sendiri laman profilnya dan memang benar dan setelah kubaca fic nya sejujurnya, cukup mengenaskan. Akhirnya kuberi sedikit kritik dan saran walau aku juga masih belajar, tapi murni tidak ada kata kasar sama sekali kecuali sarkas halus yang kuambil dari celah arogansi nya yang aneh. Kemarin fic nya masih ada, dan ku cek tadi sudah menghilang.

Ga perlu kusebut siapa karena aku juga takut kalau salah. Maaf kalau kalian harus ya melihat ini, tapi ya gimana … review yang satu itu bener bener aneh soalnya.

Terakhir, karena banyaknya permintaan, ku sedang memulai mencari catatanku dan membaca ulang fic ku Warrior From The Heaven dan Symbol of Revenge. Sudah 2 tahun terakhir sejak ku update WFTH dan sudah setahun untuk SOR. Kuharap kalian mau menunggu karena rencana awalnya, sebenarnya setelah Fate tamat, aku akan melanjutkan fic itu tapi berhubung sudah banyak yang minta, jujur ku terharu dan teringat masa ketika masih jadi seorang reader biasa yang sering di php author favoritnya, jadi aku akan mengusahakan untuk update dua fic lamaku juga. Hmm beri aku dukungan saja, itu cukup asal bukan sekedar "lanjut" atau "next". Ya itu saja dariku, selama masa membaca ulangku utk dua fic itu, sementara aku akan update fic ini lagi

See u in next chapter