FATE OF MY ADOLESCENCE

Rate: T

Disclaimer: Naruto [Masashi Kishimoto], Fate Series [Type Moon]

Ditulis tanpa mengharapkan keuntungan materil sedikit pun

Genre: School, Friendship, Family, Romance, Drama

Warning: Typo, gaje mungkin, masih jauh dari kata sempurna, OOC

Pairing: ?

Summary: Naruto hidup dalam kesendirian sejak kecil karena perpisahan orang tuanya. Dia bukanlah seseorang yang mudah bergaul ataupun bersosialisasi. Dalam kehidupannya, hanya basket yang dapat membuatnya bertahan dari masa kecil dan masa muda nya yang kesepian. Namun suatu hari, dirinya mengalami kecelakaan yang menyebabkan cedera di kaki kirinya. Banyak hal yang telah dilaluinya hingga saat ia menginjakkan kaki di bangku tahun kedua SMA.. Sobu Gakuen. Kehidupan nya dimulai saat bergabung ke sebuah Klub…

Jangan lupa review, favorite follow!

.

.

.

.

.

Chapter 1: About Me

Masa kecil adalah sebuah bukti tindak kejahatan orang tuaku yang menelantarkanku. Sedangkan masa muda ku adalah sebuah bentuk kebohongan, penyesalan dan kesepianku. Perkenalkan namaku adalah Namikaze Naruto… yang digambarkan sebagai laki laki berambut pirang jabrik dengan tinggi tubuh kurang lebih 180 cm, anti sosial atau bisa dikatakan tidak punya teman dan juga tak terlalu menginginkannya.

Kenapa aku bisa tumbuh menjadi remaja berusia 16 tahun seperti ini? Salahkan orang tuaku yang tidak mendidikku dengan baik tentang bagaimana caranya menikmati hidup atau untuk sekedar bersosialiasi dengan orang lain. Sebenarnya aku sendiri tak bisa dikatakan sepenuhnya remaja seorang anti sosial.

Karena pada masa SMP, aku adalah salah satu anggota tim basket yang kurasa cukup diandalkan. Kupikir aku juga memiliki cukup banyak teman pada saat itu meski kurasa aku tak memiliki satupun penggemar seperti teman temanku yang lain di tim basket. Mungkin tak ada yang tertarik dengan pemuda kesepian sepertiku…, mereka pasti lebih tertarik dengan adik kembarku, Namikaze Menma.

Aku memiliki dua adik yang sama kesepiannya dan menurutku juga satu pemikiran dalam satu hal. Hal itu adalah protes kami terhadap orang tua kami. Sebagai anak pertama, jujur aku memang menyedihkan karena tidak mampu memberikan contoh yang baik kepada kedua adikku. Jika aku adalah seorang penyendiri, tidak punya teman dan sulit bergaul…, Menma justru sebaliknya.

Meski dia juga kesepian dan tak memiliki masa kecil yang baik namun dia memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dan menjalin sebuah hubungan. Sedangkan adikku yang kedua, Namikaze Naruko. Kurasa dia tidak menyukaiku entah kenapa. Dia selalu mengatakan aku menjijikkan dan sebagainya meski nasib kami tak jauh berbeda. Namun setidaknya dia juga bisa bergaul seperti Menma dan karena itulah, dia tak membutuhkan sosok Onii-chan sepertiku, kurasa.

Itu sedikit perkenalan mengenai adik adikku. Kita akan kembali lagi ke basket. Hmm, sampai mana tadi? Ah benar…, aku mengikuti kejuaraan basket antar sekolah pada masa SMP. Namun mengenaskannya, pada hari itu aku mengalami sebuah kecelakaan yang menyebabkan tulang kaki kiriku patah dan membuatku tidak bisa bermain di pertandingan.

Sejak saat itu, Menma… dia mulai menjauh dan mulai membenciku begitu juga semua temanku di SMP yang menyalahkan kekalahan tim kami karena ketidakhdiranku. Akibatnya di sisa tahun terakhirku di SMP, aku kerap menjadi bahan bully, bahan ejekan dan sebagainya. Mungkin hal itu yang menyebabkan ku semakin sulit bersosialisasi sekarang. Lalu menginjak bangku SMA, aku juga tersiksa selama tahun pertama ku di Sobu Gakuen ini. Yang bisa kulakukan hanyalah melihat orang orang bermain basket sedangkan aku hanya diam berdiri di pinggir lapangan sambil menilai permainan mereka.

Yang lebih kusesalkan adalah… tak satupun pada saat itu…, anggota keluargaku sendiri…, yang menjengukku di rumah sakit bahkan hingga saat aku keluar dari rumah sakit.

Bagaimana dengan kedua orang tuaku?.. tidak, mereka tidak datang sama sekali. Bahkan ayahku hanya mengirim bawahannya dari perusahaan untuk mengunjungiku. Ibuku? Hmm… dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai aktris papan atas di Jepang. Bahkan saat ibuku dan ayahku menikah atau saat ibuku melahirkan kami…, media tidak tahu. Itu karena keinginan ibuku kepada ayahku yang tidak ingin pernikahan serta kehamilannya diketahui. Jadi bisa dikatakan bahwa public tidak tahu bahwa seorang Uzumaki Kushina… aktris berusia 37 tahun yang masih terlihat muda dan cantik itu sebenarnya sudah memiliki 3 orang anak. Tentu saja ayahku juga sudah menyuap sekolah agar identitas asli kami tidak diketahui.

Aku berani bertaruh mungkin dengan kehidupannya sebagai aktris…, dia bahkan sudah lupa dengan keberadaan anak anaknya. Karena kalau dipikir pikir…, sudah 6 tahun lamanya aku tidak bertemu dengan ibuku secara langsung.

"Hmm.. Aku tidak tahu harus berkomentar apa setelah melihat mu sepanjang tahun pertamamu yang begitu menyedihkan, Namikaze.."

Dan wanita cantik yang sayangnya sudah berusia 34 tahun di hadapanku ini adalah seorang sensei di Sobu Gakuen. Berparas cantik, kulit putih dan selembut sutra dengan rambut hitam panjang yang melengkapinya. Aku heran kenapa tidak ada pria yang mau dengannya?

"Kalau begitu tidak usah berkomentar, Koyuki-sensei.."

Jawabku dengan nada malas sambil menyipitkan mata. Melihat ekspresiku saja, dia sudah kembali menghela nafas. Aku tidak mengerti kenapa dia harus repot repot mengurus kehidupan SMA ku. Ini sudah ketiga kalinya aku masuk ke ruangan sensei hanya untuk bertemu dengannya.

"Bisa kau lepaskan dulu jaket hitammu ini? Kau tidak sedang sakit kan?"

"Tidak…"

"Lalu kenapa kau memakainya di sekolah?"

"Ini bisa membuat saya nyaman.."

Dan lagi lagi dia mendesah kesal sambil mengepalkan tangannya sedangkan aku hanya menatap wanita itu dengan tatapan kebosanan.

"Kalau begitu, bisa kau buka tudung jaketmu… agar setidaknya aku bisa melihat wajahmu?"

"Baiklah.."

Apa dia tertarik melihat wajahku secara langsung? Tidak ada yang spesial dengan penampilan wajahku. Terlihat biasa biasa saja… lalu apa yang membuatnya tertarik? Aku melihat wajah sensei yang sedang menatapku intens sambil tersenyum aneh.

"Hmm.. Andaikan kau seorang pria dewasa… pasti sudah kupaksa kau untuk menikahiku, Namikaze-kun,"

Haaahh!? Apa apaan pernyataannya barusan!? Itu membuatku terkejut sialan! Yang benar saja kau mengatakan itu kepada muridmu sendiri!? Sial…, kata katanya barusan membuatku menyadari kalau wajahku sekarang jadi memerah. Aku terpaksa memalingkan pandanganku ke arah lain.

"Jangan berkata yang tidak tidak!"

"Hah~… Padahal kupikir akan bagus jika aku menjadi istri calon direktur utama Namikaze Corp."

"Itu namanya pelecehan kepad anak dibawah umur… Sensei itu hampir seusia ibu saya… Lagipula saya tidak akan pernah mau menjadi penerus Tou-san,"

"Huh? Kau serius?"

"Tentu saja…, lagipula saya juga bersekolah disini karena beasiswa yang kudapatkan sendiri bukan dari orang tuaku…"

Seperti pernyataanku barusan, aku bersekolah disini atas kemauanku dan beasiswa yang kudapatkan. Sedangkan kedua adikku justru masuk ke Konoha Gakuen sesuai kemauan ayahku. Lagipula aku juga sudah tidak tinggal di rumah itu. Rumah milik ayahku yang hanya dihuni oleh Menma, Naruko dan para pembantu. Ayahku sang pemilik rumah justru jarang sekali pulang ke rumahnya.

"Kau masih belum pulang ke rumahmu?" tanya Koyuki sensei dengan nada menyelidik.

"Rumah saya? Ah…, saya pulang setiap hari ke rumah saya." Jawabku sambil memalingkan wajah dari tatapan mencekiknya.

"Hmm..? Rumah mana yang kau maksud?"

"Apartemen saya…, kan?"

Dan kali ini wanita di hadapanku mengeluarkan sebuah aura mengerikan yang benar benar tak ingin kulihat lagi selama masa SMA ku meski ternyata hal itu memang mustahil. Aku ingin berkata kasar kepadanya tapi apalah daya disini aku hanya seorang murid yang takdirnya hanya bisa menerima segala keputusan dari sensei.

"Cih… Lagipula kenapa sensei harus repot repot mengurusi masalahku?"

Aura menakutkan itu lenyap seketika digantikan sebuah helaan nafas.

"Itu karena aku adalah seorang sensei…"

"Kalau begitu urusi saja murid murid, kenapa juga harus mengurusi masalahku…" jawabku dengan nada tidak peduli.

"Kau kan juga muridku."

Yap, kata katanya sukses membalas kata kataku.

"Kuh… M-Maksudku, murid lain selain diriku."

Koyuki-sensei nampaknya tidak mendengarkan kata kataku yang barusan dan justru sibuk mengirim semacam chat atau mungkin SMS ke seseorang. Yah aku tidak peduli juga dengan itu namun yang membuatku kesal adalah aku masih belum diperbolehkan keluar dari ruangan ini. Apalagi aku tidak dipersilahkan untuk duduk di kursi. Menurutku inilah yang dinamakan membuang membuang energy secara percuma. Oleh sebab itu, aku jelas lebih memilih tidur di kelas sambil mendengarkan lagu daripada harus datang kesini.

"Oke, Namikaze-kun…"

"Saatnya bagi dirimu untuk mengikuti Aktivitas Klub,"

Ketika kudengarkan kalimat barusan, aku tertawa.

"Haha.. Sungguh lelucon yang bagus, sensei.."

Jawabku sambil memalingkan wajahku dengan senyuman geli. Tak kusangka sensei memiliki selera humor yang begitu bagus.

"Aku serius."

Ha? Apa yang kau katakan barusan? Aku menoleh pelan menatap sensei yang sekarang sudah memberiku sebuah tatapan yang begitu serius.

"H-Hah..? Sensei bercanda, kan?"

"Aku tidak sedang bercanda, Namikaze… Mau atau tidak mau kau harus ikut Aktivitas Klub mulai semester ini."

"Hah.. tapi sayangnya sensei, saya pikir sekolah terlepas memberikan pendidikan harusnya mereka juga memberikan siswa tempat untuk menempa keberanian dan kebebasan serta menghormati keputusan siswa."

"Tapi disisi lain, sekolah juga merupakan sebuah tempat untuk membantu murid muridnya belajar bagaimana caranya berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik sebagaimana mestinya orang pada umumnya,"

Setelah mengatakan hal itu, sensei menatapku tajam.

"J-Jadi, menurut sensei… saya adalah murid yang tidak tahu caranya berkomunikasi dan bersosialisasi?"

"Bukan menurutku… tapi itu memang kenyataannya!"

Sialan, dia tidak memberiku kesempatan untuk membalas kata katanya sama sekali. Dia tetap bersikeras memasukkan ku kedalam kegiatan Aktivitas Klub. Namun Aktivitas Klub macam apa yang akan kuikuti atas perintah dari wanita ini?

"Begini, Namikaze… Kau sudah tahu kan kenapa aku memanggilmu kesini?"

"Yah… kurasa saya tahu, dengan alasan sensei memanggilku kesini karena diriku yang jarang bersosialisasi dengan sesame. Tapi bukankah itu adalah pendapat sensei saja?"

"Pendapatku..? Tidak…, itu memang kenyataannya! Kalau itu hanya pendapatku, cepat sebutkan dengan siapa saja kau sudah berteman di sekolah?"

"Yah, aku tidak memiliki banyak teman…, tapi aku memiliki teman seperti Luffy, Zoro, Nami dan yang lainnya."

Aku mengatakannya dengan nada yang bangga.

"Jangan sebutkan nama karakter One Piece sebagai nama teman khayalanmu.."

Aku menatapnya malas sambil menghela nafas. Lama kelamaan aku berpikir bahwa sensei yang satu ini lebih mampu dikatakan sebagai seorang Nyonya Besar yang selalu memerintahku di sekolah. Aku berkhayal sejenak namun sebuah deheman yang terdengar jahat kembali menyadarkanku.

"Dengarkan saat aku sedang bicara, Namikaze!"

Ucapnya sambil menatapku tajam dengan aura menakutkan yang kurasa sudah membuat mentalku semakin parah.

"Y-Ya, Sensei.."

Sebenarnya aku semakin gugup saat pembicaraan ini berjalan semakin panjang. Rasanya aku ingin membalikkan tubuhku lalu lari secepat cepatnya meninggalkan ruangan ini dan kembali ke kelas untuk menikmati tidur siangku. Tapi apalah daya, nyonya yang satu ini sudah merenggut satu satunya hal menyenangkan yang tersisa di masa SMA ku.

"Sampai mana tadi..? Ah iya, mengikuti Aktivitas Klub akan membantumu untuk bersosialisasi dalam masyarakat, Namikaze. Mungkin akhirnya kau bisa mendapatkan kehidupan yang normal disana…"

Maksudmu aku ini tidak normal? Cih, maaf saja… aku mencintai diriku yang seperti ini. Aku senang melakukan apapun yang kumau tanpa peduli lagi akan ada orang yang memarahiku. Aku juga tidak perlu repot repot membuat hubungan atau relasi dengan orang orang yang sekelas denganku. Sejujurnya aku mempertanyakan maksud sensei yang sebenarnya…, dia ini ingin membuatku bahagia atau… membuatku semakin menderita?

"Jadi bagaimana pendapatmu..?"

Aku berpikir sekali, lagipula pendapatku tidak aka nada artinya. Untuk apa dia bertanya padaku bagaimana pendapatku?

"Hah~…" aku kembali mendesah malas sebelum kulanjutkan kata kataku. "Jadi sensei akan memasukkan saya ke Aktivitas Klub macam apa?"

"Hmm..? Klub Relawan.."

Apa aku tidak salah dengar? Klub Relawan? Klub macam apa itu? Aku mempertanyakan nama dari klub itu di kepala ku namun saat aku hendak bertanya langsung kepada sensei, dia langsung memotong.

"Sen-!"

"Kalau begitu, besok akan kuantar kau ke ruangan Klub Relawan. Sekarang kau bisa kembali ke kelasmu…, sebentar lagi kelas akan masuk dan aku harus mengajar di kelas B.."

Aku hanya memasang ekspresi malas dicampur kesal saat kudengar perintahnya bersamaan dengan dirinya yang mengambil buku bukunya lalu pergi keluar ruangan meninggalkanku disana. Dengan sedikit suasana hati yang kesal dan pikiran yang tidak tahu harus apa, aku berjalan kembali menuju ke kelasku. Kelas 2-F yang mana aku sangat tidak bersyukur harus ditempatkan di kelas itu. Karena disana terdapat sekumpulan monyet yang membentuk semacam kawanan yang memisahkan diri dari murid murid lain.

Seolah olah mereka berbeda dengan yang lainnya, entah itu dari kasta maupun tempat pergaulan. Kuakui bahwa grup itu berisikan orang orang populer yang dikenal namanya baik di kelas kami maupun di satu sekolah. Suara mereka bisa kudengar sesaat sebelum aku memasuki ruang kelasku. Suara berisik pembicaraan mereka yang sama sekali tidak berguna menurutku dan hanya buang buang energy. Aku segera duduk di kursiku lalu memasang headset di telinga dan mendengarkan lagu sambil tidur.

"Apa kau sudah membaca buku yang kusarankan, Sieg-kun!?"

"Y-Ya.. tapi aku sedikit tidak mengerti isi buku itu.."

"Buku macam apa yang dipinjamkan oleh Celenike, Sieg-kun?"

"Buku semacam… laki laki dengan laki laki.. uhh.. ya.." jawab suara itu dengan senyuman masam dan tatapan bingung.

Yang pertama tentu saja adalah laki laki berwajah tampan yang murah akan senyum, baik, pintar dan disenangi semua orang. Sieg namanya, pria Jepang dengan sedikit garis keturunan Jerman.

Ciri cirinya sesuai yang kusebutkan sebelumnya. Dan tipe tipe seperti ini adalah yang paling tidak ingin ku campuri urusannya…, pria sepertinya merepotkan. Jika aku bermusuhan dengannya. Sudah pasti aku akan kalah jumlah. Hanya beberapa dari mereka saja yang kukenali namanya.

Yang kedua adalah Edelfelt Luviagelita. Seorang perempuan Jepang dengan keturunan Inggris yang nampak nya memiliki pengaruh besar di sekolah ini. Bahkan aku sendiri ragu apakah ada yang berani menentang kekuasaan gadis yang lebih mirip monyet penguasa sepertinya?

Untuk yang lainnya…, aku tidak mau kenal. Sudah cukup mereka berdua saja yang kutahu…, lagipula kurasa mereka juga tidak mengenaliku. Jadi buat apa aku harus tau nama mereka semua. Aku hanya ingin cepat cepat pulang dan kembali menonton One Piece dirumah.

.

.

.

.

.

xxx0xxx

Keesokan harinya saat aku hendak keluar dari kelas setelah pelajaran berakhir, aku melihat Koyuki-sensei sudah berdiri di lorong sambil menutup matanya. Nampaknya dia benar benar menungguku. Cih, bagaimana caranya aku bisa kabur? Dia ini seperti seorang sipir penjaga di Impel Down yang ada di One Piece. Apalagi akan semakin cocok jika dia memakai baju sadistic girl dan membawa sebuah cambuk. Itu pasti akan sangat cocok dengannya. Yah, karena mulai kemarin, kurasa tempat ini akan lebih mirip seperti penjara untukku daripada sebuah sekolah. Akan bagus jika ada seorang pembebas tahanan yang bisa membebaskanku dari situasi menyedihkan ini.

"Namikaze… Kau tidak perlu lari, saatnya menuju ke ruangan klub,"

Sialan, dia menyadari keberadaanku yang diam diam ingin melewatinya. Lalu tanpa membuang buang waktu, dia berdiri dari kursinya lalu meraih tanganku dan menggenggamnya erat.

"Sensei tunggu dulu!"

"Ada apa lagi?" tanyanya menatapku datar.

"Aku harus ke dokter untuk memeriksakan penyakitku…"

"Hah? Penyakitmu? Sejak kapan kau jadi anak penyakitan? Sudah tidak usah alasan… Kau tidak diijinkan untuk pergi meski kau dalam kondisi kritis sekalipun.."

"S-sensei.. Tunggu! Mau kemana kita?"

Dia langsung menarik tanganku… memaksa diriku untuk mengikutinya menuju ke suatu tempat. Dan jujur ini sangat memalukan ketika diriku seperti anak kecil harus dituntun dan dijaga oleh sensei agar tidak kabur dari pandangannya. Aku segera mengenakan tudung jaketku agar setidaknya wajahku bisa sedikit disembunyikan dari mata murid lain yang tengah berjalan di sepanjang lorong.

"Sensei… Bisa kau lepaskan tanganku? Ini memalukan!"

Kataku dengan sedikit nada protes. Tapi nampaknya dia tak mendengarkan kata kataku barusan. Dia lebih sibuk mengamati sepanjang jalan menuju ke Gedung Aktivitas Klub. Entah kemana dia akan membawaku namun aku merasakan adanya firasat buruk. Kurasa aku akan mendapatkan sebuah hal yang tidak baik. Masuk ke dalam Gedung Klub saja sudah membuatku merinding, semoga saja aku tidak diperintah untuk melakukan hal hal merepotkan seperti mengangkat angkat barang dan semacamnya.

"Sensei… Apa disana banyak orang? Apa saya bisa keluar setelah masuk kesana? Apa bisa saya ijin setiap hari untuk tidak ikut Aktivitas Klub?"

"Kau tidak dipersilahkan untuk bertanya… Kau diam saja!"

"Ughh.. benar benar tajam dan sangat menyakitkan.."

Mungkin kau tidak sadar sensei, tapi barusan itu sangat menyakitkan. Setidaknya bisakah kau lebih halus kepada murid kesayanganmu ini. Yang sudah tiga kali kau panggil ke ruangan para sensei hanya untuk mengatasi masalahku. Akhirnya kami berdua berhenti di depan pintu masuk ruangan yang kurasa mirip seperti kelas jika dilihat dari luar.

Lalu ketika kami berdua masuk ke dalam…, ternyata benar ruangan ini lebih mirip seperti kelas hanya saja tidak ada banyak bangku dan meja. Hanya ada meja panjang dan sebuah kursi yang diduduki oleh seorang gadis… iya gadis…

Gadis yang menyadari kehadiran kami itu langsung meletakkan buku yang sedang ia baca dan menempatkan penanda halaman di buku tersebut. Dia menoleh ke arah kami sambil menghela nafas saat sadar bahwa Koyuki-sensei lah yang masuk secara tiba tiba.

"Koyuki-sensei, bukankah saya sudah mengatakan untuk mengetuk pintu dulu sebelum masuk?"

Tubuh yang indah, elegan, cantik, rambut hitam yang diikat twintail. Itu sangat cocok untuk menggambarkan sosok gadis yang tengah duduk disana. Harus kuakui, meski dia murid sekolah ini..., tapi auranya sangat berbeda dengan murid murid lainnya.

"Ah, untunglah kau masih ada disini, Tohsaka."

"Aku baru saja akan berkemas kemas dan pulang…, tapi siapa sangka sensei akan datang kesini."

Dia terlihat sangat dingin dan cukup berani untuk bicara santai dengan seorang sensei seperti Koyuki-sensei. Lalu kuperhatikan lirikan matanya menuju ke arahku tak lama kemudian.

"Dan siapa orang aneh, menyedihkan dan menjijikkan yang berdiri di belakang anda, sensei?"

Sialan. Gadis ini benar benar mengatakan segala hal kejam langsung kepadaku. Apa gadis ini seorang sadistic? Sebelumnya, aku mengenal gadis ini…, Tohsaka Rin dari kelas 2A. Sejujurnya aku hanya tahu namanya saat melihat papan peringkat umum satu angkatan dimana, namaku ada dibawah namanya. Dia berada di peringkat 1 dalam peringkat umum satu angkatan sedangkan aku ada dibawahnya selisih 33 peringkat. Meski begitu nampaknya dia tak mengenal siapa aku. Bisa kutebak, karena bahkan tak banyak yang mengenal nama Naruto di sekolah ini meski mereka sering melihat namaku di peringkat 34.

Peringkat 34…, memang disengaja. Aku mendapat beasiswa melalui tes saat masuk ke sekolah ini. Sedangkan untuk peringkat selama ujian, aku tidak terlalu peduli. Jika aku masuk ke dalam 30 teratas, aku sudah jelas akan diposisikan di kelas A berisikan murid murid spesial yang diharapkan mampu bersaing dengan kurikulum internasional.

Tentu saja standar mereka lebih tinggi daripada kelas yang lain. Kebanyakan siswa disana berisi siswa pindahan luar negeri dan siswa siswa cerdas di seluruh Tokyo. Dan Tohsaka…, dia adalah salah satu yang paling terkenal di kelas tersebut.

"Ini Namikaze Naruto. Dia akan bergabung dengan Klub ini mulai sekarang."

Ya, aku hanya memalingkan wajahku dari tatapan mengerikan gadis itu. Apakah aku juga harus memperkenalkan diri… tapi tunggu!

"Namikaze..?"

Tohsaka seperti menyadari sesuatu. Gawat, sensei tidak sengaja mengucapkan nama marga ku kepada Tohsaka.

"A-Ah…,"

Dan sensei sendiri nampak kelabakan menanggapi respon Tohsaka yang nampaknya mengetahui nama tersebut.

"…Namikaze Corporation..., Perusahaan yang terkenal sedang naik daun itu?"

"Hah~… Ini semua bukan salahku, sensei.. Kau yang menyebutkannya,"

"Aku mengerti… Aku akan bertanggung jawab.."

Akhirnya sensei menjelaskan semuanya kepada Tohsaka mengenai keadaanku meski ia masih tetap menutupi segala alasan dan apapun yang tidak boleh terbongkar oleh public mengenai keluarga ku termasuk menyembunyikan fakta bahwa Uzumaki Kushina sang Aktris Besar adalah ibu kandungku. Aku sendiri tidak keberatan Tohsaka mengetahui latar belakangku asalkan dia bisa menutup mulutnya. Meski begitu aku masih tetap menyalahkan sensei karena hal ini merupakan sebuah kesalahan besar.

"Jadi begitu situasinya…" kata Tohsaka sambil mencubit dagunya.

"Kau paham situasinya? Kalau begitu bisakah kau diam dan tak memberitahu siapapun bahwa aku adalah anak dari Namikaza Minato?"

"Aku paham situasinya… kau adalah anak menyedihkan, anti sosial, tidak punya teman yang kebetulan lahir di keluarga ternama di Jepang kan?"

Gadis ini… jadi begitu kesimpulan yang dia buat… Sepenuhnya tidak salah sama sekali. Namun yang membuatku kesal, bisakah dia sedikit sopan kepada orang yang baru ditemuinya. Lagipula darimana dia bisa tahu kalau aku adalah seorang penyendiri yang tak punya teman? Ini tak masuk akal.

"Kau pasti sedang berpikir darimana aku tahu kalau kau seorang penyendiri menyedihkan yang tak punya teman…"

Hebat! Apa kau seorang cenayang. Aku langsung terdiam seketika itu juga. Aku kembali memalingkan wajah dari tatapan dinginnya. Jujur saja dinginnya tatapan itu bahkan mengalahkan dinginnya musim dingin yang datang tiap tahun di Jepang.

"Penampilan aneh, malas dan terkesan tidak mau berinteraksi… Menyedihkan jika melihat fakta bahwa anak dari keluarga ternama ternyata seperti ini bentuknya.."

"Kuhargai pujianmu itu.."

"Apakah kau seorang Masochist? Menganggap itu sebuah pujian sudah jelas bahwa kau seorang M.."

"Berisik.."

"Jadi benar kau seorang M?"

"Bukan…! Aku hanya seorang laki laki normal yang dipaksa bergabung dengan klub aneh berisikan gadis gila yang cuma bisa mengoceh,"

"Normal? Jadi standar normal laki laki di Jepang sekarang sepertimu ya? Wah, Jepang sangat mengerikan pasti jika standar normal adalah laki laki sepertimu…"

Gadis ini benar benar menyulut hawa permusuhan di antara kita berdua. Aku benar benar ingin pergi dari sini sekarang juga bahkan aku rela menukarkan satu boneka figure One Piece hanya untuk keluar dari sini sekarang. Yang membuatku semakin kesal adalah sebenarnya aku tidak bisa menyanggah semua pendapatnya mengenai diriku. Diriku mungkin memang menyedihkan dan sebagainya sedangkan dirinya mungkin salah satu gadis paling sempurna di sekolah.

Beruntungnya semua mentalku telah dipersiapkan untuk tidak tersinggung akan semua ucapannya. Karena seingatku ini bukan pertama kalinya aku mendapatkan perlakuan semacam ini dari orang orang.

"Nampaknya kalian berdua sangat akrab ya…?"

"Tidak!" ucapku dan Tohsaka bersamaan menanggapi kata kata Koyuki-sensei.

"Hmm.. cukup kompak.."

Aku dan Tohsaka sama sama memalingkan wajah kami satu sama lain. Ini benar benar buruk…, aku yang tidak suka banyak berinteraksi dengan orang lain akan berada dalam satu klub bersama dengan gadis dingin semacam ini. Jelas jelas hal ini merupakan scenario terburuk dalam kehidupanku di masa SMA.

"Kalau begitu mulai sekarang kau akan bergabung dengan klub ini, Namika-.. ehem.. Naruto.."

Bergabung? Menjadi anggota klub ini? Sensei nampaknya sudah mengira ngira atau mungkin dia memang bisa membaca pikiran ku secara langsung.

"Kau harus terlibat aktif, berinteraksi, bersosialisasi dan turut membantu Tohsaka dalam kegiatan klub. Anggap ini sebagai hukuman karena kau sudah membuang masa masa indahmu di tahun pertama. Aku tidak menerima protes, penolakan, pertanyaan dan semacamnya. Silahkan turuti saja perintahku!"

"Apa!? Hukuman membuang masa indahku di tahun pertama? Sensei… sekarang darimana sensei membuat standar atau setidaknya mengukur tingkat indahnya masa SMA seseorang? Jika hal itu dilihat dari tingkat kebahagiaan…, jujur saja aku bahagia selama tahun pertamaku!"

"Tahun pertamamu yang selalu menyendiri dan tak pernah berinteraksi dengan orang lain..?" tanya Koyuki-sensei dengan ekspresi yang pasrah

"Huh.. Menyedihkan…" tambah Tohsaka dengan nada yan menyakitkan.

Pada akhirnya aku terpaksa menuruti semua kata kata Koyuki-sensei.

"Baiklah… kau boleh bergabung ke klub ini asalkan kau memang mau belajar caranya bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain."

"Ah.. Tidak.. Aku tidak ter-!"

Ughh! Kurasakan seseorang baru saja menginjak kaki ku cukup keras bahkan cukup untuk membuatku terkejut. Ughh rasanya sakit sekali. Kuperhatikan kaki itu adalah kaki milik Koyuki-sensei yang kini sedang menatapku dengan senyumannya. Meski begitu, entah kenapa senyuman itu justru membuatku semakin takut dan khawatir dengan keselamatanku.

"Hufft… Baiklah…"

Jawabku menuruti Koyuki-sensei.

Dan disinilah dimulainya scenario terburuk dari hidupku di masa masa SMA…, saat aku menginjak usia yang bisa dikatakan remaja…, di tahun keduaku di SMA…

TBC

.

.

.

Author Note:

Ehem.. ehem… Shiba disini.. tes tes.. Oke! Apa kabar semua? Saya kembali mem publish sebuah fic baru yang ada di fandom Naruto x Fate Stay Night. Meskipun sebenernya ini Naruto x All of Fate Series karena ada karakter yang kuambil dari Fate Apocrypha.

Fic ini saya tulis setelah saya terdorong untuk membuat fic bernuansa romance school murni tanpa adanya fantasy ataupun magic. Saya terdorong setelah membaca salah satu fic berjudul Destined To Live With You milik author Tandrato dimana dia masih tetap stay di genre nya romance tanpa adanya fantasy ataupun magic.

Saya lihat sudah jarang ada fanfiction romance school murni tanpa adanya sentuhan fantasy. Jujur saya bosan dan oleh karena itu, sambil sementara menghilangkan jenuh dari dua fanfic saya yang lain, saya menulis fic ini dengan harapan fic ini mampu diterima, mampu membangkitkan genre yang saya angkat lagi dan mampu membuat rasa jenuh saya hilang dan saya bisa kembali menulis dua fic saya yang lain.

Fic ini terinspirasi dari anime Oregairu… dan kebetulan sudah lama saya ingin membuat fic yang mirip dengan anime favorit saya itu. Akhirnya tersampaikan juga. Lalu juga ada beberapa fic yang menginspirasi saya untuk membuat fic ini seperti Heal The World milik Vin-senpai dan DESTINY karya Win.01 senpai.

Dan karena saya masih newbie apalagi di bidang school romance begini, saya mohon pendapat/review nya. Saya tidak akan mempedulikan flame yang ada dan akan lebih fokus pada reader reader yang memberi saran, meminta lanjut dan sebagainya.

Sekali lagi terima kasih.. terutama Special Thanks buat author Tandrato yang gak pernah kehabisan ide buat bikin fic romace dan sudah membantu saya menemukan ide.

Sampai jumpa di next chapter