enjoy ya gengs

Jaemin memandang keluar kereta dengan pandangan menerawang.

Walaupun Jaemin memutuskan kepergiannya secara mendadak, waktu itu sudah lebih dari cukup bagi Qian untuk mempersiapkan semuanya. Kepergian yang rencananya hanya terdiri dari Duke of Vinchard, Duke of Cookelt dan sang Lady Jaemin Yvonne Lloyd, sekarang menjadi sebuah rombongan kecil.

Jaemin duduk di dalam kereta terdepan bersama kedua Duke. Di belakang mereka mengekor kereta berisi pelayan-pelayan yang menyertai kepergian mereka termasuk Qian. Dan di urutan paling belakang, kereta barang mereka atau tepatnya barang-barang Jaemin.

Jaemin tidak mengerti mengapa ia harus membawa berkoper-koper pakaian dan perhiasan ke Trottanilla. Ia pergi ke Trottanilla bukan untuk bersenang-senang. Kepergiannya murni karena tugas sebagai wali Duke of Cookelt. Terima kasih pada Qian, sekarang ia lebih terlihat seperti hendak pindah ke Helsnivia.

Entah apa kata orang. Kemarin ia menolak sang Pangeran dan pagi ini ia meninggalkan Helsnivia seperti ini.

Mark mungkin marah. Mark mungkin berpikir ia tengah melarikan diri. Namun Jaemin tetap berpendapat ia telah membuat keputusan yang tepat. Ia tidak akan pernah menyesali keputusannya ini.

Andai Mark bersungguh-sungguh. Andai itu adalah cinta sejati... Jaemin mendesah.

"Kau baik-baik saja, Jaemin?" Duke Vinchard bertanya cemas.

"Jaemin pasti tidak ingin ke Trottanilla," komentar Jisung, "Bukankah Jaemin datang ke Helsnivia karena ia melarikan diri dari Trottanilla."

"Benarkah itu, Jaemin?" Duke Vinchard prihatin, "Kau tidak perlu ke Trottanilla. Aku bisa mewakilimu."

"Tidak, Kakek," Jaemin menolak, "Aku tahu aku bisa mempercayai Kakek. Namun aku tetap ingin ke Trottanilla. Aku ingin mengunjungi Papa dan Johnny."

"Taeyong?" wajah Duke Vinchard langsung berubah.

Jaemin sadar sampai kapanpun nama itu tetaplah merupakan topik yang paling sensitif bagi Duke Vinchard.

Di luar dugaan Jaemin, Duke bertanya, "Apakah aku boleh menemanimu mengunjungi makam mereka, Jaemin?"

"Tentu saja, Kakek. Mereka pasti akan senang dapat bertemu dengan Kakek," dan Jaemin menambahkan dengan suara lirih, "Terutama Papa."

Duke of Vinchard tersenyum. Telah banyak yang ia lewatkan dalam bertahun-tahun ini dan telah banyak kesalahan yang ia lakukan. Ketika memutuskan menjemput Jaemin pulang, Duke Vinchard juga memutuskan untuk menambal semua kekurangan itu.

Jaemin kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Kepergiannya ke Trottanilla ini bukanlah suatu kesalahan. Ia membutuhkan waktu untuk mengusir Mark dari pikirannya. Ia membutuhkan waktu untuk melupakan Mark. Ia hanya bisa melakukannya ketika Mark tidak ada di sisinya.

Mungkin... selama itu pula Mark akan sadar semua perasaannya hanyalah khayalannya semata. Semua itu hanya perasaan sesaat seperti yang selalu ia rasakan pada wanita mana pun.

Karena itu Jaemin tidak pernah membuang waktunya untuk bersenang-senang di Trottanilla.

Kedatangan Duke of Vinchard beserta sang cucu yang baru ditemukannya telah menyebar luas sebelum mereka tiba. Mereka juga telah tahu Duke Vinchard akan tinggal di Sternberg selama mereka berada di Trottanilla. Berkat berita burung itu, surat undangan sudah menumpuk di Sternberg sebelum mereka tiba.

Saat melihat surat-surat itulah Jaemin mengerti mengapa Qian bersikeras mempersiapkan gaun-gaun pesta untuknya dan berbagai macam perhiasan.

"Sekarang pandangan semua orang padamu sudah berubah," komentar Duke Vinchard di suatu pagi.

Benar, pandangan mereka sudah berubah. Pertama, karena ia adalah cucu seorang Duke yang berpengaruh di Helsnivia. Kedua, karena ia adalah wali Duke of Cookelt yang masih muda. Hanya satu hal tidak berubah. Sikap para pria kepadanya sama sekali tidak berubah!

"Sayangnya," ujar Qian beberapa saat mereka tiba di Sternberg, "Duchess Nayeon tidak ada."

Menurut para pelayan Sternberg, Duchess Nayeon sudah menghilang sejak berita kedatangan mereka tersebar.

"Ia pasti malu bertemu Anda," komentar Qian pula.

Tentu saja Jaemin tidak mempercayainya. Ia tahu Duchess Nayeon terbelit hutang besar sedangkan almarhum suaminya memaklumatkan penerusnya tidak boleh memberikan sepeserpun harta keluarga Riddick padanya. Duchess tentu tidak akan membuang harga diri hanya untuk memohon pada putranya dan sang gadis yang dipercayainya sebagai anak haram almarhum Duke Johnny. Satu-satunya yang bisa melepaskannya dari belitan hutang ini adalah menghilang dari muka bumi.

Yeri masih ada di Sternberg ketika mereka tiba. Walaupun Yeri tidak mengakui, sikapnya kepada Jaemin telah berubah. Walaupun tidak menyukainya, Yeri tidak membentak ketika Jaemin memanggil namanya. Walaupun wajah kesal tidak hilang dari wajah cantiknya, Yeri tidak memprotes ketika Jaemin memberikan sarannya.

Perubahan sikap yang paling menyolok adalah para pelayan Sternberg. Mereka yang dulu tidak menyukai Jaemin sekarang menghormati Jaemin bahkan menyanjungnya.

Sikap mereka membuat Jaemin semakin sadar betapa pentingnya kedudukan, garis keturunan, dan kekayaan di mata banyak orang. Tentu saja hal itu tidak berarti bagi Qian.

Seperti yang dilakukannya pada Jisung, Qian memberikan pelajaran tata krama pada Yeri. Tidak satu kesalahanpun ditolerirnya. Ia juga tidak mengijinkan Yeri bersenang-senang. Tanpa peduli protes Yeri, ia mengatur jadwal harian sang Lady. Sikapnya yang tegas dan tanpa takut itu membuatnya menjadi sang pemimpin pelayan di Sternberg hanya dalam dua hari.

Sikap Qian itu tentu saja tidak membuat Yeri senang. Semakin ia memberontak, semakin keras sikap Qian. Jika Yeri berani menggunakan kekerasan, Qian tidak ragu untuk melawan balik. Ketika Yeri mengeluarkan umpatannya, Qian tidak takut untuk menampar gadis itu.

Sayangnya bagi Yeri, ia tidak dapat melakukan apa-apa. Qian adalah pelayan Duke of Vinchard dan Qian bukan penduduk Trottanilla.

Yeri tidak menyukai Qian namun ia tidak akan meninggalkan Sternberg karena hanya inilah satu-satunya tempat ia bermalam. Selain berharga diri tinggi seperti Duchess Nayeon, Yeri juga takut hidup susah.

Dari sekian banyak tanggapan atas kedatangan Jaemin ini, hanya satu orang yang benar-benar gembira melihatnya.

Taeil tidak henti-hentinya mengucapkan puji syukurnya. "Saya turut bergembira untuk Anda, Tuan Puteri. Duke Johnny dan Tuan Taeyong pasti turut berbahagia untuk Anda. Mereka menginginkan ini sejak lama."

Jaemin terkejut. Saat itulah ia baru tahu ternyata Taeil juga telah mengetahui asal usulnya. Taeil juga tahu mengapa Duke Johnny bersikeras memulangkannya ke Helsnivia.

Jaemin merasakan kehangatan dalam hatinya. Ia tidak sebatang kara. Selalu ada orang yang memperhatikannya, mencintainya dan melindunginya.

Jeno adalah orang yang paling terkejut dengan kedatangannya.

Berita tentangnya belum terdengar di Hauppauge sehingga pemuda itu sempat mengira ia menikah dengan Jisung yang saat itu menyertai kepergiannya dan Duke of Vinchard. Tahu ia adalah cucu seorang Duke, sikap pemuda itu langsung berubah. Dari tindak-tanduknya, Jaemin sadar pemuda itu kikuk padanya. Jeno tidak tahu lagi bagaimana harus bersikap kepadanya. Jeno yang telah menjadi kawan baiknya bahkan sempat melamarnya itu tidak tahu bagaimana ia harus memperlakukan seorang gadis miskin yang tiba-tiba menjadi cucu seorang Duke. Juga tidak sedikit penduduk Hauppauge yang menjadi kikuk padanya.

Demi sopan santun, Duke of Vinchard menyempatkan diri memenuhi undangan yang telah tiba di Sternberg sebelum kedatangan mereka. Duke Vinchard selalu membawa Jaemin besertanya. Mereka tahu tujuan undangan itu bukan hanya untuk sang Duke Vinchard namun juga untuk melihat sang cucu yang pernah menjadi anak haram almarhum Duke Johnny.

Pria-pria berebutan untuk menjadi pasangan Jaemin namun gadis itu tidak rela meninggalkan sisi Duke Vinchard. "Maaf, saya saya tidak dapat meninggalkan sisi kakek," katanya setiap saat.

Sikap Jaemin itu membuat Duke Vinchard berkeluh kesah, "Jangan terus menempel padaku. Pergilah bersama pria-pria itu. Pasti ada seseorang yang menarik perhatianmu." Dan Jaemin akan menjawab, "Aku hanya ingin berada di sisi Kakek. Apakah Kakek tidak suka?" Itu adalah sebuah jawaban yang tidak bisa ditolak Duke Vinchard.

Rencana awal mereka, setelah menyelesaikan segala yang perlu diurus, Jisung akan ditinggalkan di Trottanilla. Namun rencana itu tidak hanya berubah melainkan juga diperpanjang demi beberapa urusan mendadak.

Pertama, atas saran Duke Vinchard, Jaemin atas nama Duke Cookelt membereskan hutang-hutang Duchess Nayeon. Kedua, walaupun Jaemin tidak menginginkannya, mengeluarkan peraturan yang harus dipatuhi Yeri untuk dapat terus menerima kucuran dana. Ketiga, atas keinginan Jisung, mengumumkan kepada setiap bawahan Duke Cookelt bahwa sang Duke akan tinggal di Helsnivia untuk waktu yang tak terbatas. Akibat keinginan Jisung itu pula, Jaemin harus mengatur tugas setiap orang di bawah pimpinan Duke of Cookelt. Selain itu, atas keinginan Jaemin, mencari jejak Duchess Nayeon.

Pekerjaan terakhir inilah yang paling merepotkan dan juga memakan waktu. Walaupun Jisung menentang keinginannya ini, Jaemin tetap bersikeras menemukan Duchess Nayeon. Walaupun Duchess tidak pernah berbuat baik kepadanya, Jaemin tetap tidak bisa berdiam diri memikirkan Duchess yang selalu hidup mewah itu mungkin sedang hidup sengsara. Selain Jisung, Qian juga tidak menyukai keputusannya ini. "Untuk apa Anda mengkhawatirkan wanita itu!? Dia sudah menghina Anda!" omelnya setiap saat. Namun Jaemin tetap bersikeras pada keputusannya ini. Sejak kecil ia tidak pernah melihat ibunya. Ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Ia tidak bisa membiarkan orang lain menyia-nyiakan ibunya. Walaupun Duchess Nayeon tidak pernah melakukan tugasnya sebaga sebagai seorang ibu, Duchess Nayeon tetaplah ibu Yeri dan Jisung.

Hanya Duke of Vinchard seorang yang mendukung keputusan Jaemin. Bahkan Duke Vinchard bersedia menggunakan kekuasaannya untuk membantu Jaemin dengan syarat Jaemin atau siapa pun tidak boleh memaksa Duchess kembali ke Sternberg. Apabila Duchess bersedia kembali, maka ia harus menuruti peraturan main untuk tetap bisa tinggal di Sternberg, peraturan sama yang harus dituruti Yeri.

Menurut Duke Vinchard, hanya ancaman yang bisa mencegah kedua wanita itu menghancurkan keluarga Riddick. Sebagai wali Duke Cookelt, Jaemin tidak hanya bertugas membimbing sang Duke namun juga menjaga keutuhan dan kehormatan keluarga Riddick. Sependapat dengan kakeknya, Jaemin menerima syarat itu.

Sebulan setelah pencarian dimulai, jejak Duchess Nayeon ditemukan di pinggiran Trottanilla.

Seperti dugaan Jaemin, Duchess tetap bergaya hidup mewah walaupun ia tidak lagi mempunyai uang. Ia memanfaatkan kecantikannya serta gelar sebagai seorang Duchess untuk mendapatkan yang terbaik. Sikapnya ini membuat Jaemin harus menyelesaikan persoalan baru yang ditimbulkannya selama pengembaraannya ini. Yang tidak Jaemin duga adalah kesediaan Duchess untuk pulang dengan syarat memenuhi semua peraturan yang telah ditetapkan Jaemin atas nasehat Duke Vinchard! Tanpa komentar maupun bantahan, Duchess Nayeon bersedia ditempatkan di peristirahatan keluarga Riddick yang jauh dari keramaian bahkan dapat dibilang cukup terpencil.

Jaemin menduga sebulan tanpa kemewahan yang selalu dinikmatinya membuat Duchess pasrah. Mungkin bagi Duchess lebih baik hidup terkekang namun tetap dilayani puluhan pelayan daripada hidup bebas namun tanpa sedikit kemewahan pun.

Dengan ditemukannya Duchess, berakhir pulalah masa tinggal mereka di Sternberg.

Baik Duke Vinchard maupun pelayan-pelayan Quadville yang menyertai bersemangat menanti hari kepulangan mereka. Mereka tidak pernah meninggalkan Helsnivia untuk waktu selama ini dan mereka sudah sangat merindukan tanah air mereka serta sanak keluarga mereka.

"Akhirnya kita akan pulang," ujar Qian sambil melipat gaun-gaun Jaemin. "Malam ini Anda harus segera tidur. Besok pagi-pagi kita akan meninggalkan Sternberg," Qian memberi peringatan keras kepada Jaemin lalu setengah melamun ia berkata, "Rasanya sudah lama sekali saya meninggalkan Quadville. Saya tidak sabar ingin segera memeluk cucu-cucu saya."

Jaemin hanya mengangguk.

"Mengapa jawaban Anda hanya itu?" protes Qian, "Apakah Anda tidak ingin pulang ke Helsnivia?" tanyanya menuntut jawaban, "Yang Mulia Duke tidak akan setuju meninggalkan Anda di sini."

Jaemin pun tidak tahu jawaban pertanyaan itu.

"Apalagi yang Anda khawatirkan? Semua masalah di sini sudah beres. Pembangunan gudang yang Anda rancang sudah selesai. Masalah keuangan Cookelt sudah Anda luruskan. Wania hina itu juga sudah ditemukan? Anda sudah tidak diperlukan lagi di sini."

Benar. Sekarang ia bisa kembali ke Helsnivia. Hatinya terasa berat untuk kembali ke Helsnivia.

"KAU!" Qian tiba-tiba berseru, "Jangan masukkan gaun itu kesana! Berapa kali harus kukatakan kalian harus memisah-misahkan gaun Tuan Puteri. Apa yang akan kalian lakukan kalau Tuan Puteri tiba-tiba harus berganti baju di perjalanan!? Apa kalian mau membuat Tuan Puteri menunggu kalian membongkar muatan!?"

Jaemin memalingkan kepala dari para pelayan yang sibuk meringkas barang-barangnya di bawah pimpinan Qian. Pikirannya kembali melayang jauh ke atas langit biru.

Pulang ke Helsnivia... Itu artinya ia akan bertemu dengan bertemu Mark lagi. Sebulan ini ia hampir tidak dapat melupakan Mark. Beberapa hari lagi ia akan semakin kesulitan menyingkirkan pria itu dari kepalanya.

Jaemin mendesah. Ia sudah mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai waktu luang namun tetap saja kepalanya tidak dapat berhenti memikirkan Mark. Dalam setiap pesta. Setiap menghadiri pesta, Jaemin selalu berharap Mark juga ada di sana sehingga ia tidak perlu bersusah payah menghindari pria yang ingin mendekatinya. Setiap ada pria yang mencoba mendekatinya, Jaemin selalu teringat wajah cemburu Mark.

Sebagian dirinya berseru merindukan Mark. Sebagian dirinya yang lain tidak ingin kembali ke Helsnivia. Jaemin tidak siap. Ia tidak siap kembali ke Helsnivia. Ia tidak siap melihat Mark bersama wanita lain. Ia tidak sanggup mendengar berita tentang Mark dan wanita lain.

Mark adalah seorang pria yang tidak bisa hidup tanpa wanita. Tidak mungkin Mark tidak menemukan wanita baru dalam waktu sepanjang ini. Mark tidak mungkin masih mengatakan hal yang sama padanya.

Sebagian dari diri Jaemin bergembira. Sebagian lagi bersedih.

Ketika ia kembali ke Helsnivia, wanita Mark yang dibicarakan tiap penduduk Helsnivia bukan lagi dirinya. Namun betapa pun ia ingin kabur dari Helsnivia, hari itu akhirnya tiba juga.

"Selamat datang, Yang Mulia Duke, Tuan Puteri, dan Tuan Muda Jisung," sambut Kibum bersama pelayan-pelayan Quadville yang lain.

Jaemin melihat orang-orang yang berbaris rapi sambil membungkukkan badan ke arah mereka. Ia merasa setiap orang melihatnya dengan simpati. Ia berani bersumpah mereka sedang bersimpati pada Tuan Puteri mereka yang kini bukan lagi wanita Mark.

Begitu tiba di Quadville, Duke of Vinchard segera memanggil Lucas untuk mengetahui perkembangan yang terjadi selama ia tidak ada. Jisung langsung memanfaatkan waktu untuk bermain-main di sekitar Quadville seperti kesukaannya selama berada di Helsnivia. Para pelayan langsung berbaur dengan pelayan yang lain untuk melepaskan rindu mereka. Dan Jaemin...

Jaemin bermuram diri. Ia tidak ingin menemui seorang pun. Ia tidak ingin sanggup mereka berbicara tentang Mark dan wanita barunya. Ia tidak ingin mengikuti perkembangan Helsnivia Yang diinginkan Jaemin saat ini hanyalah mengurung diri dan mempersiapkan batin untuk mendengar berita petualangan Mark.

"Apakah kau baik-baik saja, Jaemin?" Duke Vinchard bertanya khawatir saat mereka berkumpul di Ruang Makan, "Apakah kau sakit?" Duke merujuk pada makanan yang hampir tidak disentuh Jaemin.

"Aku baik-baik saja, Kakek," Jaemin tersenyum, "Aku hanya lelah."

"Kau sudah seperti ini sejak kita memutuskan pulang," komentar Jisung.

Jaemin tidak menanggapi.

Duke berdiri dan berpaling pada Jaemin, "Ikutlah aku."

Jaemin mengikuti Duke tanpa suara.

Duke Vinchard membawa Jaemin ke sebuah ruangan di mana hanya ada mereka berdua dan jauh dari pendengaran Jisung yang masih duduk di Ruang Makan.

Jaemin hanya memperhatikan Duke ketika Duke menutup pintu dengan perlahan.

Duke duduk di depan Jaemin dan memandang lembut cucu satu-satunya itu. "Sekarang kau bisa mengatakan semuanya padaku."

Jaemin hanya melihat Duke dengan tidak mengerti.

"Apakah aku tidak bisa kaupercayai?" Duke bertanya, lalu Duke mendesah. "Kasihannya aku. Cucuku tidak mau berbagi denganku."

Jaemin terperanjat. Tanpa disadarinya ia telah melukai orang yang dicintainya. "Tidak, Kakek. Aku percaya padamu. Aku senang berbagi denganmu."

"Kau memikirkan Pangeran Mark?" Duke bertanya langsung.

Jaemin terperanjat. Lidahnya mengeras dalam mulutnya yang menutup rapat.

"Aku benar, bukan? Kau memikirkan Pangeran Mark."

"Ti... tidak," Jaemin menyangkal panik, "Aku tidak memikirkannya. Aku tidak pernah memikirkannya."

"Kau tentu sangat mencintainya."

Lagi-lagi Jaemin terperanjat. Duke Vinchard telah menebak isi hatinya. "Maafkan aku, Kakek," Jaemin tidak berani menatap wajah kakeknya.

Duke Vinchard menglurkan tangan memegang dagu Jaemin. "Aku tidak menyalahkanmu, Jaemin," Duke tersenyum lembut sambil menatap Jaemin.

Jaemin terperangah.

"Apakah kau tahu mengapa aku tidak suka Jisung mendekatimu? Apakah kau tahu mengapa aku merestui hubunganmu dengan Pangeran?"

Keduanya adalah seorang pria yang selalu mempermainkan wanita. Satu-satunya yang membuat mereka berbeda adalah...

"Aku tidak pernah mempersoalkan masalah usia," sambung Duke.

Maka satu-satunya jawaban adalah. "Karena Pangeran Mark adalah seorang Pangeran dan Jisung hanya seorang Duke."

Lagi-lagi Duke Vinchard tersenyum sambil menatap lembut Jaemin. "Tidak, Jaemin. Ten sudah memberiku pelajaran. Aku tidak mempedulikan lagi kedudukan seseorang."

Jaemin tertegun.

"Karena aku tahu Jisung bukan pria yang pantas untukmu. Ia hanya tertarik padamu. Jeno mencintaimu dengan setulus hati namun aku juga tidak akan menyetujui hubungan kalian," Duke membuat Jaemin bertanya-tanya, "Mereka tidak dapat memberimu kebahagiaan." Lalu ia menggenggam erat tangan Jaemin. "Aku pernah menentang keras Ten. Aku yang sekarang menentang keras cucuku membuat kesalahan bodoh. Ketika Ten meninggalkanku, aku merasa begitu kesepian. Aku masih ingat perkataan terakhirnya sebelum meninggalkanku. Apakah kau tahu apa itu, Jaemin?"

Jaemin menggeleng.

"Katanya, uang tidak dapat membeli kebahagiaan."

Jaemin hanya membisu.

"Ketika melihatmu, aku menyadari kebenaran kata-katanya. Aku memiliki banyak uang, namun aku tidak pernah merasa bahagia. Kebahagiaanku yang sesungguhnya tiba setelah engkau berada di sisiku."

"Pangeran Mark mencintaimu. Aku dapat melihat ia tidak bermain-main."

"Itu tidak mungkin. Pangeran pernah berkata ia tidak mungkin jatuh cinta padaku. Aku bukan gadis cantik yang menarik perhatiannya."

"Kapankah ia mengatakan itu?"

"Ketika...," Jaemin terdiam. Ia tidak ingin mengungkit detik-detik terakhirnya bersama Duke Johnny.

"Dia mengatakannya karena ia belum mengenalmu," hibur Duke, "Percayalah padaku, Jaemin. Aku tidak pernah melihat Pangeran seperti ini. Aku tidak pernah melihat seorang pria yang begitu mencintai seorang wanita."

"Tidak. Itu tidak mungkin," Jaemin menggeleng. Sedikit pun ia tidak dapat membiarkan harapan muncul dalam hatinya.

"Ini semua salahku," Duke Vinchard bergumam sedih. "Andai aku menemukanmu lebih awal, kau tidak akan seperti ini."

Jaemin terkejut. "Tidak, Kakek. Kau tidak bersalah."

Namun Duke Vinchard meneruskan. "Johnny adalah seorang playboy. Jisung juga tidak lebih baik. Nayeon juga membuat keadaan lebih buruk. Mark juga tidak pernah serius mencintai seorang wanita," Duke membeberkan lingkungan Jaemin tumbuh dewasa yang ia ketahui lalu membuat kesimpulan, "Karena itulah ketika Mark serius, kau takut."

Takut... Jaemin merenung. Mungkin Duke Vinchard benar. Ia tidak mau harapan tumbuh dalam hatinya karena ia tahu itu hanya akan menyakitinya.

"Bagaimana kau tahu kau akan terluka kalau kau tidak mencoba?" Duke bertanya lebih lanjut, "Bagaimana kau tahu Mark hanya bermain-main denganmu kalau kau tidak memberinya kesempatan?"

"Aku bukan wanita yang pantas untuknya," Jaemin memberitahukan kenyataan pahit itu, "Ia adalah seorang pria terhormat sedangkan aku hanyalah anak seorang petualang."

"Lalu mengapa?" tanya Duke.

"Jelas itu tidak mungkin. Aku tidak pantas bersanding di sisi Mark."

"Siapa yang mengatakannya?"

"Semua...," Jaemin terdiam. Tidak ada yang mengatakannya secara langsung.

Duke tersenyum lembut. "Tampaknya kau benar-benar kelelahan. Segeralah beristirahat, Jaemin. Jangan berpikir terlalu banyak." Duke Vinchard mencium pipi Jaemin.

Jaemin terperangah. Tangannya memegang pipi yang baru saja dicium Duke Vinchard.

"Selamat malam, Jaemin."

Jaemin mengangguk dan berjalan ke kamarnya. Ciuman kasih sayang Duke telah membiusnya.

.o0o.

"Jaemin! Jaemin!"

Jaemin merasa mendengar seseorang memanggil namanya.

"Bangun Jaemin, atau aku menciummu."

"Aku masih ingin tidur, Papa," gumam Jaemin sambil membalikkan badan.

Jaemin merasa tubuhnya terangkat. Detik selanjutnya sesuatu menyentuh bibirnya.

Mata Jaemin membelalak lebar.

"Akhirnya kau bangun," Mark tersenyum gembira. "Bagaimana ciuman selamat pagiku?"

Tanpa sadar Jaemin menyentuh bibir yang baru saja bersentuhan dengan bibir Mark.

"Baiklah," Mark menyerah. Ia menyingkirkan tangan Jaemin dari bibirnya. Mark menunduk mencium Jaemin lalu tersenyum, "Sekarang segeralah bersiap-siap. Aku akan menantimu di bawah."

Jaemin hanya menatap kepergian Mark.

Baru saja Mark menutup pintu ketika Qian menerjang masuk. "Ya ampun, Tuan Puteri. Apa yang sedang Anda lamunkan. Segeralah bersiap-siap." Qian tanpa belas kasihan menarik Jaemin dari tempat tidur.

Ketika pikiran Jaemin kembali berjalan, ia sudah berdiri di hadapan Qian yang dengan gembira mengantar kepergiannya.

"Kau lebih cepat dari dugaanku," Mark tersenyum menatap Jaemin dari atas kudanya.

Tiba-tiba Jaemin sadar. Saat ini matahari belum terbit. Saat ini adalah waktu Mark biasa pergi berkuda pagi. Tentu Mark telah memanfaatkan kekosongan pikirannya sesaat setelah bangun tidur. Namun Jaemin tidak mengerti mengapa Qian tidak membantunya mengenakan baju berkuda.

"Saya akan segera berganti baju," Jaemin membalikkan badan.

"Tidak perlu," Mark membungkuk. Dalam satu gerakan, ia sudah mengangkat Jaemin ke depannya.

Jaemin terperangah. Sebelum ia benar-benar menyadari apa yang telah terjadi, ia mendengar Qian berkata gembira, "Selamat bersenang-senang, Tuan Puteri." Dan mereka melaju meninggalkan Quadville.

"Ke mana kita akan pergi, Pangeran?" akhirnya Jaemin mampu menguasai dirinya.

"Ke tempat rahasia kita," Mark menjawab singkat.

Tempat rahasia? Apakah mereka mempunyai tempat itu?

"Tidurlah. Aku akan membangunkanmu kalau kita sudah sampai."

Tidur? Bagaimana mungkin ia bisa tidur dalam posisi seperti ini? Ia hanya duduk menyamping di depan Mark. Satu-satunya hal yang dapat mencegahnya jatuh adalah sepasang tangan yang mengendalikan kuda itu.

Mata Jaemin terpaku pada tangan yang mengendalikan kuda dengan mantap itu. Sebuah perasaan rindu merayapi hatinya. Pagi ini Mark telah membangkitkan kembali kenangan masa kecilnya. Mark membangunkannya dengan cara khas ayahnya ketika ia malas bangun. Walaupun mengucapkan kata-kata yang sama, ayahnya tidak mencium bibirnya seperti Mark melainkan menggelitiknya. Itulah yang selalu dimaksud ayahnya dengan mencium. Lebih dari sepuluh tahun lamanya ia tidak dibangunkan dengan cara itu. Sepuluh tahun lebih lamanya ia tidak berada dalam posisi seperti ini. Sepuluh tahun telah lewat sejak saat terakhir ayahnya memberinya tumpangan.

Jaemin bersandar pada orang yang memberinya tumpangan.

Sudah lama ia tidak merasakan perasaan seperti ini. Ia rindu pada kehangatan di punggungnya dan angin semilir yang membelai wajahnya. Jaemin memejamkan mata. Ia ingin seluruh inderanya terpusat pada indera sentuhan. Ia ingin merekam kenangan ini di dadanya.

Ketika Jaemin membuka matanya kembali, ia berada di antara kaki Mark yang terbuka. Tangan Mark yang memeluknya, merapatkan jubah hangat yang menyelimutinya. Kakinya yang terbuka memanjang sepanjang rerumputan hijau. Kepala Mark bersandar di atas kepalanya yang menunduk. Hembusan nafasnya meniup rambut Jaemin.

Jaemin memperhatikan langit yang sudah terang. Awan-awan putih menghiasi langit. Matahari yang sudah hampir mencapai tahta tertingginya menyinari bumi yang dingin.

"Kau sudah bangun?" Mark menatap wajahnya.

Jaemin memperhatikan senyuman Mark.

"Qian benar. Kau menjadi lamban sesaat setelah bangun tidur," ia tersenyum geli.

Rupanya hembusan angin membuatnya tertidur. Kemarin malam ia tidak dapat tidur. Semalam ia terus memikirkan kata-kata kakeknya dan Mark. Walau tidak ingin, ia tidak dapat berhenti memikirkan Mark.

"Bagaimana? Apakah engkau merasa lebih segar?"

Jaemin tidak melepaskan mata dari Mark.

"Sekarang kau tampak lebih segar," ia tersenyum gembira.

Ringkikan kuda mengagetkan Jaemin.

Sekarang pikirannya sudah benar-benar bangun. Terakhir ia membuka mata, ia masih berada di atas kuda Mark. Sekarang ia sudah berada di tempat yang tidak ia ketahui. Jaemin melihat sekeliling. Ia merasa ia pernah datang ke tempat ini.

"Apa kau lapar?" Mark bertanya, "Qian sudah membawakan bekal untuk kita."

Baru saat itulah Jaemin melihat kantung yang menggantung di punggung kuda. Punggung kuda...

Mata Jaemin membelalak lebar. "Pangeran, bagaimana Anda?" Jaemin tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Ia melihat kuda yang berdiri tegap itu lalu pada Mark yang masih memeluknya.

Mark hanya melayangkan senyum misteri. Mark lebih suka membiarkan Jaemin bertanya-tanya. Ia tidak akan memberitahu Jaemin bahwa kudanya juga terlatih untuk duduk dengan satu perintah.

"Pangeran!" Jaemin menuntut jawaban.

Mark tidak tahan lagi. Ia merengkuh Jaemin ke dalam pelukannya dan memeluknya erat-erat.

"Aku merindukanmu, Jaemin. Aku sangat merindukanmu," bisiknya.

Sebulan ini ia benar-benar menderita. Ketika mendengar Jaemin meninggalkan Helsnivia, ia panik. Ia pikir Jaemin kabur karenanya. Kemudian ketika berita kepergian Duke of Vinchard menyebar, Mark mulai merasa lega. Jaemin masih akan kembali ke Helsnivia! Baru ketika berita kepergian Jisung bersama mereka tiba di telinganya, ia menyadari tujuan kepergian mereka.

Sebulan ini ia benar-benar menderita. Tiada detik yang dilaluinya tanpa memikirkan Jaemin. Tiada saat ia tidak merindukan gadis yang dicintainya ini.

Kemarin ia langsung melesat ke Quadville ketika kabar kepulangan mereka tiba di telinganya. Namun Duke of Vinchard melarangnya menemui Jaemin. Waktu tidak tepat, alasannya. Mereka baru saja tiba dan Jaemin membutuhkan istirahat. Kemudian Qian memberinya ide ini. Hanya ketika Jaemin baru bangun tidur gadis itu menjadi luar biasa penurut.

"Jangan tinggalkan aku lagi," pinta Mark, "Aku tidak sanggup hidup tanpamu. Aku benar-benar mencintaimu, Jaemin. Aku tidak bercanda."

Jaemin terperangah. Mark masih mengatakan kalimat terakhir yang didengarnya.

"Aku tidak pernah mencintai seorang wanita seperti ini, Jaemin. Aku mencintaimu dengan seluruh jiwa ragaku. Aku sangat mencintaimu."

Air mata Jaemin menetes. Jaemin memeluk Mark dan membenamkan wajahnya dalam-dalam di kehangatan dada pria itu. Ia tidak dapat lagi membohongi dirinya sendiri. Biarlah ia terluka. Biarlah Mark membohonginya. Saat ini ia hanya ingin berada di sisi Mark. Ia ingin berada di pelukan pemuda ini.

Mark memegang pundak Jaemin dan menjauhkan gadis itu dari dadanya. "Menikahlah denganku, Jaemin," ia menatap mata gadis itu dengan serius.

Jaemin membuka mulut.

"Tidak," Mark mencegah. "Jangan memberi jawaban apapun. Jangan berkata apapun sebelum aku selesai." Lalu Mark berdiri.

Hawa dingin langsung menusuk tubuh Jaemin. Matanya mengikuti Mark menuju kuda yang menanti mereka.

Mark mengeluarkan sesuatu dari dalam kantung di punggung kuda dan kembali ke sisi Jaemin. "Terimalah ini," ia mengulurkan segulung kertas.

Jaemin menerimanya dengan bingung. Melalui mata Mark, ia tahu pemuda ini ingin ia membaca isi kertas itu. Jaemin melihat gulungan kertas di tangannya lalu kembali pada Mark.

Mark duduk di depan Jaemin.

Jaemin membuka tali yang mengikat gulungan kertas itu dengan ragu-ragu.

Mark menanti dengan sabar hingga Jaemin membuka gulungan kertas itu.

"Ini...," suara Jaemin tercekat. Matanya kembali membasah.

"Sebulan ini aku mengikuti jejak masa lalu," Mark menjelaskan, "Aku menelusuri jejak ibu dan ayahmu. Aku menemukan surat nikah mereka di sebuah gereja terpencil tempat mereka menikah."

Ketika Jaemin menolak lamarannya, Mark telah bersumpah untuk mendapatkan gadis itu. Sebulan terakhir ini ia tidak membuang waktu untuk menemukan segala macam senjata yang membuat Jaemin tunduk. Kekeraskepalaan Duke Vinchard yang terkenal itu menurun pada Jaemin. Untuk menundukkan kekeraskepalaan itu cara biasa tidak cukup. Mark tidak kesulitan menemukan segala hal yang menyangkut Ten Elwood dan Taeyong Lloyd. Kali ini ia tahu ia bisa bertanya pada banyak orang. Bahkan Duke of Vinchardpun memberinya saran.

Jaemin memperhatikan Mark melalui matanya yang berkaca-kaca.

"Aku juga telah menelusuri garis keturunan ayahmu. Ayahmu dan almarhum Duke Johnny bukan hanya teman tetapi juga sepupu. Kakek ayahmu adalah adik kakek buyut Jisung."

Garis keturunan Ten Elwood tidak perlu diragukan namun Taeyong Lloyd? Dalam sebulan ini Mark terus bertanya-tanya mengapa Duke of Sternberg bisa bersahabat dengan seorang pengelana miskin. Menurut Jaemin, mereka telah bersahabat sejak kecil. Dari lingkungan tempat ia dibesarkan, Johnny Riddick tidak mempunyai kesempatan untuk berkenal dengan seorang gelandangan.

Jaemin terperangah.

"Sekarang kau tidak ragu lagi, bukan?"

Jaemin mengangguk. Bagaimana mungkin ia meragukan surat pernikahan asli orang tuanya? Bagaimana mungkin ia meragukan kerja keras sang Putra Mahkota?

"Sekarang kau tidak punya alasan untuk menolakku."

Jaemin tertegun.

"Jangan menolakku lagi, Jaemin," pinta Mark, "Kau tahu bagaimana sakitnya penolakan. Jangan biarkan aku merasakannya," Mark sudah tidak kuat untuk tidak memeluk Jaemin, "Aku benar-benar takut akan penolakanmu. Kau tidak punya ide bagaimana tiap hari aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan seseorang akan merebutmu. Setiap detik aku berharap berada di sisimu."

"Anda melakukan ini untuk gosip-gosip itu?" tanya Jaemin.

"Gadis bodoh," Mark menatap Jaemin penuh cinta, "Aku melakukannya untukmu. Demi menundukkan kekeraskepalaanmu itu, aku rela melakukan apa saja."

"Oh... Mark...," Jaemin terharu, "Aku mencintaimu."

"Akhirnya kau mengatakannya," gumam Mark.

Jaemin mengangkat tangannya merangkul leher Mark.

Mark menunduk melumat bibir Jaemin.

"Aku sudah tidak sabar mengikatmu selamanya di sisiku. Aku tidak mau menanti sampai kau berubah pikiran."

Jaemin tertawa. "Saya lebih takut Anda berpaling hati."

"Aku sudah berlabuh, Jaemin. Kurasa aku sudah berlabuh semenjak aku bertunangan denganmu di hadapan almarhum Duke of Cookelt." Dan Mark melumat bibir Jaemin lagi. Ia bersumpah ia tidak akan melepaskan lagi gadis dalam pelukannya ini walaupun Jaemin sendiri yang menginginkannya.

Jaemin menyandarkan badan di dada Mark. "Pangeran," katanya, "Bisakah hari ini kita tetap seperti ini?"

"Tidak hanya hari ini. Esok, lusa, dan seterusnya kita akan bersama," janji Mark, "Aku tidak akan memberimu kesempatan untuk meninggalkanku."

"Saya tidak akan meninggalkan Anda," Jaemin berjanji pula.

"Aku sudah tidak sabar ingin segera membawamu pulang," Mark meraih tangan Jaemin, "Aku tidak sabar ingin segera memasang cincin perkawinan kita di jarimu," ia memainkan jari manis Jaemin. "Duke telah menyetujui perkawinan kita. Aku dan dia telah memutuskan untuk segera melangsungkan pernikahan kita."

Jaemin terperanjat.

"Jangan mengatakan padaku kau tidak ingin menikah denganku," Mark memperingatkan.

Jaemin tersenyum. "Bagaimana mungkin?" tanyanya, "Kalau saya terus ingin seperti ini," ia kembali menempelkan tubuhnya di dada Mark.

"Oh, Jaemin," Mark memeluk Jaemin, "Andai kau tahu betapa aku takut kehilanganmu."

"Saya pun takut Anda akan berpaling pada wanita lain."

"Aku rasa tak lama lagi aku akan mematahkan hati mereka. Tapi aku tak peduli. Aku hanya peduli pada dirimu seorang."

Jaemin tersenyum. Walaupun pernikahan mereka akan membuat banyak wanita menangis, ia tetap akan melangsungkannya karena ia tahu pernikahan ini juga akan membawa kebahagiaan bagi banyak orang.

Ratu Doyoung adalah orang yang paling bersuka cita atas pernikahan mereka. Senyum bahagia terus menghiasi wajah cantiknya hingga setelah mereka menikah. "Ten juga pasti bergembira di alam sana," bisiknya terharu ketika keduanya saling bertukar janji perkawinan.

Raja mengangguk – mengamini pernyataan itu. Ia tidak pernah membayangkan hari ini akan datang tapi hari ini akhirnya terwujud juga. Sang petualang cinta itu akhirnya melabuhkan diri pada pujaannya.

END

officially end guys

so sad yaaa

at least kapal kita live happily ever after gengs

akhir kata,

makasi untuk para pembaca yang udah bersedia ngeluangin waktu baca remake ini. aku senang

bubaiii