SWORD's MEMORIES

Baginda Raja.

Begitu seluruh rakyat Joseon menyebut sosok pria yang selalu memperlihatkan wajah marah di setiap kesempatan tersebut.

Sosok itu dihormati, pribadi yang sanggup membuat semua orang berlutut, mencium tanah dengan dahi kala rombongan istana yang menggiring tandunya melewati pemukiman warga.

Park Chanyeol, sudah seharusnya duduk di sana, si atas singgasana meski di balik kekuasaan yang ia genggam ada banyak pertumpahan darah dan cerita yang memilukan.

Manusia tidak selalu bebal hingga cerita berakhir, di antara mereka ada yang dengan cepat meratapi kesalahan, menyesali perbuatan. Hal itu berlaku untuk Chanyeol.

Tidak ada kata istimewa sejak saat jubah kebesaran membalut tubuhnya, Chanyeol justru merasa terbebani. Ia tidak menikmati satu detik pun sebagai sang penguasa karena kesalahan masa lalu yang terus menghantui atensi.

Chanyeol merenungi diri, ia menyesali petumpahan darah yang terjadi. Karena kesulitan yang ia hadapi, pria itu lantas menutup diri dan menjelma menjadi sosok yang membosankan.

Kesehariannya hanya bergelut dengan formalitas, pemerintahan, membaca setumpuk agenda, jika sedang muak dengan kelakuan sang ibu tiri maka pria itu akan menyempatkan diri berkuda atau berburu di pedalaman hutan.

Terasa membosankan sebelum kini ia duduk di atas alas sutra, mengenakan katun putih tanpa jubah bercorak naga, sesekali meneguk arak, lalu kembali menikmati pertunjukan.

Sebuah tarian halus yang memperlihatkan lekuk tubuh, seorang wanita yang akhir-akhir ini membuat sang paduka menggila.

Mulanya Chanyeol membenci bagaimana seorang Gisaeng meliuk-liukkan tubuh serupa ulat bulu, namun kini sang Raja bahkan menyempatkan diri mengunjungi rumah bordil, menghuni sebuah ruangan khusus hanya untuk melihat bagaimana lincahnya Byun Baekhyun merangkai setiap gerakan tari yang memprovokasi.

Ya. Gisaeng cantik itu pada akhirnya melangkah jauh.

Tarian pemikatnya berakhir, kaki ramping itu berlari kecil sebelum tubuh mungilnya berakhir di atas pangkuan sang raja.

"Aku suka tarianmu." Bisik Chanyeol sebelum menenggelamkan wajah di leher jenjang sang Gisaeng kesayangan.

Baekhyun mendongak, memejamkan mata, sesekali meremas bahu lebar sang raja lalu akan tertawa kecil kala pria itu mencumbu titik sensitif.

"Oh... Baekhyunie..." gumam Chanyeol, mabuk kepayang.

Baekhyun melenguh kecil, membiarkan Chanyeol untuk beberapa saat sebelum menarik diri dan menggagalkan niat sang paduka yang hendak meraup bibir ranumnya.

Wanita yang hanya mengenakan satu lapisan hanbok putih transparan itu lantas berdiri menghadap jendela kayu, menyaksian rombongan ikan koi di dalam kolam, menatap tajam hamparan teratai yang terlihat tumbuh mekar sebelum merasakan sebuah lengan melingkar mesra di perutnya.

Cumbuan sensual kembali hingga di bahunya yang sempit.

"Paduka..."

"Hum?" Gumam Chanyeol masih sibuk menyematkan kecupan di telinga Baekhyun.

Baekhyun berbalik lantas memamerkan senyuman yang berpotensi membuat Chanyeol sanggup menguras lautan jika wanita itu yang memintanya.

"Tidak. Hamba hanya senang memanggilmu, Rajaku." Baekhyun melingkarkan lengan di leher sang penguasa lalu kembali melenguh kecil atas cumbuan yang lepas dari hasrat sensual yang sulit Chanyeol tahan.

"Kau benar-benar membuatku menggila, Byun."

Baekhyun tersenyum penuh kemenangan di balik pepotongan leher Chanyeol, remasan yang ia beri di lengan Chanyeol adalah sebentuk aksi agar pria itu hanyut dalam obsesi, dan ketika tali hanboknya hendak dirampas, wanita itu menarik diri.

Membuat Chanyeol mengerang frustasi untuk ke sekian kali.

Tentu, Baekhyun tidak akan semudah itu membiarkan Park Chanyeol menyentuhnya lebih jauh.

Sang raja kembali duduk lalu meneguk arak yang Baekhyun tuangkan tanpa mengalihkan mata elangnya dari tubuh mulus sang Gisaeng.

Jika biasanya hanya ada masalah pemerintahan yang runyam di dalam kepala, namun kini yang terngiang dalam benak hanyalah satu tanya, seperti apa rasanya melumat tubuh Baekhyun yang mempermainkan hasrat kelelakiannya sebagai seorang duda perjaka?

Chanyeol benar-benar dipermainkan oleh pesona, ia tak lagi dapat berpikir waras selayaknya seorang pemimpin yang tegas dan disegani.

Ya. Karena akhir-akhir ini ia kerap berpikiran kotor dan menjadikan Byun Baekhyun sebagai tokoh utama dalam imajinasinya.

"Paduka, hari sudah sore. Bukankah seherusnya paduka kembali ke istana?"

Siapa yang sanggup membantah suara halus dan gerak-gerik anggun seorang Gisaeng primadona bernama Byun Baekhyun?

Chanyeol tersihir dan mengangguk kecil. Pria itu lantas bangkit sebelum membiarkan Baekhyun membantunya berpakaian.

Wanita itu memulainya dengan elusan seduktif kala kedua lengan hanbok menutup otot-otot tangan sang paduka. Ia lantas tersenyum pada tatapan Chanyeol yang terlihat ingin menyantapnya di tempat. Setelah mengikat tali, kedua tangan Baekhyun menelusuri dada bidang, sengaja berlama-lama demi mengalirkan sengatan adiktif yang diyakininya akan sanggup membuat sang raja kehilangan jam tidur.

Terakhir Baekhyun menyematkan tudung bangsawan dan kembali mengulas senyum puas setelah tugasnya dikerjakan dengan baik.

"Kenapa kau tidak datang ke istana?"

Baekhyun berhenti sejenak lalu menatap Chanyeol dengan ekspresi tak berdosa meski sejujurnya hatinya kini berseru senang karena mulai mendapatkan celah untuk dapat memasuki ruang lingkup istana. Itu memang tujuannya.

"Hamba hanya wanita penghibur. Akan sangat lancang jika hamba menginjakan kaki di istana, rumahmu yang suci, Baginda."

Chanyeol mengangkat dagu Baekhyun lalu menatapnya lekat. "Kau bisa datang kapan pun. Aku akan membangun paviliun khusus untukmu. Hanya untukmu dan kita."

Suara rendahnya nyaris membuat Baekhyun mengutuk kelemahannya sebagai seorang wanita. Ia akhirnya sadar lalu tersenyum anggun—Palsu.

"Sungguh hamba merasa begitu terhormat dengan kemurahan hati paduka, tapi hamba hanya akan tinggal di sini, di dalam ruang lingkup kasta terendah." Baekhyun mundur beberapa langkah sebelum melakukan sujud terhadap sosok nomor satu di negeri Joseon tersebut.

Chanyeol tidak mengulang kata yang sama. Ia mengalah sebelum memimpin langkah keluar setelah menunggu Baekhyun memakai pakaian tertutup.

Nyatanya pria itu tidak menyerah, ia akan memikirkan siasat agar keinginannya memiliki Baekhyun untuknya sendiri terwujud.

Ya. Karena ia cukup muak jika membayangkan Baekhyun harus bersentuhan dengan para pria hidung belang yang datang ke rumah bordil dan meminta untuk dihibur.

Sesampainya di halaman depan, Baekhyun menunduk kecil kepada Sehun yang sejak awal setia mengawal dan menunggu Chanyeol.

Wanita itu lantas membungkuk hormat setelah melempar senyuman terbaik untuk melepas Chanyeol pergi secepatnya. Lalu ekspresinya berubah seratus delapan puluh derajat setelah punggung tegap itu menghilang dari pandangan.

Sinis dan sisi antagonisnya terpancar dengan jelas.

"Bong-a!"

Seorang budak terbirit-birit, berlari menghadap Baekhyun kala wanita itu menyerukan namanya.

"Ya, nona?"

Baekhyun berhenti sejenak di lorong lalu berbalik dan menyerahkan sesuatu. "Antarkan surat dan botol arak ini kepada Choi Minho, dia adalah kepala barak militer istana. Pastikan tidak ada yang melihatmu."

Bong mengangguk patuh sebelum menjalankan tugasnya.

Baekhyun hendak berlalu dan kembali melanjutkan sesi latihan intrumen di kelas musik jika saja atensinya tidak lebih dulu melihat sosok pejabat tinggi istana yang membungkuk penuh hormat dari kejauhan.

Dia Cho Kyuhyun.

~oOo~

Minho memandangi botol arak itu cukup lama setelah seorang budak utusan Baekhyun berlalu. Lantas pria paruh baya itu kembali membaca deratan huruf di atas secarik kertas.

Huruf demi huruf yang terangkai indah nyaris membuat Minho kagum akan kepiawan Baekhyun dalam menulis kaligrafi jika saja isi pesan dari gisaeng tersebut bukanlah siasat untuk membuat paduka raja tak berdaya karena meminum arak dengan kandungan bahan adiktif yang sangat tinggi.

Itu tidak berarti Minho memihak Chanyeol, ia hanya belum membiasakan diri akan sebuah konsiprasi.

"Pastikan Baginda meminum arak ini."

"Baik, tuan." Seorang dayang istana itu mengangguk patuh pada perintah Minho kala mereka terlibat pertemuan rahasia di belakang sebuah paviliun.

Setelah melempar sebuah kantong berisi beberapa buah perak kepada sang dayang sebagai imbalan, Minho lantas berlalu seraya berwaspada ke segala arah.

~oOo~

"Ratu meninggal dunia setelah didera penyakit yang tidak ada obatnya. Seluruh tabib hebat dari penjuru negeri menyerah, tanpa sebuah solusi. Oleh sebab penyakit misterius itu, juga kehilangan wanita yang dicintainya, Yang Mulia perlahan menutup hati. Jika tuan puteri melihatnya di beberapa kesempatan, mungkin tuan puteri akan tahu seberapa angkuh dan arogannya baginda Raja."

Baekhyun mengangguk atas pernyataan Kyuhyun, di samping merasa terganggu dengan cerita tentang mendiang istri sang Raja yang terlontar langsung dari mulut Kyuhyun.

Kyuhyun menghela pelan. "Malang sekali gadis itu. Dia meninggal di usia yang begitu muda. Semua orang bisa memahami sifat Raja yang dingin dan tak tersentuh."

Baekhyun menyesap arak dengan anggun lalu tersenyum kecil. "Ku harap rasa ibamu tidak mempengaruhi apa yang telah kita rencanakan matang-matang, tuan Cho." Wanita itu berhenti sejenak, "kesimpulannya tetap satu, dia anak pembunuh." Lalu kembali menyesap araknya dengan nikmat.

Kyuhyun sontak bersujud. "Ampuni hamba, tuan puteri. Hamba tidak bermaksud—"

"Aku paham. Aku mengingatkanmu jangan sampai pengorbanan kedua orang tuaku menjadi sia-sia."

"Hamba berjanji akan melakukan apapun untuk memastikan mereka mendapat ganjaran setimpal atas perbuatan keji mereka di masa lalu. Mulai saat ini hamba berjanji kepada mendiang Raja untuk mengabdi kepada tuan puteri. Hamba siap melaksanakan titah tuan puteri."

"Aku tahu kesetiaanmu. Untuk itu kita harus segera bergerak. Aku sudah tidak tahan dan muak kepada mereka yang telah lama bersenang-senang di atas penderitaanku." Mata Baekhyun memicing tajam. Seolah jika sebuah tatapan bersifat membunuh maka siapapun yang menatapnya saat ini tidak akan lolos dari maut.

Tekadnya untuk membalaskan dendam semakin menggebu-gebu dan ia telah menunggu cukup lama untuk bisa berada pada situasi ini.

"Lalu, apa tuan puteri sudah memikirkan sebuah rencana?"

Baekhyun meletakkan cangkir porselen dengan anggun lalu menatap Kyuhyun dengan serius. "Satu-satunya cara yang akan memuluskan rencana kita hanyalah satu. Aku harus menjadi pendamping Raja. Aku... tidak peduli apapun harus menjadi Permaisuri."

Kyuhyun menelan salivanya cukup lambat, bukan karena obsesi Baekhyun yang ingin menjadi ratu, melainkan pada kedua sorot mata yang melemparkan kemarahan.

Dan pria itu yakin bahwa Baekhyun telah memikirkan segala hal dengan matang.

~oOo~

Paviliun utama kembali dihebohkan oleh kabar kesehatan raja yang kembali menurun. Sejak tadi malam sang penguasa itu terbujur di atas tempat tidur, tubuhnya melemah dan mulutnya tak berhenti meracau seperti seseorang yang tengah dipengaruhi oleh ilmu sihir.

"Istana bintang tidak merasakan adanya energi supranatural di dalam tubuh Yang Mulia. Hamba yakin ini murni karena adanya masalah kesehatan." Kasim utama memberi informasi terhadapa Sangyoon dan Sunhwa terkait kondisi sang Raja.

"Seharusnya kalian lebih memperhatikan kesehatan Paduka!" Sunhwa menghardik para dayang dan kasim kepercayaan raja.

Sangyoon mengusap janggut lalu mengangguk kecil. "Panggilkan tabib terbaik untuk merawat dan mengawasi kondisi kesehatan Raja. Dia tidak boleh sakit karena dalam beberapa hari akan ada acara penting. Pastikan kesehatannya pulih sebelum hari itu tiba."

Rombongan dayang dan kasim mengangguk patuh lalu memberi jalan kepada Sangyoon dan Sunhwa untuk meninggalkan paviliun utama setelah keduanya menjenguk keadaan Raja.

Sementara di dalam kamar raja, Sehun setia duduk di samping alas kebesaran dengan pedang yang tergelatak di bawah kaki. Ia telah berjaga sepanjang malam dan menyaksikan bagaimana Chanyeol meracau dan menyebut satu nama tanpa henti.

"Baekhyunie-ku... Baekhyunie-ku..."

Racauan itu tak berhenti meski fajar telah membentang di ufuk timur.

Merasa tak ada pilihan karena prihatin dengan keadaan sang raja, Sehun memutuskan untuk bangkit dan meminta para pengawal untuk berjaga di depan kamar raja.

Langkah panjangnya penuh keyakinan meski ia masih bertanya-tanya apa yang telah wanita gisaeng itu lakukan terhadap Chanyeol hingga sang raja kelabakan dan menggila?

Tentu Sehun merasa janggal, disaat seharusnya nama Hyejin yang Chanyeol rapalkan sepanjang malam, namun kali ini ia tak mendengar nama itu keluar dari mulut Chanyeol.

Siapa sebenarnya kau, Byun Baekhyun?

~oOo~

"Tuan, tapi aku mempunyai banyak tamu hari ini."

Baekhyun masih mempertahankan citra diri, ia tidak menunjukkan sedikit pun ketertarikan setelah Sehun memintanya ikut ke istana untuk menemui raja.

Tidak ada yang tahu bahwa saat ini hatinya bersorak penuh kemenangan.

"Satu-satunya hal yang aku pedulikan adalah kondisi Yang Mulia saat ini, selain daripada itu kau pikir aku akan peduli? Jadi sebaiknya kau bergegas dan ikut denganku."

Baekhyun menautkan kedua alis, sejak awal ia memang kesal dengan pria berwajah datar tersebut. "Kenapa kau selalu sesuka hatimu? Kau pikir kau siapa sehingga aku harus ikut setiap kali kau meminta!"

"Aku adalah pengawal Raja, aku tidak akan segan memenggal kepala siapa pun yang berani mengabaikan sesuatu yang bersangkutan dengan Rajaku."

Baekhyun nyaris bersungut-sungut karena ucapan Sehun.

"Aku... meminta bantuanmu. Saat ini kondisi Baginda sedikit menkhawatirkan dan entah mengapa dia tidak berhenti memanggil namamu." Sehun memalingkan wajah.

Dan Baekhyun kembali bersorak di dalam hati. Wanita itu lantas berdeham seraya mengangkat dagu, mempertahankan raut angkuh andalan. "Baiklah, tapi ini terakhir kalinya aku mengikuti keinginanmu. Jangan karena dia adalah Raja dan bisa seenaknya!" Ia lantas merutuk seolah keberatan.

Ya. Ini kali terakhir kau menjemputku untuk menemui Raja, karena setelah ini Rajamu akan memintaku untuk tinggal di sisinya.

Baekhyun membatin penuh keyakinan. Langkahnya terangkai di belakang Sehun sebelum kemudian menerima bantuan pria itu untuk naik ke atas kuda.

~O~

Mereka sampai ke istana malam hari.

"Jangan biarkan siapa pun masuk. Jika besok ada yang berkunjung dengan dalih menjenguk Yang Mulia, maka katakan beliau sedang beristirahat."

Sang kasim mengangguk patuh atas perintah Sehun lalu membiarkan pengawal pribadi raja tersebut masuk ke dalam kamar Chanyeol ditemani oleh Baekhyun yang memakai tudung kepala.

Sesampainya di kamar Raja, Baekhyun membuka jubah lalu mengangguk kecil pada Sehun yang kembali meninggalkannya bersama Chanyeol di dalam sana.

Kaki mungil itu mendekat sebelum berlutut dan menatap wajah pucat yang cukup menghibur.

Ratu meninggal dunia setelah didera penyakit yang tidak ada obatnya.

Oleh sebab penyakit misterius itu, juga kehilangan wanita yang dicintainya, Yang Mulia perlahan menutup hati

Baekhyun mengernyit karena ucapan Kyuhyun secara tiba-tiba terngiang di dalam kepala. Ia lantas kembali menatap Chanyeol, melihat bagaimana pria itu terpejam tak tenang, dapat Baekhyun lihat banyak hal sulit yang bergelayut di wajah tertidurnya.

"Hyejin-a... Hyejin..."

Apa ini? Tuan Oh bilang dia menyebut namaku dalam tidurnya, lalu kenapa Hyejin?

Baekhyun membatin keheranan, meski merasa penasaran Baekhyun akhirnya memilih untuk mengesampingkan hal tersebut dan mulai sedikit cemas melihat Chanyeol terus meracau.

Wanita itu sedikit panik lalu mengulurkan tangan dan membelai wajah pucat yang sialnya selalu terlihat tampan di setiap kesempatan.

Chanyeol terperanjat karena sebuah sentuhan, matanya terbuka seketika lalu atensinya tertancap kuat pada sosok berwajah cantik yang kini melempar senyum mematikan. Pria itu mendengus keras sebelum menarik lengan Baekhyun dan memeluk wanita yang kini menindih tubuhnya.

"Y-yang Mulia..." Cicit Baekhyun setelah pulih dari keterkejutan.

Chanyeol tidak menyahut, ia merangkai tenaga yang tersisa sebelum membalik keadaan, menindih tubuh Baekhyun lalu menatapnya dengan mata sayu.

"Y-yang mulia..." Baekhyun kembali bercicit, gugup. Hanya mampu menatap manik kelam itu dengan seksama.

"Sial, Byun. Apa yang kau lakukan padaku? Aku... tidak bisa berhenti memikirkanmu. Kau tahu saat ini aku begitu lega karena kau ada di sini... aku merindukanmu. Sungguh merindukanmu."

Baekhyun menelan saliva, menepis kegugupan lalu tersenyum manis, tangannya terulur lalu membelai pipi sang raja yang ajaibnya kembali mendapati rona.

"Hamba datang karena tuan Oh memberitahu kondisimu. Hamba begitu cemas, Rajaku."

"Kau mencemaskanku?" Chanyeol terjerat oleh kata-kata manis.

Baekhyun merengut lalu mengangguk dan kembali membelai wajah Chanyeol. "Tentu, kau adalah Rajaku, kenapa hamba harus tenang ketika tuanku dalam kondisi yang mengkhawatirkan."

Dari mana Baekhyun pandai bersilat lidah hingga sanggup membuat Chayeol tersanjung dalam sekejap mata.

"Aku ingin mencium bibir yang pandai mengeluarkan kata-kata manis dan membuatku senang." Bisik Chanyeol lalu mendekat, mengikis jarak antara kedua hidung sebelum menyihir Baekhyun dengan sebuh ciuman.

Kornea wanita itu melebar, waktu berjalan lambat dan ada setan yang merasuki diri hingga tanpa sadar ia membalas ciuman itu.

Ciuman pertama mereka tak berlangsung lama, Baekhyun mengutuk diri lalu berusaha melepas tautan bibirnya dengan Chanyeol, ia terengah lalu memalingkan wajah kala pria itu mencumbu lehernya dengan sensual.

"Aku mendapatkan kembali kekuatanku." Gumam Chanyeol di pepotongan leher Baekhyun lalu menarik diri. "Demi apapun, Byun, mengapa aku sangat menggilaimu?"

Baekhyun menahan diri dan amarah karena apa yang baru saja terjadi, ia mengontrol deru napas lalu kembali menatap Chanyeol dan tersenyum anggun.

"Hamba membawa ramuan untuk memulihkan tenaga paduka dan—"

Chanyeol menarik lengan Baekhyun dan memangku wanita itu. "Tidak. Aku tidak membutuhkan apapun lagi selain dirimu."

"Yang Mulia..." Baekhyun terkekeh kecil lalu tersenyum penuh kemenangan kala Chanyeol memeluknya erat.

"Demi apapun aku hanya menginginkanmu, Byun..."

"Apa Yang Mulia tidak keterlaluan? Hamba bisa terkena serangan jantung jika Yang Mulia menyerang hamba dengan kata-kata manis seperti itu!"

Kini Chanyeol yang terkekeh lalu menangkup wajah Baekhyun. "Kau sangat... cantik. Sungguh, kau sangat cantik. Aku menginginkanmu, aku ingin kau berada di sampingku, maka dari itu bermalamlah di sini. Aku membutuhkanmu."

Baekhyun memasang wajah terkejut yang meyakinkan. "Bagaimana bisa hamba mengotori tempat paduka yang—"

Kalimat Baekhyun terbungkam oleh ciuman singkat.

"Kau harus bermalam di sini, rawat dan layani Rajamu. Ini perintah. Kau bilang mencemaskanku beberapa waktu lalu."

Baekhyun kalah telak, ia terjebak ucapannya sendiri hingga berpikir tidak mempunyai jalan keluar selain berdamai dengan keadaan.

"Jika seperti itu maka Yang Mulia harus mendengar dan menuruti ucapanku."

Chanyeol cukup menikmati bagaimana Bakehyun bermanja di atas pangkuannya. "Hum? Jadi di sini bukan Raja yang memberi perintah?" Goda Chanyeol seraya mengusakkan hidung pada pipi Baekhyun.

Baekhyun tersenyum miring lalu mengalungkan kedua tangan pada leher Chanyeol. "Kenapa? Yang Mulia keberatan?"

"Tentu tidak. Mengapa aku harus merasa keberatan jika itu untuk Baekhyunie-ku?

"Kalau begitu Yang Mulia Harus beristirahat, malam sudah mulai larut. Hamba cemas kondisi Yang Mulia akan memburuk."

"Aku harus bagaimana?"

Tangan Baekhyun terulur lalu menyeka keringat dingin di pelipis Chanyeol. Ia tahu kondisi pria itu sedang tidak baik karena arak yanh dikonsumsinya mengandung beberapa bahan adiktif yang dapat mempengaruhi kesehatan tubuh.

"Berbaringlah..." tukas Baekhyun lalu menuntun Chanyeol untuk berbaring.

"Kau tentu tahu bahwa aku tidak mengizinkanmu untuk melangkah keluar bukan?" Chanyeol berucap seraya berbaring di atas alas sutra, memperhatikan Baekhyun yang kini melangkah membelakangi dirinya.

Baekhyun berhenti lalu menoleh ke samping, "Tentu hamba tahu, Yang Mulia." Sahut wanita itu lalu tangannya terulur melepas tali hanbok hingga kain berbahan halus itu berserak di atas lantai.

Yang kini Chanyeol pandangi tentu adalah punggung mulus di balik kain putih transparan, kedua mata elang itu siap memburu kala Baekhyun membalik badan dan mempertontokan belahan dada.

Wanita itu lantas berjalan, kembali mendekat pada sang penguasa. Tubuh mungilnya yang hanya terbalut hanbok putih transparan juga kepangan rambut yang tergerai membuat Chanyeol lupa bagaimana caranya menelan saliva dengan benar.

Sang raja kembali bangkit dan duduk, menyambut kedua telapak tangan Baekhyun yang menempel di atas dada bidangnya.

Mereka bersitatap cukup lama hingga tangan Chanyeol terulur membelai tulang selangka Baekhyun yang menggoda. "Apa kau berpenampilan seperti ini kepada para tamumu di rumah bordil?"

Satu pertanyaan yang sukses membuat Baekhyun mengumpat dalam hati meski pada akhirnya yang mengemuka tetaplah senyum pemikat. "Tidak, Rajaku."

Mata Chanyeol memicing, dipenuhi api cemburu.

Baekhyun menangkap gelagatnya lalu memeluk Chanyeol dengan gerak seduktif. "Tidak perlu merasa cemas, hamba tidak melakukan apapun selain menghibur para tamu dengan tarian dan musik. Bukankah sekarang hamba adalah milik Yang Mulia?"

Chanyeol menyesap aroma manis di leher Baekhyun dalam-dalam. Ia mengagguk dengan cepat dan balas memeluk wanita itu dengan erat.

"Hamba akan berada di sisi Yang Mulia, maka dari itu beristirahatlah."

Chanyeol kembali berbaring lalu Baekhyun menyusul seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya.

"Kau tahu? Kau adalah wanita pertama yang tidur di sini, di sampingku."

Baekhyun tersenyum miring. "Maaf atas kelancangan hamba, Yang Mulia. Haruskah hamba tidur di atas lantai."

"Itu bukan maksudku, Byun. Hanya cukup menyenangkan membayangakn para keparat pemerintahan itu jika tahu bahwa gisaeng kesayangan mereka tidur dengan Raja."

Baekhyun berbalik dan tidur menyamping menghadap Chanyeol. "Berhubung Yang Mulia sedang membahas pemerintahan, bolehkah hamba bercerita sedikit?"

Kedua alis Chanyeol bertaut, ia lantas bergerak dan menahan kepala dengan telapak tangan, bersiap mendengarkan Baekhyun.

"Rajaku, tidak jauh dari pemukiman rumah bordil hamba kerap menjumpai anak-anak yatim piatu mengemis, tidak hanya itu mereka juga bertebaran di pusat kota, menghentikan para pelancong dan menganggu para pejalan kaki."

"Mengemis?" Chanyeol bereaksi keras.

Tentu, disaat ia berpikir tidak ada lagi satu pun rakyatnya yang menderita kemiskinan.

Baekhyun mengangguk. "Betul, Rajaku. Hamba kerap melihat mereka berkeliaran setiap hari, di antara mereka banyak sekali yang kehilangan orang tua dan tidak mempunyai sanak saudara."

Tangan Chanyeol seketika terkepal, muak merajarela kala mengingat satu persatu wajah para pejabat yang ia percayakan untuk mengurus kesejahteraan rakyatnya. "Para keparat itu!" Desisnya dengan geram.

Baekhyun sama sekali tidak menduga bahwa reaksi Chanyeol akan seperti itu. Ia lantas mendekat dan memeluk sang raja demi memuluskan suatu rencana. "Apa cerita hamba ini menambah beban untuk yang Mulia? Oh, ampuni hamba..."

Chanyeol menghela kecil lantas menggeleng. "Tidak. Aku justru merasa bersyukur karena kau menceritakan itu semua. Demi apapun, Byun. Apa yang sebaiknya aku lakukan?"

Baekhyun mendongak dan membalas tatapan Chanyeol dengan sorot mutlak. "Membuat rumah panti bagi anak-anak yatim itu akan terdengar bijaksana, Rajaku. Dengan begitu mereka tidak akan terlunta-lunta di jalanan. Yang Mulia bisa memulainya dengan memberikan mereka rumah untuk berlindung."

"Rumah panti?"

"Ya, Rajaku. Di sana mereka bisa memulai diberi bimbingan dan pendidikan yang layak. Bukankah Yang Mulia sedih akan keadaan mereka saat ini?"

Chanyeol mendengus lalu mengangguk lemah. "Kau benar." Gumamnya seraya mengusak pipi Baekhyun dengan ibu jari. "Baik, aku akan mendiskusikan hal ini terlebih dahulu dan pejabat Cho. Dia akan mengurus segala hal dengan baik. Aku akan mempercayakan masalah ini kepadanya."

"Terima kasih atas kemurahan hatimu yang tak terhingga, Yang Mulia."

Chanyeol tersenyum kecil lalu menyematkan kecupan singkat di bibir Baekhyun sebagai penutup perbincangan mereka malam itu..

~oOo~

"Apa katamu? Seorang gisaeng?"

"Betul, Ibu Suri. Dia beberapa kali terlihat di istana dan bertemu dengan Baginda Raja."

Sunhwa menggebrak meja mendengar informasi dari salah seorang dayang tersebut. "Bagaimana bisa pelacur dizinkan bertemu dengan Raja? Bukankah anak itu sangat antipati terhadap gisaeng?"

"Ya. Ibu Suri, tapi sepertinya akhir-akhir ini hubungan Baginda Raja dengan gisaeng itu semakin dekat."

"Dan kenapa kau baru melapor padaku?!"

"Mohon ampun atas kecerobohan hamba, Ibu Suri."

Sunhwa mengepalkan tangan, entah mengapa ia merasakan firasat buruk tentang gisaeng yang kini berteman dengan Raja.

"Bahkan saat ini pun gisaeng itu berada di istana dan..."

"Dan? Apa maksudmu?"

"Seorang dayang dalam paviliun utama memberitahu hamba bahwa semalam Yang Mulia dan wanita itu menghabiskan waktu bersama."

Kornea mata Sunhwa melebar seketika, ia tak percaya apa yang kini ia dengar meski perlahan amarahnya kembali nyaris membludak. Baginya, tidak ada satu pun wanita yang boleh dekat dengan Raha selain Kwak Saebyeol yang tak lain adalah sanak saudaranya.

Ya. Keinginan Sunhwa untuk menjadikan Saebyeol ratu masihlah menggebu-gebu, dan akan ia pastikan melenyapkan siapa pun yang menghalangi niat dan recananya.

"Di mana pelacur itu sekarang?"

"Ya?"

Sunhwa memutar mata dengan jengah.

"Gisaeng yang datang dan menggoda Raja. Aku harus bertemu dan memberinya pelajaran."

"Itu... mungkin... mungkin saat ini wanita itu sedang berada di paviliun utama bersama Raja, Ibu Suri."

"Sungguh sangat lancang dan tidak tahu diri!" Sunhwa tersulut amarah, ia lantas bangkit dan berniat menemui sumber masalah yang berpotensi merusaka rencana yang telah lama ia susun dengn matang.

Siapapun kau, aku tidak akan membiarkan Raja dekat dengan wanita lain selain Saebyeol.

Di mana tempatmu adalah apa yang harus kau sadari!

~oOo~

Rombongan Raja menuju balairung untuk memulai aktifitas kenegaraan itu dihadang oleh rombongan Ibu Suri.

Dari kejauhan Sunhwa memamerkan senyum keibuan yang tak pernah berhasil mengecoh Chanyeol sedikit pun.

Mereka lantas membungkuk penuh hormat kala berpapasan dengan sang penguasa.

"Bagaimana kondisimu saat ini, Raja? Aku benar-benar cemas akan kesehatanmu akhir-akhir ini." Tukas Sunhwa berbasa-basi meski kini ia menangkap wajah Chanyeol terlihat cerah dan lebih segar.

Ya. Pria itu bahkan membuat seluruh penghuni istana keheranan karena kerap terlihat menyematkan senyuman kecil di setiap kesempatan.

"Tidak ada yang perlu dicemaskan, Ibunda. Semua baik-baik saja." Sahut Chanyeol sekenanya.

"Oh, syukurlah... Ibumu ini benar-benar sangat lega mendengarnya."

Chanyeol menunduk kecil. "Kalau begitu aku permisi."

"Sudikah Yang Mulia Raja menghadiri undangan minum teh sore nanti?" Sunhwa lantas mendekat hingga bahunya sejajar dengan Chanyeol.

Chanyeol melirik melalui ekor mata lalu menghela kecil.

Sunhwa tersenyum lalu membungkuk hormat. Ia tahu Chanyeol tidak sedang menolak.

~oOo~

Sejujurnya Baekhyun tidak diperbolehkan melangkah keluar dari kediamannya sejak Sehun memboyongnya ke sebuah paviliun. Wanita itu tidak tahu harus berbuat apa selain menghabiskan beberapa jam penuh dengan membaca karya sastra yang sebetulnya sudah ia hafal di luar kepala.

Setelah merasa bosan, Baekhyun akhirnya bangkit dan menelusuri sudut pilar dengan jemari.

Bagaimana bisa aku lupa tempat ini?

Yang Baekhyun ingat paviliun yang kini ia huni adalah tempat di mana ia dan dayang Han dulu mempelajari tatakrama puteri kebangsawanan. Ia ingat mereka pernah bersembunyi-sembunyi mempelajari banyak hal yang bertentangan dengan aturan istana mengingat dulu statusnya adalah seorang pangeran.

Jemari Baekhyun masih menelusuri pilar kokoh, menuntun langkahnya keluar seolah terhipnotis oleh sekumpulan ikan koi di hamparan kolam di samping paviliun.

Tak lama setelah mengikis rindu dengan segala kenangan yang masih tersimpan utuh di setiap sudut tembok istana, Baekhyun lantas terhenyak sebelum membungkuk sesuai aturan kala atensinya menangkap rombongan formal yang melintas di koridor paviliun.

Baekhyun tidak mengenal sosok wanita paruh baya yang tidak ramah itu, namun baju kebesaran yang dikenakan memberitahu segalanya.

Ibu Suri?

Dan Baekhyun tidak menduga bahwa rombongan itu akan berhenti teratur tepat sebelum mereka melintas di hadapannya.

Sosok wanita paruh baya yang sejak awal menarik atensi berdiri cukup lama dan melempar ketidaksukaannya secara terang-terangan pada Baekhyun yang masih membungkuk sesuai formalitas.

"Ahh, jadi kau gisaeng yang merawat Raja? Bagaimana keadaannya sekarang?"

Tentu saja, Sunhwa tetap menjaga citra diri di depan para penghuni istana, ia harus selalu terlihat seperti sosok ibu tiri penyayang, meskipun niatnya mendatangi Baekhyun bukan untuk menanyakan perihal kondisi kesehatan Chanyeol yang akhir-akhir ini memburuk.

Sejujurnya ia tidak peduli.

Wanita itu hanya terganggu dengan fakta bahwa gisaeng yang tak luput dari penilaian buruk setiap orang berani mendekati raja.

Baekhyun yakin tidak semua penghuni istana tahu bahwa ia adalah seorang gisaeng yang dipercaya untuk merawat raja. Dan ia tebak wanita paruh baya di hadapannya saat ini sedikit bermasalah.

"Hamba sudah meresepkan beberapa ramuan herbal untuk memulihkan kondisi kesehatan Yang Mulia Raja." Baekhyun menyahut dengan suara lembut.

Bahkan keanggunan serupa puteri bangsawan itu membuat Sunhwa terganggu.

Wanita paruh baya itu lantas melirik kolam di samping paviliun, lantas sudut bibirnya terangkat. "Aku bertanya-tanya bagaimana bisa bunga teratai itu tumbuh dengan subur di atas kolam? Kau lihat?" Sunhwa kembali melirik Baekhyun. "Bermekaran, warnanya cantik tapi aku menyayangkan satu hal, apa gunanya keindahan bunga itu jika dia hidup di tempat yang kotor dan penuh lumpur?"

Baekhyun masih menunduk, senyum kecil di bibir terpatri. Ia tahu dan paham betul bahwa saat ini Sunhwa tengah menyindir dirinya. Dan firasatnya tentang perangai wanita paruh baya itu tidak salah.

Ah, jadi kau adalah sampah lain di istana ini?

Baekhyun membatin lalu mengangkat wajah, senyum kecil masih terpatri dan Sunhwa semakin terganggu akan hal itu.

"Yang Mulia benar, hamba bahkan tidak mengerti bagaimana bunga yang dianggap tidak berguna karena hanya mampu bertahan hidup di atas lumpur kotor itu bisa masuk dan tumbuh subur di dalam kolam istana?"

Senyum Baekhyun melebar kala mendapati segurat amarah di wajah Sunhwa. Ia tahu wanita paruh baya itu kalah telak dan marah saat ini.

Sunhwa menahan diri untuk tetap terlihat tenang meskipun kini ia merasa muak dan kesal karena kalah telah oleh seorang gisaeng. "Jika kau pikir kondisi Raja sudah membaik, bukankah seharusnya kau pergi dari istana? Kau tahu betul tempat ini tidak cocok untukmu."

Caranya menilai Baekhyun dari bawah ke atas dengan tatapan merendahkan cukup membuat Baekhyun paham bahwa ia mempunyai musuh lain di dalam istana.

"Dia tidak akan pergi kemana pun."

Baik Baekhyun maupun Sunhwa menoleh pada suara lain. Lantas mendapati rombongan raja yang hendak melintas di pekarangan paviliun.

"Yang Mulia..."

Semua orang serentak menunduk hormat tak terkecuali Baekhyun.

"Raja, apa maksudmu? Jelaskan kepada Ibunda." Sunhwa terdengar keberatan dengan ucapan Chanyeol.

Sang raja memimpin langkah sebelum menunduk kecil kepada Sunhwa setelah cukup mengikis jarak,

"Siapa yang mengatakan bahwa kondisiku telah pulih? Semua orang sadar betul bahwa kesehatanku memburuk dan tidak ada pilihan lain selain menahan dia di sini." Chanyeol menuding pada Baekhyun. "Wanita ini tahu cara memulihkan kesehatanku, dia meramu tanaman herbal dengan handal ketika bahkan tidak ada satu pun tabib istana yang mampu mengatasi kondisiku. Ibunda tahu betul semua tabib itu adalah utusanmu, jadi bagaimana bisa mereka kalah hanya oleh seorang gisaeng?"

"Yang Mulia Raja, aku hanya..."

Chanyeol memalingkan wajah lalu menatap satu persatu dayang dan rombongan kasim juga beberapa pejabat tinggi istana. Kedua matanya jelas tengah memberi peringatan.

"Wanita ini tidak akan pergi kemana pun sampai kondisiku dinyatakan pulih. Layani dia dengan baik karena aku mengandalkan kemampuannya untuk memulihkan kesehatanku."

"Baik, Yang Mulai." Jawab semua orang serentak.

Hanya Sunhwa yang terlihat bungkam dan mengepalkan tangannya dengan geram.

~oOo~

Baekhyun ingat Chanyeol mengerlingkan mata setelah pria itu memerintah seluruh penghuni istana untuk melayaninya dengan baik. Tidak sampai disitu, ia bahkan mendapat sepucuk surat dari pria yang sama, memintanya untuk bertemu di ruang baca pribadi sang raja.

Seorang dayang menuntunnya, Baekhyun mengikuti langkah seolah ia asing dengan seluruh ruangan di dalam istana yang sejatinya menjadi tempat ia tumbuh dewasa saat itu.

Lalu dayang itu meninggalkanya di depan sebuah pintu, ia tahu di dalam adalah sebuah perpustakaan khusus yang hanya boleh dimasuki oleh raja dan beberapa ajudan kepercayaan.

Baekhhun menarik cincin pintu lalu ternganga karena tidak menduga bahwa ruang baca itu telah banyak direnovasi, menjadi lebih luas daripada yang dulu ia ketahui. Bahkan ada lebih banyak buku yang memanjakan pasang mata.

Binar berpendar di kedua atensi karena sejak dulu Baekhyun senang dan suka membaca buku.

Langkahnya lantas terurai di antara rak, jemarinya menelusuri puluhan sastra sebelum berhenti pada salah satu karya guru besar yang menjadi idolanya semasa ia menjelma menjadi pangeran, dulu.

Baekhyun menarik buku tebal itu lalu membuka lembarannya dengan antusias, rasa senang membuatnya lupa waktu, sepuluh menit berlalu dan ia masih sibuk membaca deretan karya sastra yang sejak tadi melahirkan decak kagum.

Ia bahkan melupakan fakta bahwa ada sosok sang penguasa yang sejak awal kehadirannya memperhatikan dengan seksama.

"Apakah sastra itu lebih menarik daripada diriku?"

Baekhyun terperanjat oleh suara berat di depan telinga juga lengan yang melingkar di perutnya dari belakang. Tubuhnya membeku dan ia hanya mampu bertanya-tanya sudah berapa lama ia berdiri dan asyik membaca?

"Yang Mulia!" Baekhyun berbalik, sastra itu lolos dari tangan dan yang tersisa hanya lenguhan kecil yang tertahan oleh dua bibir dalam satu pagutan mesra.

Baekhyun mengutuk diri karena ceroboh, lantas kesadaran menjadi satu-satunya pondasi agar ia lolos dari jerat hasrat yang memabukkan. Wanita itu menarik diri, cukup untuk membuat dahi Chanyeol mengernyit karena merasakan sebuah penolakan.

Baekhyun kehilangan kosa kata, hal terbaik adalah dengan tidak membiarkan Chanyeol mencurigai sedikit pun sikap dan gelagatnya.

Wanita itu dengan cepat mengalungkan lengan di leher Chanyeol dan senyuman terbaiknya membuat kegelisahan Chanyeol menguap dalam hitungan detik.

"Jadi, mengapa Yang Mulia meminta hamba datang ke sini."

Chanyeol menyatukan dahinya dengan Baekhyun lalu mendengus kecil. "Aku selalu menyempatkan diri membaca dan belajar di sini."

Baekhyun mendengarkan dengan seksama, sejujurnya terusik oleh paras Chanyeol yang tidak manusiawi.

"Entah mengapa hari ini aku ingin kau menemaniku."

Baekhyun lantas tersenyum lalu menunduk hormat. "Hamba akan dengan senang hati melayani Paduka."

Nyatanya senyum Baekhyun menular, sudut bibir Chanyeol terangkat dan ia bergegas menarik lengan Baekhyun dan mengajaknya duduk bersebrangan kursi yang tersedia.

"Yang Mulia membaca semua ini?"

Baekhyun membeo pada tumpukan buku tebal di atas meja.

"Ya. Biasanya aku tidak akan keluar dari sini sebelum membaca semuanya."

Kornea Baekhyun melebar, ia lantas mengeskplor tumpukan buku di hadapannya.

"Apa kau juga mempunyai hobi membaca?"

Baekhyun menoleh untuk mendapati Chanyeol fokus pada buku bacaanya.

Pria itu melirik sejenak. "Tadi kau terlihat serius membaca sastra."

"Di rumah bordil kami biasanya menghadiri sesi belajar, bahkan ada guru khusus untuk mengajar beberapa ilmu pendidikan mengingat banyak dari para gisaeng datang identitas tidak jelas, ada banyak yang tinggal dan tumbuh dewasa di rumah bordil bahkan ketika mereka belum mengenal huruf dan angka."

Chanyeol menyandarkan punggung lalu mengusap dagu. "Ku pikir gisaeng adalah tentang belajar menjual diri kepada laki-laki." Gumamnya dengan ragam spekulasi yang menguap dari dalam otak.

Baekhyun membeo sejenak sebelum tersenyum, ia berdiri lalu melangkah dengan anggun. Mendekat pada Chanyeol dan menuangkan arak yang tersedia di atas meja.

"Sekarang Yang Mulia tahu bahwa tidak benar menyamakan gisaeng dengan wanita yang menjual diri, gisaeng bukan pelacur terlepas dari pilihan yang dibuat oleh mereka."

Chanyeol meneguk arak tanpa menhalihkan atensinya dari Baekhyun.

Satu cangkir porselen dengan dosis obat memabukan cukup untuk membuat pria itu melayang dalam hitungan detik. Dunianya berputar dan ia tak lagi dapat menahan diri untuk tidak menarik lengan Baekhyun hingga wanita itu berakhir di atas pangkuannya.

"Arak buatanmu selalu membuatku seperti ini, Byun. Apa yang salah?" Chanyeol lantas menggeleng kecil. "Tidak. Tidak. Aku menyukai arakmu, rasanya luar biasa." Setelahnya Chanyel tertawa renyah.

Untuk pertama kalinya Baekhyun menjumpai ekspresi lain selain wajah datar andalan sang raja, kini Chanyeol terlihat lebih manusiawi dengan gelak tawa tak beralasan yang sedikit banyak membuat Baekhyun bertanya-tanya. "Apa yang membuat Rajaku begitu bahagia?"

Chanyeol masih terkekeh renyah lalu mengangguk. "Kau lihat wajahnya tadi? Astaga, benar-benar menghiburku."

Baekhyun mengernyit tak paham, siapa yang Chanyeol bicarakan?

"Berlagak keibuan dan berpikir bahwa aku sudi mengakuinya. Baekhyunieku..." Chanyeol lantas memeluk Baekhyun dengan erat. Menjadikan pepotongan leher wanita itu sebagai sebuah pelarian. "Kau tidak tahu betapa senangnya aku melihat Ibu Suri marah seperti tadi karena ucapanmu. Oh, ekspresi itu aku jumpai di wajah Ibuku saat wanita itu berhasil menggoda Ayahanda dulu."

Chanyeol menarik diri lalu kembali tertawa.

Dan Baekhyun mulai menangkap situasi. Wanita itu lantas tak berkedip dan memilih fokus memperhatian wajah Chanyeol yang terlihat ceria di sela-sela kesadarannya yang dikuasai oleh efek arak.

Apa dia sebahagia itu?

Baekhyun lalu berjengit kala kedua sisi wajahnya ditangkup oleh tangan besar Chanyeol. "Sekarang katakan padaku, dari mana kau belajar membalas kata-kata Ibu Suri seperti itu? Aku sungguh terhibur."

Baekhyun mengerjap beberapa kali, mulai tidak mengerti dengan detak jantung yang berdegup di luar frekuensi.

Selama ini ia menganggap Chanyeol tidak lebih dari sosok dingin dan ketus, tidak pernah sekali pun Baekhyun berpikir bahwa pria itu mempunyai sisi mengejutkan.

Ya. Bahkan hanya dengan berbekal tawa bernada mabuk itu Chanyeol terlihat lebih manusiawi.

~oOo~

Sangyoon mengerutkan dahi atas laporan yang diterimanya dari Sunhwa.

Paviliun terbuka yang berdiri kokoh di area yang sedikit jauh dari istana utama itu menjadi satu-satunya tempat sunti yang Sunhwa pilih untuk menyembunyikan sebuah konspirasi dengan suaminya.

"Apa maksudmu? Mengapa aku tidak tahu bahwa gisaeng itu kembali ke istana?"

"Menurut laporan, pengawal pribadi Raja yang membawa pelacur itu tadi malam. Bagaimana bisa Raja membiarkannya? Bahkan hingga detik ini gisaeng murahan itu masih berada di istana."

Rasa jengkel Sunhwa sampai pada seraut ekspresi penuh tanda tanya dari Sangyoon.

"Jadi mengapa tidak ada laporan yang datang kepadaku perihal ini?"

Sunhwa rasa ia harus lebih berupaya untuk dapat menghasut Sangyoon agar bertindak. "Bukankah itu berarti Raja mulai terang-terangan membangkangmu, suamiku?"

Sangyoon reflek melirik istrinya.

"Selama ini anak itu tidak pernah bertindak selain atas perintahmu. Bukankah segala hal harus mendapat persetujuanmu? Lalu mengapa Raja dengan berani memasukkan seorang gisaeng dengan alasan pengobatan?"

"Tapi harus ku akui gisaeng itu sangat pandai meramu obat-obatan, Raja pulih dengan cepat saat itu."

"Bukan itu permasalahannya, suamiku. Raja mulai menutup mata akan siapa yang lebih berkuasa, kau! Kau yang lebih berkuasa di sini. Apa aku salah?" Sunhwa terus mencecar suaminya dengan hasutan mematikan.

"Benar. Fakta bahwa anak itu membiarkan seorang gisaeng menetap cukup lama di istana sungguh tidak bisa aku tolerir."

Perlahan sudut bibir Sunhwa terangkat.

"Aku bahkan mulai merasa geram karena baru mengetahui hal ini. Berani sekali anak itu bertindak sesuka hati."

Sunhwa mendekat lalu memeluk suaminya. "Bagaimana jika... pelacur itu melewati batas?"

Dahi Sangyoon mengernyit. "Apa maksudmu?"

"Kau tahu, suamiku... gisaeng itu sanggup membuat laki-laki mana pun bertekuk lutut hanya dengan mengandalkan parasnya. Bagaimana jika dia mencoba untuk memanfaatkan situasi ini untuk menggoda Raja? Kau tahu? Pagi tadi mereka menyantap sarapan bersama, bukankah itu sudah keterlaluan?"

Secara otomatis Sangyoon menggebrak meja dengan kuat. Dan Sunhwa semakin mendapatkan cela untuk memulai akal bulusnya. "Akan sangat buruk jika Raja tergoda oleh pelacur itu."

Sangyoon mengepalkan tangan.

"Aku sudah berkali-kali membahas tentang tahta Ratu yang sampai saat ini masih kosong. Pikirkan itu matang-matang, dengan adanya Permaisuri, Raja tidak akan dengan mudah bertindak sesuka hati."

"Sejujurnya aku sudah memikirkannya ratusan kali. Kita harus berhati-hati. Aku menghindari sesuatu yang akan kembali berakibat fatal seperti dulu."

Sunhwa sedikit terkejut karena suaminya membahas sesuatu yang telah terkubur dalam di atas sebuah kesepakatan. "Maka dari itu kita harus memilih wanita yang tepat untuk Raja dan tidak harus kembali mengotori tangan dengan darah."

Sangyoon menatap bukit terjal yang berdiri kokoh di samping istana. Lalu mendengus keras. "Ya, setidaknya kita harus mendapatkan calon Ratu yang sesuai dengan kriteria yang kita inginkan."

"Suamiku, kau hanya harus kembali menggunakan ilmu hitam dan membunuh siapapun calon Ratu yang tidak sesuai dengan keinginan kita, seperti yang dulu kau lakukan kepada Kim Hyejin."

"Ya. Aku akan pastikan pelacur itu bernasib sama dengan Hyejin jika dia terbukti berniat menggoda putraku."

Sangyoon ingat pernah membuat Hyejin sekarat di setiap hela napas dengan guna-guna ilmu hitam hingga wanita malang itu menghembuskan napas terakhir. Hal keji itu dilakukan Sangyoon hanya karena ia dan Ayah Hyejin yang saat itu mengisi jabatan menteri kerap berselisih paham tentang sudut pandang politik dan berbagai permasalahan istana.

Pembicaraan Sangyoon dan Sunhwa mengarah pada hal-hal serius dan tak seharusnya mereka korek di sembarang tempat, untuk kecerobohan itu sebuah rahasia keji yang mereka simpan rapat kini sampai di sepasang telinga yang memerah.

Sosok dengan baju hanbok khas seorang gisaeng, bersembunyi di samping paviliun, korneanya melebar sempurna dan ia harus mati-matian menahan deru napas akibat terkejut karena tidak ingin tertangkap basah telah mendengar perbincangan Sangyoon dan Sunhwa sedari tadi.

~oOo~

Zat adiktif yang Baekhyun campur ke dalam arak favorit Raja tidak hanya memberikan efek samping memabukkan namun cukup sanggup menurunkan daya tahan tubuh hingga siapapun yang mengkonsumsinya akan terjatuh sakit dan terbaring tak berdaya.

Hal naas tersebut tentu saja menimpa Chanyeol.

Pria itu kini kembali terbaring lemah di atas alas sutra, mengenakan stelan putih khas yang mencetak keringat dingin di beberapa titik tubuhnya.

Baekhyun yang sejak awal duduk di samping raja hanya berdiam diri seraya memperhatikan peluh yang membasahi dahi sang paduka.

Kernyitan dalam lelapnya adalah sebentuk rasa sakit, juga resah. Dapat Baekhyun lihat wajah tampan itu menyimpan banyak kerisauan, ada rasa takut dan luka mendalam yang selama ini terbalut sempurna oleh aura dingin yang kerap melekat pada dirinya.

Dan Baekhyun benci akan fakta bahwa ia semakin mendalami seperti apa sosok asli seorang Park Chanyeol.

"Ratu... Ratuku..."

Baekhyun sedikit bereaksi kala sang raja meracau gelisah dalam lelap. Satu nama yang keluar memberitahu sedalam apa cinta pria itu untuk mendiang istrinya.

Dan orang yang membuatmu seperti ini adalah Ayahmu sendiri, Yang Mulia.

"Jangan tinggalkan aku... Ratuku... kenapa... kenapa, Kim Hyejin..." Chanyeol semakin mendesis ketakutan.

Ayahmu yang telah membunuh Hyejin.

Baekhyun tahu tidak seharusnya ia merasa iba, pria yang kini terbaring ditemani mimpi buruk jelas adalah putra dari musuh utamanya, bahkan telah lama Baekhyun memupuk benci terhadap Chanyeol karena alasan yang sama.

Aku akan membiarkanmu malam ini...

Aku akan melupakan rasa benciku padamu hingga esok pagi.

Wanita yang kini mengenakan gaun tidur transparan itu mengambil posisi sebelum berbaring menyamping menghadap Chanyeol.

Anggap sebagai rasa iba karena kau terlihat menyedihkan. Pria malang.

Ya. Siapa yang tidak merasa ngeri ketika seorang anak menjadi korban konspirasi ayahnya sendiri?

Tangan Baekhyun terulur sebelum menelusuri lekuk wajah Chanyeol yang tak manusiawi.

Tentu saja, memberimu keringanan bukan berarti lupa akan tujuan utamaku.

"Aku masih harus melihatmu, Ayahmu dan semua penjahat itu menuai karma." Bisik Baekhyun tepat di depan telinga Chanyeol sebelum menyematkan kecupan sensual di pipi sang raja.

Tapi untuk malam ini, mari berperan sebagai orang lain. Aku bukanlah Byun Baekhyun yang terobsesi membalas dendam, dan kau bukan Park Chanyeol si anak pembunuh.

"Apa kau setuju?" Baekhyun kembali berbisik sebelum bangkit dan perlahan merangkak di atas tubuh Chanyeol seraya membiarkan jemarinya melucuti tali pakaian yang pria itu kenakan.

Sudut bibirnya terangkat kala menyadari mimpi buruk Chanyeol berakhir dalam satu kali tarikan napas.

Dan sepasang mata sayu itu bereksistensi, membidik tepat pada sosok cantik yang mulai melucuti gaun sutra lembut di atas tubuhnya.

TBC

An: Eak Eak pada mau bilang tanggung Eaakkk :v

Sabar dulu ahhh nanti juga enak hhhhh :v

Sengaja update bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia yang ke 74 dong biar Uwuhhh :* MERDEKA!

Semoga suka chapter ini ya zheyenk~

C U NEXT TIME!

SAMPISCHU~