Title: ANOMALI

Characters/ Pairing: Hatake Kakashi/ Haruno Sakura

Type: Multichapter

Rating: M

Genre: Action, Romance

Warnings: Soulmate!Universe, Soulmark, BAMF!Sakura, Assassin

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

(Kami tidak mencari keuntungan dalam bentuk materi apapun dari penggunaan karakter-karakter ciptaan Masashi Kishimoto)

Non-edited. So all mistakes are mine.

::::

Sakura mengaduk-aduk malas sereal gandumnya dengan sendok sambil menghela napas berkali-kali. Saat bosan melakukannya, dia mulai memilah-milah kismis, memisahkannya dari sereal dan meletakkannya di atas meja. Mebuki sedari tadi melihatnya tapi wanita itu hanya tersenyum pada putri tunggalnya.

"Soulmark yang tidak muncul tepat di hari ulangtahun ke 12, bukan berarti tanda itu tidak muncul di hari yang lain, Sakura."

Bibir mungil Sakura tetap saja mengerucut mendengarnya. Dia pun menyahut, "Ibu berkata seperti itu hanya untuk menyenangkan hatiku saja, huh."

"Ibumu benar, Sakura." Kizashi masuk ke dapur dengan pakaian rapi siap berangkat ke kantor. Dia duduk di samping putrinya dan bercerita, "Soulmark milik Ayah sendiri baru muncul empat bulan setelah ulang tahun ke 12."

Sakura terkesiap. "Lama sekali! Lalu Ayah?"

Kizashi mengangguk sambil tersenyum manis menatap punggung istrinya yang tengah mengelap cangkir. "Tapi penantian Ayah berbuah manis. Ayah bertemu dengan seorang wanita yang jago masak, mandiri dan…" Pria rambut merah muda itu lalu berbisik di telinga Sakura, "… cerewet."

Sakura terkikik geli. Dia lalu membalas kerlingan mata Ayahnya, isyarat agar menutup mulut untuk satu kata terakhir.

"Jadi, Anakku, jangan putus harapan," timpal Mebuki setelah memutar tubuh, memandang sayang pada suaminya lalu pada anaknya. Namun sesungguhnya dia tahu ada pembicaraan rahasia penuh canda di antara kedua orang tersayangnya.

"Mm!" Sakura mengangguk mantap. Kedua mata hijau terangnya berbinar cerah. Dia segera mengosongkan mangkuk serealnya, membawanya ke wastafel. Dia menengadah pada Mebuki sambil menyeringai, "Kotak bentoku mana, Bu?"

"Sudah siap di atas meja."

"Terima kasih, Bu! Ayah! Aku berangkat!" seru Sakura setelah meraih kotak makan siangnya, menjejalkannya ke dalam ransel merah mudanya. Pagi itu Sakura berangkat dengan hati tenang dan tak terlalu memikirkan soulmark-nya lagi.

Sesaat langkah kaki Sakura tak terdengar lagi, Mebuki menatap suaminya intens.

"Itu tidak benar 'kan?"

Kizashi menghela napas pelan. Dia berbicara dengan nada khawatir yang sangat kental dalam suaranya, "Selama aku hidup, aku belum pernah mendapati seseorang yang belum memiliki tanda saat ulang tahun ke 12 tiba."

"Bagaimana jika… jika belahan jiwa putri kita sudah…" Mebuki tak melanjutkan kata-katanya tapi Kizashi tahu maksud istrinya. Dia lalu merangkul wanita itu dan berbisik.

"Tidak ada hal buruk yang akan terjadi pada putri kita, Mebuki sayang." Pelukannya semakin erat di tubuh wanitanya. Tapi rupanya pelukan dan kalimat itu belum cukup untuk menenangkan hati Mebuki. "Kita hanya harus bersabar. Ini baru hari pertama."

"Kau benar, Anata." Mebuki berusaha melepaskan keraguan dalam hatinya. "Ini baru hari pertama. Ya, semuanya akan baik-baik saja."

Enam bulan kemudian,

"Terima kasih kadonya, Sakura-chan," kata Ino dengan senyum lebar sembari lari bersisian dengan sahabatnya saat pelajaran olahraga.

"Aku senang kau menyukainya, Pig," sahut Sakura yang disambut dengan pukulan lembut pada pundak kirinya.

"Soulmark-ku sudah muncul, lho!"

Kalimat itu membuat senyum di wajah Sakura menghilang. Kini hatinya semakin dipenuhi beragam tanya. Dia lalu mencoba tertawa lebar dan berkata girang, "Kau harus cerita padaku!"

"Nanti di ruang ganti." Ino mengerling, mempercepat larinya dan meninggalkan Sakura yang memperlambat larinya.

Saat jam pelajaran olahraga berakhir, Ino menepati kata-katanya. Dia dan Sakura duduk di bangku panjang, masih memakai handuk yang melingkar di tubuh mereka. Para murid meninggalkan mereka berdua setelah memberi ucapan selamat ulang tahun serta kado pada Ino Yamanaka.

Ino lalu menunjukkan pergelangan tangan kanannya pada Sakura. Dua kata terukir di sana, jalinan huruf yang indah dengan tinta hitam tebal tepat di permukaan kulit Ino. Kulit Ino di pergelangan tangan yang semula putih mulus kini nampak memerah dan bengkak di sekeliling kalimat tersebut. Tapi siapapun tahu, bocah perempuan berusia 12 tahun tak mungkin membuat tato. Kalimat itu adalah bukti jika kini Ino memiliki soulmark, sebuah tanda berbentuk kalimat di mana soulmark ini adalah kalimat pertama yang akan keluar dari bibir belahan jiwanya saat mereka pertama kali bertemu. Nanti. Entah kapan.

"Rasanya masih sakit, Jidat." Ino berkata dengan berapi-api. "Pagi tadi aku terbangun dengan pergelangan tangan berdenyut dan rasanya seperti terbakar. Tapi saat aku menyadari bahwa ini adalah soulmark-ku, aku jadi menikmati rasa sakitnya. Soulmate-ku telah menungguku di luar sana, Sakura! Bisa kau bayangkan itu?"

Sakura memerhatikan Ino yang kini mengangkat tangannya, mengarahkan pergelangan tangannya pada lampu. Dua kata itu mengkilap dengan elegan. Nona Cantik adalah untaian kata itu. Sakura tersenyum melihat sahabatnya yang merona dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bahkan rambut pirangnya tampak membiaskan warna merah muda.

"Dia pasti orang yang romantis, Sakura-chan, aku sudah bisa membayangkannya! Ini adalah salah satu hal terbaik dalam hidupku! Nona Cantik. Aw…"

"Kau benar, Pig. Dia pasti pemuda yang romantis. Lihat saja model huruf itu. Sangat indah seperti dilukis dengan tangan yang begitu bertalenta."

"Apakah dia seorang seniman?"

Sakura hanya mengedikkan bahu.

"Seniman tidaklah buruk. Kuharap usia kami juga tidak jauh berbeda."

Sakura menyahut sembari bangkit dari duduknya untuk membuka loker dan mengambil pakaian ganti, Dadanya terasa sesak. "Tak perlu kau pikirkan sejauh itu. Kita masih 12 tahun. Pada akhirnya, kita akan bertemu dengan belahan jiwa kita."

"Bagaimana denganmu, Jidat? Kau belum pernah memberitahuku kalimat di pergelangan tanganmu." Ino kini menatap penasaran pada Sakura dengan sepasang aquamarine-nya.

Tangan Sakura meremas kemeja seragamnya saat Ino bertanya. Menanyakan itu. Menanyakan soulmark-nya. Tak ada yang tahu. Tak ada seorang pun yang tahu kecuali kedua orang tuanya bahwa hingga saat ini pergelangan tangan kanannya belum dihias sebuah soulmark. Enam bulan telah berlalu sejak hari ulang tahunnya yang kedua belas. Perban putih itu setiap saat menutupi pergelangan tangannya.

Dia bertanya pada Ayahnya di suatu malam dengan sesenggukan. Apakah belahan jiwanya sudah mati. Dia bahkan tak sanggup jika belahan jiwanya belum lahir. Jika itu benar, mereka pasti memiliki jarak usia belasan tahun.

Ayahnya hanya memberitahunya untuk tetap bersabar. Bahwa penantian panjang pada akhirnya akan berbuah manis. Tapi Sakura tak ingin mendengar itu. Sakura ingin bukti bahwa soulmark-nya suatu hari nanti akan muncul. Hingga saat ini, yang dilakukan Sakura adalah mengumpulkan berita dan artikel jika ada orang di luar sana yang mengalami hal sama sepertinya.

Sakura melepas handuknya dan mulai mengenakan seragam dengan mata tak lepas dari perban di pergelangan tangannya.

"Kalimatnya jauh lebih romantis dari milikmu, Ino. Aku tidak mau kau cemburu membacanya." Hanya itu yang keluar dari bibirnya.

"Huh, dasar!" Ino pura-pura memberengut. Dia kini juga tengah memakai seragamnya. "Kalau ketemu dengan belahan jiwamu pertama kali, aku adalah orang pertama yang harus kau beritahu."

Sakura hanya mengangkat alis mendengarnya sebelum menjawab, "Yayaya, Pig." Sakura merapikan seragamnya, mengikat ekor kuda rambut merah muda miliknya, menyapukan sedikit pelembab pada bibir mungilnya. "Ayo makan siang. Aku sudah lapar."

Kedua gadis itu keluar dari ruang ganti menuju halaman belakang sekolah

Delapan tahun kemudian,

Setiap otot di tubuh Sakura menegang, bagai manekin di atas kasur lembut daripada seorang wanita yang terbuat dari daging dan tulang. Ingin sekali dia menyerahkan diri pada indahnya dunia mimpi tapi otaknya menolak dan memaksanya untuk terus bekerja. Yang dibutuhkannya adalah tidur selama enam jam untuk menghadapi hari esok tapi kelopak matanya tetap saja terbuka. Mungkin dia harus menenggak berbotol-botol vodka agar bisa tertidur pulas meski tahu pada keesokan harinya akan mengalami sakit kepala luar biasa.

Sakura melangkah keluar dari kamar tidur menuju dapur. Pada akhirnya dia memutuskan untuk membuat kopi. Selang beberapa menit kemudian, dia sudah duduk di meja dapur sembari meneguk kopi hitam agar selalu terjaga. Sungguh, dia ingin sekali tidur dan bermimpi indah tapi jika menutup mata, mimpi-mimpi yang tak menyenangkan akan menghampirinya. Ironis bukan? Mungkin karena itulah, otaknya kini bertindak sebagai bos untuk tubuhnya sendiri. Alam bawah sadarnya selalu memberitahunya untuk tidak tidur, tidak tidur, tidak tidur. Dan di sinilah dia berada. Duduk sendirian di dapur sambil memijat-mijat pelipisnya.

Sakura lalu mengarahkan mata hijau gelapnya pada jendela kaca tanpa tirai. Cahaya bulan menembus masuk menerangi dapur melalui kisi-kisi jendela. Sakura menghela napas dengan tangan kiri mengusap perban yang melingkar di lengan kanan atasnya. Luka yang cukup dalam akibat terjangan peluru musuh, didapatkannya dua hari lalu saat menunaikan misi di Tirana, ibukota Albania, namun sebanding dengan hasilnya. Sisa-sisa komunis masih menjejakkan kaki di sana meski telah runtuh pada tahun 1992, meninggalkan kota Tirana dalam kegelapan, hancur di bidang infrastruktur dan pelayanan publik, membuatnya menjadi kota yang sangat kacau serta tingkat kriminal tinggi.

"Agen Haru."

Terdengar suara familiar berasal dari interkom, menggema ke sekeliling ruangan. Sakura tidak terkejut mendapati dirinya begitu senang mendengar suara itu.

"Aku di sini," jawabnya pelan namun tegas.

"Tsunade membutuhkan Anda di ruangannya. Sekarang."

"Segera."

Tentu saja Sakura tahu jika pagi ini dia akan menerima misi. Hell, bahkan dia sudah mendatangi 70 persen daratan Eropa. Tapi misi kali ini, justru membuat jantungnya berdegup sangat kencang. Sangat kencang seolah akan mematahkan rusuk-rusuknya. Dia keluar dari ruangan Tsunade dengan wajah datar meski tubuhnya meneriakkan ketegangan. Dia tidak peduli jika Tsunade bisa membacanya atau tidak. Persetan dengan itu.

Yang Sakura pikirkan sekarang adalah negara tujuan misi kali ini. Rumania, huh?

Sakura menyisipkan pisau Ari B Lilah ke dalam bot hitamnya dan menarik napas panjang. Tangan kirinya kini menggenggam pergelangan tangan kanannya. Sebuah jalinan kata bertinta abu-abu—bukannya hitam—dengan huruf kaku, tajam dan menghujam dalam ke kulitnya, muncul saat dirinya berusia 15 tahun. Lima kata yang ditoreh dalam bahasa asing, Rumania. Lima kata yang terus membuatnya mencari dan mencari makna dari kalimat itu.

Vreau şi ei să moară.

Aku juga ingin mereka mati.

::::

TBC

::::

Glosarium:

Ari B Lilah: Lion of God atau singa Tuhan. Julukan pisau asal Israel. Memiliki bentuk futuristik dan berukuran sangat kecil. Digunakan dalam pertarungan jarak dekat, di mana fleksibilitas tinggi sangat dibutuhkan.

Tirana: Ibukota Albania. Albania terletak di Eropa tenggara. Setelah keruntuhan Komunis pada tahun 1992, terjadi pergolakan besar di Albania. Penggelapan uang oleh perusahaan investasi terjadi di mana-mana, meninggalkan ribuan orang bangkrut, kecewa dan marah. Pergolakan senjata pecah di seluruh negara, timbul kejatuhan hampir total otoritas pemerintah. Saat itu Albania hancur di bidang infrastruktur. Depot senjata di seluruh negeri dibongkar dan isinya dirampas hingga banyak beredar senjata api di kalangan sipil. Anarki terjadi tahun 1997, menggelisahkan dunia dan mendorong mediasi internasional intensif.

Juni 1997, Sosialis dan sekutunya kembali berkuasa di tingkat nasional. Selama masa transisi, struktur demokrasi di Albania yang mudah pecah mulai diperkuat. Albania adalah satu-satunya negara di Eropa (mengecualikan Turki yang adalah negara lintas benua) yang mayoritas penduduknya adalah Islam. (Bosnia dan Herzegovina punya pluralitas Islam, dan Kosovo kemerdekaannya masih diperdebatkan). Sejak tahun 1912-1945, tak ada agama resmi. Kebijakan ini dibawa semakin jauh oleh Komunis setelah Albania merdeka dari Jerman Nazi, di mana pemerintah melarang praktik agama dg ancaman penjara, penghancuran tempat-tempat ibadah, dan menyatakan Albania sebagai negara ateis pertama di dunia. Sebagian besar penduduk Albania bisa dibilang hanya mengidentifikasi agama pada nama saja tapi dalam kehidupan sehari-hari mereka ateis.

A/N: jangan khawatir jika ingin kunjungi Albania di masa sekarang. Albania sudah aman meski masih terjadi beberapa chaos kecil. Atmosfir kehidupan malam di sana cukup terasa, terutama di Tirana. Tapi ingat warga Albania masih cukup tradisional.

Publish dulu edit kemudian, haha #ditimpuk. Ini sudah banyak yang diedit sana-sini. Sekali lagi, leave a trace of Review. I'm not bite, really.

Once again, feel free to send PM, review, constructive criticisms and suggestions.