"Sedang apa?"

Taehyung mendongak, dapati Jimin bergerak duduk di hadapannya. Saat ini sedang di kantin dan pesanan katsu don miliknya belum sampai. Taehyung menunduk lagi, berusaha tak lama-lama menatap mata tajam Jimin atau ia bisa jatuh lebih dalam. "Kerjakan tugas."

"Itu apa?"

"Sketsa,"

"Bagus."

Pujian itu tak digubrisnya. Taehyung mengenyahkan suara dan eksistensi Jimin di kepalanya dan fokus menggambar desain untuk tugas dari kelas seni murni. Dia terpikir untuk membuat miniatur kota fantasi. Dengan langit violet, awan pastel, dan warna-warna kontras lainnya. Jika sedang serius, wajahnya akan mengerut. Dan itu tampak lucu di mata Jimin. Ia menopang dagu untuk puas pandangi muka lelaki cantik di hadapannya. Senyum tak lepas dari bibirnya.

Bahkan Taehyung sama sekali tak terganggu, ketika pesanan katsudonnya datang. Jimin yang membalas omongan pelayan dan kembali tatapi wajah manis Taehyung. ia kemudian mengambil sesendok dan ditiup pelan. "Aku suapi, ya."

"Gak usah."

"Keburu dingin, nanti gak enak." Jimin tersenyum kecil, "Lagi sibuk juga, kan? Gak apa. Lanjutkan aja nugasnya, aku bantu suapi makan supaya perutmu keisi. Masih panas kan enak... Aku akan diam saja, janji."

Mata bulat Taehyung mengerling, "Itu... tak apa?"

"Iya." Jimin menyodorkan sesendok katsu don. "Ayo, ah."

"Aaaaa," Taehyung membuka mulutnya lebar-lebar. Melahap makanannya semangat. Pipinya penuh dengan makanan. Dia tampak seperti marmut mengunyah kacang. Lucu dan menggemaskan. Diam-diam memotret Taehyung yang super fokus dengan sketsa namun sibuk mengunyah makan siang.

Jimin menggigit pipi dalamnya. Betul-betul gemas dengan tingkah dan pesona Taehyung. Rasanya sakit dada tiap lihat manisnya lelaki ini. Apalagi karena Taehyung mulai membuka hati untuk menerima keberadaannya lagi. Meski sulit, dan Jimin tahu Taehyung mustahil mencintainya lagi, ia akan tetap mencoba. Berharap pada suatu kemustahilan, terdengar menarik.

Suara lucu Taehyung menyadarkannya, "Mana makananku?"

"E-Eh, iya, maaf." Jimin menyendok lagi. "Ini. Aaaa,"


Epiphany

..

[Dan aku baru sadar bahwa aku pernah menyia-nyiakanmu]

..

Kim Taehyung x Park Jimin.


"Taehyungie,"

"Oh? Jungkook-ah," ia tersenyum kecil. Menggeser duduknya biarkan ruang untuk Jungkook. Ucapkan terima kasih karena diberikan susu stroberi dingin. Tahu saja kalau haus, padahal bilang pun tidak. Taehyung langsung tusukkan sedotan dan menyedotnya. Matanya masih sibuk membaca novel Narnia kesukaannya.

Pipinya dicolek, "Hei."

"Hmmm?" dia tak menoleh.

"Lihat orangnya."

"Apaaaa," Taehyung hanya mengarahkan wajahnya tapi mata masih fokus ke buku. Menatap untaian kata fantasi menegangkan. Membuat Jungkook kesal tapi gemas dengan sikapnya. Kalau dia tak punya wajah lucu begini, mungkin sudah ia jitak karena jengkel. Jungkook iseng menutup bukunya dan sembunyikan di balik punggungnya. Taehyung merengut, "Apaaaaaa?!"

Jungkook nyengir, "Mau ngobrol tahu."

"Aku dengar kok."

"Kulihat kamu dekat lagi dengan Jimin?"

Mata bulat Taehyung membola selama tiga detik. Dia memang sedikit membuka hatinya lagi tapi belum katakan apa pun pada sahabatnya. Karena memang, untuk apa? dia takut Jungkook marah dan menonjok Jimin. Pusing juga, kenapa di saat seperti ini dia malah kepikiran untuk melindungi Jimin? Taehyung menghela berat, "Iya."

"Katanya mau move on."

"Aku tak punya perasaan untuknya,"

"Dengar," Jungkook meraih jemari Taehyung yang kurus. "Tidak ada mantan pacar yang saling berteman. Hubungan seperti itu tidak sehat. Apalagi kamu disakiti, kenapa masih sudi beri dia kesempatan? Tidak takut dia kembali lukai kamu? Taehyung, kalau kau serius... jangan dekati dia lagi. Jimin punya mulut berbisa, jangan jatuh padanya lagi."

Taehyung tersenyum, "Aku tahu. Tapi dia tidak semudah itu untuk berhenti. Aku sudah maafkan dia, dan ini yang terjadi. Akhirnya, sama saja. Peduli atau tidak, dia akan tetap datang seperti serangga. Ganggu, kan?" ia terkekeh dengan reaksi Jungkook. Anak laki-laki yang menggangguk kecil dengan binar mata lucu. "Percayalah. Aku tahu yang kulakukan. Walau dia menyebalkan, tapi dia juga... baik. Ya, dia memang pernah sakiti aku tapi tidak menutup fakta kalau dia memang baik padaku."

"Kau masih cinta dia, ya?"

"Sembarangan!"

"Kalau gitu jangan lakukan."

"Tak apa, Kookie. Tak akan ada hal buruk yang terjadi."

This pure rascal... Jungkook ingin sekali meremas Taehyung sampai jadi remuk. Gemas! Kenapa dia begitu polos dan naif? Apa dia lupa kalau sudah dimainkan Jimin begitu bejat? Baik apanya yang melecehkannya? Sial. Kim Taehyung ini mungkin punya hati paling dalam dan luas diantara milyaran manusia di bumi. Sampai-sampai manusia bejat seperti Jimin pun dikatai baik. Mungkin Taehyung gila.

Apa, sih, yang dilihatnya dari Jimin?

Jemari kurus Taehyung memainkan rambut Jungkook, "Jangan khawatir." Ia tersenyum. "Aku bisa jaga diri kok. Aku tidak bisa kendalikan perasaan, tapi aku sudah komitmen untuk tidak mencintai orang yang sama dari masa laluku. Kalau pun iya, aku tak akan memilih dia. Terlepas dari usahanya ingin aku kembali –aku tak akan mau."

"Taehyung, aku ingin tahu."

"Apa?"

"Alasannya... kenapa?"

Matanya berpendar sendu, "Kalau pun aku kembali jatuh, aku tak akan pilih dia. Tak akan ambil dia lagi. Tak akan jadikan dia pacarku lagi. Karena, dia pun salah mengartikan perasaannya. Anggap saja ini hanya permainan, dan aku hanya ikuti alurnya."

"Kamu bisa saja sakit lagi. Jangan main-main dengan perasaanmu sendiri,"

"Tak apa. Aku tahu yang kulakukan, Jungkook."

"Janji harus datang padaku," Jungkook mencubit pipi Taehyung. "Kalau kau sedih, marah, atau kecewa padanya. Karena dia. Kau harus datang dan lampiaskan semuanya padaku. Apa pun itu, katakan padaku. Aku berhak tahu, aku ingin bantu kamu. Taehyung, jangan suka pendam semuanya sendiri. Kalau sudah meledak, aku tak bisa bantu apa-apa. Kau sudah berubah jadi puing jika itu terjadi. Dan pada saat itu, aku akan merasa sedih sekali."

Taehyung mengangguk, "Iya. Janji."

"Aku tak akan pacaran dulu."

"Loh?"

"Sampai urusanmu dan Jimin selesai, aku akan jadi jomblo tempatmu pulang. Siap peluk dan jadi sandaran saat lelah dan sedih. Atau sekadar teman curhat. Aku akan jadi orang yang 24 jam ada untukmu. Jadi kalau suatu waktu kau menelponku, tak akan ada yang marah karena waktuku dibagi olehmu." Ia terkikik, "Lagipula punya pacar itu ribet. Kalau kamu mau, ya gak apa."

Taehyung ikut tertawa, "Idih!"


Padahal minggu ini dia ingin jadi pemalas.

Bangun siang, makan, main game, nonton tivi, lalu tidur lagi sampai jam makan malam. Tapi, sialnya sejak jam 4 subuh Taehyung terbangun dan tak bisa kembali tidur. Matanya terbuka lebar dan wajahnya segar. Bahkan langit masih sangat gelap dan ia kehilangan kantuknya.

Ketimbang berguling-guling, akhirnya dia membereskan kamar kosnya. Rapihkan kasur dan ganti sprei, sedot debu, sikat kamar mandi, sapu dan pel, mengganti galon yang sudah dua minggu kosong belum diisi, dan mencuci pakaian. Setelah dikerjakan, dia baru sadar kalau punya begitu banyak pekerjaan rumah. Ah, melelahkan...

Akhirnya Taehyung baru bisa rebahan sekitar jam setengah satu. Baru selesai menjemur pakaian, dan ia bahkan hanya cuci muka dan gosok gigi. Belum mandi, padahal kemarin rencananya mau keramas dan mandi pakai sabun mahal. Kalau sudah capek begini, dia malas. Hanya selonjor di depan tivi sambil nyalakan kipas angin yang rongsok. Berbunyi memekakan.

Ia mengelus perutnya, "Lapar..."

Dia hanya masukkan air dan satu rice bar sebagai sarapan. Sekarang sudah siang dan dia sangat lapar setelah bekerja begitu keras. Taehyung terlalu lelah untuk bangkit dari rebahannya, mau masak tapi hanya ada mie. Ingin pergi keluar, tapi matahari sedang begitu terik. Ah, harusnya tadi dia beli makanan dulu baru bekerja. Menyesal.

Dok dok!

Sontak ia bangkit. Terkejut dan bingung, kira-kira siapa yang datang berkunjung? Dia tak ingat kalau pesan makanan delivery, jadi siapa? Teman-teman kos pasti langsung dobrak dan buat rusuh. Apalagi Jungkook. Dia bukan tipikal manusia yang punya sopan santun kalau dengan Taehyung. maka dengan berat hati, langkah terseok, dan rambut berantakan mencuat-cuat dia berjalan membuka pintu kosnya yang digedor kencang.

Kepalanya mencuat, "Ya?"

"Oh, baru bangun?"

Matanya terbelalak. Spontan berdiri tegak. "Jimin?"

"Selamat, uh, siang?" Jimin tersenyum lembut. Tangannya gatal ingin merapikan rambut lelaki manis itu. Berantakan dan berdiri-diri seperti dicetak angin. Matanya sayu meski membola lucu dan badannya masih bau sprei. Ada sedikit aroma liur, Jimin tertawa kecil karena itu. Tapi baginya Taehyung tetap manis. "Ayo bangun."

"Sudah dari jam 4 subuh, tahu."

"Eh? Kenapa?"

"Entahlah. Hanya terbangun, dan, yeah..."

"Baiklah," Jimin menunjukkan tentengan plastik yang dibawanya. "Sampai kapan aku harus berdiri di sini? Tega biarkan aku capek?"

Mata bulatnya mengerjap, "Kau datang berkunjung?"

"Aku tidak ingin hanya ucapkan hai kemudian pulang."

"T-Tapi, kamarku berantakan..."

"Kita bisa bersihkan bersama."

"Kamu 'kan tamunya,"

Jimin mendengus geli. Walau kesal, dia sebetulnya gemas dengan tingkah dan pola pikir Taehyung. Sangat polos dan bodoh. Sebetulnya dia tahu kalau kamarnya pasti rapi dan bersih. Taehyung tak pernah tahan dengan sesuatu yang berantakan. Itu hanya alasan saja, dan Jimin tak akan menyerah pada hal-hal seperti itu. Ingat, Jimin mengenal Taehyung begitu lama dan dalam.

Dibohongi tak akan mempan.

"Jadi aku tak boleh masuk? Padahal perjalanan cukup jauh,"

Kalau begitu, Jimin akan kerjai balik.

Lihatlah wajah lugu itu. Terkejut dan meremat kenop pintu kamarnya. Mata mengerling gelisah dan menggumam entah apa. Mungkin merutuk karena salah bicara. Itu terlihat sangat lucu, dan sepertinya kejahilan Jimin berhasil mengelabui si bodoh yang manis ini. jimin tertawa di dalam hati, masih pasang wajah sedih dan merengut.

Dia sudah melangkah untuk pergi, namun lengannya tertahan.

Taehyung menunduk, sembunyikan pipi merahnya. "B-Boleh. Kasihan, sudah jauh-jauh kemari. Tapi, m-maaf kalau sedang berantakan. Aku punya banyak pekerjaan rumah yang terbengkalai karena sibuk dengan tugasku."

Ia membuka pintunya lebih lebar. Menyingkir ketika Jimin melangkah masuk. Masih menunduk, dan ia menutup kamarnya. Ia melirik Jimin ragu-ragu. Hari ini dia terlihat begitu tampan dengan dandanan sederhana. Dia hanya kenakan kaus polosan dan jaket bomber, celana jins ketat, dan sepatu converse. Ditambah topi bisbol kesukaannya –itu sejak jaman SMP. Taehyung bahkan masih mengenalinya, hanya ada sedikit kusam warnanya dimakan waktu.

Keduanya jalan ke ruang tengah. Jimin duduk di depan tivi sedangkan Taehyung berjalan ke dapur. Akan membuatkan sesuatu untuk diminum. Dalam hati lega karena sudah membeli air galon. Karena dia tak punya air minum lagi.

"Mau teh?"

"Boleh."

"Ditambah madu?"

Jimin tersenyum manis, "Kamu masih tahu kesukaanku."

Pipinya memerah. Jantungnya berdetak kencang sekali karena itu. Dia tak sadar ketika menawarkan minum dan seperti ditampar dengan ucapan Jimin. Sekarang baru sadar kalau sekeras apa pun ia mencoba, berapa kali pun ia bilang benci, nyatanya dia tetap Kim Taehyung yang sama. Mengerti siapa Jimin; apa yang disukainya, dibencinya, kelemahan dan kekuatannya. Dan ia tak tahu apakah itu bisa dibanggakan atau tidak.

Kenapa melupakan Jimin sangat sulit, Tuhan...

Sekitar 3 menit, Taehyung membawa teh madu dan sekotak kukis keju untuk Jimin. dia bahkan baru ingat masih menyimpan jajanan. Ia duduk bersila di hadapan Jimin dan menautkan jemarinya dengan gugup. Tak tahu harus berbuat apa, atau katakan apa. Bingung dan canggung. Atau mungkin hanya Taehyung yang merasa, karena Jimin begitu tenang di depannya.

Jimin minum tehnya, "Kau semakin pandai menyeduh teh."

"Hanya kasih air panas dan gula. Tak ada yang spesial."

"Tapi rasanya beda," ia minum cepat hingga kandas. "Enak sekali."

"Hei, apa tenggorokanmu tidak perih langsung minum begitu? Masih panas."

"Soalnya enak sekali."

Taehyung menggeleng, "Ini ada kukis keju. Kalau mau minum, ambil dari dispenser saja." Ia bangkit dari duduknya setelah jelaskan itu. Tapi tangannya ditahan oleh Jimin, "Apa?"

"Mau kemana?"

"Aku harus mandi."

"Katanya bangun dari jam 4?"

"Yeah." Taehyung mengendikkan bahu, "Tadi aku hanya cuci muka dan gosok gigi. Langsung beres-beres dan belum mandi. Sekarang badanku lengket, jadi aku akan mandi. Kau nyamankan saja dirimu. Tapi, maaf tempat ini sempit dan bau."

Jimin ikut bangkit, "Aku bantu."

"Ha? Maksudnya?"

"Aku bantu kamu mandi."

"Heeeee?!"


bersambung