Omega's Alpha

Baekhyun menyembunyikan kenyataan bahwa dia adalah mate dari Park Chanyeol—Rapper underground yang mana merupakan cinta pertamanya, sejak ia mengetahui bahwa alpha itu mempunyai komitmen sampah dalam menjalin sebuah hubungan.


.

.

Byun Baekhyun lahir dalam cinta dan kemurnian kasih.

Jadi, jangan tanyakan mengapa ia bisa menjadi omega mungil berparas ayu yang berwatak baik dan berbudi. Jangan tanyakan mengapa ia selalu memuji dalam setiap perkataannya dan selalu membungkuk sopan pada orang orang yang sekalipun tidak ia kenal. Semua itu karena ia lahir dari sepasang mate yang saling mencintai dan menjalin rumah tangga mereka dengan baik.

Baekhyun lahir menjadi omega yang manis dan menggemaskan. Ia selalu berkata lembut dan tidak pernah tidak menuruti permintaan seseorang. Oleh sebab itulah ; semua orang mencintai omega itu sama besarnya seperti omega itu mencintai dunia—Byun Baekhyun adalah omega yang paling diinginkan oleh semua alpha dalam pack mereka.

Sehingga, saat usianya kini tujuh belas, sehari setelah ia mendapatkan heat pertamanya, Baekhyun di kerumuni oleh anggota pack yang mana penasaran setengah mati akan siapa alpha beruntung yang mendapatkan omega secantik dan sebaik Baekhyun?

Namun nyatanya, Baekhyun tidak sesenang itu. Ia mengelus tengkuknya—dimana letak tanda yang sama dengan milik Alphanya berada, dengan canggung. Baekhyun menatap pada ayah ibunya yang juga menatap dirinya sama penasaran dengan anggota pack. Akhirnya ia memilih menghela nafas dan menjawab, "Aku tidak tahu."

"Apa?" Kim Jongin—dia alpha penggemar nomor satu Baekhyun, katanya, berteriak tidak terima, "Jangan sembunyikan dia, Baekhyun! Biarkan aku tahu siapa yang merebut masa depanku!"

Sehun mengangguk-angguk di sebelahnya, "Apakah itu aku?"—Tanyanya penuh harapan.

"Bukan, Sehunnie. Maafkan aku." Baekhyun menunduk, meminta maaf setulus hatinya karena memang bukan lambang milik Sehun-lah yang ada di tengkuknya. Ia kemudian mengedarkan pandangan, mengulas senyuman ringkih yang kecil, kemudian berbisik halus. Membisikkan sebuah nama.

Semua orang terkejut. Mengangga, dan kemudian menatap omega itu prihatin—yang mana dibalas oleh tatapan si omega yang sedih.

Di tengkuknya, kini berada lambang dari Park Chanyeol. Rapper underground yang merupakan cinta pertamanya dahulu sekali.

".. Tapi, Baekhyun. Kau tahu Chanyeol—" Sang ibu berkata cemas, "—Apakah kau yakin itu adalah tanda miliknya?"

Baekhyun terdiam sejenak, lantas ia memejamkan mata dan mengangguk. Seluruh anggota pack tidak bisa tidak lebih sedih dari itu. Tujuh belas tahun Baekhyun telah menjadi omega yang paling baik hati dalam kawanan mereka, dan tiba-tiba mereka harus melepas dirinya untuk seorang alpha brengsek yang entah akan melakukan apa jika mengetahui Baekhyun adalah mate-nya.

"Aku tahu apa yang kalian khawatirkan," Baekhyun mengulas senyum, "Tenang saja, bagaimanapun, sudah keputusanku untuk tidak memberitahukan ini padanya."

Pernyataan itu sontak membuat seluruh kerumunan terkesiap, "A—Apa? Lalu bagaimana dengan heat-mu di bulan berikutnya?" Salah seorang dari mereka terbata bertanya, mengkhawatirkan keadaan omega itu tanpa seorang Alpha disisinya.

Baekhyun terdiam lagi. Menerawang jauh sekali sebelum kembali tersenyum,

"Kurasa aku bisa mengatasinya sendirian." Katanya yang mana seperti sedang menghibur dirinya sendiri, "Aku hanya perlu berada sedikit lebih dekat dengan dia. Mungkin aku akan mencoba meyakinkan dirinya sebelum memberitahu yang sebenarnya."

Kai dan Sehun memberengut, tidak setuju dengan ide omega mungil itu yang terdengar berbahaya. Begitu juga dengan alpha maupun beta lainnya. Namun apa yang bisa mereka perbuat? Keputusan ada di tangan Baekhyun dan mereka cukup mengerti untuk tidak mencampuri urusan omega itu lebih jauh lagi. Walaupun sebagian dari hati mereka belum rela melepaskan omega sebaik Baekhyun kepada seorang bajingan seperti Park Chanyeol.

Baekhyun tersenyum, ia mengelus tengkuknya sekali lagi sebelum menatap pada genangan air di antara kedua kakinya.


...


Baekhyun mengingat dirinya sering sekali memimpikan sosok Alpha yang akan menjemput dirinya dari pack kelak. Seperti apakah rupanya? Apakah dia akan tampan memikat seperti ayahnya? Atau penggoda ulung seperti Jongin? Baekhyun juga mengingat, bahwa ia sering kali cekikikan saat membayangkan bahwa Alphanya adalah Park Chanyeol—Yang sekarang menjadi kenyataan.

Park Chanyeol.. Jika ia mengetahui bahwa dirinya adalah mate dari Alpha itu dua tahun lalu, tentu sekarang dirinya akan bahagia setengah mati. Tapi sayangnya, ia mengetahuinya saat ia juga mengetahui bahwa Chanyeol memiliki persepsi mengerikan tentang cinta, ribuan komitmen sampah tentang sebuah hubungan, dan juga bualan kosong yang hanya akan menyakiti hati semua yang mendengarnya.

Terlebih, pandangannya terhadap memiliki seorang keturunan.

Baekhyun selalu membayangkan kelak, saat alphanya datang dan menjemput dirinya, mereka akan tinggal di suatu rumah yang hangat dengan anak anak mereka yang berlarian. Namun kini, alphanya adalah Park Chanyeol, seseorang yang berkata dengan tajam di telinganya pada dua tahun lalu ; bahwa ia tidak ingin memiliki penerus, ataupun menikah dengan omega mana pun. Baekhyun secara otomatis teringat juga pada tawa Chanyeol saat mengatakan hal itu—yang mana sebenarnya menghancurkan perasaannya.

Baekhyun tertegun ketika air mata membasahi pelupuk matanya.

"Ah," Ia menghapusnya dengan segera, "Payah, mengapa aku menangis.."

Ia bangkit dari kasurnya dan mulai membereskan seluruh pakaiannya—bersiap untuk pergi ke teritori dimana alphanya berada. Sebentar lagi ayahnya akan datang dan mengantarnya ke perbatasan, ia tidak boleh terlihat sehabis menangis atau sang ayah akan sangat sedih untuk melepasnya.

Ketika potongan pakaian terakhir ia masukan ke dalam koper besar itu, Baekhyun termenung. Diam diam, jauh di dalam hatinya, ia mengucapkan selamat tinggal pada impian masa depannya yang indah.


...


"Baekhyun, apakah kau yakin akan pergi dari kami seperti ini?"

Baekhyun menatap ayahnya dengan seulas senyum, "Tenang saja, ayah. Aku akan mengunjungi kalian pada akhir bulan."

"Kau harus berjanji bahwa kau akan baik baik saja." Kris mengerutkan dahinya, "Apakah kau yakin tidak ingin memikirkannya lagi?"

"Ayah, sungguh, aku akan baik baik saja." Ia tersenyum lebih lebar pada Kris, "Jika semuanya memburuk, aku akan kembali pada kalian."

Alpha dewasa itu melembutkan pandangan, "Baiklah, Baekhyun. Kau tahu kami semua selalu menerimamu."

Baekhyun melempar senyuman untuk terakhir kalinya sebelum menapaki teritori baru yang akan ia diami. Tempat dimana Park Chanyeol berada. Ia dapat merasakan jantungnya berdegup begitu kencang begitu udara pertama berhasil terhirup oleh hidung bangirnya.

"Siapa nama Alphamu?" Penjaga teritori menatapnya, "Boleh aku melihat lambangnya?"

Baekhyun berbalik, melepaskan syalnya agar ia bisa melihat lambang phoenix yang membara di tengkuknya. Ia mendengar gumaman penjaga itu sebelum ia diperbolehkan untuk masuk.

"Ah," Baekhyun berbalik, "Bisakah kau tidak memberitahunya terlebih dahulu?"

"A—Apa? Mengapa?"

"Hanya, tolong jangan beritahu dia."

Baekhyun tersenyum canggung dan membungkuk, "Kumohon."

"Baiklah, jika itu maumu."

Perlu beberapa saat baginya sebelum menemukan club malam dimana Chanyeol bekerja. Baekhyun menaruh kopernya di antara kaki dan kemudian mencocokkan alamat yang diberikan Sehun padanya dengan palang di bawah papan nama club yang ada di hadapannya.

Ini alamat yang benar. Disinilah Chanyeol bekerja setiap hari. Baekhyun membulatkan tekadnya untuk menuruni tangga dan masuk ke pintu utama namun menyesalinya saat itu juga.

Dia adalah omega, omega lelaki yang pergi meyakinkan alphanya untuk meninggalkan seluruh pandangan sampahnya pada ikatan sepasang mate. Tapi ia lupa bahwa ; dirinya sendirian. Dia sendirian dan malah datang ke tempat dimana orang orang tidak bisa membedakan yang mana kiri dan kanan, yang mana atas dan bawah.

Dia memasukkan dirinya sendiri ke dalam kandang singa.

Baekhyun segera berbalik—setidaknya ia mencoba namun gagal karena terhadang orang orang lain yang memasuki club itu. Baekhyun mengernyit karena kerasnya musik, ia akhirnya menarik kopernya ke bangku terdekat dan duduk sambil menatap kerumunan.

Ia berharap dapat menemukan Alpha yang ia cari.

Namun nyatanya sia-sia, sejauh maniknya yang hitam legam menjelajah, yang bisa ia dapatkan hanyalah puluhan orang yang cegukan oleh alkohol dan berdansa. Ia tidak bisa menemukan paras maupun punggung tegap cinta masa kecilnya itu. Baekhyun menghela nafas dan menunduk, menaruh jemarinya di atas paha dan memilinnya perlahan.

Apa yang harus ia lakukan?

"Hey,"

Baekhyun tersentak, secara otomatis mendongak dan bertemu pandang dengan seorang lelaki—yang sepertinya bukan seorang alpha, ia memakai jas yang manis di tubuh rampingnya dan wajahnya menyiratkan sesuatu.

"H—Halo.." Baekhyun mencicit kikuk, ia berdiri meskipun Baekhyun sendiri tidak tahu mengapa ia harus melakukannya.

"Apa kau mencari sesuatu?" Lelaki itu tersenyum akan kecanggungan omega di hadapannya, "Atau mungkin, seseorang?"

Baekhyun mengangguk kaku, "A—Ah, sebenarnya aku mencari Park Chanyeol.."

"Siapa?" Lelaki di hadapannya mengernyit, "Maaf, sepertinya aku salah dengar. Siapa yang kau bilang?"

"Park Chanyeol," Baekhyun mengeraskan suaranya, "Terakhir kali, dia disini sebagai rapper.."

"Oh, Chanyeollie?"

Baekhyun memiringkan kepalanya karena tambahan akrab yang tersemat di belakang nama Chanyeol saat lelaki asing itu menyebut namanya, "Aku kenal dia! Aku akan memanggilnya untukmu, darling."

Baekhyun mengangguk dan membungkuk. Tidak lupa berterimakasih atas kebaikan hati lelaki itu tapi tidak dapat menahan diri untuk tidak penasaran siapa lelaki itu sehingga dapat memanggil Chanyeol dengan panggilan yang seakrab itu. Ia menggeleng dan duduk kembali, pandangannya mengedar sekali lagi dan terhenti pada satu titik.

Park Chanyeol.

Ia masih begitu tinggi, tampan, mempesona, dan memabukkan—seluruh aroma yang ada pada tubuhnya. Baekhyun merasa tulang tulangnya lepas saat Chanyeol berjalan lebih dekat padanya dengan senyum secerah bunga matahari. Omega itu segera berdiri ketika Chanyeol sampai ke hadapannya, menatapnya terkejut bercampur ketidak-percayaan.

"Kau benar benar Baekhyun!" Chanyeol menarik omega itu ke pelukannya.

Baekhyun terkesiap, tidak mempersiapkan diri untuk sambutan yang tiba tiba. Namun, ia balas melingkarkan lengannya di pinggang Chanyeol dan mendengar omega dalam jiwanya mendengkur nyaman.

Ia berada di lengan alphanya.

"Aku sangat merindukanmu," Chanyeol mengakui, "Bagaimana kau bisa kemari?"

"Sehun memberiku alamat dan aku berpikir aku harus menemuimu."

"Aku sangat senang, Baekhyun. Tapi tidak baik bagimu untuk berkeliaran tanpa satu pun kawanan pack-mu."

Baekhyun perlahan mendongakkan wajahnya agar ia dapat melihat wajah si Alpha tampan, ia bahkan terlalu terburu-buru sehingga melupakan kemungkinan Chanyeol yang marah karena mendatanginya tiba tiba seperti ini.

"A—Apa kau marah?" Cicitnya kecil.

"Tidak, tentu saja aku sangat senang." Chanyeol tersenyum lebar dan mempererat pelukannya, "Aku hanya tidak ingin kau terluka."

Baekhyun tersipu—Ia jelas tahu omega dalam jiwanya meraung senang. Tapi Baekhyun segera tersadar, ia menatap Chanyeol lalu melepaskan pelukannya, membuat alpha itu kebingungan.

"Ada apa?" Tanyanya.

Baekhyun terdiam beberapa saat, menyusun kata kata yang sudah ia siapkan di kerongkongan.

"Aku kesini untuk bekerja," Katanya lantang kemudian, "Apakah kau bisa mengenalkanku pada managernya?"

"A—Apa?!" Chanyeol terkejut. Bagaimana mungkin tidak? Byun Baekhyun, teman masa kecilnya yang bahkan ketakutan melihat seekor cacing menggeliat, tiba tiba ingin bekerja di tempat penuh bahaya seperti ini. Apa yang sedang anak ini pikirkan? Chanyeol mendesah dalam hati.

"Baek, ini bukan tempat yang tepat untuk bekerja—"

"—Tapi kau boleh?" Baekhyun memotongnya.

Chanyeol terdiam beberapa saat, "Karena aku alpha, aku bisa melindungi diriku sendiri. Tapi kau berbeda, kau omega. Kau omega kesayanganku yang rapuh, aku tidak akan membiarkanmu bekerja di tempat seperti ini."

Baekhyun merona, merutuk perasaannya yang tidak bisa diajak kompromi dengan keadaan.

"T—Tapi aku ingin." Baekhyun berbisik, "Aku ingin bersama denganmu selama yang aku bisa."—sebelum kau tahu bahwa aku adalah mate-mu dan meninggalkanku seperti sampah.

Baekhyun menunduk, mendengar debaran jantungnya yang keras. Chanyeol tidak berkata apapun selama beberapa saat, tapi Baekhyun dapat mendengar ia menghela nafasnya.

"Kita bicarakan ini nanti." Alpha itu memutuskan, melirik koper yang ada disamping omega mungil, "Apa kau kabur dari teritori?"

"Tidak." Baekhyun menggeleng, "yah mengantarku ke sini..."

"Baiklah, pertama tama, ayo kita pergi."

Baekhyun mendongak, menatap Chanyeol bingung dan di balas oleh tatapan Alpha itu yang menusuk tepat pada kedua maniknya.

"Terlalu banyak orang gila disini sehingga kau tidak akan aman." Chanyeol menjelaskan, meraih lengannya dan menuntunnya untuk naik ke tangga menuju pintu keluar, "Aku harus menjagamu di tempat yang teraman."

Baekhyun tersipu. Ia sempat terbuai dengan kata kata Chanyeol yang menggelitik hingga jiwanya namun dengan cepat terhantam oleh kenyataan.

Park Chanyeol bukanlah seseorang yang selama ini ia bayangkan. Semua kata katanya ini bisa saja merupakan kebohongan. Mungkin di antara mereka, hanya ada kasih sayang tulus bagi Baekhyun dan rasa kasihan bagi Chanyeol. Chanyeol tidak pernah menganggap omega mana pun berharga, ia selalu memperlakukan omega di sekitar mereka saat tingkat menengah dengan semena mena dan kasar.

Chanyeol adalah seorang yang tidak puas dengan hanya satu pasangan.

Chanyeol adalah seorang yang tidak bisa menjaga kesetiaannya.

Baekhyun menunduk lagi, menatap jalanan yang bersalju dan menyadari bahwa ini adalah malam lain di bulan Desember. Chanyeol yang menyadari salju mulai turun berhenti melangkah, melepaskan jaket serta topinya—lantas memakaikannya pada Baekhyun dan mengenggam tangannya lebih erat.

Chanyeol adalah seorang yang tidak peduli dengan omega.

Dan kenyataan terbesar yang harus diterima Baekhyun adalah ;

"Terima kasih."

Chanyeol tidak akan pernah mencintai siapa pun, termasuk dirinya.


...


Malam hari di apartemen Chanyeol seharusnya dingin, karena udara memang begitu membekukan dan tidak bisa diajak bekerja sama. Tapi dengan sebuah pelukan hangat dari alpha itu, Baekhyun mendapati dirinya berada dalam suatu kehangatakan yang bahkan tidak dapat ia deskripsi dengan kata kata. Baekhyun mengingat kemudian ; bahwa dahulu, Chanyeol juga selalu memeluk dirinya seerat ini. Tidak peduli bahkan jika cuacanya tidak dingin, omega itu akan selalu berakhir di pelukan alpha tinggi yang kini menjelma menjadi orang yang paling dicintai para wanita.

"Ada apa?" Baekhyun tersentak saat Chanyeol berbisik di telinganya dengan suara rendah, "Kau dingin?"

"Tidak."

Baekhyun mengerjap beberapa kali sebelum tertawa, "Kau lebih tinggi dari dua tahun lalu. Lalu, dari mana asalnya semua otot ini?"—yang lebih mungil menyentuh malu malu bisep Chanyeol yang terlihat karena alpha itu tidak memakai satu pun atasan.

Chanyeol bergumam sebentar, seperti menyenandungkan sesuatu. Ia meraih pinggang mungil milik sahabatnya dan merangkulnya posesif. Menyembunyikan wajahnya dibalik perpotongan leher sang Omega—yang mana membuat aroma manis darinya menguar, memenuhi penciumannya. Chanyeol mengangkat satu sisi dari bibirnya sebelum akhirnya menjawab, "Karena aku perlu melindungimu. Itulah sebabnya aku harus menjadi kuat."

Omega dalam jiwanya terpekur senang, ia mengetahuinya. Tapi, sisi lain dalam dirinya seperti menghantam ulu hatinya, seakan mencoba mengingatkannya bahwa semua yang di lakukan Chanyeol adalah belas kasihan. Jika pun bukan, lelaki itu tidak pernah memandangnya sebagai seseorang yang bisa di cintai. Chanyeol akan selalu memandangnya sebagai adik kecil yang manis.

Seorang adik.

Baekhyun mengulas senyum tipis lalu mendekap pinggang Chanyeol erat-erat.

"Chanyeol.." Panggilnya, "Kau.., tidak akan meninggalkan aku, 'kan?"

Lelaki tampan itu tertawa kecil, lantas menjawab mantap ;

"Bagaimana bisa aku meninggalkan seorang yang manis sepertimu?"

Bisiknya, disertai kecupan dalam di kedua pipinya.

Jantung yang lebih mungil berdegup keras. Mungkin, jika Chanyeol mendekat lagi padanya, ia akan mendengarnya dengan sangat jelas. Pipinya seperti membara dan ia yakin sekarang telah sepenuhnya merah.

"Jangan malu seperti itu," Chanyeol menjilat daun telinga Baekhyun dan mengigitnya kecil—gemas, "Kau ini, seperti baru pertama kali mendengar pujian seperti itu saja."—Sambungnya dengan tawa renyah.

Pujian itu boleh jadi bukan yang pertama di dengar oleh Baekhyun. Tapi bagaimana kata kata itu terucap dan membuatnya merasa dicintai, membuatnya penuh dalam rasa bahagia yang memenuhi tenggorokan terdengar seperti kali pertama ia mendengarnya.

"Tidurlah, kau pasti sangat lelah. Aku akan menjagamu."

Baekhyun menurut, jatuh terlelap setelah Chanyeol mengarahkan telapak tangannya yang besar ke balik punggungnya—mengelus disitu dengan lembut. Sebuah lullaby mengalun indah dari bibir yang selama ini terbiasa dengan umpatan dan kata kata kasar, dan sebuah dengkuran halus menjadi pengisi suasana diantara mereka ketika langit mulai menutup sinarnya.


...


Omega itu terbangun setelah aroma makanan membuat perutnya meraung lapar.

Maniknya yang hitam pekat secara otomatis tertarik pada jam yang melekat di dinding, yang mana menunjukkan pukul sepuluh. Ia mengusap kedua matanya sebentar, memeriksa anda di belakang lehernya yang sepertinya tidak sempat terlihat oleh Chanyeol sebelum bangkit dari kasur yang telah kosong, melangkahkan kakinya ke luar kamar setelah melilitkan sebuah syal ke lehernya ; dan menemukan Chanyeol di dapur dengan apron hitam yang begitu cocok pada tubuh tingginya. Alpha itu menoleh tepat saat Baekhyun membuka pintu kamar—masih dengan piyama kebesaran yang dipinjamnya dari lemari Chanyeol.

Ah, bagaimana mengatakannya? Melihat adegan seperti ini, membuatmu teringat sesuatu bukan? Seakan, mereka adalah pasangan yang sudah menikah lama dan akan bersiap untuk sarapan. Chanyeol berdeham, mengalihkan pandangannya yang tahu tahu sudah kurang ajar mengamati kulit leher dan bahu si mungil yang terekspos berkat piyama yang melorot ke sisi bahunya. Baekhyun—yang tentu saja belum menyadari sudah menampilkan kulit putih mulusnya pada Chanyeol—mengusak matanya beberapa kali sebelum memeluk Chanyeol dari belakang, "Selamat pagi."

"S—Selamat pagi, Baekhyun." Balas Chanyeol gelagapan, "Tidur nyenyak semalam?"

"Tidak pernah lebih nyenyak dari itu!" Omega itu terlonjak tiba tiba, "Kamarmu sangat empuk dan hangat."

"Benarkah? Baguslah jika seperti itu." Chanyeol tersenyum lembut, meraih bagian piyama yang melorot pada sisi bahu Omega itu dan menariknya ke atas agar menutupi bagian itu sebagaimana seharusnya. Baekhyun terkejut dan sontak wajahnya memerah—ia bahkan tidak menyadari sedari tadi. Chanyeol tertawa ketika melihat wajah Baekhyun yang memerah, "Hati-hati, bagaimanapun, aku ini tetap seorang alpha, kau tidak takut akan ku-klaim saat ini juga?"—Chanyeol terkekeh kecil sambil menaik turunkan alisnya main main.

Baekhyun rasanya ingin menenggelamkan diri di samudra, "A—Aku minta maaf."

"Kumaafkan karena kau manis." Chanyeol menepuk pucuk kepala Baekhyun lembut, "Kau bisa mandi terlebih dulu, sarapan akan siap dalam tiga puluh menit."

"O—Oke." Baekhyun segera berbalik dan berjalan dengan langlah besar ke kamar. Di belakangnya, Chanyeol tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Lelaki tinggi itu menoleh pada telur yang setengah matang di teflon, tersenyum sekali lagi ;

"Kau telah menjadi omega yang manis, Baekhyun."


...


"Chanyeol, soal yang kemarin kubicarakan.. Apa kau bisa mempertimbangkannya?"

"Hm?" Alpha itu meletakkan sumpit dan mangkok yang sedang ia bereskan, "Yang mana?"

"Anu, soal aku bekerja di tempatmu—"

Wajahnya sontak menggelap.

"Tidak. Kau tidak akan pernah bekerja disana." Balasnya dingin sambil berjalan ke arah pencucian piring. Baekhyun mengikutinya ragu ragu dan akhirnya ikut mencuci piring itu bersama tanpa suara. Jika Chanyeol marah semua akan berantakan. Lelaki itu pasti akan membencinya dan—

Intinya, Baekhyun memilih diam.

Chanyeol melirik omega itu yang mengusap mangkok dengan lemas, mencuri pandang kemudian pada paras seriusnya yang bahkan masih terlihat manis. Pandangannya turun pada bibir ranumnya yang memerah dan sedikit terbuka—

"Pokoknya kau tidak boleh "—Tukas Chanyeol tiba tiba.

"Kenapa?" Baekhyun bertanya pelan, "Apa karena aku omega? Kurasa banyak juga omega di dalam club mu itu—"

"Tetapi mereka tidak memiliki wajah dan bibir sepertimu, kau mengerti?" Chanyeol mendengus, meletakkan cucian terakhir yang terbilas bersih di samping badannya, "Kau tidak boleh bekerja di tempat berbahaya seperti itu—"

".. Aku hanya ingin lebih dekat denganmu.." Omega di sampingnya menunduk sehingga surai hitam eboninya terjatuh, memilin jemarinya yang lentik.

Chanyeol terdiam. Menghela nafasnya pelan, kemudian meraih bahu mungil milik Baekhyun dan menariknya ke dalam pelukan hangat. Baekhyun terlonjak namun segera menyandarkan tubuhnya nyaman pada tubuh Chanyeol yang kokoh, membiarkan Chanyeol meletakkan wajahnya pada pucuk rambutnya dan meengendus aroma shampo yang menguar dari tiap surai tersebut ;

"Jangan, ya?" Alpha itu membujuk, "Aku mengerti jika kau ingin dekat denganku tapi tidak jika itu akan membahayakan dirimu."

Baekhyun mengigit bagian dalam mulutnya ragu, "T—Tapi—"

"Aku akan mengenalkanmu pada pemilik toko kopi di seberang apartemen." Chanyeol memutuskan dengan cepat, "Aku akan menjemputmu sepulang kerja setiap hari."

"Chan—"

"Kalau kau tidak bekerja, kau bisa datang." Chanyeol menambahkan walau dengan sedikit khawatir, "Hanya jika kau berjanji akan berada di ruanganku saja."

Baekhyun mengangkat kepalanya dengan binar senang, "Sungguh? Aku boleh bersamamu saat hari liburku?"

"Ya, sungguh." Chanyeol terkekeh saat bibir itu mengulas senyum lebar, tidak dapat menahan dirinya untuk tidak mengecup dalam dalam kening Omega yang mendongak padanya itu ;

"Terima kasih, Chanyeol." Baekhyun memeluk Chanyeol lebih erat dan Alpha itu tersenyum simpul.

"Tidak perlu berterima kasih. Hanya saja, Baekhyun, mengapa kau memakai syal di rumah?" Chanyeol menyentuh ujung syal yang Baekhyun lilitkan di lehernya, "Apa kau merasa kedinginan?"

Baekhyun mencegah jemari Chanyeol yang akan melonggarkan lilitan itu dan segera menarik dirinya menjauh, Chanyeol mengernyit akan perubahan sikap lelaki mungil itu tapi tetap menunggu omega itu untuk menjelaskan segalanya.

"U—Um, tidak dingin, sungguh."

"Tapi kau—"

"Ini trend di teritoriku belakangan ini!" Baekhyun berkilah cepat dengan tawa kaku, "Aku mengikutinya dan kurasa cocok denganku."

"Oh," Chanyeol bergumam, "Aku tidak tahu kau menaruh perhatian pada hal hal semacam itu—"

"Aku perlu memperhatikannya agar kelak alpha yang akan menjadi mate-ku bangga padaku." Baekhyun tersenyum getir, memainkan ujung syalnya yang menjuntai di samping bahu, "K—Kalau begitu, A—Aku akan pergi ke kamar dulu."

Ia segera berbalik, melewatkan Chanyeol yang tersenyum kecut di balik punggungnya.

"Alpha yang kelak menjadi mate-mu, huh..." Ucapnya sebelum mematikan keran air yang terbuka kecil.


...


Baekhyun terpesona pada interior kedai kopi kecil itu sehingga tak sadar Chanyeol menatapnya dalam sedari tadi.

Pemilik toko ini adalah seorang beta manis bernama Xiumin. Ia sangat ramah dan tampaknya lembut sekali. Baekhyun tersenyum lagi mengingatnya, ia sudah mendapatkan pekerjaan dan bisa tinggal di tempat Chanyeol. Sejauh ini, yang harus ia lakukan hanyalah membuat Chanyeol menarik kembali pandangannya tentang komitmen dua tahun lalu—

"Baek, apa kau menyukai tempatnya?"

Baekhyun tersentak saat Chanyeol meraihnya ke dalam rangkulan hangat, "A—Ah, ini tempat yang hangat.." ujarnya kikuk.

Xiumin menatap mereka berdua dari halik meja barista, memicing. Terlebih saat Chanyeol memeluk omega itu dan membisikkan kata kata yang tidak dapat ia dengar.

Beta dewasa itu menatap Chanyeol dan Baekhyun bergantian ketika keduanya sampai di depan konter miliknya untuk memesan segelas kopi. Ketika Baekhyun pergi untuk duduk di salah satu meja, Xiumin segera mencegat lengan Chanyeol yang akan menyusul si omega mungil.

"Apa kalian—?" Xiumin menaikkan alisnya tinggi tinggi., menatap Chanyeol penuh rasa penasaran.

Alpha itu terkejut beberapa saat sebelum tertawa kecil, "Tidak, bukan begitu. Dia hanya—"

"Dia mate-mu?"

"Bukan, dia—"

"—apa dia adalah orang itu?"

"Bukan, oke. Dengarkan aku, dia hanya sahabatku dari kawanan Wu."

Beta itu melemaskan pandangannya dan meletakkan cangkir antiknya ke meja, "Oh," Ucapnya seakan ia kecewa. Chanyeol tertawa keras melihat reaksi lelaki itu sebelum menepuk bahunya, berjalan ke arah Baekhyun untuk menemaninya kemudian. Ketika ia duduk disana, omega itu sedang memandangi satu persatu jemarinya dengan tatapan berbinar.

"Kopi kita akan segera tiba." Chanyeol berkata, meraih ujung kelingking Baekhyun dan memilinnya lembut, "Xiumin Hyung membuat kopi terbaik di wilayah kami."

"KangIn-Hyung juga sangat senang meracik kopi," Baekhyun tersenyum lembut, "Ayah akan sangat senang jika meminum kopi buatannya."

Melihat sinar dalam manik itu meredup, Chanyeol berdehem pelan dan hati-hati bertanya ;

".. Kau merindukan rumah?"

"Bagaimana tidak?" Baekhyun terkekeh, menatap lekat jemarinya yang kini berada dalam tangkupan telapak tangan Chanyeol.

"Aku bisa mengantarmu—"

"Tidak. Aku tidak bisa pulang lebih dahulu." Tukasnya, membuat Chanyeol tersentak sedikit.

"Ada sesuatu yang harus aku lakukan.." Baekhyun melanjutkan, perlahan melepaskan jemarinya dari genggaman Chanyeol.


...


"Karena malam ini aku belum bekerja, bolehlah aku pergi bersamamu?" Omega mungil itu muncul di balik pintu lemari saat Chanyeol tengah mengganti pakaiannya dengan hoodie panjang yang menyentuh lututnya. Omega itu sudah tampil manis dengan topi musim dingin di pucuk surai hitam pekatnya juga dengan sweater biru cerah kebesaran yang mencapai pahanya, dan syal berwarna putih gading di leher putihnya yang jenjang. Chanyeol menoleh sedikit pada omega itu sebelum menutul pintu lemarinya, memperhatikan Baekhyun dari atas sampai bawah dan akhirnya ia menghela nafas ;

"Berjanji padaku bahwa kau hanya akan berada di ruanganku."

"Janji!" Baekhyun dengan cepat mengacungkan kelingkingnya yang sebenarnya tenggelam akibat sweaternya yang kebesaran, "Aku berjanji!"

Alpha itu masih menatapnya ragu, namun tidak memiliki pilihan lain selain menyetujuinya. Membiarkan Baekhyun sendirian di apartemennya bukan pilihan baik juga, lagi pula. Tepat saat ia akan keluar dari kamar sang dominan, Baekhyun tertarik ke belakang dan menemukan Chanyeol sebagai pelakunya.

"Pakai ini," Ujarnya sambil menyerahkan sebuah hoodie dari lemarinya, "Jangan kedinginan."

Baekhyun tidak menolak, ia meraihnya segera dan memakainya sembari tersenyum—apalagi saat aroma kuat khas sang Alpha menguar kuat dan memorak-porandakan penciumannya. Chanyeol membenahi letak topinya beberapa kali juga kerah lebar dari swaternya. Akhirnya, malam itu mereka keluar dari apartemen yang hangat dengan gandengan tangan sepanjang jalan.

"Kau tidak boleh menerima minuman apapun selain dariku, begitu juga dengan makanan. Mengerti?"

"Aku mengerti." Baekhyun mengangguk patuh, "Aku hanya akan menunggu di ruanganmu dan tidak akan menerima apapun dari siapa pun selain dirimu."

"Anak baik," Alpha itu tersenyum lebar, "Kau omega yang sangat baik."

Baekhyun merasakan jantungnya berdentum keras sementara omega dalam dirinya meraung senang. Ia bahkan merasa seolah Chanyeol tengah memeluknya sekarang berkat keberadaan hoodie yang melingkupi sebagian besar tubuhnya. Alpha itu tersenyum simpul melihat keterdiaman Baekhyun yang merona dan memilih menautkan jemari mereka lebih erat dan berjalan lebih cepat.

Dan, disinilah mereka ; di depan palang warna warni dari club yang setiap malam Chanyeol datangi. Chanyeol membantu Baekhyun menuruni anak tangga yang curam dan berlapiskan salju serta membukakan pintu. Menatap garang pada siapa pun yang melirik omega di belakang punggungnya. Baekhyun tersenyum geli, berusaha mengimbangi langkah Chanyeol yang—bagaimanapun, besar. Akhirnya, mereka sampai pada ruangan khusus untuknya dan Chanyeol segera menyuruhnya duduk di sofa berwarna gading yang empuk.

"Aku harus pergi ke panggung sebentar lagi." Chanyeol melirik pergelangan tangannya, "Ada seorang temanku yang akan menemanimu, kau berbincanglah dengan dia dan aku akan kembali segera."

"Oke, kau tidak perlu terburu-buru." Baekhyun mengerutkan kening, menjulurkan jemari jemarinya untuk menghapus beberapa peluh yang ada di dahi Chanyeol. Tindakan itu sangat refleks, biarpun sangat intim pula. Nyatanya, begitu sentuhan pertama jemari Omega itu sampai di dahinya, Chanyeol merasakan jantungnya seakan berhenti berdetak dan menolak memompa lagi.

"K—Kau tidak perlu—"

"Sebentar saja," Omega itu bersikeras, terakhir mengusap kening Alpha di hadapannya sebelum tersadar pada jarak apa sekarang mereka berada.

Baekhyun berjinjit di hadapan lelaki jakung itu sementara—ia melihat wajah alpha itu merah padam. Omega mungil itu terkejut dan menarik tubuhnya segera, yang mana secara tidak sengaja membuat tubuhnya limbung ke belakang—

"Baek, hati-hati!"—Untungnya Chanyeol punya refleks yang cukup bagus.

"A—Ah, T—Terima kasih.."

"A—Aku akan keluar sekarang,"

"Baiklah, selamat bekerja."

Chanyeol berbalik dan meninggalkan ruangan, bersamaan dengan seorang omega lain yang masuk sambil menggoyangkan pinggulnya ke kiri dan kanan. Baekhyun sempat terkejut namun segera ingat bahwa Chanyeol meminta seorang temannya untuk menemani dirinya—jadi, teman yang ia maksud adalah orang yang ia temui di kali pertama ia berada disini. Baekhyun tersenyum canggung saat orang itu duduk di hadapannya dengan kaki yang tersilang, menatapnya intens.

"Halo!" Ujarnya dengan nada cekikik saat mengangkat tangannya ke udara, "Kau Baekhyun, bukan? Aku dengar banyak tentangmu dari Chanyeol!"

"H—Halo." Balas Baekhyun kikuk.

"Kau darling yang manis," Omega di hadapannya tersenyum gemas, "Berapa usiamu?"

"A—Aku tujuh belas."

"Ow, kau muda sekali." Yang lebih ceria diantara mereka bergumam, "Apa kau sudah mendapat heat pertamamu?"

"Hah? A—A—Apa? A—An—Anu—"

Baekhyun merona di tempatnya, sedangkan omega di hadapannya terlebih dahulu tenggelam dalam tawa keras. Ia bahkan memegangi perutnya seakan akan Baekhyun baru saja melontarkan lelucon paling lucu dari yang pernah di dengarnya belasan tahun belakangan. Baekhyun mengerjap dan entah mengapa, merasa begitu malu.

"Astaga, kau ini pemalu sekali. Tidak apa, aku tahu sulit bagimu untuk menjelaskannya.. Hm, omong omong, kau bisa memanggilku Luhan."

"Halo, Luhan-Hyung."

"Darling yang pintar," Omega itu menjentikkan jarinya senang saat panggilan 'Hyung' terucap dari belah bibir ranum tersebut, "Kau dan Chanyeol tinggal dalam satu apartemen, ya?"

"Iya." Baekhyun mengangguk beberapa kali, "Ehm—Apakah itu salah?"

"Oh, tidak tidak. Darling, aku hanya bertanya." Luhan tertawa lagi, sekarang ia memilih untuk merapikan kulu kuku tajamnya dengan alat di sofa sebrang, "Chanyeol pasti sangat menyukaimu hingga membiarkanmu tinggal."

"Mungkin tidak seperti itu.."

Luhan melirik omega manis yang terduduk di hadapannya, "Mengapa?"

"Mungkin Chanyeol hanya kasihan karena aku tidak punya siapa pun untuk dimintai bantuan disini.." Gumam omega itu pelan.

"Tapi darling, kau tetap istimewa. Jika sekarang aku kehilangan pekerjaan dan apartemenmu, aku belum tentu akan dibiarkan masuk ke dalam apartemen Chanyeol." Luhan terkekeh, "Lagi pula, kata siapa kau tidak punya siapa pun? Sekarang, kau punya aku."

Baekhyun mengerjap, "K—Kau?"

"Ah, aku terlihat tidak bisa diandalkan, bukan?" Luhan meringis, "Tapi tenang, aku punya tiga belas buku tabungan bank yang semua atas namaku sendiri. Isinya berjuta juta won dan kau bisa mengambil salah satu kartuku di dompet dan bersenang senang—"

"—Aku tidak akan melakukan hal hal seperti itu," Baekhyun memiringkan kepala, "Mengapa aku harus bersenang senang dengan hasil kerja kerasmu?"

Luhan terdiam, menatap Baekhyun terkejut sebelum menerjangnya dengan pelukan ;

"Astaga, Darling. Chanyeol memang benar, kau sangat manis dan baik hati." Luhan mengusak rambut Baekhyun dengan sayang, "Tapi sungguh, jika kau ingin bersenang senang, kapanpun hubungi aku dan aku akan mengenalkanmu pada setiap surga dunia yang ada di muka bumi."

"Terima kasih, Luhan-Hyung."

"Simpan rasa terima kasihmu," Luhan tersenyum penuh, "Kau tidak perlu berterima kasih atas kebaikan yang pantas kau dapatkan."


...


Luhan mengenalkannya dengan beberapa teman Chanyeol yang lain, Baekhyun sebenarnya merasa begitu payah ketika ia tidak bisa mengingat nama mereka dengan benar—tapi sepertinya tidak ada yang keberatan untuk dilupakan oleh si Mungil. Untungnya, Luhan selalu membawa suasana yang bagus, malam itu mereka menghabiskan waktu bersama dengan bermain truth or dare di ruang tunggu seperti sudah kenal satu sama lain dengan baik. Baekhyun tidak pernah merasa begitu lelah setelah berkunjung ke suatu tempat—rasa lelah yang entah mengapa membuatnya bahagia.

Chanyeol tersenyum kecil begitu ia masuk ke ruangan, menemukan Baekhyun tertidur di sofa bersama Luhan yang sedang membereskan botol botol kosong. Ia sudah menyelesaikan seluruh pekerjaannya—dengan terburu buru, dan juga sudah mengambil honornya untuk hari ini. Ia seharusnya bisa langsung pergi ke apartemennya yang berada di ujung jalan, namun Alpha itu memilih untuk duduk di samping omega mungil yang terlelap itu.

"Sungguh," Luhan memulai saat ia selesai menaruh botol terakhir ke tempat sampah, "Senyumnya sangat indah."

"Ya." Chanyeol menyetujui, mengelus surai lembut Baekhyun pelan pelan, "Senyumnya adalah yang termanis.."—Gumamnya menambahkan.

Luhan terkekeh, "Oh, aku baru pertama kali mendengar kau memuji seseorang seperti ini."

Alpha itu hanya diam. Membiarkan Luhan melepaskan celananya kemudian—memperlihatkan bongkahan pantatnya yang bulat dan menggoda. Omega yang setengah telanjang itu mendekat pada Chanyeol, menarik lengan kokoh alpha itu agar menatap padanya dan duduk di pangkuannya.

Chanyeol menatap Luhan, tanpa ekspresi.

"Jangan sekarang," Ujarnya seakan berusaha mengingatkan. Tapi Luhan hanya tersenyum nakal, mulai meraba dada bidang alpha itu dan memberikan kecupan main main di sepanjang pelipisnya.

"Mengapa?" Luhan merengek kecil, "Aku bisa sangat sedih jika kau menolakku."

"Luhan—"

"Lupakan omega masa kecilmu," Bisiknya dengan sedukif, "Lebih baik kau puaskan aku, hm?"

Luhan pencumbu yang handal, tapi ia memilih untuk mulai dengan mengecupi rahang Chanyeol sehingga membuat Alpha itu mendongak untuk memberi akses. Luhan tersenyum miring ketika merasakan telapak tangan Chanyeol yang besar dan hangat itu mulai menapak pada pinggulnya, menyentakkannya ke depan.

Bagaimanapun, Luhan membuat suasana memanas dan berhasil membuat gairah Alpha iu tersulut. Beberapa menit mereka habiskan dengan cumbuan basah, sebelum Chanyeol meloloskan celana dalamnya tanpa membuatnya terjatuh.

"Jangan berisik," Chanyeol memperingatkan ketika Luhan ingin membuka mulutnya untuk mengeluarkan desahan, "Aku tidak ingin dia terbangun."

"Kenapa?" Luhan mengerling, "Kau takut.. Dia akhirnya melihat langsung tingkahmu?"

Chanyeol terdiam seolah tidak memiliki pembelaan, mengangkat pinggul Luhan dan mengentakkan miliknya masuk. Omega itu tersentak dan mendongak, mengeluarkan erangan tanpa suara. Ia diam diam melirik pada omega lain yang tertidur di samping mereka, entah mengapa merasa bersalah.

"Setubuhi aku, Chanyeol."

—Tapi Luhan tidak membiarkan rasa bersalah itu tinggal lebih lama, karena dalam kehidupannya, dirinya lah yang utama.

Chanyeol membiarkan dirinya kehilangan kendali, membuat Luhan mengerang lebih keras tanpa menyadari omega lain di sisi mereka sedari tadi telah terbangun. Baekhyun menatap alpha yang tengah bercumbu tepat di sampingnya itu dengan sendu sebelum berbalik, membiarkan punggung kecilnya membelakangi dua orang yang sedang berbagi cumbu dengan dalih seakan dia tidak mendengar maupun melihat apa apa—yang mana sebenarnya, ia menghapus air matanya yang mengalir di ujung maniknya. Bahkan lambang di tengkuknya kini membakar dirinya dari dalam, seakan mengingatkannya bahwa dirinya memang telah jatuh kedapa seorang alpha yang menikam sebilah belati ke dalam hatinya.

Baekhyun mengerjapkan matanya untuk yang terakhir kali, berbisik pelan bahwa ia baik baik saja. Walaupun jiwa omega dalam tubuhnya pun telah terduduk dengan genangan hati yang pecah.

Patah hati memang rasa yang paling menyakitkan.

Lantas, bagaimana dengan tekadnya untuk merubah komitmen sampah alpha di sampingnya ini? Jika hanya dengan melihatnya bercumbu dan bercinta dengan omega lain telah membuatnya berdarah, bagaimana mungkin ia sanggup tinggal bersamanya dan menyakinkannya untuk tidak membagi kasih yang seharusnya hanya miliknya dengan omega omega lain?

Apakah dirinya akan sanggup untuk, menahan seluruh pisau dan keji yang akan Chanyeol lemparkan kepadanya..?


To Be Continued.


Coba suasana baru akutuh, hehe.

(yang udah ngira Luhan adalah protagonis, selamat, anda kena tipu *wink)

Next? Leave your review below, please.