Fugitive

story by delighted stardust

inspired by I NEED U MV || Miracles in Cell no. 7 || Gone Girl || Logan

Dislaimer : Fiction

Pairing : BTS – Kim Taehyung x Jeon Jungkook

Rated : M

Genre : Romance, Crime, (failed) Angst

Warning : BoyxBoy. Out of Character. Typo(s). Violence. Harsh, explicit, and mature language. Theme may not suitable for youngsters, readers please be advised.

Don't like, don't read.

.

.

.

.

Summary :

Tak pernah diri seorang Jeon Jungkook menyangka kehidupannya yang semula biasa—menjalani hidup sebagai seorang hired driver—menjadi kacau balau. Semua ini akibat si brengsek Taehyung Kim. "Jadilah milikku, Jeon."

Story :

Hingar bingar sebuah club di sudut daerah Brooklyn sampai ke telinga pemuda Jeon. Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari namun sepertinya tidak ada tanda tanda aktivitas didalam akan selesai dalam waktu dekat. Jungkook menghela napas kasar. Hanya dua hal yang Jungkook benci di dunia ini, keramaian dan kebisingan. Sialnya ia terpaksa harus berada di keramaian dan tempat yang bising malam ini. Duty calls.

Jungkook sedang menunggu pelanggannya. Ia ditugaskan untuk menjemput perkumpulan wanita yang sedang bersenang senang di club tersebut. Dan sialnya ia sudah menunggu lebih dari satu jam di depan tempat yang disebut tempat terkutuk oleh Jungkook. Kalau saja ia sedang tidak membutuhkan uang untuk bertahan hidup, sudah pasti ia akan pulang kerumah dan bersantai di depan televisi sembari menonton acara favoritnya.

Berkali kali Jungkook mengumpat. Kesal akan pelanggannya yang tak kunjung selesai. Padahal Jungkook berani bersumpah atas nama tuhan bahwa bos nya mengatakan pelanggannya akan selesai sebelum pukul satu dini hari. Sial sekali baginya ia harus menunggu sedikit lebih lama. Terbesit dalam hatinya untuk meminta tip kepada wanita wanita itu nanti.

Tak lama kemudian terdengar pintu belakang limousine miliknya terbuka. Jungkook baru saja akan menyapa pelanggannya yang tiba tiba masuk tanpa ia sadari. Padahal biasanya ia selalu awas akan pelanggannya sendiri. Membukakan pintu dan mempersilahkan pelanggannya masuk. Tetapi ia segera mengetahui alasan mengapa ia tak sadar akan kehadiran pelanggannya sebelum itu. Yang berada didalam limousine nya adalah seorang pria berjas yang mengenakan kacamata hitam! Bukannya wanita wanita cantik.

"Uh, permisi? Saya rasa anda memasuki kendaraan yang salah, Tuan." Ujar Jungkook sambil melirik kearah pria tersebut melalui kaca yang berada disampingnya.

Pria tersebut membuka kacamata hitam yang dikenakannya saat mendengar Jungkook berbicara. "Ya, aku tahu. Tetapi aku tidak peduli. Sekarang aku butuh kau mengantarku ke West Virginia."

Netra Jungkook menangkap sepasang bola mata yang indah, berwarna abu abu, dan sedang menatapnya melalui kaca. Sejenak ia tertegun. Tanpa sadar mengagumi tampannya paras pria yang sedang duduk di kursi belakang limousine miliknya.

"Maaf, Tuan. Saya sudah memiliki pelanggan." Balas Jungkook dengan lembut. Walau bagaimanapun Jungkook harus tetap menjaga kredibilitasnya dengan bersikap sopan.

"Oh? Benarkah? Jadi kau seorang pelacur?"

Jungkook terdiam. Rahangnya mengeras menahan emosi. Mati matian ia berusaha untuk tidak menarik pria tersebut kehadapannya dan mencekiknya. "Brengsek. Jaga mulutmu."

Pria itu terkekeh mendapati reaksi Jungkook yang tidak disangka sangka. Awalnya pria itu kira Jungkook akan mempertahankan sopan santunnya meskipun direndahkan sedemikian rupa, well sepertinya pria itu salah besar. "Just kidding."

"Aku harus sampai disana sebelum hari minggu. Jika kau mampu melakukannya aku akan membayarmu lima ribu dolar. Fuel on me."

Sial. Jungkook tergiur dengan tawaran itu. Bagaimana tidak? Uang sebanyak itu bisa membuatnya hidup selama satu tahun tanpa merasa kekurangan. Ia meneguk ludahnya kasar. Keningnya berkerut, terlihat menimang nimang tawaran besar yang diberikan kepadanya.

"Aku butuh uang muka." Jungkook akhirnya menyetujui tawaran tersebut. Pikirnya toh ia mampu berkendara ke West Virgina kurang dari dua puluh empat jam. Belum lagi waktu yang diberikan pria dibelakangnya nyaris empat puluh delapan jam. Tawaran ini tak diragukan lagi merupakan win-win solution.

Pria dibelakangnya segera mengeluarkan dompet dari saku jasnya. Sejenak ia menghitung uang yang berada didalamnya. Orang kaya, itu yang muncul didalam pikiran Jungkook saat ia memperhatikan aktivitas pria tersebut. Kemudian pria itu menyerahkan beberapa lembar uang bernominal seratus dolar. Pria itu kembali terkekeh, lalu menepuk bahu Jungkook pelan. "Maaf, hanya itu yang ada di dompetku sekarang. Akan kuberikan sisanya saat kita sudah sampai."

Jungkook dengan cepat menarik uang yang diberikan pria itu. Dengan teliti ia menghitung jumlahnya. Tangannya bergetar, tak biasa mengenggam uang sebanyak itu. Ada seribu dolar di tangannya! Itu adalah pencapaian tebesar seorang Jeon Jungkook. Tak pernah seumur hidupnya ia mendapatkan seribu dolar dalam waktu sesingkat ini.

Tangan Jungkook dengan gesit menghapus peluh yang berada di pelipisnya. Kemudian ia segera menyalakan limousine nya untuk segera pergi. Tidak ingin mengecewakan pria yang telah membayar uang muka bahkan melebihi ekspektasinya.

"Tunggu. Mobil ini terlalu lamban. Kita perlu menukarnya di jalan Engert Eve, beberapa blok dari tempat ini." Perintah pria itu. Jungkook menaikkan sebelah tadi ia sudah menyadari pria yang dibelakangnya adalah seseorang control freak, hanya saja ia tidak menyangka pria itu akan menyuruhnya menyingkirkan limousine milik bosnya itu.

"Apa? Bagaimana dengan mobil ini? Ini bukan milikku, kau tahu?" Well, kesopanan Jungkook sudah lenyap sedari tadi. Rasa hormatnya mendadak turun drastis menjadi ketingkat nol persen saat pria tersebut mengatainya pelacur. Untung saja pria brengsek itu tampan dan akan membayarnya dengan uang yang banyak. Kalau tidak, dapat dipastikan pria itu sudah terkapar di aspal.

Pria itu tersenyum samar. "Kau tahu, kau bisa menitipkannya disana. Tenang, aku akan membayarnya untukmu." Jawabnya.

Jungkook hanya diam. Tak membalas kalimat yang pria tersebut ucapkan. Ia memusatkan konsentrasinya ke jalan raya yang ada dihadapannya, tentu saja untuk menyelamatkan diri mereka berdua agar tak terbunuh.

"Hei, supir. Siapa namamu?" tanya pria itu. Jungkook berani bersumpah penumpang yang dibawanya memang bermulut besar, tetapi tidak ada yang secerewet pria yang ada dibelakangnya saat ini. Tak bisakah ia membiarkan Jungkook berkendara dengan tenang?

"Jungkook Jeon." Balas Jungkook singkat. Menghindari pertanyaan lebih lanjut.

"Namaku Taehyung. Taehyung Kim."

Jungkook kembali diam. Malas menggubris ucapan pria yang akhirnya ia ketahui namanya. Pria tampan yang bernama Taehyung. Sial. Mengapa pula Jungkook malah memperhatikan parasnya?

"Kau menyukai pekerjaanmu ini, Jeon? Hei, bagaimana aku harus memanggilmu? Apakah Jeon? Jung? Kook? Jungkook?"

Oh, malang sekali nasib pria bermarga Kim. Jungkook tetap bisu. Seolah ia menjaga bibirnya yang berwarna merah muda itu untuk tidak mengeluarkan kalimat sia sia dengan meladeni seorang Taehyung Kim. "Sepertinya kau tak banyak bicara. Aku suka."

Dan sepertinya Taehyung akan terus mengganggu Jungkook dalam berkendara.

"Diamlah, aku sedang berkendara." Jawab Jungkook dengan nada ketus. Tetapi jawaban tersebut membuat Taehyung senang.

"Mengobrol saat berkendara tidak akan membunuh kita berdua. Kau jelas tahu itu, kan?"

"Apakah kau selalu seperti ini kepada semua orang?"

Taehyung mendelik. "Seperti ini yang bagaimana maksudmu?"

"Banyak bicara." Jawab Jungkook.

"Tidak. Tentu saja tidak." Jungkook mendengus mendengar balasan Taehyung. Kemudian Taehyung menlanjutkan kalimatnya, "Aku tak suka berbicara panjang lebar dengan orang. Hanya saja terkadang kharisma yang terpancar dari dalam diriku memaksaku untuk menjadi pria bermulut manis."

Jungkook kembali diam. Tanpa sadar mereka sudah sampai di Engert Eve. Celotehan Taehyung ternyata manjur dalam membunuh waktu. "Tempatnya sudah tutup." Ujar Jungkook.

Taehyung menyeringai. Ia segera keluar dari limousine Jungkook. Pandangannya mengedar kesegala penjuru tempat. Ia mengambil besi yang tergeletak tak jauh dari mobil Jungkook berada. Dengan cepat Taehyung pun mengayunkan besi tersebut ke gembok yang melindungi pagar tersebut. Berhasil, gembok tersebut pun terlepas.

Jungkook yang sedari tadi hanya memperhatikan pun segera turun saat menyadari pelanggannya akan melakukan tindakan ilegal. Ia segera mencekal pergelangan tangan Taehyung. "Apa yang kau lakukan?!" Pernyataan tersebut terlontar dari bibir Jungkook. Tanpa disadari ia setengah memekik saat mengucapkannya.

"Get us a car. Is that a problem?"

"Oh, kau pasti bercanda." Jungkook memutar kedua bola matanya. Tangannya ia silangkan didepan dadanya, bersikap defensif.

Taehyung hanya tersenyum kecil. Ia pun segera bergerak mendekati setiap mobil yang terparkir. Pilihannya pun jatuh pada mobil Toyota Subaru keluaran tahun 2008 yang berwarna hitam. Dengan girang ia pun membuka pintu mobil tersebut yang beruntungnya tidak dalam keadaan terkunci.

Jungkook hanya menganga. Taehyung yang melihatnya segera memanggil Jungkook untuk segera mendekatinya. Alangkah terkejutnya Jungkook saat ia mendapati Taehyung sedang mengutak atik kabel yang terdapat didalam mobil tersebut. "Sialan! Apa yang kau lakukan, bodoh? Kita bisa dipenjara karena ini."

"Sstt.. Diamlah, Kook. Aku sedang mengusahakan agar kita dapat menggunakannya." Tak lama setelah Taehyung berkata begitu, mesin mobil tersebut pun menyala. Ia tersenyum kecil saat melihat Jungkook terkagum kagum melihat hasil perbuatanya.

"Bajingan sialan. Kau pasti sudah berpuluh puluh kali melakukannya." Gumam Jungkook.

Taehyung terkekeh. "Tidak. Kau berlebihan. Mungkin sekitar empat atau lima kali? Entahlah, aku tak pandai berhitung."

Jungkook mendengus. "Kau punya uang. Mengapa harus mencuri? Mengapa kita tak menunggu saja sampai toko nya buka?"

Kali ini Taehyung yang mengabaikan pertanyaan Jungkook. Ia justru segera menyuruh Jungkook untuk membawa mobilnya kerumah. "Soal mobilmu, taruh saja dirumahmu. Aku yang akan membawa mobil ini." Ujar Taehyung. Kemudian ia menutup pintu mobilnya. Ralat, mobil curiannya.

Jungkook segera bergerak ke limousine yang terparkir tak jauh dari tempat mobil baru Taehyung. Terbesit rasa ragu didalam dirinya, apakah ia melakukan hal yang tak sepantasnya dilakukan demi uang. Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya kuat kuat, berusaha menepis segala pikiran yang datang. "Diamlah, otak bodoh! Aku sedang membutuhkan uang untuk hidup." Gerutu Jungkook pada dirinya sendiri.

.

.

.

.

Matahari sudah bersinar terang saat mereka sudah kembali berada di mobil berdua. Jungkook menyetir dengan kecepatan sedang sementara disebelahnya Taehyung sedang duduk memperhatikannya dengan saksama.

"Apa ada yang salah dengan wajahku?" tanya Jungkook akhirnya. Kelakuan pria yang berada disebelahnya ini sangat mengerikan. Ayolah siapa yang memperhatikan orang yang sedang menyetir seolah ingin menelannya hidup hidup?

Untuk beberapa saat Taehyung tidak menjawab pertanyaan Jungkook. Keningnya yang berkerut menunjukkan seolah ia sedang berpikir. Lalu ia membuka suaranya. "Aku lapar. Bawa aku ke pom bensin tiga blok dari sini. Ada pub dan supermarket disana."

"Oh. Lapar ternyata." Gumam Jungkook. Ia segera tancap gas ke lokasi yang ditunjuk Taehyung. Tidak membutuhkan waktu yang lama sampai akhirnya mereka tiba di pom bensin.

Taehyung membuka pintu mobil, hendak keluar dari dalamnya. Sebelum ia benar benar keluar ia mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. "Isi bensin mobil ini. Full tank. Aku akan menunggu di pub."Perintahnya sembari memberikan uang tersebut ke Jungkook.

Jungkook mengangguk. Ia segera memberikan uang tersebut ke petugas pom bensin. "Full tank."

Setelah selesai dengan mobilnya, Jungkook segera melangkah menuju pub tempat Taehyung menunggu. Suasana retro menyambutnya saat ia berada di dalam. Alunan musik era 80an terdengar di penjuru ruangan. Pandangan Jungkook pun jatuh kepada sosok pria yang duduk di meja paling sudut. Tersenyum tipis saat pria tersebut menyunggingkan senyum kearahnya.

"Kau mau makan apa?" tanya pria Kim. Senyumannya masih tertata rapih di wajah tersebut. Mengacaukan pikiran Jungkook yang baru saja berbisik bahwa pria yang dihadapannya ini benar benar boyfriend material. Cepat cepat ia membantah pikiran tersebut.

Jungkook membuka buku menu yang berada diatas meja. Membolak balikkan menu tersebut berkali kali, cukup lama hingga membuat Taehyung menyuruhnya untuk bergegas memilih. "Bisakah aku memesan dua?" tanya Jungkook dengan nada polos.

Taehyung terbahak. "Kau bisa memesan sepuluh kalau kau mau." Tegasnya.

Jungkook segera memanggil waitress. "Tolong blackened mahi mahi satu dan umm.." Ia menjeda sejenak. "dan salt & pepper fried calamari satu. Minumannya heineken light. Bagaimana denganmu, Tae?"

"Makanannya masing masing jadikan dua. Tolong tequila satu." Balas Taehyung.

"Ew. Kau benar benar akan meminum heineken light? Kau yakin menyebut dirimu pria?" ejek Taehyung setelah waitress tersebut pergi.

"Aku yang mengemudi, jadi aku harus tetap waras. Kalau kau ingin mabuk, tidak ada yang melarang." Jungkook ingin sekali memukul kepala pria yang mengenakan jas tersebut. Semakin lama kata katanya semakin terdengar bodoh.

Taehyung mangut mangut. "Yah, kata katamu ada benarnya."

"Ehm, jadi apa yang akan kau lakukan di West Virginia?" tanya Jungkook.

"Woah, akhirnya kau peduli denganku."

"Jawab saja brengsek."

"Saja brengsek." Balas Taehyung jenaka.

Jungkook mendengus. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada. Ia hanya diam. Tidak berniat untuk mengulangi pertanyaannya.

Taehyung terkekeh. Sepertinya ia menemukan hobi baru, yaitu membuat Jungkook kesal. "Aku kesana untuk mengambil sisa barang barangku. Setelah itu aku akan pindah ke Jepang."

"Aku pernah tinggal di Jepang selama beberapa tahun." Jungkook teringat akan masa kecilnya di Jepang. Ia senang sekali berkunjung ke Museum Anpanman di Yokohama. Meskipun hanya sebatas melihat lihat figure Anpanman tanpa mampu membelinya.

"Oh ya? Berarti kau bisa bahasa Jepang?" tanya Taehyung antusias.

"Aku sudah lupa. Semenjak pindah ke Brooklyn aku tak pernah berkunjung ke Jepang lagi. Aku tak ingat lagi betapa indahnya bunga sakura di Ashikaga. Aku tak ingat lagi betapa dinginnya musim dingin disana. Aku sudah tinggal disini selama tujuh tahun. Selama itulah aku jauh dari Jepang." Jelas Jungkook.

"Kau sepertinya menyukai Jepang." Ujar Taehyung bersamaan dengan datangnya pesanan mereka.

"Tidak." Jawaban Jungkook sukses membuat gerakan Taehyung yang hendak memasukkan makanan ke mulutnya terhenti. Bagaimana tidak? Penjelasan Jungkook sebelumnya membuat ia berpikir pria itu menyukai Jepang, merindukan negara matahari terbit tersebut.

"Keluargaku meninggal akibat tsunami Jepang beberapa tahun yang lalu. Ayahku, ibuku, dan adik perempuanku. Tidak ada alasan untuk menyukai Jepang. Hanya mengembalikan kenangan buruk."

Taehyung terdiam mendengar jawaban Jungkook. Tak dirinya sangka pria yang menjadi supir nya ini memiliki kisah hidup yang cukup menyedihkan. Ia menepuk nepuk pelan kepala pria Jeon yang sedang mengunyah makanannya. "Aku turut berduka tentang keluargamu. Tetapi semua itu berada di masa lalu. Aku tidak menyuruhmu untuk melupakannya, tetapi jadikanlah kejadian tersebut sebagai pengingat bahwa kau orang yang kuat."

Jungkook tersenyum tipis. "Terima kasih. Aku tak menyangka kau pandai merangkai kata kata indah seperti itu."

"Yah, seorang Taehyung Kim memang penuh dengan kejutan."

.

.

.

.

"Bajingan! Apakah hal seperti ini diperlukan?"

Taehyung yang sedang menyemir rambut Jungkook menghentikan gerakannya sebentar. "Ya ini sangat penting. Diamlah kau juga tak mengeluarkan uang sepeser pun." Setelah berkata begitu Taehyung melanjutkan aktivitasnya.

Si brengsek Taehyung menyeret dirinya ke toilet pub tersebut setelah ia menyelesaikan hidangannya. Jungkook masih mengeluh tetapi Taehyung memilih untuk tidak mendengarkannya. Pandangan Jungkook terkunci pada cermin yang berada didepannya. Cermin tersebut menunjukkan dirinya dengan rambut berwarna madu. Ya, Taehyung Kim sang keparat menyemir rambut hitamnya menjadi berwarna madu.

"Kau tahu? Kau lebih tampan saat rambutmu berwarna madu seperti ini." Puji Taehyung.

"Ya ya ya. Apakah kau sudah selesai?" tanya Jungkook.

"Sedikit lagi. Sekarang tundukkan kepalamu ke wastafel. Aku akan mencuci rambutmu." Perintah Taehyung.

Jungkook hanya menurut. Ia malas berdebat dengan Taehyung. Pria Kim itu jelas tidak akan mau kalah. Oleh karena itu demi menghemat energinya, ia segera menundukkan kepalanya dan membiarkan jemari jemari Taehyung mengosok rambutnya.

Setelah selesai Taehyung mengambil handuk kecil dan memakainya untuk mengeringkan rambut Jungkook. Gerakannya begitu perlahan, bahkan terkesan berhati hati. Jungkook pun heran, namun lagi lagi ia hanya diam.

Taehyung memberikan beberapa potong pakaian yang terdiri atas kemeja kotak kotak, long coat berwarna hitam, dan ripped jeans. "Tolong ganti pakaianmu dengan yang sudah kusediakan ini."

"Dan tolong jangan tanyakan alasannya karena aku tak akan menjawab." Sambung Taehyung saat Jungkook akan memprotes permintaannya. Suara pintu toilet tertutup terdengar seiring lenyapnya Taehyung dari balik pintu.

Jungkook menggerutu. Tetapi ia tetap mengganti pakaiannya sesuai permintaan Taehyung. Saat pintu toilet kembali terbuka Jungkook membuka mulutnya, "Aku sudah—wow! Kau ingin jelaskan mengapa rambutmu tiba tiba berwarna abu abu dan—hei! Kemana jasmu?"

Taehyung tersenyum sinis. Tanpa menjawab pertanyaan Jungkook ia menyisir rambut barunya dengan tangan. Kemudian membenahi bomber jacket berwarna silver yang dikenakannya. Setelah selesai dengan dirinya ia segera mengambil kantong belanja dari supermarket dan mengeluarkan sebuah kotak dari dalamnya. "Pakailah."

Jungkook menatap nanar kearah kotak yang ternyata berisi soft lenses. "Tidak. Kumohon aku tidak terbiasa dengan benda ini." Jungkook menggeleng cepat lalu melempar kotak tersebut ke kotak sampah. Ingin rasanya ia menangis daripada harus mengenakan benda sialan itu.

"Tolonglah, Kook. Ini demi kebaikanmu. Percayalah." Ujar Taehyung sembari memungut kotak yang berisi soft lenses. Digenggamnya tangan Jungkook kemudian dengan perlahan ia menaruh kotak tersebut di telapak tangan pria yang sedari tadi menolak.

"Brengsek. Kau memintaku untuk percaya tapi kau tak memberitahu tentang apa semua ini. Kau tak memberitahuku kenapa aku harus melakukan semua ini."

Taehyung mengacak rambutnya frustasi. "Baiklah. Tapi pertama tama kau harus menuruti perkataanku. Akan kuceritakan saat kita sudah di mobil."

.

.

.

.

Dering telepon Jungkook terdengar di pub tempat mereka berdua membunuh waktu. Taehyung memutuskan untuk kembali memesan camilan sebelum akhirnya mereka kembali berkendara. Dan Jungkook teramat sangat paham betapa rakusnya pria Kim ini. Dengan langkah tergopoh gopoh Jungkook segera mengambil teleponnya dan mengangkatnya tanpa melihat caller ID. "Jeon." Ujarnya membuka percakapan.

"BOCAH IDIOT! Jelaskan padaku mengapa kau tak menjemput pelangganmu di club?! Kau sudah bosan hidup, hah?!" Pria yang sedang tersambung dengannya berkali kali memaki Jungkook karena keputusannya untuk memprioritaskan seorang Taehyung Kim.

Jungkook menjauhkan telinganya dari telepon tersebut. Perlahan ia mengusap telinganya yang berdenyut akibat makian pria diseberang yang ternyata adalah bos nya. "Maafkan aku, Tuan. Sungguh, aku sudah menunggu hingga pukul dua tetapi para wanita itu tidak kunjung datang." Jelas Jungkook.

"Ha ha ha! Sudah pintar berbohong kau ternyata! Para wanita itu berkata mereka menunggumu sejak pukul dua belas!"

Jungkook menggelengkan kepalanya frustasi. Ia mengusap tengkuknya, peluh berkumpul di pelipisnya yang sedang berkerut. "Tidak. Aku tidak berbohong. Kalau memang benar mereka sudah menunggu, aku pasti akan melihatnya.."

Nada bicara Jungkook berubah menjadi lirihan. Taehyung yang sedari tadi hanya diam memperhatikan Jungkook dari meja bar pun bangkit. Taehyung segera merampas telepon Jungkook dari genggaman pria itu. "Dia tidak berbohong, keparat. Pelanggan asli si Jeon benar benar tidak datang, dan aku disini menjadi penggantinya." Ujar Taehyung.

"Siapa kau?! Ini bukan urusanmu, tak usah ikut campur!"

Taehyung terdiam. Untuk beberapa detik ia hanya diam hingga pria yang berada diseberang telepon mengumpatinya berkali kali. "Ini aku si Taehyung Kim yang terkenal." Setelah berkata begitu ia segera mematikan telepon Jungkook. "Sial." Rutuk si pria bermarga Kim.

"Ada apa, Tae?" tanya Jungkook penasaran.

"Kita harus pergi dari sini. Sekarang. Tinggalkan teleponmu." Titah Taehyung. Suaranya terdengar begitu dalam dan dingin. Mau tak mau Jungkook pun mengiyakan tanpa banyak bertanya.

Beberapa menit kemudian mereka berdua sudah kembali ke jalanan raya wilayah Brooklyn. Jungkook menyetir mobil hasil curian Taehyung dengan santai, tak tergesa gesa, menstabilkan kecepatannya untuk tidak melebihi batas maksimum. Di kursi penumpang yang berada disebelahnya, duduk seorang pemuda Kim. Ia hanya diam, menatap lurus kearah jalanan tanpa berbicara. Aneh, batin Jungkook.

"Kau ingin bercerita tentang apa yang membuat kita harus pergi saat kau memberitahu bosku identitasmu?" tanya Jungkook berhati hati.

"Tidak." Jawab Taehyung singkat, padat, dan jelas. Hal ini sangat berkebalikan dengan apa yang sudah melekat di memori Jungkook; betapa menjengkelkannya mulut besar seorang Taehyung Kim. Tetapi melihat Taehyung yang tak banyak berbicara justru membuatnya bingung.

"Mengapa?" Jungkook masih berupaya membuat Taehyung bercerita kepadanya.

"Karena.." Taehyung menjeda. "Itu bukan urusamu. Diamlah dan menyetir. Aku tak ingin kita berdua terbunuh." Sambungnya.

Jawaban tersebut membuat Jungkook menyengir. "Mengobrol saat berkendara tidak akan membunuh kita berdua. Kukira kau tahu soal itu, Tae?"

Taehyung mengerang. "Sialan kau, Jeon. Sudah pandai berbicara ternyata. Aku memang guru yang baik."

"Jadi, apakah sekarang kau ingin bercerita?"

"I thought I've made myself clear." Ujar Taehyung nyaris berbisik.

Jungkook berdeham pelan. Tangannya bergerak untuk menyalakan tape, lalu mengaturnya agar mereka berdua dapat mendengarkan radio. Ia tak berani lagi membujuk Taehyung untuk bercerita. Entah mengapa ia merasakan aura dominasi didalam diri pria yang berada disebelahnya itu.

"Aku suka lagu ini." Tukas Taehyung saat mendengar lagu How Deep is Your Love milik Bee Gees diputar di radio.

Seketika Jungkook menoleh mendengar ucapan Taehyung. Matanya membola seolah tak percaya. "Benarkah?! Aku juga! Lagunya benar benar bisa didengarkan disegala kondisi. Maksudku—astaga! Aku tak mampu berkata kata lagi."

Taehyung tersenyum kecil melihat tingkah Jungkook yang benar benar menyerupai anak kecil. Ia tak mampu lagi menahan dirinya untuk tidak mencubit pipi tembam pria yang sedang mengemudikan mobil tersebut. "Kau menggemaskan. Jangan menatapku seperti itu, kau bisa mencelakakan kita berdua."

"Aku memiliki album kopiannya lengkap dengan tanda tangan. Kalau kau mau aku bisa memberikannya padamu saat kita sampai di West Virginia." Tawar Taehyung. Astaga. Pria ini benar benar tak bisa berhenti memberikan tawaran menggiurkan kepada Jungkook.

"Sungguh?! Darimana kau mendapatkannya?! Bukankah harganya akan sangat mahal?"

"Pemberian ibuku." Sahut Taehyung cepat, masih menyunggingkan cengiran manisnya.

Jungkook tak tahu mengapa dirinya tiba tiba menepikan mobil yang dikendarainya. Begitupula dengan Taehyung, ia benar benar dibuat penasaran oleh tindakan Jungkook. "Ada apa?" tanyanya.

Tanpa disangka sangka Jungkook justru memeluk tubuh Taehyung yang masih dilindungi oleh seat belt. Taehyung sejenak hanya membatu. Namun kemudian ia balas memeluk tubuh Jungkook dan mengusap usap punggungnya. "Aku tak tahu bagaimana harus berterimakasih padamu, Tae." Gumam Jungkook yang masih larut dalam pelukan mereka berdua.

Taehyung menjadi orang pertama yang melepaskan pelukan mereka berdua. Ia mengacak rambut Jungkook pelan, lalu tersenyum. "Tak usah melankolis seperti itu, Kook."

Pipi tembam Jungkook menunjukkan semburat berwarna merah muda. Pria ini ternyata salah tingkah. Otaknya baru saja selesai mencerna tindakan yang baru saja dilakukannya; memeluk seorang Taehyung Kim! Wajahnya langsung memucat. "Oh, astaga. Maafkan aku, refleksku sangat buruk. Sungguh aku benar benar tidak sadar."

"Oh, ya?" Taehyung tersenyum jenaka.

"Ya! Ya, sungguh!"

"Kau yakin?"

"Sangat yakin!"

"Yah, sayang sekali. Padahal aku menyukainya." Ujar Taehyung yang sukses membuat Jungkook membulatkan mulutnya. Semburat merah pun kembali terlihat di wajahnya.

"Apa kau memiliki kekasih, Jeon?" tanya Taehyung. Senyuman yang terpatri diwajahnya sepertinya tak akan hilang dengan cepat. Karena setelahnya Jungkook menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Kalau begitu jadilah kekasihku."

Oh, tuhan. Pria Kim ini pasti bercanda. Jungkook menatap kedua bola mata berwarna abu abu terang yang berada dihadapannya. Lama ia menatap, memfokuskan diri, berupaya mencari setitik ketidaksungguhan didalamnya. Namun nihil. Pria Kim bersungguh sungguh mengatakannya.

"Mengapa aku harus?" tanya Jungkook. Yang benar saja, ia baru beberapa jam mengenal pria Kim tersebut. Tidak mungkin ia akan langsung mengiyakan.

"Karena aku menginginkanmu."

"Oh."

"Jadi kau bersedia, bukan?"

"Tidak."

"Lalu? Apa aku harus memperkosamu agar kau mau menjadi kekasihku?"

Sialan. Kepribadian menyebalkan Taehyung sudah kembali melekat didalam dirinya ternyata. Jungkook nyaris lupa dibuatnya. Ia lupa bahwa pria yang berada dihadapannya ini kurang ajar dan menyebalkan. "Aku bukan pelacur, bajingan."

Taehyung terkekeh. Puas sekali hatinya menggoda pria bergigi kelinci ini. Jungkook begitu menggemaskan, terlebih saat ia mengucapkan kata kata kasar. Benar benar terdengar kotor dan penuh dosa namun Taehyung nyaris gila karenanya.

"Kau pernah berciuman sebelumnya, Kook?" tanya Taehyung. Ia mendekatkan wajahnya kearah wajah Jungkook. Dengan kurang ajar, jemari panjangnya menyentuh bibir Jungkook pelan. Mengusap nya dengan berhati hati, seolah bibir tersebut adalah porselen yang rapuh.

Jungkook menarik tangan Taehyung yang sudah menyentuh bibir sucinya sesuka hati. "Jangan mentang mentang kau tampan dan memiliki banyak uang kau bisa melakukan segala hal yang kau mau, Tuan Kim." Ujarnya dengan suara yang teramat sangat rendah. Jujur, Taehyung tak mengharapkan jawaban dingin tersebut.

Tetapi yang memiliki nama Taehyung akan tetap menjadi seorang bajingan.

"Well, itu sangat tidak adil. Kau bebas memelukku sesuka hatimu sedangkan aku tak boleh menyentuhmu." Ujar Taehyung yang sukses membungkam Jungkook. Taehyung menyeringai.

"Aku tak sengaja, sialan." Balas Jungkook.

"Kau tahu, aku jadi semakin ingin menyentuh bibirmu yang selalu melontarkan umpatan itu..." bisik Taehyung.

Netra mereka bersibobrok cukup lama. Tidak satupun diantara keduanya yang ingin memutus tatapan tersebut. Entah siapa yang mendekatkan diri namun jarak diantara mereka semakin menipis hingga mampu menangkap harum cologne yang dikenakan. Saat bibir mereka nyaris bersentuhan, Taehyung membuka mulutnya. "Kau harum. Seperti bubuk kokoa."

Kemudian bibir keduanya bertemu. Bibir Taehyung menekan bibir Jungkook dengan teramat sangat lembut. Jungkook pasti sudah kehilangan kewarasannya. Bagaimana mungkin ia membiarkan Taehyung Kim memutus jarak diantara keduanya. Parahnya ia justru memejamkan kedua matanya seolah menikmati. Ciuman tersebut mungkin memang bukan ciuman pertama Jungkook, tetapi itu adalah ciuman terbaik yang pernah ia dapatkan.

"Brengsek." Gumam Jungkook. Ia mendorong tubuh Taehyung kasar sehingga pemuda bermarga Kim tersebut menghantam pintu mobil. Lalu dengan gusar Jungkook berupaya menghapus jejak bibir pria tersebut dari bibirnya.

Taehyung terkekeh. "Oh ayolah, Kook. Kita berdua tahu kau menikmati ciuman tersebut. Jangan sok jual mahal."

Taehyung kembali mendaratkan ciumannya. Kali ini bukan di bibir Jungkook namun di perpotongan lehernya. Jungkook memberontak, namun perlawanannya tak begitu berarti. Taehyung dengan mudah dapat menahan kedua tangannya yang bergerak.

Suara sirine yang mengaung menghentikan aktivitas kedua pria tersebut. Taehyung segera menarik tubuhnya dari Jungkook. "Ayo pergi." Titah Taehyung.

Jungkook yang masih terkejut akan ciuman Taehyung dibuat terheran heran karenanya. "A-ada apa, Tae?" tanya Jungkook.

"PERGI. SEKARANG."

.

.

.

.

.

.

.

To be continued

.

.

.

.

.

.

.

(a/n)

Ide untuk menulis fict ini dateng pas pukul satu dini hari ditengah tengah kesibukanku yang lagi nonton Lucifer xD Untuk mencapai 4k words dan ngerjainnya bates sini ga nyampe 2 hari merupakan rekor buat aku huhu.

Anyways, maaf aku belum sempat update intoxicated. Chapter 4 nya udah hampir selesai tapi karena berhubung laptopku sudah sangat ancient jadi tidak ter-save. Dan aku terpaksa harus nulis ulang dan update tertunda. Jadi, nikmati fict ini dulu ya.

Hope u like it.

-ds

[30/06/18]