CAST

Park Chanyeol (25)

Byun Baekhyun (19)

.

.

.

Aku yakin pagi ini adalah pagi yang berbeda. Bukan lagi bau strawberry yang masuk dalam indra penciumanku, bukan lagi lembut selimut biru muda yang melingkupi tubuhku, aku tidak mendapatkan kehangatan darinya pagi ini. Melainkan wangi mint menyegarkan mengalahkan udara diluar jendela, mint kesukaanku. Tubuhku terlena, aku harus berulangkali berargumen dengan diriku sendiri, haruskah aku menyapa mentari ataukah bergelut didalam mimpi ?. Senyum secara tidak sadar tersemat diwajahku saat kurasakan kehangatan itu kembali merengkuhku. Selanjutnya kecupan lembut ditengkukku bersama napas hangatnya menyapaku lebih dulu, mendahului keinginanku menyapa mentari. Kemudian aku membuka kedua kelopak mataku dan membalik tubuhku menghadap si pelaku. Aku tidak ingin mengatakan ini, tapi maafkan aku mentari. Nyatanya pagi ini aku lebih memilih menyapa mata phoenix favoritku ketimbang dirimu, atau pagi-pagi selanjutnya. Tidak bisakah hari ini aku hanya menikmati indah iris matanya saja ?. Kelopakku kembali tertutup dan bibirku kembali tersungging saat bibir penuhnya menyentuh bibirku, tidak. Menyentuh bukanlah kata yang tepat untuk digunakan. Belah bibir bawahku tertarik kedepan atas tarikan diantara kedua giginya. Lidahnya ikut bergerak didalam mulutku, menginvasi. Seharusnya ini terlalu pagi untuk sekedar melenguh. Tapi bahkan mulutku tidak bisa menahan suaranya untuk tidak lebih tinggi. Kuluman itu terasa diatas bibirku lalu berpindah kerahangku. Aku berjengit atas gigitan lembut giginya disana. Lalu bibirnya kembali mengulum bibirku, jilatan lembut dibibir bawahku setelah kemudian melepaskannya. Mataku terbuka atas ciumannya pada masing-masing kedua mataku.

"Selamat pagi, Baekhyun" ucapnya sambil tersenyum.

"Selamat pagi, Chanyeol" lalu mengecup kilat bibir penuhnya.

"Kau mandi duluan atau kita mandi bersama ?"

Aku memicingkan mataku, tidak setuju.

"Aku mandi dulu" ucapku.

"Tidak, kita mandi bersama. Aku tidak memberimu pilihan" ucapnya.

"Ya, dan aku akan berakhir klimaks meneriakkan namamu. Tidak, aku mandi dulu dan aku juga tidak memberimu pilihan"

Chanyeol tertawa.

"Kau tahu baek ? Ini terlalu pagi untuk berdebat"

"Ya, dan kau yang memulai" ucapku.

"Fine. Aku hampir melupakan mulut pintarmu. Aku akan kebawah untuk menemukan sesuatu untuk mengisi perutmu" ucapnya menciumku lalu menarik diri.

Aku tersenyum. Bangun dengan perih dianusku bukan sesuatu yang baru. Tapi tetap saja ini terasa menjengkelkan.

.

.

.

Aku menuruni tangga dengan kemeja biru muda dan celana jeans favoritku. Mengeryit saat bau gosong tercium oleh indra penciumanku dari arah dapur. Kakiku berjalan mendekati tubuh seorang pria tanpa atasan itu.

"Chanyeol ?"

Dia menoleh atas panggilanku setelah sebelumnya meletakkan sebuah piring dengan sedikit kasar.

"Nah kupikir kali ini kita akan sarapan diluar saja" ucapnya lalu menciumku dan berjalan pergi.

"Chan !"

"Aku akan mandi. Tunggulah !" Ucapnya saat telah menjauh.

Aku mendengus saat melihat sayur-sayur tercecer dan beberapa roti yang hangus. Dasar. Memutuskan untuk setidaknya membersihkannya. Mencari kantung sampah, dan mulai membersihkan dapur.

.

.

.

Aku tengah mencuci tangan saat Chanyeol telah rapi dengan sweater turtle neck warna hitamnya dan coat panjang hitamnya. Rambutnya ditata rapi keatas. Aku mengeryit saat melihatnya. Bukankah kita hanya akan sarapan ?

"Apa yang kau lakukan ?", siap dengan kunci mobil di tangan kirinya.

"Membersihkan kekacauan dari tuan yang tak bertanggung jawab" ucapku. Chanyeol terkekeh.

"Aku bisa menyuruh seseorang untuk membersihkannya. Kemari"

Aku mendekatinya setelah selesai mengelap tanganku.

"Kau tau ?"

"Hm ?" Sambil mengangkat alisnya.

"Kau terlalu rapi untuk hitungan orang yang hanya sarapan" ucapku.

Tawanya menggelegar lalu membubuhkan ciuman disudut bibirku.

"Tidakkah kau menyukai penampilanku ?" Tanyanya.

Aku mengangguk.

"Itu akan berbeda jika orang lain yang menjadi penikmatnya" ucapku sambil mengerucutkan bibir.

Tidakkah kalian setuju padaku ?. Dia bahkan tidak perlu menjadi rapi agar orang lain jatuh dalam pesonanya. Aku terdorong kebelakang dengan reflek tanganku memegang bahunya saat lembut bibirnya menciumku. Lengannya merengkuhku dan bibirnya mengecupku lebih dalam. Jari-jarinya keatas mengelus pipiku lalu melepaskan ciumannya. Napasku terengah, kini bibirku memerah. Mungkin juga kedua pipiku.

"Aku milikmu dear.. semua ini milikmu. Kita tidak sekedar sarapan. Aku ingin mempertemukanmu dengan seseorang" ucapnya.

"Siapa ?"

Tapi tanganku ditarik olehnya.

"Sebelum itu kita harus sarapan" ucapnya tak mengindahkan pertanyaanku. Aku memilih menurut.

.

.

.

Ini telah 5 menit semenjak kami meninggalkan restaurant dimana aku mendapatkan rasa sirup maple kesukaanku. Bahkan aku tidak percaya bahwa mereka menjualnya.

"Aku menyesal membiarkanmu memesan sarapanmu sendiri" ucap Chanyeol.

Fokusnya kedepan, sesekali melihat beberapa mobil yang melintas disampingnya.

"Itu enak ! Aku masih bisa merasakan rasa sirupnya. Mengapa aku baru tahu jika mereka memiliki menu itu" ucapku sesekali mengecap rasa yang masih tertinggal dilidahku.

"Serius Baekhyun ? Memesan pancake untuk sarapanmu ? Setidaknya makanlah makanan berat untuk mengawali harimu"

"Ya, dan aku akan mengantuk. Chanyeol, aku menyukai pancake mereka"

"Ini bukan tentang kau menyukai atau tidak. Kau harus makan, setidaknya bacon atau sosis. Itu sumber energi untuk tubuhmu"

Aku memutar mataku saat mendengar Chanyeol yang terkesan seperti perawat di rumah sakit.

"Aku melihatnya Tuan Byun" ucapnya. Aku menegang di kursiku.

"Oke maafkan aku. Aku akan memperhatikan jenis sarapanku mulai sekarang demi kebutuhan tubuhku untuk mengawali hariku sehingga aku kuat berdebat denganmu" ucapku.

Bibirku merapat. Bermaksud meredam emosiku yang telah naik dipagi hari.

Setelah itu kudengar helaan napas dari mulut Chanyeol.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuat ini menjadi perdebatan", suaranya halus meniup panas emosiku. Batinku mengejek disana, bagaimana aku bisa marah jika dia meminta maaf seperti ini. Aku mencodongkan tubuhku untuk memberikan ciuman dipipinya.

"Mari lupakan ini. Seharusnya ini jadi pagi yang indah bukan ?. Aku tidak ingin melewatkan cuaca cerah hari ini" ucapku setelah bokongku telah kembali dikursi. Chanyeol menggenggam tangan kiriku, ibu jarinya mengelus punggung tanganku.

.

.

.

Kami berhenti di toko florist. Chanyeol turun terlebih dahulu sebelum membuka pintu mobil lalu menuntun tanganku untuk mengikutinya. Sedikit banyak aku terpaku saat kakiku telah berpijak didalam toko itu. Bunga dimana-dimana. Baunya bahkan telah tercium ketika kau menbuka pintu tokonya.Mengapa Chanyeol membawaku kesini ? Apakah dia ingin membeli bunga untukku ?. Rasanya aku ingin memendam diriku saat batinku memerah atas asumsinya sendiri.

"Ada yang bisa kami bantu Tuan ?", salah seorang pegawai perempuan mendekati kami. Chanyeol mengangguk.

"Aku ingin sebuket bunga lili putih"

Huh ? Lili putih ? Untuk siapa ? Maksudku kenapa lili putih ?.

"Baiklah. Anda bisa menunggu disini sedang saya akan mengambilkannya" ucap pelayan itu lalu pergi kedalam.

"Chanyeol. Kau membelinya untuk siapa ?" Tanyaku. Dan senyuman Chanyeol bahkan bukan yang aku inginkan.

"Apakah untuk Nyonya Park ?", kali ini berharap dia akan menjawabnya.

Tapi yang aku dapatkan malah usakan jemarinya pada kepalaku, membuatku sedikit menyesal merapikannya pagi ini jika berakhir berantakan.

"Sebentar lagi kau akan menikah denganku dan masih memanggil ibuku Nyonya Park ?" Ucapnya.

Aku meringis, kembali melupakannya.

"Eomma maksudku. Jadi apakah lili itu untuk eomma ?" cicitku.

"Bisa ya bisa tidak" jawabnya dan aku sudah cukup bersabar untuknya. Wanita itu kembali dengan membawa sebuket lili putih, begitu indah, dengan plastik disekelilingnya.

"Apakah anda ingin menuliskan sesuatu ? Kami juga menyediakan kartu ucapan"

Chanyeol menggeleng dan berkata tidak. Lalu segera membayarnya dan kembali kedalam mobil.

"Chanyeol, kau belum menjawab pertanyaanku" ucapku saat kami telah didalam mobil.

Ini sedikit munafik kurasa, tapi bisakah aku mendapatkan sebuah jawaban daripada senyum menawannya itu ?.

"Kau akan mengetahuinya", hanya itu. Aku memilih bersedekap menggerutu di tempat dudukku. Bukankah dia selalu bisa membuat jengkel seseorang ?.

.

.

.

Aku merasakan usapan lembut pada pucuk kepalaku. Menarik alam bawah sadarku dari dunia mimpi.Oh aku tertidur ?

"Ngh.." melenguh sambil mengucek mata kananku tapi sebuah tangan menghentikannya. Chanyeol.

"Chanyeol" suaraku sedikit serak saat namanya keluar dari mulutku.

"Jangan mengucek matamu. Itu akan memerah. Sekarang kumpulkan nyawamu karena kita sudah sampai" ucapnya mengecup keningku kilat lalu bergerak keluar membuka pintu mobil. Sedang aku merenggangkan saraf-sarafku sebentar karena tidur diposisi duduk bukanlah pilihan yang tepat. Hei, aku tertidur !.

Aku mengeryit saat tahu dimana kami berada. Sebuah Pemakaman. Siapa ?. Tanah pemakaman ini sangat luas dengan hamparan rumput hijau tertata tak bercela. Aku berpikir, siapa yang dengan senang hati merawat tempat seluas ini ?.

Aku sedikit berlari menyusul Chanyeol saat dia kian menjauh.

"Chanyeol" panggilku saat kakiku telah menyamai langkahnya.

Tapi bahkan Chanyeol tetap berjalan memandang lurus kedepan. Dia tidak mendengarku, atau sesuatu membuat atensinya padaku menghilang. Langkahnya berhenti, menghentikan langkahku juga. Dahinya berkerut, dan garis rahangnya semakin menajam begitu tegas berbanding terbalik dengan pandangannya yang ragu-ragu. Chanyeol berjongkok disamping sebuah makam. Nisan itu bertuliskan sebuah nama. Han Hyo Joo. Nama yang sangat asing untukku. Menekuk kakiku dan berjongkok mengikuti Chanyeol. Chanyeol meletakkan buket lili putih itu disana, tepat didekat nisan itu.

"Maaf baru mengunjungimu, Ibu"

Aku terpaku ditempat atas panggilan yang keluar dari mulut Chanyeol. Ibu ? Aku menyadari bahwa saat ini kami sedang berada di makam ibu kandung Chanyeol.

"Tak banyak yang bisa kuceritakan padamu. Kau juga tahu sedari dulu anakmu ini memang tidak pandai bercerita. Aku.." suaranya mulai menghilang berganti dengan napasnya yang tersengal. Tangan kanannya mengepal diatas rerumputan tak berdosa.

Aku menggenggam tangannya dan mengelus lengannya. Berharap membuatnya jauh lebih tenang. Dia menunduk saat kurasakan pada genggaman tanganku makin mengerat. Panas terasa di bola mataku membayangkan kehidupan seperti apa yang telah membuat seorang Park Chanyeol rapuh seperti ini.

"Aku minta maaf.. aku minta maaf.. seharusnya aku, Ibu kumohon maafkan aku"

Tangisannya begitu menyayat ulu hatiku. Ini bukan kali pertama aku melihat Chanyeol menangis, tapi kali ini getar bibirnya saat tersedu menyakitiku. Aku membawa tubuhku untuk memeluknya. Kepalanya bersandar didadaku saat tanganku yang lain mengusap bahunya yang bergetar. Menenangkannya.

Chanyeol mulai lebih tenang, nafasnya kembali teratur walaupun hidung dan matanya sedikit memerah. Bibirku mengecup kedua matanya setelah sebelumnya menyeka jejak-jejak air matanya. Bibirku tertarik dikedua sisi saat senyumnya mengembang.

"Maaf, seharusnya aku tidak menangis dan membuat suasana terasa menyedihkan" ucapnya.

Aku menggeleng.

"Tidak apa-apa. Aku senang saat kau lebih ekspresif. Lagipula ini normal. Terlebih ini tentang ibumu Chanyeol"

Chanyeol terdiam.

"Kapan terakhir kali kau mengunjunginya ?" Tanyaku mencoba untuk mencairkan suasana, walaupun aku sendiri meragukannya.

"Saat kelulusan sekolah dasar" jawabnya.

Aku hampir menyebutnya anak yang durhaka tapi kalimat itu kembali tertelan. Chanyeol mengalami masa-masa yang sulit. Selalu ada alasan sekalipun dia tidak mengunjungi makam ibu kandungnya sendiri selama ini.

"Aku tahu aku anak tak tau diri"

Tidak !, batinku menggebrak meja. Aku menggeleng.

"Tidak Chanyeol, kau tidak. Kau memiliki alasan dan aku bisa mengerti itu. Lalu mengapa tiba-tiba mengajakku kesini ?" Tanyaku.

Ya, setelah sekian lama dia tidak mengunjungi ibunya,mengapa tiba-tiba ?

"Tidakkah kau senang bertemu ibuku ?" tanyanya.

Aku berhasil mengendalikan mataku atas mulutnya yang berbalik bertanya padaku.

"Aku senang, sungguh. Tapi bisakah aku mendengar alasannya, mengapa ?" Ucapku.

Tanganku kembali digenggamnya dan kini pandangan Chanyeol kembali ke nisan itu.

"Ibu kenalkan, laki-laki disampingku, Byun Baekhyun. Aku mengajaknya kesini karena aku ingin ibu tahu seberapa beruntung anakmu ini. Aku gagal menjadi anak yang kau inginkan.."

Hatiku memberontak tidak setuju atas ucapannya. Tapi bibirku memilih diam merapat.

"Atau mungkin memang kehadiranku adalah suatu ketidak sengajaan. Hidupmu menderita karena lahirnya diriku sampai pada kau meninggalkan dunia ini. Tapi izinkan anakmu ini meminta restumu.."

Nafasku tercekat saat sebenarnya perasaanku meluap bergetar disana.

"Mungkin memang benar jika masa remajaku terlewat sehingga diumurku yang ke 25 tahun ini baru tergila-gila kepada seorang laki-laki yang bahkan baru lulus SMA. Aku tau betul watakku.."

"..Menjengkelkan" ucapnya.

Kepalaku tidak bisa menahan anggukannya atas ucapannya.

"..Suka memerintah" .

Bagus kau menyadarinya, batinku.

"..Pemarah" .

Sangat, kau pemarah, batinku kembali menyetujui.

"..Tidak romantis"

Aku memutar mataku untuk yang satu itu, dia romantis oh Tuhan ! Berapa kali dia akan terus merendah ?

"Tapi dengan segala sikapku yang kacau, dia bahkan masih bersedia disampingku. Aku tidak akan pernah merasa cukup berterimakasih kepada Tuhan karena membiarkanku untuk bisa bersamanya. Aku akan menjaganya seperti menjaga nyawaku sendiri, dia yang selalu ada saat aku bahkan kehilangan pegangan atas hidupku, aku berjanji untuk selalu mencintainya sampai Tuhan memanggilku" lanjutnya.

Airmataku telah menetes, dan tanganku semakin mengeratkan genggaman tangannya.

"Untuk itu aku memohon restumu, untuk bisa menghabiskan sisa umurku bersamanya. Untuk menebus dosa-dosa yang telah kulakukan" ucapnya. Aku menyeka airmataku cepat dengan tangan kiriku lalu setelahnya menarik nafas, mengumpulkan suaraku yang sempat menghilang.

"Nyonya, perkenalkan saya Byun Baekhyun. Sungguh kehormatan bagi saya untuk bertemu dengan anda. Chanyeol adalah pria yang kuat lebih dari yang dia tahu, dan saya berjanji untuk selalu menjaganya, mencintainya, sampai hembus nafas terakhirku didunia"

Chanyeol menoleh dan tersenyum. Aku mendorong bibirku untuk menciumnya. Tersenyum ditengah-tengah kulumannya, lalu tak lama kemudian melepaskannya.

"Terimakasih" ucapnya.

Bibirku tersenyum.

"Kau bukan satu-satunya pria yang beruntung,Chanyeol" gumamku.

Bermaksud untuk update kemarin tapi apadaya chingu. Saya kemarin sibuk mengais oksigen karena liat chanbaek skuteran TT /ngeles digampar readernim/. Sekalinya moment mereka langsung boom gitu ya :(. Yang pada nungguin sequel Perfect 10, akhirnya saya up juga ! /selebrasi sendiri/. Ada yang tau makna lili putih ? Bisa jawab di kolom review. Anyway ! Jangan lupa tinggalkan review yaa