Disclaimer :
-Naruto : Masashi Kishimoto
-High School DxD : Ichiei Ishibumi
Rate : M
Adventure, Ecchi, Romance, School, Supernatural
Warning : typo,abal,gaje,ada lime lemon(bukan buah)
Summary : Naruto Uzumaki, pahlawan Konoha yang hampir mengalahkan Kaguya. Tapi ia harus mengorbankan dirinya dan terjebak di dimensi lain untuk selama-lamanya. Dengan kekuatannya yang tidak sengaja tersegel, bagaimana cara Naruto mendamaikan dimensi barunya bersama teman iblisnya ?
...
...
Author note: "Sebelumnya telah author peringatkan dari awal bahwa fic ini mengandung unsur dewasa. Jadi, jika menemukan hal-hal yang bersifat ecchi dan mesum, jangan salahkan author..."
"Ah! Dan satu lagi.. Untuk chapter ini, lebih tepatnya jalan cerita, alurnya dan scane akan sulit untuk dipahami."
"Baiklah, maaf mengganggu aktifitas membacanya, dan mari kita lanjut ceritanya!!"
...
...
Chapter 20:
...
...
Sudah sebulan berlalu, selama itu pula Naruto terus melatih dirinya di ruang dimensi buatannya sendiri.
Di pagi hari yang cerah ini, terlihat Naruto bertelanjang bulat di kamar mandi.
"Ahhh ... Segarnya," gumam Naruto seraya membilas rambutnya dengan shampoo. Ya, sekarang dirinya tengah melakukan rutinitasnya setiap pagi, yaitu mandi.
Tanpa ia sadari sebuah lingkaran sihir muncul di belakang Naruto, memunculkan sesosok wanita berambut hitam dengan sepasang telinga di kepalanya. Dengan gerakan cepat sosok itu merengkuh tubuh Naruto.
"Sepertinya kamu sedang sibuk, ne, Naruto-kun?" tanya sosok itu dengan nada sensual.
Naruto diam membeku, sebelum ia menghilang menggunakan Hiraishin dan berpindah tempat di belakang sosok itu tadi dengan sebilah kunai yang hampir mengiris leher sosok tersebut. "Siapa kau?"
"Ternyata Naruto-kun orangnya kasar, miaaw." gumam sesosok Youkai itu membuat Naruto melepaskan kekangannya.
"Ternyata itu kau, Kuroka," ujar Naruto. Lagi-lagi ia tidak sadar jika tubuhnya yang kekar masih telanjang bulat, membuat perempuan yang ia panggil Kuroka menjilat bibirnya.
"Punyamu besar, Naruto-kun. Aku yakin pasti Shirone puas atas layananmu, miaw ..."
Mendengar ucapan Kuroka, Naruto lekas menutupi area sensitifnya. "Jangan bicara macam-macam. Lagipula yang mendominasi permainan dia," kata Naruto semakin membuat senyum menggoda Kuroka mengembang.
"Jadi kau sudah pernah bermain dengan Shirone, ya? Naruto-kun nakal ternyata."
Naruto merasa merinding mendengar perkataan Kuroka. "Dasar kucing penggoda. Lalu katakan, apa tujuanmu ke sini? Dan bagaimana kau bisa tahu tempat tinggalku."
"Santai sedikit, miaaw ... Aku ke sini hanya ingin menagih janjimu, Miaw," kata Kuroka diakhiri dengan nada seperti kucing yang sudah menjadi ciri khasnya. "Dan aku bisa tahu rumahmu karena aku merasakan auramu di sini."
"Begitu, ya ... Lalu, janji apa yang kau bicarakan?" Naruto menatap Kuroka heran. Ia sama sekali tidak ingat pernah berjanji kepada Kuroka.
"Kau lupa, Naruto-kun? Kamu pernah berjanji kepadaku bahwa kau akan mempertemukanku dengan Shirone, miaw," kata Kuroka seraya memanyunkan bibirnya, dengan pipinya yang ia gembungkan.
Naruto mencoba mengingat-ingat lagi, kemudian berseru, "Ah, iya! Waktu malam itu, ya?"
"Hmph!" Kuroka memalingkan wajahnya ke arah lain.
Naruto meringis melihat Kuroka merajuk. Ia ingat terakhir kali sifatnya tidak seperti ini. Apa jangan-jangan dia keracunan tikus? Tidak, Naruto yakin itu. "Ano ... Apa kau marah, Kuroka? "
"Hmph! Baka!" Kuroka membalikkan badannya. "Seharunya aku tidak perlu berharap banyak kepadamu."
"Aku minta maaf. Aku, kan, lupa tadi." Naruto mencoba membujuk Kuroka, namun sepertinya, Youkai itu sama sekali tidak ingin menanggapi permintaan maaf Naruto. "Ayolah, Kuroka, aku lupa tadi. Maklumkan saja, aku banyak pikiran akhir-akhir ini." Naruto menyerah akan kelakuan Kuroka. "Baiklah, bagini, maafkan aku dan aku akan melakukan apa yang kau mau."
"Apapun?"
Naruto mengangguk menjawab pertanyaan Kuroka. "Hm!"
"Aku memaafkanmu!" Kuroka berseru seraya membalikkan badannya ke arah Naruto sebelum dirinya menerjang pemuda itu yang tampak terkejut.
Brug
"Ughh ... Apa yang kau lakukan, Kuroka?" tanya Naruto dengan sedikit rintihan keluar dari mulutnya akibat punggungnya mencium lantai kamar mandi.
"Kau bilang jika aku memaafkanmu kau akan menuruti semua permintaanku, ya, kan?" tanya Kuroka sebelum ia mulai menjilati leher Naruto.
Naruto merutuki kebodohannya yang asal bicara itu. Ia tidak tahu jika permintaan Kuroka adalah ini. "Ughh ... Berhenti, Kuroka ... Kau membuatku panas."
"Jadi, kau sudah mulai terangsang, heh? Ayo bermain, miaaw ..." Kuroka kembali menjilati leher Naruto hingga ke dadanya yang bidang.
Naruto menggigit bibir bawahnya kuat agar tidak mengeluarkan rintihan kenikmatan akibat rangsangan Kuroka.
Brak!
"Naruto! Ramenmu sudah si–. Siapa kau?" Di depan pintu, terlihat seorang gadis berambut hitam tengah memandang Naruto dan Kuroka dengan intens.
"Raynare!"
"Kita ketahuan, Naruto-kun ... Miaaaaw ..." Kuroka berucap. Namun, gerakannya untuk menjilati leher Naruto tidak berhenti, justru semakin liar dan terkadang menghisap leher Naruto.
"Ahh ... Berhenti, Kuroka!" Naruto mencoba memberontak.
"Apa yang kau lakukan kepada Naruto, hah?" Raynare mengeluarkan sebuah tombak cahaya di tangan kanannya. "Berhenti menggoda Naruto atau kau akan kuhabisi?"
"Eh! Chotto!" Mendengar perkataan Raynare, Naruto segera mengenyahkan tubuh Kuroka dari atasnya, kemudian ia berdiri tegap. "Jangan bertarung di sini, Reynare, bisa hancur rumahku nanti."
Sedangkan Raynare hanya menatap Naruto dengan sweatdrop. "Dasar mesum. Sebenarnya kau bisa menyingkirkan kucing itu dengan mudah, tapi justu kau tidak melakukan apapun dan malah mengerang. Sebenarnya kau menikmatinya, kan?"
"A– ano ..." Naruto memalingkan wajahnya ke sembarang arah mendengar perkataan Raynare. Yahh ... Ia memang menikmatinya, tapi ... Ah, sudahlah, Naruto tidak bisa menjelaskannya.
"Baiklah, baiklah. Begini, sebenarnya ada sesuatu yang Kuroka ingin katakan kepadaku. Sebaiknya kamu keluar dulu." Naruto mencoba untuk mengalihkan topik.
"Hum! Awas kalau kau macam-macam dengan dia," ancam Raynare. Kemudian ia harus membeku ketika menyadari sesuatu. "KYAAA!!! TUTUPI DULU BADANMU, BAKA!!!!" Raynare segera berlari meninggalkan kamar mandi.
Sedangkan Naruto yang baru sadar bahwa ia masing telanjang, segera saja menutupi daerah terlarangnya.
...
...
Underworld
Terlihat Sirzech tengah duduk di dalam sebuah perpustakaan milik klan Sitri. Ia sengaja datang ke sini untuk mencari tahu tentang Trihexa. Sedang seriusnya membaca, Sirzech dikejutkan oleh kedatangan Serafall.
"Kau serius sekali, Sir-tan," ucap Serafall seraya mendekat ke arah Sirzech.
"Yahh ... Begitulah." Sirzech melanjutkan membacanya.
"Hey, mengenai Naruto, kau tahu di mana ia tinggal?" Serafall tiba-tiba bertanya kepada Sirzech.
"Kau kenal Naruto?" Sirzech sedikit terkejut saat Serafall menanyakan Naruto. Setahunya, Serafall belum pernah berjumpa dengan Naruto, kecuali waktu acara pernikahan Rias.
"Yahh ... Aku mengenal Naruto setahun yang lalu, saat ia masih berpacaran dengan Rias-tan."
Mendengar perkataan Serafall, Sirzech menundukkan kepala. "Yahh ... Sekarang hubungan mereka kurang baik."
"Benarkah? Kenapa?" Serafall bertanya.
"Hanya cinta anak muda. Aksi tikung-menikung. Hahaha," Sirzech tertawa di akhir katanya.
"Begitu. Lalu, kau tahu di mana Naruto tinggal? Aku sangat merindukannya," kata Serafall membuat Sirzech merinding membayangkan Naruto sedang dipeluk erat oleh Serafall.
"Semoga hidupmu tenang, Naruto," gumam Sirzech prihatin.
"Apa?"
"Ah! Ti-tidak ada. Besok aku akan memberitahukan alamat rumahnya."
...
...
"Huuaattshihh!!"
Semua penghuni ruang makan terkejut karena Naruto bersin tiba-tiba, bahkan ikan panggang milik Shikamaru terlempar jauh entah ke mana.
"Kau kenapa, Naruto? Flu?" tanya Fuu menatap Naruto yang berulang kali menggosokkan jarinya ke hidung.
"Ah, tidak. Sepertinya ada yang membicarakanku," kata Naruto kembali melanjutkan makannya. "Oh, ya, ke mana Koneko? Apa dia masih di kamarnya?" lanjutnya bertanya.
"Mungkin saja. Aku juga belum melihatnya pagi ini," ujar Megumin menanggapi perkataan Naruto.
"Begitu, nanti aku akan menyusulnya sekaligus membawakan makanan untuknya," ujar Naruto sebelum ia melanjutkan makannya.
...
...
Kamar Koneko
Tok tok tok
Tiga buah ketukan terdengar dari luar. Sedangkan sang empu kamar tengah beranjak dari atas ranjangnya.
"Iya, sebentar!" seru Koneko seraya mempercepat langkahnya. Setelah sampai di depan pintu, ia segera membukanya, menampilkan sosok pangeran yang tersenyum ke arahnya.
"Ohayou, Neko-chan."
Koneko tersenyum menatap Naruto. "Ohayou, Naru-kun!" Koneko langsung mencium bibir Naruto lembut, tak peduli ia hampir menumpahkan makanan yang Naruto bawa.
Beberapa menit berlalu, Koneko melepas ciuman mesranya sebelum menarik tangan Naruto untuk masuk ke dalam.
"Silakan masuk, Naru-kun."
"Hm, baiklah. Kamu kenapa tidak turun untuk sarapan bersama?" tanya Naruto ke arah Koneko yang kini duduk di atas ranjang.
"Aku belum lapar," ujar Koneko seraya menyandarkan tubuhnya di bahu Naruto yang juga duduk di ranjang.
"Begitu, ya. Aku merasakan aura Senjutsu di sini." Naruto berucap seraya menatap ke sekeliling.
"Yahh ... Aku baru saja menyerap energi alam untuk meningkatkan kekuatanku. Akhir-akhir ini aku jarang berlatih, keterampilanku juga sedikit menurun," kata Koneko mendapat anggukan paham dari Naruto.
"Bagaimana kalau minggu depan kita latihan?" tawar Naruto membuat mata Koneko berkaca-kaca penuh haru.
"Mau!"
"Hahaha ... Baiklah. Lebih baik kamu makan dulu, nanti bisa sakit kalau tidak makan," kata Naruto seraya menyulangkan sesendok nasi dan lauk ke arah Koneko dan diterima dengan senang hati oleh Nekomata itu.
Beberapa menit berlalu, Koneko telah melahap suapan terakhirnya dengan lega.
"Ahh ... Enaknya."
"Baguslah kalau enak," ujar Naruto seraya tersenyum. "Oh, iya, ada sesuatu yang ingin kusampaikan denganmu."
"Hm?" Koneko menatap Naruto penuh tanya. "Apa itu?"
"Mengenai kakakmu, dia ingin bertemu," kata Naruto membuat Koneko terdiam. "Dia ingin meminta maaf. Aku sudah menjelaskan beberapa bulan yang lalu, bukan? Kuroka tidak bersalah. Ia hanya kehilangan kendali atas Senjutsunya."
Koneko paham yang Naruto maksud. "Baiklah. Lalu kapan aku bisa bertemu dengan Kuroka-nee?" tanya Koneko kemudian.
"Itu terserahmu saja. Lagi pula yang ingin bertemu adalah kalian berdua." Perkataan Naruto dibalas anggukan oleh Koneko.
"Aku ingin bertemu dengannya besok. Boleh, kan?"
Naruto mengulas senyum mendengar perkataan Koneko. "Apa maksudmu? Tentu saja boleh. Lagi pula dia sudah sangat merindukanmu." Tangan Naruto bergerak untuk mengusap kepala Koneko, membuat sang empu kenikmatan merasakan elusan di kepalanya.
...
...
Kuoh Gakuen
Di gerbang sekolah, Naruto dan anggotanya berjalan dengan santai. Mereka menjadi perhatian murid-murid lainnya yang ditanggapi biasa oleh Naruto.
"Wahh! Lihat itu." Salah satu siswi menunjuk ke arah rombongan Naruto, seorang siswi satu lagi sibuk mengagumi beberapa lelaki di golongan Naruto.
"Wahh ... Naruto-senpai, Gaara-senpai, dan Ichigo-senpai sungguh keren!"
Naruto hanya mengembuskan napas mendengar pujian-pujian dari para murid Kuoh.
"Seperti biasa, ne," gumam Ichigo sedikit tersenyum.
"Yahh ... Tapi ini tidak separah awal kita masuk," ujar Gaara menanggapi. Bahkan Gaara merinding sendiri mengingat teriakan gaje murid-murid Kuoh Gakuen saat mereka pertama masuk sekolah.
"Benar."
"Apa kita harus merasakan ini setiap hari?" tanya Ichigo yang hanya mendapat hendikan bahu dari yang lain.
"Yang penting jalani saja. Yahh ... Jalani saja," Naruto tersenyum seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Ia sedikit mendahului yang lainnya.
Sedangkan yang lain hanya menatap Naruto heran, kemudian menggeleng sebelum menyusul Naruto yang sudah sedikit jauh di depan.
...
...
Ruang doujo.
"Hya!"
Syet
"Hah!!!"
Srashh
"Horyaa!"
Syuuuut
"Chiya!"
Set set set
Tedenger suara seorang pemuda dari dalam sebuah ruangan yang terlihat banyak pajangan tentang olah raga berpedang.
"Horyaa!"
Seorang pemuda berambut pirang gaya spike tengah melakukan beberapa gerakan menggunakan boken yang dipegangnya.
"Kiba!"
Sebuah seriuan menarik perhatian pemuda itu yang bernama kiba. Dipandangnya sang pemanggil, menampakkan Naruto tengah berjalan ke arahnya.
"Oh, ternyata kau Naruto."
"Kau giat berlatih, ya, Kiba," ujar Naruto seraya berjalan ke arah boken yang terpajang di salah satu rak.
"Yahh ... Aku ingin menjadi kuat sepertimu! Bersama kita mewujudkan kedamaian." Kiba mengepalkan tangannya dan ia tinjukan ke atas.
Naruto hanya terkekeh mendengar perkataan Kiba. Boken sudah ada di tangannya, sekarang Naruto telah memasang kuda-kuda. "Kiba, bagaimana kalau kita sedikit pemanasan?"
Kiba tersenyum mendengar tawaran Naruto, kemudian ia memasang kuda-kuda siap bertarung. "Boleh juga."
Mata mereka saling pandang, mencoba memberikan intimidasi kepada lawan.
Srattthh
Trak!
Dalam hitungan detik, boken milik Naruto dan Kiba telah beradu. Terlihat Kiba yang menahan sekuat tenaga serangan Naruto, dan Naruto yang terlihat santai menahan serangan Kiba.
Syut
Tak ingin mendapat serangan kejutan, Kiba menjauh dari Naruto.
"Seperti biasa, kau sungguh hebat, Naruto," puji Kiba seraya kembali memasang sikap siaga.
"Hahaha ... Tidak juga. Aku tidak mahir dalam berpedang, tapi aku menggunakan cara," kata Naruto sebelum ia melesat ke arah Kiba.
Wushh
Trak!
Kiba berhasil menangkis serangan Naruto. Namun, ia harus dibuat terkejut saat Naruto menarik bokennya dan mengayunkan ke arah pinggangnya.
"Hup" Kiba melompat mundur ketika boken Naruto hampir mengenai pinggangnya.
'Sial! Dia bahkan hampir mengenaiku. Aku harus hati-hati.' Kiba semakin meningkatkan kewaspadaannya.
"Hahaha ... Tidak usah setegang itu, Kiba." Naruto memutar-mutar bokennya menatap Kiba.
"Mau bagaimana lagi, Naruto. Kau begitu hebat, aku harus selalu waspada," kata Kiba sebelum ia melesat ke arah Naruto. "Sekarang giliranku!"
Naruto hanya diam menatap Kiba yang bergerak cepat ke arahnya, bahkan bokennya masih setia ia putar-putar di samping tubuhnya.
"Horyaa!"
Tak!
Naruto menangkis ayunan Kiba dengan bokennya yang ia pegang dengan satu tangan.
Trak!
Lagi-lagi serangan Kiba berhasil ia halau, jika tidak, perutnya akan dalam bahaya.
Melihat serangannya ditahan dua kali, Kiba mencoba menyerang Naruto dengan kecepatan tinggi.
"Hya!"
Trak! Tak! Tak! Trak! Trak!
Syut, tap
Usai memberikan serangangan beruntung kepada Naruto, Kiba melompat ke belakang. Ia bahkan harus dibuat kesal karena Naruto menangkis semua serangannya. "Hah ... Hah ... Hah ..." Kiba mengatur yang memburu.
"Kau sepertinya sudah lelah, Kiba," kata Naruto sebelum ia melesat cepat ke arah Kiba.
Kiba hanya pasrah seraya mengarahkan bokennya ke depan.
Trak!
"Hngh!" Kiba dibuat melebarkan matanya saat boken Naruto sudah hampir menghantam lehernya.
Krak!
Lagi-lagi Kiba harus dibuat terkejut saat boken yang dipegangnya retak dan hancur.
"Well, pemanasan selesai. Karena kau kalah, sore nanti traktir aku ramen," kata Naruto seraya menjauhkan pedang kayunya dari leher Kiba.
"Hey, hey, hey ... Sejak kapan kita buat perjanjian seperti itu," protes Kiba saat Naruto dengan seenaknya meminta Kiba mentraktirnya ramen. Ia tahu sendiri seperti apa porsi ramen Naruto.
"Anggap saja kau sedang berbaik hati. Hey, sebentar lagi bel masuk, sebaiknya kita segera ke kelas." Tanpa menunggu perkataan Kiba, Naruto berjalan menjauh dari Kiba.
"Hoy, badaku berkeringat. Aku ganti seragam dulu," ujar Kiba seraya bergegas menuju ke ruang ganti.
"Cepat, aku tunggu."
...
...
Kelas XI-A
Beberapa menit yang lalu, bel masuk telah berbunyi. Terlihat Naruto dan Kiba telah berada di dalam kelas.
"Hahh ... Entah kenapa pagi ini aku akan merasakan kejutan yang luar biasa," gumam Naruto entah kepada siapa. Merasa bosan, ia segera menaruh kepalanya di atas meja sebelum mendengkur halus.
Rukia yang melihat Naruto tertidur hanya menggelengkan kepala. Ia mengalihkan pandangan ke belakang dan mendapati Shikamaru juga telah tertidur sejak tadi.
Cklek
Sesaat kemudian pintu terbuka, menampilkan sesuatu yang membuat murid-murid keturunan Adam terkagum. Pasalnya, seorang wanita seksi baru saja memasuki kelas mereka.
"Selamat pagi murid-murid. Saya adalah guru baru di sini dan akan mengajar matematika. Semoga kalian tidak terlalu nakal," ujar sosok itu dengan nada sedikit sensual. "Oh, iya ... Dan panggil aku Waner-sensei."
Naruto yang penasaran siapa guru baru itu segera saja menatap ke depan, dan wajahnya harus terkejut seperti menahaan POOP kala melihat siapa guru baru itu.
"KALAWANER?"
...
...
Di dimensi lain
Syut! Syut! Syut!
Tiga buah siluet melompati dahan-dahan pohon dengan cepat, bahkan mereka tampak lihai menapakkan kaki di batang.
Tap!
Secara serentak, mereka menapakkan kaki di bawah pohon untuk istirahat.
"Hahh ... Hahh ... Aku tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Naruto, " ujar seorang pria yang memakai jubah hitam. Poni rambutnya menutupi wajah kirinya. "Bahkan mata Rinneganku tidak berguna dalam pencarian ini."
"Sudahlah, Sasuke-kun. Semua ini bukan salahmu." Seorang wanita berambut soft pink mencoba menghibur pria itu yang bernama Sasuke.
"Benar, Sakura. Tapi aku sebagai teman merasa gagal," ujar Sasuke menyesal.
Sakura mencoba memeluk suaminya gunan menenangkan perasaan Sasuke yang sedang buruk.
Sasuke menoleh ke arah gadis yang berumur sekitar 13 tahun yang wajahnya menampakkan kelelahan. "Sarada, maaf melibatkanku dalam pencarian ini."
"Tidak apa-apa, Papa ..." Sarada berucap seraya mengangguk.
"Baiklah, kita lanjutkan pen-"
Krak!
Sebuah suara menghentikan perkataan Sasuke. Ia melihat ke samping, di mana terdapat beberapa garis seperti retakan.
Krak!
Semakin lama retakan dimensi itu semakin memanjang.
Pyar
Shyuut
Pecah sudah batas dimensi, menyedot Sasuke yang berada di sebelahnya.
"Sasuke-kun!" Sakura yang melihat Sasuke terhisap, segera menggenggam kaki pria itu dengan kuat.
"Papa! Mama!" Sarada yang memeluk pinggang Sakura juga ikut terisap ke dalam retakan dimensi yang dengan perlahan tertutup kembali sebelum lenyap seperti tidak pernah ada lubang di sana.
...
...
Flash back, Perang Dunia Shinobi ke-4
Ribuan Shinobi berkumpul di medan perang. Ratusan mayat tergeletak kasar di atas tanah yang telah hancur.
Jdum!
Sebuah ledakan terjadi tak jauh dari Shinobi itu berkumpul. Berkali-kali suara dentuman keras berbunyi, menyebabkan perasaan cemas muncul di hati para Shinobi yang ikut bertempur di medan perang.
Terlihat seorang pemuda berambut pirang dengan aksen api kuning yang melapisi tubuhnya, kini tengah menatap tajam ke depan, ke arah sosok wanita berambut putih yang kini tengah melayang di udara.
"Kuso! Dia terlalu kuat," ucap pemuda itu seraya mengatur napasnya yang memburu.
"Hn, benar." Seorang pemuda satu lagi berucap. Ia juga mengatur napasnya yang naik turun.
"Cakraku hampir, aku hanya dapat mengandalkan cakra Kyuubi untuk sementara. Sasuke, apa yang harus kita lakukan?" Pemuda berambut pirang itu bertanya.
Pemuda yang dipanggil Sasuke terdiam sebentar, kemudian menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu. Dia terlalu barbar untuk kita lawan. Sangat sulit untuk menyegelnya."
Pemuda berambut pirang yang bernama Naruto itu kini mendecih. "Cih. Sial!"
"Ashura dan Indra, sebaiknya kalian menyerah dan biarkan aku mengambil cakra kalian," ujar seorang berambut putih yang merupakan dewi kelinci, atau dewi bulan.
"Tidak akan! Dengan cakra ini, kami para Shinobi akan melindungi dunia!" Naruto segera mengepalkan tangannya, kemudian tubuhnya terselimuti cakra Kyuubi yang membentuk sebuah kepala berbentuk rubah.
"Naruto, jangan menggunakan cakra sembarangan! Kita harus menghemat tenaga kita!" seru Sasuke seraya menatap Naruto.
"Aku tidak bisa membiarkan ini, Sasuke!"
Mulut cakra rubah itu terbuka lebar sebelum partikel-partikel tercipta di depan mulut cakra Kyuuhi tersebut. Dalam hitungan detik, tercipta bola besar berwarna hitam yang terbentuk dari patikel itu.
"Bijuudama!" Naruto menyerukan jutsunya dan dengan cepat bola itu meluncur ke arah Kaguya.
"Serangan seperti itu tidak ada apa-apanya," kata Kaguya sebelum dirinya melesat ke arah Bijuudama Naruto.
"Sial, dia berniat menghancurkan Bijuudama. Aku tidak akan membiarkan." Naruto segera melesat ke arah Kaguya. Cakra yang menyelimutinya berubah menjadi bentuk rubah berekor sembilan.
"Naruto!" Sasuke berseru panik saat Naruto menciptakan kembali Bijuudama.
"Khaaa!! Bijuudama!" Untuk kedua kalinya Naruto menembakkan Bijuudama.
Jdum! Duar!! Dooommm!!!
Sasuke menatap nanar ke arah ledakan besar yang terjadi. "Naruto," gumam Sasuke dengan suara bergetar.
Tap!
Tap!
Dua orang tiba-tiba mendarat di samping Sasuke. Orang pertama memiliki rambut silver dengan gaya melawan gravitasi, wajahnya juga mengenakan masker. Orang yang kedua seorang gadis yang memiliki rambut berwarna pink.
"Sasuke, apa yang terjadi?" tanya pria berambut putih, Hatake Kakashi.
Sasuke tidak menjawab. Ia terus menatap ke tempat ledakan yang kini menampakkan asap tebal di bekas ledakan itu.
"Di mana Naruto?" Gadis itu bertanya karena tidak melihat keberadaan Naruto di sekitar.
Gadis itu–Sakura–hanya menatap heran ke arah Sasuke yang terdiam.
Asap ledakan perlahan menghilang. Di sana tidak ada apa-apa. Bahkan keberadaan Naruto dan Kaguya tidak ada di sana.
"Naruto ... Naruto ... NARUTO!!"
Sasuke berteriak kencang melihat sahabatnya tidak ada di tempat ledakan. Apa sahabatnya telah tiada? Tidak. Sasuke yakin Naruto tidak mungkin mati.
"Apa jangan-jangan ..." Kakashi menggantungkan dugaannya. Melihat Sasuke menundukkan kepala, Kakashi sudah tahu keadaannya.
Srksrsk
Sebuah retakan dimensi seperti bongkahan puzzle tercipta di samping ledakan itu. Tak lama kemudian keluarlah Kaguya dari dalam sana, membuat Sasuke, Sakura, dan Kakashi waspada.
"Dia masih hidup? Lalu di mana Naruto?" gumam Sasuke.
"Aku tidak merasakan cakra Ashura di sini," ujar Kaguya entah kepada siapa. Diliriknya Sasuke yang menatapnya tajam dengan Sakura dan Kakashi di samping pemuda itu.
"Untuk dirimu, Reinkarnasi Indra, aku akan melawanmu terakhir," ujar Kaguya sebelum dirinya menghilang memasuki lubang dimensi buatannya.
...
...
Di dimensi lain, DxD
Sring
Sebuah lubang dimensi tercipta di sebuah taman yang keadaannya telah sepi.
Srek, brug
Tak lama kemudian, dari dalam lubang tersebut, keluar seorang bocah yang memiliki surai kuning. Bocah itu tergeletak di rerumputan taman dengan pakaiannya yang terlihat kebesaran.
"Ugh ... Apa yang terjadi?" tanya bocah itu mencoba bangkit dari terlentangnya. "Aku ada di mana?" Dipandangnya daerah taman dengan pandangan bertanya. Seingatnya yang ia lihat adalah api besar bekas ledakan yang menelan dirinya. Ya, dia adalah Uzumaki Naruto yang kini tubuhnya telah berubah menjadi bocah berumur sekitar 12 atau 13 tahun.
"Apa aku terjebak di dimensi lain? Dan .. Dan ... Aku tidak bisa merasakan cakraku," kata Naruto dengan ekspresi terkejut.
Mulai dari situ, Naruto sadar bahwa ia sudah tidak memiliki kekuatan. Ia tidak tahu di mana ia berada. Terlebih lagi dengan tubuhnya yang menjadi anak-anak, itu sangat menyulitkan dirinya.
Hidup sebagai gelandangan. Mengemis di jalanan. Dan akhirnya ditemukan oleh polisi dan dibawa ke panti asuhan. Pengurus panti sangat baik, bahkan Naruto di sekolahkan di Junior High School.
Sudah beberapa tahun berlalu. Umurnya kini telah mencapai 15 tahun, kelas IX. Selama tinggal di panti, Naruto bekerja paruh waktu. Kini, ia memutuskan untuk membeli apartemen sendiri dengan uang yang selama ini ia kumpulkan.
Setelah umurnya menginjak 16 tahun, Naruto bersekolah di Kuoh High School. Di sanalah ia memulai kehidupan barunya sebagai iblis ... Dan si sana pula ia mendapat kekuatannya kembali.
Flash back end
...
...
"Naruto-kun ..."
Sebuah suara sensual mengusik Naruto yang kini tengah terlelap di atas mejanya. Ia bahkan semakin membenamkan kepalanya ke dalam lengannya yang terlipat di atas meja saat seorang guru meniup telinganya.
"Naruto-kun ... Bangun. Atau jatah ramen yang ada di lemari dapur akan kubuang."
"Ghaahh!!!" Naruto refleks menegakkan tubuhnya saat menyadari ramennya dalam bahaya. Dilihatnya ke samping, ke arah wanita seksi yang kini menatapnya dengan senyum manis di wajahnya. "Ka ... Kalawaner?"
Wanita seksi yang dipanggil Kalawaner oleh Naruto hanya besedekap dada. "Kenapa kau tidur di jam pelajaranku, ne?" tanya Kalawaner seraya mendekatkan wajahnya dengan wajah Naruto, dan itu membuat lelaki yang ada di kelas Naruto sedikit iri.
"Ahahaha ... Tidak, Sensei. Tidak kenapa-napa." Naruto menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal saat ditatap dengan tajam oleh lelaki di kelasnya.
"Lain kali jangan diulangi, ne."
Naruto mengangguk mendengar perkataan Kalawaner. Huuhh ... Ia seharusnya ijin ke ruang UKS jika tahu Kalawaner akan menjadi gurunya. Bukannya tidak mau, hanya saja Naruto selalu digoda oleh wanita itu sehingga dari tadi Naruto ditatap tajam oleh lelaki yang lain. Naruto hanya ingin tenang.
"Ano ... Sensei," panggil Naruto mendapat perhatian oleh Kalawaner.
"Iya, ada apa, Naruto-kun?"
"Aku kurang enak badan. Boleh aku ijin ke UKS?"
Kalawaner diam sebentar. "Hmm ... Baiklah."
Naruto segera melenggang pergi setelah mendapat ijin dari Kalawaner.
...
...
Naruto kini berjalan di koridor untuk menuju ke UKS. Ia masih mengingat kejadian di mana ia pertama kali berada di sini, di dimensi ini. Apa Kami-sama sengaja mengirimnya guna mendamaikan dimensi ini? Ia tidak tahu. Walau tidak diperintah sekalipun, Naruto juga akan mendamaikan dimensi ini.
"Yo, Naruto."
Naruto menghentikan langkahnya saat seseorang memanggilnya. Ia membalikkan badan guna mencari tahu siapa yang memanggilnya.
"Dohnaseek? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Naruto ke arah pria di depannya yang memakai jas yang panjangnya selutut, tidak berbeda seperti pakaian ala detektifnya.
"Yahh ... Hanya berbaur dan menjadi guru seperti Kalawaner," ucap Dohnaseek setelah sampai di depan Naruto.
"Sejak kapan kalian menjadi guru di sini? Aku tidak tahu."
"Baru hari ini. Azazel-sama yang meminta Sirzech untuk menjadikan kami guru di sini," kata Dohnaseek menjawab pertanyaan Naruto.
"Hmm ... Begitu, ya. Lalu, bagaimana dengan Mittelt? Apa dia–"
"Yo, Naruto-kun." Sebuah panggilan memotong perkataan Naruto.
Naruto menoleh ke asal suara dan menemukan seorang gadis bertubuh kecil tengah berlari pelan ke arahnya. "Eh? Mittelt?"
"Hai, sedang apa kamu di sini?" tanya Mittelt setelah sampai di dekat Naruto dan Dohnaseek.
"A-ano ..." Naruto menatap bingung ke arah Mittelt yang berpakaian seragam Kuoh Gakuen.
"Wah! Kebetulan sekali kau datang, Mittelt. Naruto baru saja menanyakanmu," ujar Dohnaseek membuat Mittelt berbinar matanya.
"Wahh! Benarkah itu? Ternyata kau merindukanku." Mittelt merengkuh lengan Naruto dengan erat.
"Hoi, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" seru Naruto mencoba melepaskan rangkulan Mittelt.
Dohnaseek yang melihat Mittelt berada di koridor sekarang ini, ia mulai sadar. "Eh, tunggu ... Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya kau harus masuk kelas?"
Mendengar pertanyaan Dohnaseek, Mittelt melepaskan rangkulannya pada Naruto.
"Ohh ... Etto ... Aku meminta ijin kepada Sensei untuk permisi ke toilet," kata Mittelt menjelaskan.
"Hmm ... Begitu, ya." Dohnaseek manggut-manggut mendengar penjelasan Mittelt.
"Tunggu, kenapa kau bisa sampai di sini? Bukankah di lantai bawah juga ada toilet?" Naruto menatap Mittelt curiga.
"Ahaha ... Aku tidak tahu letak toilet, jadi aku keliling saja. Lagipula aku bosan di kelas terus, apalagi si kucing itu menatapku dengan pandangan membunuh," kata Mittelt.
Naruto paham siapa yang dimaksud dengan "si kucing".
"Jadi kau sekelas dengan Koneko-chan, ya, Mittelt?"
Mittelt mengangguk mendengar terkaan Naruto. "Yap."
Sedang asyik mereka mengobrol, datang seorang gadis berambut bob yang kini menatap mereka heran.
"Sedang apa kalian di koridor?" tanya gadis itu yang merupakan sang Kaichou, Sitri Sona.
"Ahh ... Kaichou. Tidak, kami hanya berbincang." Naruto menjawab pertanyaan Sona.
Sona hanya diam, kemudian menatap Mittelt dan Dohnaseek dengan intens.
'Apa Sona menyadari bahwa Mittelt dan Dohnaseek adalah Da-Tenshin?' batin Naruto. 'Tapi mereka sudah menyamarkan auranya, tidak mungkin Sona tahu,' lanjutnya dalam hati.
Sona menatap Naruto. "Kenapa kau berbincang di sini, Uzumaki-san?"
"Aku berniat ke UKS, tapi aku bertemu dengan mereka, akhirnya ikut berbincang saja. Hehehe ..."
Sona menaikkan kacamatanya yang melorot dengan kedua jarinya. "Jika niatmu ke UKS, segeralah pergi, jangan sampai aku menyidangmu."
"Iya, iya, Sona-chan. Cerewet sekali," ujar Naruto diselingi senyumnya. "Shaa ... Kalau begitu aku pergi dulu, Mittelt, Dohnaseek." Naruto segera berjalan meninggalkan kedua temannya. "Aku pergi, Sona-chan." Tepat saat Naruto melewati Sona, ia mengusap lembut pucuk kepala gadis itu yang membuat sang empu memerah wajahnya.
"Ekhem!" Sona berdeham sekali untuk menghilangkan detak jantungnya yang berdetak kencang menerima usapan Naruto. "Kalian murid dan guru baru itu, kan?"
Dohnaseek dan Mittelt mengangguk meng-iya-kan pertanyaan Sona.
"Segeralah menuju ke kelas." Usai mengatakan itu, Sona segera pergi meninggalkan Dohnaseek dan Mittelt.
...
...
KRIIINGG
Bel pertanda istirahat telah berbunyi, membuat siswa maupun siswi bersorak gembira dengan datangnya waktu mengisi perut.
Beda halnya dengan murid-murid yang memilih pergi ke kantin, Naruto dengan santainya duduk di atap sekolah tempat kesukaanya.
"Hahh ... Kesejukan di sini tidak berubah," gumamnya pelan. Kemudian ia menolehkan kepala ke arah pintu atap saat seseorang membukanya.
"Ternyata kau di sini, Naruto-kun," ujar orang itu sambil berjalan ke arah Naruto. Rambutnya yang panjang bergoyang anggun mengikuti irama langkahnya.
"Akeno? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Naruto sambil membenarkan duduknya.
Akeno hanya tersenyum simpul sebelum ia mendudukkan dirinya di sebelah Naruto. "Tempat favoritmu, ne?"
Naruto diam sesaat, kemudian tersenyum. "Yahh ... Begitulah. Kamu selalu tahu." Naruto mengelus sandaran bangku itu yang cat-nya telah luntur. "Cat-nya sudah luntur, besok aku ingin mengecat ulang agar menjadi putih cerah seperti sedia kala."
Akeno diam. Kemudian ia mengulurkan tangan ke depan dan terciptalah sebuah lingkaran sihir, kemudian Akeno mengambil botol dari dalam lingkaran itu. "Mau minum?"
Naruto mengangguk sebelum ia menerima botol dari Akeno, kemudian meminum isinya. "Ahh ... Terima kasih," ujar Naruto seraya mengembalikan botol gadis itu. Naruto kembali menatap langit.
"Kau sangat menyukai bangku putih ini, ya?" Akeno menatap Naruto setelah ia bertanya. Tangannya kembali memasukkan botol itu ke dalam lingkaran sebelun sihir itu menghilang.
"Yahh ... Begitulah. Di sini tempatku dapat menangkan diri saat Rias mengacuhkanku dulu." Naruto menyandarkan tubuhnya, mencoba rileks.
Akeno hanya diam, tapi matanya tidak lepas dari Naruto yang menatap langit yang biru, sebiru matanya. Akeno tersenyum seraya merapatkan diri dengan Naruto.
"Hm?" Naruto bingung saat Akeno memeluknya, bahkan menyandarkan kepala di dadanya yang bidang. "Akeno, apa ya–"
"Sstthh ... Biar seperti ini, Naruto-kun," ujar Akeno memotong pertanyaan Naruto.
Naruto diam mendengar perkataan Akeno, lantas ia tersenyum kemudian, membiarkan Akeno menyamankan diri di tubuhnya.
Cklek
Pintu atap kembali terbuka, menampilkan seorang gadis loli yang memiliki rambut putih bob.
Naruto menoleh untuk melihat. Betapa terkejutnya ia saat melihat Koneko berjalan ke arahnya dengan ekspresi datar. Berbeda dengan Naruto, Akeno justru merapatkan dekapannya pada Naruto.
"Ara ... Koneko-chan telah datang," ujar Akeno sambil menatap ke arah Koneko yang sudah berdiri di samping bangku mereka.
"Apa yang Senpai lakukan di sini bersama Naruto-kun?"
Akeno menatap Koneko jahil. "Apa aku tidak boleh berduaan dengan calon suamiku?"
Koneko menatap Naruto yang menggeleng cepat ke arahnya disertai wajah memucat dari pemuda itu.
"Aku tidak percaya jika Naruto-kun adalah calon suamimu." Koneko menatap Akeno tajam.
"Fufufu ... Santai saja, Koneko-chan, aku hanya bercanda," ujar Akeno sambil tersenyum, tapi ia malah merapatkan dekapannya pada Naruto.
Wajah Koneko berubah sebal. "Hmph!" Tak ingin kalah, Koneko segera beranjak ke arah Naruto dan duduk di bangkuan pemuda itu.
"Eh? Apa yang akan kau lakukan?" Naruto terkejut saat Koneko duduk dipangkuannya dengan saling hadap.
"Bibirmu basah, kau pasti sudah melakukan sesuatu dengan Akeno-senpai," kata Koneko.
"Eh, ti-tidak. Bibirku basah karena aku habis minum." Naruto mencoba mengelak.
"Aku tidak percaya. Dan aku meminta giliranku."
Tanpa Naruto kehendaki, Koneko langsung mencium Naruto. "Hmmhh ..."
"Ugh! Konekhmmhh ..."
"Ara, kalian bermain tanpaku, ne?" Akeno menjilat bibirnya melihat ciuman Koneko dan Naruto. "Aku ikut."
Naruto harus terkejut saat Akeno mencium bibirnya dari sudut yang berbeda. Akeno dan Koneko berebut untuk mendapatkan bibir Naruto.
Kedua tangan Akeno bergerak untuk meremas dada kecil Koneko.
"Hmphh ... Ahhh ..." Koneko tetap mempertahankan ciumannya walau Akeno meremas dadanya.
'Kuso! Aku harus kabur dari mereka. Jika tidak aku akan diperkosa kembali,' batin Naruto memikirkan cara untuk kabur. 'Tenangkan pikiranmu, Naruto. Kau harus tenang, jangan panik. Hiraishin!'
Setelah Naruto membatinkan nama jutsunya, ia langsung menghilang dari kukungan Akeno dan Koneko.
"Yahh ... Naruto-kun menghilang." Akeno memasang wajah memelas.
"Hm, benar. Padahal aku ingin bersenang-senang dengannya.
Mendengar perkataan Koneko, Akeno langsung menatap sayu ke arah Koneko. "Koneko-chan ...," panggil Akeno dengan nada erotis.
Koneko segera menatap ke arah Akeno yang mendekat ke arahnya. "Se-senpai? Kau mau apa?" tanya Koneko, tapi tidak mendapat jawaban dari lawan.
"Fufufu ..."
"Eh! Ja-jangan, Senpai ... Kyaaahhnn ... Ahhh ... Ahmmhh ..."
...
...
SRING
Kilatan kuning muncul di depan toilet wanita. Ia baru saja kabur dari kukungan Koneko dan Akeno.
"Huhh ... Untung saja aku sempat kabur," gumam Naruto.
Cklek
Salah satu pintu toilet terbuka, menampilkan Rias yang menatap Naruto terkejut.
"Eh? Ka-kau!" seru Rias menatap Naruto.
Naruto melihat ke asal suara, menemukan Rias yang menatapnya. "Oh, Rias. Halo," sapa Naruto basa-basi.
Rias diam sebentar sebelum ia berdeham, "Ekhem! Halo juga, Naruto."
Naruto hanya mengangguk mendapat balasan dari Rias.
Suasana canggung bagi Rias. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan sosok yang telah Rias khianati.
"E, Naruto/Rias."
Rias dan Naruto memanggil nama lawannya bersamaan, membuat keduanya menatap satu sama lain.
"Kau duluan," ujar Naruto.
"Ano ... Nanti ... setelah pulang sekolah, mampirlah ke ORC," pinta Rias.
"Apa ada hal penting?" tanya Naruto membuat Rias menggigit bibir bawahnya.
"Ti-tidak ... Ada sesuatu yang ingin kusampaikan ... berdua." Rias menundukkan kepalanya, membuat Naruto heran dengan sikap keturunan Geremory di depannya ini.
"Sesuatu?" Naruto bertanya.
"Hm, iya."
Mendengarnya Naruto hanya mengangkat bahu. "Baiklah. Nanti aku datang ... mungkin."
"Iya. Aku tunggu."
"Shaa ... Kalau begitu aku pergi dulu."
Tanpa menunggu jawaban Rias, Naruto segera saja pergi meninggalkan perempuan itu sendiri.
...
...
KRRIIINGG
Tak terasa waktu sangat cepat berlalu, begitu pun bagi Naruto yang kini berjalan keluar dari kelasnya.
"Hmm ... Aku ingat, tadi Rias menyuruhku datang ke ORC. Untuk apa dia mengundangku?" gumam Naruto.
"Oy, Naruto."
Naruto menatap ke arah Ichigo yang memanggilnya. Sedari tadi ia melamun, dan baru sadar jika teman-temannya sudah jauh di depan.
"Ah, kalian duluan saja. Aku ada urusan," ujar Naruto.
"Baiklah. Kalau begitu, kami pergi dulu," kata Rukia mendepat anggukan dari Naruto.
Naruto hanya diam menatap kepergian teman-temannya.
"Hmm ... Entah mengapa sedari tadi aku merasakan aura suci," gumam Naruto. "Ahh ... Sudahlah. Sebaiknya aku segera pergi ke ORC."
Naruto melangkahkan kakinya dari koridor kelas. Tentu saja tujuannya ke tempat Rias berada, ORC.
Beberapa menit berlalu, dan di depan Naruto telah terlihat sebuah rumah tua dengan ciri khas gaya Eropa.
"Are?" Naruto menghentikan langkahnya saat dua orang keluar dari rumah tersebut. "Siapa mereka?"
Naruto memperhatikan kedua orang itu.
"Aura ini ..."
...
...
T.B.C (Bukan penyakit :v)
Haloo, minna!!! Bertemu lagi dengan saya. Lio-kun11.
Maaf nih kalau lama update. Karena efek mager dan writerblock, saya jadi menunda fict ini. Tehehehe.
Nah, karena sudah update, berikan pendapat kalian di kolom review.
Untuk chapter ini, aku memperbanyak scane Naruto daripada tokoh yang lain. Entah kenapa saya buat seperti ini ... Hahaha.
Maaf ya kalo banyak kesalahan dalam hal kepenulisan, seperti dialog tag, elipsis, penggunaan tanda baca, PUEBI, dan lainnya. Yahh ... Sebenarnya sih saya sengaja memang tidak menerapkan semua itu di dalam fict ini, karena tahu sendiri lah bagaimana fict ini. Wkwkw ... Tapi jangan menganggap saya tidak peduli dengan fict ini. Yahh ... Saya sangat peduli, sangat sangat sangat peduli. Buktinya saya tetap melanjutkan fict ini (walau lama update-nya... Wkwkw). Saya sangat berterima kasih kepada para pembaca dan penggemar ... Dengan dukungan kalian, saya dapat melanjutkan fict ini sampai chapter 20. Ahh ... Nggk nyangka rasanya.
Ahh ... Dan maaf, saya tidak akan membalas reviewm kali ini karena saya akan mempromosikan sesuatu. Apakah itu? Tent saja grup literasi. Wkwkw
Kami ada grup WhatsApp, untuk para pencinta literasi dan author manapun.
Grupnya lumayan menyenangkan, dan asyik tentunya. Setiap seminggu sekali diadakan pembahasan tentang kepenulisan. Jadi, buat kalian yang ingin belajar cara membuat cerita yang menarik dan benar, bisa bergabung di sana. Bukan author aja kok yg gabung, reader juga boleh gabung.
Ada yang minat gabung? Kalau minat, silakan PM saya. Tapi buat yang mau bergabung dan meramaikan grup saja ... jangan bergabung terus diem, tidak ada tanda-tanda kehidupannya ... Wkwkw.
Baiklah, sekian dari saya.Terima kasih telah membaca, dan semoga sehat selalu. Selamat menikmati pekerjaan anda, dan sampai jumpa.