Disclaimer : Semua karakter milik Masashi Kishimoto.
A/N : Dear readers, Saya tahu tidak seharusnya saya membuat fic baru lagi karena yang sebelum-sebelumnya saja belum kelar. Cuma karena ada ide dan ada request ItaIno saya jadi ingin menulisnya. Mari disimak.
Perfect, Imperfect
.
Chapter 01
.
A Princess.
Waktu berjalan lambat di Saint Royal Konoha Academy. Sekolah elite yang di penuhi oleh anak-anak dari keluarga golongan atas. Biaya sekolah yang selangit dan seleksi yang ketat memastikan siswa-siswanya hanya berisikan anak orang kaya atau siswa yang berbakat. Gedung sekolah yang besar berdiri megah di tenggah-tengah kota Konoha. Sekolah itu sangat luas di penuhi berbagai fasilitas mewah bahkan terdapat taman dan hutan kecil mengelilinginya.
Yamanaka Ino seorang siswi kelas dua belas. Menggigiti bolpoinnya menatap ke layar LCD besar di depan kelas yang menampilkan materi pelajaran fisika dengan bosan. Ia tak pernah menyukai Ilmu pasti dan angka-angka. Meskipun begitu Nilai-nilainya masih di atas rata-rata. Sebagai Nona muda keluarga Yamanaka Ino hanya diperbolehkan untuk menunjukkan kesempurnaan. Enam bulan lagi dia akan lulus dari sekolah menengah dan memasuki universitas. Ia telah belajar dengan giat untuk bisa diterima di Universitas favorit pilihkan orang tuanya.
Ino merasa hidupnya telah terpetakan. Semua diatur dan direncanakan oleh orang tuanya dan dia tinggal menuruti setiap langkah dengan baik dan semua orang akan bahagia. Bukannya dia tak punya keinginan sendiri tapi Ino selalu berpikir Ayah dan Ibunya sangat menyayanginya dan Ino tak meragukan apa pun yang mereka rencanakan untuknya adalah hal yang terbaik untuknya. Dia tak pernah membantah dan menjelma menjadi sosok putri yang sempurna yang selalu dibanggakan oleh orang tuanya di hadapan teman-temannya tapi Ino tak pernah merasa hidup.
Bel berbunyi dan pelajaran membosankan itu berakhir. Sang gadis berambut pirang menarik nafas lega. Dia merapikan bukunya dan menyimpannya kembali di tas. Ino berdiri hendak beranjak ke ruang loker dan seorang gadis berambut pink telah berdiri di depan mejanya berkacak pinggang.
"Ino Pig, Mau ke mana? Bukankah kita harus ke klub. Para junior pastinya sudah menunggu."
"Aku tahu forehead. Aku harus meletakan buku-buku ini di loker. Lalu kita ke klub."
"Baiklah."
Kedua gadis itu berjalan menyusuri koridor. Rok mereka yang pendek bergemeresik dan bergoyang seiring langkah-langkah ringan kaki-kaki jenjang mereka.
Ino dan Sakura begitu populer di kalangan Siswa. Mereka berdua adalah ketua dan wakil klub pemandu sorak, tapi minggu ini adalah minggu terakhir anak-anak kelas dua belas mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena mereka harus fokus dengan ujian akhir yang telah di depan mata.
"Ino apa kau tak memikirkan untuk punya pacar? Sebentar lagi kita lulus dan masa remaja kita akan berakhir tanpa pernah pacaran sekali pun."
"Ayahku tak akan setuju aku pacaran Sakura, lagi pula aku tak tertarik pada siapa-siapa dan tak punya waktu untuk itu."
"Sayang sekali Ino. Padahal kau punya penggemar."
"Kau sendiri bagaimana? Sebentar lagi kita lulus dan kau masih mengejar-ngejar Sasuke Uchiha. Padahal Neji dan Lee menunjukkan perhatian padamu."
"Aku hanya menginginkan Sasuke."
"Kau bilang seperti itu sejak di kelas lima dan berapa kali kau sudah di tolak olehnya?"
"Tak perlu kau mengingatkanku. Tapi aku tak merasa semua itu sia-sia. Aku yakin suatu hari dia akan membalas perasaanku."
"Teruslah bermimpi Sakura." Ino mengunci lokernya.
"Kau jahat Pig."
"Ayo kita ke klub. Aku sedih sebenarnya harus menyerahkan jabatan ketua pada junior kita dan berhenti mengikuti kegiatan klub. Padahal ini satu-satunya yang membuat aku senang."
"Mau bagaimana lagi Ino, Kita harus menghadapi ujian. Orang tuaku tak membebaniku dengan target tapi aku ingin masuk fakultas kedokteran. Jadi aku harus berusaha."
"Ayahku ingin aku melanjutkan pendidikan ke sekolah bisnis dan melanjutkan perusahaan keluarga. Semuanya sudah direncanakan untukku."
"Aku tak terkejut Ino, bila ayahmu juga sudah merencanakan siapa yang akan jadi calon suamimu kelak." Ujar Sakura bercanda.
"Mungkin saja." Jawab Ino serius.
"Pig, Apakah kau tak ingin melakukan sesuatu untuk dirimu sendiri. Aku tak paham kau membiarkan orang tuamu mendikte jalan hidupmu."
"Karena Sakura, Aku ingin membahagiakan mereka."
"Lalu apa kau juga bahagia?" Manik sewarna giok Sakura menyipit, meminta Ino menjawab pertanyaannya dengan jujur. Mereka sudah berteman sejak kecil. Bila Sakura selalu emosional dan meledak-ledak maka Ino adalah kebalikannya. Ia selalu bersikap layaknya orang dewasa. Tenang, logis dan pragmatik.
"Tentu saja. Hidupku begitu lancar tanpa masalah tentu aku bahagia."
Gadis pirang itu tersenyum secerah mentari. Tapi Sakura merasa Ino tak pernah benar-benar tersenyum. Dari luar Ino tampak selalu gembira dan ramah. Orang-orang menyukai sikapnya yang hangat tapi bahkan Sakura sendiri tak pernah tahu kesuraman macam apa yang disimpan gadis pirang itu dalam hatinya.
Setelah rapat singkat klub pemandu sorak berakhir. Ino dan Sakura pergi ke kantin untuk makan siang karena mereka datang terlambat tak ada lagi meja kosong tersedia. Mereka berdua berdiri memegang nampan.
"Mau duduk di mana? Semua meja sudah penuh." Keluh Sakura.
"Kita bergabung saja dengan yang lain. Mereka tak akan keberatan." Ino hendak berjalan menuju meja Hinata, tapi pemuda berambut pirang memanggilnya.
"Ino, Sakura kalian duduk di sini saja." Naruto tersenyum lebar dan melambaikan tangan.
Gadis itu bergerak ke arah meja Naruto yang dihuni cowok-cowok paling keren di Sekolah.
"Terima kasih Naruto, Sudah mengajak kami bergabung untuk makan siang."
"Tak masalah Ino. Senang Putri Saint royal dan dayangnya bisa bergabung di meja kami."
Tinju melayang di kepala Naruto, "Siapa yang kau bilang Dayang? Naruto Baka."
"Aduh Sakura bisa lembut sedikit tidak sih." Pemuda itu mengusap-usap kepalanya yang malang.
Sakura baru menyadari Sasuke duduk di sudut menyeruput jus kotakkannya. Ia menatap Ino dan Sakura dengan bosan.
Sakura jadi salah tingkah, sikapnya langsung berubah seratus delapan puluh derajat melihat sang kapten klub kendo, gadis bersurai pink itu memasang senyum manis. "Hai, Sasuke."
Pemuda berambut raven itu hanya bergumam "Hn." dan menyibukkan diri dengan ponselnya.
Naruto dan geng-nya amat populer di sekolah. Mereka dijuluki Royal Prince dan punya fans club sendiri. Bahkan cewek-cewek dari sekolah lain pun jadi pengemar. Bagaimana tidak wajah mereka tampan, anak keluarga berpengaruh, punya ciri khas masing-masing. Mereka sudah seperti boy band saja.
Naruto, Gaara, Sasuke, Sai, Sakura dan Ino. Enam siswa paling beken di sekolah duduk satu meja. Tentu saja mereka jadi pusat perhatian tapi Ino dan kawan-kawan telah terbiasa. Mereka terbiasa jadi objek kekaguman dan juga objek gosip. Walau mereka seangkatan tapi mereka tidak sekelas. Hanya Naruto dan Sasuke menghuni kelas dan klub yang sama. Jadi mereka hanya bisa berkumpul pas jam makan siang.
"Ngomong-ngomong apa kalian sudah mundur dari klub?" Sakura memulai percakapan.
"Belum, tapi kami akan mengundurkan diri minggu depan. Meskipun begitu akan tak akan berhenti berlatih." Jawab Naruto.
"Dan kalian? " Ino bertanya pada Sai dan Gaara.
"Mundur dari klub bukan berarti aku berhenti melukis."
"Grup Band ku. Masih rutin berlatih. Aku tak akan membiarkan ujian mengganggu hobi dan jadwal manggungku."
"Memang kegiatan ekstrakurikuler tak mengganggu persiapan ujian masuk universitas kalian?" Sakura bingung mengapa keempat pemuda itu tampak santai.
Naruto tersenyum lebar, "Aku sudah pasti diterima di jurusan olah raga lewat jalur prestasi dan Sasuke, kalian tahu sendiri Sasuke seorang jenius."
"Sial, Apa hanya aku saja yang harus bekerja keras." Ungkap Sakura.
"Memang kau memilih fakultas apa Sakura?" Tanya Gaara.
"Kedokteran."
"Ah, Wajar saja kau harus berusaha ekstra. Tak mudah masuk fakultas kedokteran." Komentar pemuda berkulit pucat yang duduk di sebelah Sasuke.
"Gaara, Apa yang akan kau lakukan setelah lulus nanti." Naruto bertanya pada sahabatnya. Gaara tak pernah membicarakan tentang kelulusan.
"Aku akan keluar dari rumah dan memulai petualanganku di industri musik."
Jawaban Gaara mencengangkan yang lainnya. "Serius? Kau mau keluar dari kenyamanan dan nama besar keluargamu?" Ino tak mengerti mengapa Gaara berniat melakukan tindakan drastis.
"Aku dan Ayahku tak pernah cocok. Ia bersikeras ingin aku mengikuti jejaknya menjadi politisi, tapi aku tak berminat. Aku ingin jadi musisi. Selepas SMA kita sudah jadi orang dewasa. Jadi aku berpikir untuk memilih jalanku sendiri dengan keluar dari rumah."
Sai menarik nafas panjang, " Aku tak seekstrem dirimu Gaara. Aku ingin fokus melukis tapi aku harus paham kakekku akan membutuhkanku untuk menjalankan perusahaan. Jadi aku memutuskan untuk menjadikan melukis sekedar hobi. Kau sendiri bagaimana Ino? Kau pewaris tunggal grup Yamanaka."
"Sama sepertimu Sai, Aku akan pergi ke sekolah bisnis dan melanjutkan bisnis keluarga."
"Apa itu yang kau inginkan?"
"Aku tak tahu, Aku hanya menuruti permintaan ayahku. Aku ingin mereka bahagia."
"Alasan macam apa itu Ino? Tak pernahkah kau membuat keputusan untuk dirimu sendiri? Aku mengerti kau ingin menjadi anak yang baik tapi apa kau akan terus menerus membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirimu? Kau harus tahu apa yang kau inginkan."
"Aku merasa lebih mudah untuk mengikuti perintah orang lain dari pada membuat keputusan sendiri." Ucap Ino menjawab pertanyaan Gaara.
"Aku tahu mengapa Ino, Karena bila kau gagal kau bisa menyalahkan orang lain bukan dirimu." Pertama kalinya Sasuke berkomentar.
"Apa kau takut membuat pilihan dan akhirnya gagal?" tanya Sakura pada Sahabatnya.
"Aku takut mengecewakan mereka." Ucap gadis itu jujur.
"Gagal itu bagian dari pendewasaan, kalau kau selamanya berlindung di bawah kenyamanan orang tuamu kapan kau bisa dewasa."
Gaara melirik Naruto, "Kau lihat kawan kita ini, Naruto adalah sebuah kegagalan. Tapi keluarganya tetap menyayangi si bodoh ini. Meski dia selalu gagal."
"Grr.. Kenapa aku terus yang jadi korban pem-bully-an kalian."
"Karena kau bodoh." Jawab Sasuke.
Mereka tersenyum melihat wajah Naruto yang cemberut. Meski mereka sering mengolok-olok Naruto mereka tahu Naruto adalah teman yang baik. Malah karena pemuda berambut pirang itu lah mereka ber-enam menjadi teman. Siapa sangka tiga pria penyendiri, pendiam dan stoic berkumpul menjadi teman baik hanya karena pemuda pirang bersikeras mengganggu dan tak membiarkan mereka sendirian.
Ino menatap teman-temannya. Sakura tak peduli selalu gagal ia tetap mengejar Sasuke. Naruto Anak yang waktu SD di tolak dan dibully, kini jadi anak yang populer. Gaara, Sai dan Sasuke punya masalah mereka sendiri dan Ino. Dia selalu menghindari risiko, konfrontasi, bermain aman. Hanya karena tidak ingin riak besar dan badai melanda dirinya.
Mungkin teman-temannya benar. Ia tak akan pernah berkembang bila terus menerus menghuni zona aman. Apakah itu yang kurang dari hidupnya? Meski tampak sempurna dia merasa semuanya datar dan membosankan. Dia butuh petualangan yang akan mengajarkannya bagaimana menjadi orang dewasa.
"Eh ngomong soal ujian masuk, Bagaimana bila kita bersenang-senang dulu sebelum kita dipaksa belajar terus." Usul Naruto.
"Apa idemu?" Sakura menghabiskan dessert pudingnya.
"Pesta, Orang tuaku pergi keluar kota akhir pekan jadi kita bisa menggunakan rumah sesukanya. Apa kalian akan datang?" Tanya Naruto pada Gadis-gadis itu.
"Aku rasa tidak Naruto, Ayahku tak akan mengizinkanku keluar malam." Ungkap Ino.
"Cih, Membosankan sekali kau Ino. Mengapa kau bisa jadi gadis paling populer."
"Simple, Karena dia pirang, cantik berdada montok dan anggota klub pemandu sorak." Ucap Gaara bercanda.
"Huff, Tipikal laki-laki, Apa aku perlu mengencani salah satu dari kalian agar memenuhi stereotip cewek populer dan membully siswa lainnya seperti di film-film?"
"Sai atau Gaara tak keberatan berkencan denganmu. Malah mereka bertaruh siapa yang akan menjadi pasanganmu di pesta dansa kelulusan." Celoteh Sasuke.
"Benarkah?" Mata Ino menyipit menatap Gaara dan Sai yang tampak gelisah.
"Jangan-jangan salah satu dari kalian yang meletakan rangkaian bunga di meja Ino." Ledek Sakura.
"Tentu saja tidak, aku tak akan pernah melakukan hal konyol seperti itu." Sai menggeleng menolak tuduhan Sakura.
"Paling salah satu dari penggemar gilamu" Komentar Gaara.
Bel pun berbunyi menandakan jam istirahat berakhir. Mereka semua kembali ke kelas masing-masing. Ino mencoba menahan kantuknya melewati jam demi jam hingga waktunya pulang.
.
.
Ino berguling-guling di kasurnya yang tertutup bed cover berwarna lavender, gadis itu mengenakan t-shirt dan celana pendek katun. Hari ini libur dan Ino bosan terus menerus belajar. Ia akhirnya memutuskan menghabiskan waktu menonton drama korea yang membuatnya meneteskan air mata. Cinta tampak indah dan mengharukan di film-film dan komik yang dia baca tapi gadis yang baru saja berusia tujuh belas tahun itu tak pernah mencicipi yang namanya musim semi. Ino tak pernah naksir pada siapa pun. Meski banyak cowok-cowok keren nan ganteng mengelilinginya.
Ino selalu berpikir bila ia menikah nanti pasti untuk alasan kepraktisan. Jadi dia merasa tak ada gunanya jatuh cinta karena pada akhirnya calon suaminya akan dipilihkan oleh ayahnya. Ino tak butuh perasaan sentimental yang akan mengaduk dan menguras emosi serta mentalnya karena fokusnya adalah mempersiapkan diri untuk mengemban tugas sebagai calon CEO Yamanaka grup. Bukankah Ino telah bersikap dewasa dengan mengambil alih tanggung jawabnya.
Menjelang Sore Sakura meneleponnya. "Pig, Ayo kita pergi ke pesta Naruto. Aku akan menjemputmu."
"Baiklah, tapi aku hanya akan tinggal sampai jam sembilan. Ayahku tak suka melihatku pulang malam."
"Oke, aku jemput jam setengah tujuh."
Ino menatap jam dinding, dia punya waktu satu setengah jam untuk bersiap-siap dan bodohnya Ino lupa bertanya pada Sakura harus memakai pakaian apa karena ia tak pernah menghadiri pesta-pesta macam ini.
Gadis itu mandi dan membuka lemarinya menatap deretan pakaian dan sepatu yang ia miliki. Ino suka fashion dan belanja bisa dipastikan dia memiliki koleksi yang banyak. Ino mengambil skinny jeans dan blouse chiffon berwarna ungu. Dia mencobanya dan merasa penampilan itu terlalu feminin dan dewasa untuk pesta anak-anak SMA. Akhirnya dia mengambil rok mini, crop top dan keds kanvas. Kemudian menata rambutnya Lalu mengaplikasikan make up. Dia terlihat sexy pastinya. Ayah Ino tak pernah menilai penampilan putrinya. Ia memberi banyak kebebasan di bidang itu.
Sakura tiba mengendarai ford mustang classicnya. Ino menggelengkan kepala dengan kecintaan Sakura pada Mobil tua.
Ino turun dari kamarnya di lantai dua. Menyambut temannya. "Sakura kau yakin benda ini tak akan mogok?, Aku bisa mengambil mobilku."
"Ayolah Ino, duduk tak usah khawatir mobilku dirawat dengan baik, Meski mobil ini dibuat tahun tujuh puluhan. Kondisinya prima. Apa orang tuamu ada?"
"Ino menggeleng. Ayah pergi bersama rekan bisnisnya dan Ibu sepertinya rapat di Yayasan."
Gadis berambut pirang itu duduk di kursi penumpang. Mobil sedan merah tanpa atap itu melaju membelah jalanan kota Konoha menuju kediaman Uzumaki. Udara hangat di hari senja membelai pipi dan mengibaskan rambut panjang Ino yang terurai.
"Pig, Ikat rambutmu. Nanti kusut kena angin."
"Bisa aku sisir lagi kok." Jawab gadis itu tak peduli.
Musik tropical Trap mengalun dari stereo. Senyum Ino mengembang menikmati perjalanan. Sakura menekan pedal gas lebih dalam melintasi jalanan sepi. Gadis itu juga tersenyum. Musim panas terakhir mereka di SMA, she feels so young and wild and free.
Sakura memasuki mansion Uzumaki. Rumah bergaya modern terdiri dari dua lantai. Terdapat kolam renang dan gazebo di halaman belakang. Ino melihat mobil-mobil yang dia kenal sudah terparkir di halaman.
"Ino, Apa kau berniat untuk menghabiskan masa SMA begini saja?"
"Apa maksudmu?"
"Kita tak pernah pacaran, Apa lagi ciuman padahal teman-teman kita yang lain bahkan sudah melakukan hal-hal yang lebih. Apa kau tak ingin tahu?"
"Tentu saja aku ingin tahu rasanya berciuman atau sekedar berjalan berpegangan tangan tapi aku tidak tertarik dengan siapa-siapa."
"Apa kau tak mau memikirkan untuk mencoba pacaran dengan Gaara atau Sai? Mereka cukup Ok."
"Yang benar saja Sakura, Gaara itu playboy. Bisa-bisa baru jadian aku sudah kehilangan keperawananku. Kalau Sai, apa kau dengar dia digosipkan Gay?"
"Ternyata Nona sempurna suka gosip juga. Apa benar-benar tak ada yang menarik perhatianmu?"
"Aku rasa ada, Aku menyukai Kakashi-sensai"
Mulut Sakura ternganga akibat terkejut. Sekian tahun mereka berteman gadis berambut pink itu tak menduga Ino menyukai Kakashi, "Tapi Ino Kakashi-Sensai sudah punya pacar."
"Aku tahu, Aku hanya mau bilang. Aku suka pada pria dewasa bukan anak-anak labil seperti kebanyakan cowok-cowok di sekolah."
"Aku baru tahu seleramu ternyata Om-om. Pantas saja tak tertarik pada empat pangeran tampan Konoha."
"Eh Forehead, Memang kau mau aku juga naksir pada Sasuke?"
"Tentu saja tidak. Sainganku sudah banyak."
Sakura memencet bel dan dia disambut sang tuan rumah Naruto.
"Aku senang kalian datang, Belum ramai sih, Mungkin anak-anak lain akan datang nanti."
Kedua gadis itu masuk. Suara musik membahana dari stereo. Di meja terdapat banyak botol minuman termasuk minuman beralkohol. Beberapa anak terlihat sibuk bercengkerama atau bercumbu dengan kekasih mereka di pojokkan.
"Oh wow, Kau menggarap pesta ini dengan serius." Ino menatap sekelilingnya dengan takjub. Ini pertama kalinya dia datang ke pesta. Sepertinya akan menyenangkan.
"Iya, Aku dibantu Gaara. Ini pesta terakhir kita sebelum belajar keras untuk ujian, bukankah kita harus Work hard and play harder."
"Hai." Gaara muncul dengan sebotol bir di tangannya untuk menyapa mereka. Dia terlihat menggiurkan dengan Jeans gelap dan T-shirt hitam yang menempel ketat di tubuhnya. Gaara memang cowok dengan daya tarik tersendiri, Rambut merah, Tato di keningnya dan eyeliner yang menghiasi mata hijau kebiruannya membuat pemuda itu tampak berbahaya. "Ino, Sakura kalian terlihat smokin hot."
"Terima kasih Gaara, Meskipun aku terlihat cantik, percuma saja. Tuan Uchiha tak juga berpaling padaku."
"Lupakan saja Sasuke. Kau bisa jadi pacarku Sakura. Kebetulan aku sedang Jomblo." Pemuda itu menyeringai menawarkan diri tanpa malu-malu.
"Smooth, Gaara. So Smooth, Jangan menggoda gadis-gadis polos." Sakura pura-pura cemberut.
Naruto tertawa terkekeh, "Kau polos Sakura?, Mungkin ketika kau masih bayi."
Tinju Sakura melayang ke pipi pemuda pirang itu, "Berani meledekku lagi, Aku akan mematahkan rahangmu."
"Ouch, Ok..Ok."
"Apa kalian mau minum? Ambil saja sendiri di meja dapur."
"Bagaimana kau mendapatkan minuman beralkohol? Kita semua masih di bawah umur." Mata Ino menyipit melihat Bir di tangan Gaara.
"Mudah, Aku menyuruh Temari membeli Beer, Sedangkan yang lain aku jarah dari koleksi minuman ayahku. Sasuke dan Sai sedang bertanding billiar di belakang."
"Aku heran mengapa kau suka membuat masalah dengan ayahmu Gaara?"
"Karena aku suka konfrontasi."
"Kau memang agresif dalam segala hal ya." Komentar Ino.
Tiba-tiba Saja Gaara sudah berdiri begitu dekat. Pemuda itu menunduk berbisik dengan sugestif di telinga Ino, "Mau mencoba keagresifanku Ino?"
Ino mendorong Gaara, " Aku sudah mengenalmu terlalu lama untuk jatuh pada trik murahanmu." Gadis pirang itu menyeringai. Ia tahu Gaara hanya menggodanya.
"Oh, Kau membuatku sakit hati, Ino." Ucap pemuda itu dramatis.
Ino memutar bola matanya melihat kelakuan Gaara, "Aku mau menyapa yang lain dulu"
"Oke, Enjoy the party ladies."
.
Ino dan Sakura memutuskan untuk mengambil segelas jus jeruk di dapur dan mencari meja billiard. Dua pemuda berambut hitam tampak sangat serius menyodok bola bergiliran. Di kursi juga ada Shikamaru yang sedang duduk memangku Temari.
"Siapa yang unggul?" tanya Ino iseng. Sambil melihat bola yang tersebar di meja berwarna hijau itu.
"Tentu saja aku." Jawab Sasuke sombong.
"Kau hanya unggul sedikit. Bila aku bisa memasukkan bola tujuh. Poin kita sama." Pungkas Sai kesal.
"Ino, Kau datang? , Apa paman membiarkanmu keluar hingga larut?" Shikamaru berdiri menyambut Ino begitu pula Temari.
"Mana mungkin Shika, Sebelum jam sepuluh aku dan Sakura sudah harus cabut dari sini."
"Hai Ino." Temari menyapa mantan juniornya di klub pemandu Sorak.
"Temari-Senpai, Lama tak bertemu. Bukannya kau sibuk dengan kuliah.?"
"Tentu Saja, Aku sengaja meluangkan waktu untuk bertemu pacar bodohku ini. Aku merasa tua bergabung dengan pesta anak-anak SMA dan lebih aneh lagi punya pacar masih SMA"
"Mentang-mentang sudah kuliah kau merasa dewasa sekarang Temari senpai."
"Secara hukum aku sudah dewasa. Sudah boleh membeli rokok dan bir di supermarket. Mana Sakura?"
"Dia ke toilet. Sebentar lagi kesini."
Kedua gadis pirang itu duduk di kursi. Sakura datang bergabung. Sedangkan Shikamaru, Sai dan Sasuke asyik bermain billiard . Mereka bercakap-cakap tentang klub pemandu sorak karena Temari adalah ketua sebelum Ino. Entah bagaimana Kakak Gaara yang terkenal galak dan pemarah jadi pacaran dengan juniornya yang ogah-ogahan dan pemalas.
Sesekali Sakura melirik ke arah Sasuke yang membungkuk untuk menyodok bola. Hal itu tak luput dari perhatian Temari?
"Kau masih mengincar Sasuke?" tanya Temari pada gadis bersurai pink itu.
"Aku masih tak bisa melepaskannya. Dia cinta pertamaku."
"Cinta apa Obsesi Sakura?. Padahal banyak pria lain mengejarmu."
"Dan kau Ino. Apa kau sudah punya pacar?."
"Aku memilih untuk Jomlo. " Ucap gadis itu bangga.
"Bukan Temari, Ino hanya tak menemukan tipe favoritnya di sekolah."
"Memang seperti apa type cowok favoritmu"
Sakura menyela, "Ino suka om-om." Lalu gadis berambut pink itu tertawa.
"Ino, Sakura. Apa kalian mau tahu tempat hiburan orang dewasa? Aku bisa membawa kalian."
"Ke mana?" Ino ingin tahu.
"Night club, Kalian tahu See Vous play. Itu club baru yang trendi di Konoha. Besok kita ke sana."
"Tapi kami masih di bawah umur."
"Tenang Saja. Gaara dan Aku kenal pemilik dan penjaga pintunya. Kita akan bersenang-senang besok."
"Kedengarannya Seru."
"Tak apa-apa kita hanya keluar bertiga? Apa Shikamaru tak akan marah?"
"Nah, Dia lebih bahagia bila aku tak ada." Temari terkekeh.
Berpegang pada kata-katanya Ino pun pulang dari tempat Naruto pukul sembilan, ketika siswa-siswa lain baru datang dan melakukan hal-hal gila. Ia sendiri cukup merasa senang bisa mengobrol dengan teman-temannya dan mengalahkan cowok-cowok itu main billiard. Tadi dia juga iseng mencoba sedikit bir yang ternyata rasanya tak enak.
Ia pulang disambut ayah dan Ibunya. Yang kebetulan berkata harus pergi ke luar kota besok dan baru akan kembali hari senin. Artinya Ino akan sendirian di rumah hanya ditemani pelayan. Ino mengucapkan selamat malam dan membersihkan make-up dan menggosok gigi sebelum tidur. Lalu ia mencari info di internet tentang klub malam yang Temari sebutkan. Dia sadar pergi ke tempat seperti itu adalah tindakan yang tak patut, tapi jiwa remajanya ingin sekali-kali menjadi pemberontak.
Ino selalu bersikap patut dan taat. Ia mengerjakan tugas dengan benar. Pulang ke rumah sesuai jam malam. Mengikuti les-les yang diinginkan orang tuanya, tidak berpacaran di saat sekolah. Ia melakukan segala yang diminta untuk memenuhi harapan menjadi seorang putri Inoichi Yamanaka. Hanya dia juga merasa membutuhkan sedikit hiburan dan kelonggaran di kala dia merasa stres dan tertekan tapi ia terlalu takut untuk beraksi untuk memenuhi keinginannya karena ia tak ingin sedikit noda hitam akan menghancurkan image yang dia buat.
Tekadnya sudah bulat untuk keluar malam memuaskan keingintahuannya. Sekali ini saja ia ingin melakukan hal-hal gila yang tak akan pernah dilakukan Ino yang sempurna. Ia akan berbohong pada ayahnya dan pergi ke tempat yang tidak mengizinkan remaja lewat. Bila ia menunggu setahun lagi tentu saja ia bisa mengunjungi semua tempat hiburan malam. Tapi ada godaan tersendiri untuk melakukan hal-hal yang terlarang.
Ino tersenyum, Sekali saja ia ingin bersikap liar dan nakal. Setelah itu ia akan kembali memainkan perannya. You life only once, do whatever you want to do.
Ino begitu excited. Begitu ayah dan Ibunya pergi ke bandara. Gadis itu langsung menelepon Sakura dan Temari. Ketiganya memutuskan untuk menghabiskan hari bersama untuk shopping, makan siang dan perawatan di Spa. Uang tak pernah jadi masalah buat mereka. Orang tua mereka memberi uang saku dengan dermawan.
Ino mengoleskan lipstik berwarna merah di bibirnya dan melihat pantulan wajahnya di cermin. Ia tak terbiasa melihat dirinya menumpuk begitu banyak make up tapi Temari meyakinkannya ia perlu tampak berbeda. Gaun hitam backless selutut membalut tubuhnya dengan elegan. Terakhir dia mengenakan anting panjang. Menyemprotkan parfum favoritnya jasmine noir dan menyempurnakan penampilannya dengan strap heels 7 senti. Ia tak ingin memakai heels yang lebih tinggi karena Ino ingin menari. Untuk apa ke night club bila tak menari. Kedua temannya juga sudah selesai berdandan.
"Ayok berangkat." Ajak Temari.
Ino tampak gelisah, hal tersebut tak luput dari perhatian Sakura. "Ada apa denganmu Ino?"
"Aku hanya khawatir. Apa mereka akan mengizinkan kita masuk. Kita masih di bawah umur."
"Tenang saja Ino ada aku. Lagi pula kalian tak terlihat seperti remaja."
"Ya, Ya.. Make up setebal ini membuat aku terlihat tua." Ino berseloroh.
"Aku rasa kau gugup karena pertama kali melakukannya. Berbohong pada ayahmu untuk bersenang-senang."
"Memang kau tak gugup Sakura?"
"Tidak sepertimu Pig, Aku ini ratu pesta. Ketika kau tak pernah hadir di pesta-pesta gila anak sekolah kita. Aku selalu di sana."
"Dan kau masih jomlo dan perawan, Ratu pesta macam apa itu." Ujar mengolok-olok Sakura.
Mobil menepi di pinggir jalan, Lampu Neon berwarna terang dengan nama dan logo Club itu menyambut mereka. Terdapat antrean pajang di depan pintu masuk. Ino tak menyangka club ini begitu populer bahkan tak semua orang bisa jadi pengunjung.
"Uh, Apa kita akan mengantre juga?" Sakura mengernyit membayangkan harus berdiri di tengah-tengah antrean yang mengular.
"Ikuti saja Aku." Temari melangkahkan kakinya yang bersepatu boots. Melewati orang-orang yang mengantre langsung menuju pintu masuk. Hanya dengan melihat wajah gadis itu saja. Penjaga pintu membiarkan mereka masuk tanpa bertanya. Gadis yang paling tua itu pun menyelipkan selembar uang di tangan sang penjaga pintu.
"Oh, Wow, Begitu saja?" Ino bingung mengapa mereka bisa lewat tanpa mengantre.
"Itulah enaknya jadi ViP. aku dan Gaara sering kemari. Tempat ini sering di kunjungi selebriti dan orang-orang kaya di Konoha." Jelas Temari.
Ino memandang dengan takjub ke sekelilingnya. Lighting, musik dan atmosfernya terasa menyenangkan ia sudah tak sabar ingin bergoyang.
"Temari, Apa kau pikir Gaara dan yang lainnya akan datang kemari?"
Gadis itu mengangkat bahu, "Aku memberitahu Shika dan Gaara rencana kita. Tapi aku tak mengundang mereka untuk datang. Barangkali mereka muncul nanti. Ayolah Sakura ini ladies Night. Hanya para gadis yang ingin bersenang-senang. Apa kau berharap Sasuke muncul disini dan kau bisa pamer betapa cantiknya dirimu."
"Tidak begitu juga sih."
"Ayo cari minum dulu. Malam baru dimulai."
Kedua gadis itu mengikuti Temari seperti anak itik menuju Bar dan membiarkan gadis suna itu memesankan mereka minuman.
"Ayo bersulang, Untuk malan yang gila dan menyenangkan."
"Cheers." Tiga gelas berdenting.
"Yang Jomlo silakan pilih-pilih dulu." Ucap Temari.
"Memang kita sedang dipasar?"
"Lihat saja, di kiri kanan banyak cowok keren. Sayang aku sudah punya Shikamaru. Mungkin aku lihat-lihat saja. Rasanya seperti pergi ke mall di kala tak punya uang." Temari pura-pura kecewa.
Tingkahnya di sambut tawa rendah Ino dan Sakura.
.
.
Itachi Uchiha duduk di sofa kulit hitam. Menatap ke lantai dansa dengan rasa tak tertarik. Ia menelan Bourbon-nya dengan sekali teguk. Mempertanyakan mengapa dirinya berada di sini. Dia lebih memilih untuk pulang ke apartemennya yang nyaman untuk beristirahat setelah stres dan lembur yang panjang di kantor daripada duduk tak jelas di klub yang berisik dan ramai ini.
Ini semua ide Kisame yang menyeretnya dengan paksa kemari di tambah lagi dia di kelilingi oleh anggota geng Akatsuki yang mulutnya pada usil semua. Dia menyesal bergabung dengan kelompok tak jelas seperti ini.
"Itachi, Mengapa kau bermuka masam begitu. Kami mengajakmu kemari untuk melepas penat. Bukan untuk menambah keriput di wajahmu."
"Sabar Kisame, Beberapa gelas lagi Itachi akan berhenti menjadi begitu tegang atau mungkin dia butuh lebih dari sekedar alkohol untuk menghilangkan ketegangannya." Konan dengan santainya duduk di antara Yahiko dan Nagato.
"Apa maksudmu Konan?"
"Mungkin kau butuh seks Itachi, kami tak ingat kapan terakhir kali kau mendapatkan sedikit aksi dari lawan jenis."
"Aku terlalu sibuk untuk bermain-main dengan wanita." Pria itu menggoyang-goyangkan gelasnya berharap es batu di dalamnya mencair lebih cepat dan membuat minumannya lebih mudah di telan.
"Aku mengerti, bekerja di bawah arahan Madara dan Fugaku tentunya menyiksa. Bahkan Jenius sepertimu saja kesulitan memenuhi harapan mereka. Tapi Itachi rehatlah sejenak. Apa kau tak merasa lelah dengan semua tekanan itu."
"Tentu saja, tapi aku tak akan puas bila pekerjaanku tak selesai dan sempurna." Jawabnya singkat.
"Itachi aku jamin sikap perfeksionismu akan menyulitkan dirimu sendiri."
"Kau salah Nagato, Dengan jadi perfeksionis aku merasa terus menerus berkembang menjadi lebih baik."
"Tapi tak akan menolongmu untuk mendapatkan wanita, kau benar-benar menyia-nyiakan karisma Uchiha dan wajah tampanmu." Seloroh wanita berambut ungu itu.
Pandangan mata pria berambut hitam itu terpaku di seberang ruangan. Duduk di meja bar dia menemukan gadis yang penampilannya mampu memukau dirinya. Selama beberapa detik dia tak berkedip dan fokus menatap gadis berambut pirang yang tampak tertawa-tawa dengan teman-temannya.
"Sepertinya Itachi menemukan sesuatu." Suara Nagato mengembalikan fokusnya pada rekan-rekannya.
"Yeah, Dia menatap salah satu dari gadis-gadis yang duduk di bar"
"Mengapa kau tak ke sana dan mengajaknya berkenalan? Atau jangan-jangan kemampuanmu sudah karatan." Ejek Kisame.
"Mau bertaruh Kisame, Aku akan mendapatkan gadis itu."
"Aku bertaruh dua puluh ribu yen, Kau pulang dengan tangan hampa."
"Begitu."
"Kami akan di sini akan menertawaimu bila kau ditolak."
"Kisame, Jangan remehkan kemampuan seorang Uchiha." Dia berdiri dan melangkah penuh determinasi ke arah Bar di mana gadis yang menarik perhatiannya berada.
.
.
"Ino, Kau tak ikut menari?" Ajak Sakura.
"Aku duduk di sini saja." Ino masih belum ingin beranjak dari tempatnya. Dia mengobservasi sekelilingnya dengan penuh minat. Dalam pikirannya klub malam selalu identik dengan mabuk-mabukan, seks bebas, Narkoba dan prostitusi tapi ia salah. Semua itu tergantung lagi pada individunya dan pilihan masing-masing. Pilihan tersedia bukan berarti dia harus mengambilnya. Semua kembali pada kontrol diri.
Dia bisa menikmati tempat ini tanpa perlu menjadi mabuk atau high. Ino menatap gelas champagne di tangannya. Temari bersikeras agar dia mencobanya dan Ino menyukai minuman bergelembung itu. Meski ketika setengah gelas telah habis membuat badannya terasa ringan. Sekarang ia memikirkan apa hal baru yang harus dia coba. Mungkin dia bisa berkenalan dan flirting dengan seseorang. Baru saja dia memutuskan untuk men- scan sekelilingnya. Seorang pria sudah duduk di kursi yang di tinggalkan Sakura.
"Halo Nona, Boleh aku membelikanmu minum?"
Ino merasa tegang. Dia sering disapa dan diajak berkenalan oleh siswa laki-laki. Tapi ini berbeda. Yang mendekatinya kali ini adalah pria dewasa. Ino tetap bersikap tenang tak mungkin pria itu akan macam-macam dengannya di tempat seramai ini.
"Ah, Terima kasih. Tapi gelasku masih penuh." Jawab Ino menunjukkan gelasnya dan tersenyum sopan. Dia memperhatikan pria itu dengan saksama. Rambut hitam, sepasang mata onyx yang gelap, rahang maskulin dan wajah rupawan. Ino tak bisa menebak berapa umur pria itu. Tapi dia enak dilihat.
"Boleh aku berkenalan denganmu?" Pria itu sedikit mencondongkan tubuhnya pada Ino dan mengulurkan tangannya. "Aku Itachi."
Merasa tak sopan menolak, Ino menjabat tangan pria itu.
"Aku Ino, senang berkenalan denganmu." Ino merasa pria itu menggenggam tangannya terlalu lama.
"Aku menyukai senyummu."
Ino seratus persen yakin pria itu sedang flirting dengan dirinya. Ini benar-benar pengalaman baru. Pria dewasa tertarik dengan dirinya. Sepertinya situasi ini harus dia manfaatkan dengan baik.