Sinar matahari pagi yang cerah membuat aku yang kerap disapa 'Si Emo Bersurai Hitam' semakin mendekap kan diriku kedalam selimut tebal yang sekarang kurasa malah terlihat seperti ulat pohon, menggeliat ke kiri dan ke kanan mencari posisi nyaman sebelum aku bangkit dari tidurku, aku ingin hari ini cepat berlalu atau mungkin aku ingin segera pensiun saja dan menikmati masa tuaku, sepertinya aku sudah terlalu lelah dengan kehidupan dunia yang begitu rumit.

Perkenalkan. Aku, Jeon Wonwoo. Hanya anak yang baru lulus SMP, sekarang adalah waktu dimana aku akan memulai hari baru dengan kehidupan SMA yang menurut sebagian orang adalah masa-masa indah yang tidak pernah terlupakan, aku bahkan bertanya-tanya, masa-masa seperti apa yang mereka anggap tidak pernah terlupakan? Saat SMP saja aku tidak merindukan momen apapun yang ada hanya banyaknya masa sulit yang kuhadapi saat SMP. Tapi aku ingin tahu apakah masa di SMA ku kali ini akankah sesulit masa di SMP?

Entahlah. aku tidak mau menebaknya sekarang.

Aku adalah tipe orang yang pendiam dan cenderung melakukan apapun sendiri, bukannya aku anti sosial atau semacamnya hanya saja aku tidak ingin banyak bicara dengan orang lain dan sangat terbiasa melakukan apapun sendirian, saat SMP saja temanku bisa dihitung pakai jari. Ya, hanya jari tangan. mungkin sebelah tangan saja, tangan yang satunya simpan saja. karena sebelah tangan yang dipakai pun masih ada sisa.

Menyedihkan? huh? tenang saja, aku sudah biasa.

Karena aku sangat nyaman saat bergaul dan sekedar ngobrol dengan beberapa teman yang dekat denganku, tapi hanya yang dekat. Jangan pernah tanyakan padaku ada berapa teman laki laki ku atau mungkin teman perempuan? sebenarnya ada tapi kami benar-benar tidak dekat, mungkin itulah sepenggal cerita tentang kehidupan masa SMP ku, sekarang adalah saatnya menatap masa depan untuk yang lebih baik lagi kedepannya, ya masa SMA.

.

.

.

-SECRET ADMIRER-

.

.

.

Hari ini adalah hari pertamaku masuk SMA, aku tidak ikut MOS (Masa Orientasi Siswa) karena kesehatanku yang saat itu sedang memburuk dan akhirnya aku tidak mengikuti MOS. Ditambah aku belum mengenal satupun anak anak dari kelasku, bahkan lebih diperparah lagi ketika aku sendiri tidak tahu dimana letak kelasku.

masa MOS seharusnya jadi masa-masa berkenalan dengan teman baru, tapi bagaimana dengan aku yang tidak mempunyai teman karena wajahku yang dinilai sangat dingin dan angkuh, banyak yang bilang seperti itu padaku. aku tidak tahu di bagian sisi yang mana yang mereka nilai dingin dan angkuh. aku pikir aku hanyalah anak laki-laki biasa dan sangat normal, sama seperti anak-anak yang lain.

Aku sering sekali bercermin memperhatikan bentuk wajah diriku di pantulannya. Menurutku tidak ada yang aneh, memang terlihat sedikit dingin dan tajam tapi tidak angkuh seperti yang kebanyakan orang lihat. Mereka seharusnya melihat dari sisi yang lainnya. Aku ini baik, hanya saja aku tidak ingin kebaikan yang aku berikan dimanfaatkan oleh orang lain, jadi mungkin aku seperti berhati-hati, dan itu sebabnya banyak oorang yang menilai diriku ini dingin dan angkuh.

.

.

.

Pagi itu, semua dimulai ketika gerbang sekolah terbuka lebar anak anak berjalan dengan penuh suka cita dan berbondong-bondong berjalan menyusuri sekolah, berbeda denganku yang hanya menunduk seperti orang mencari koin jatuh, ingin rasanya aku sakit lebih lama lagi agar aku tidak perlu sekolah. Aku benci sekolah, kalau aku boleh jujur.

BRUKKK

Tanpa sadar aku menabrak seseorang didepan ku, aku mengerjapkan mataku beberapa kali sambil menatap wajah orang yang mulai menoleh kearah ku. Entah dorongan darimana, aku tidak berani menatapnya, aku memejamkan mataku begitu rapat hingga gelap menyelimuti pandanganku.

"Maaf—" Aku membuka mata dengan sangat perlahan, aku menutup mata karena takut orang itu akan mengumpat padaku atau menghakimi diriku lebih dalam nantinya. Tapi ternyata orang itu—secara harfiah sama sekali tidak seperti itu.

Dia meminta maaf lebih dulu, dan hey dimana rasa perikemanusiaan diriku pergi? Ini bukan seratus persen salahnya karena aku tidak akan menabrak nya juga jika aku tidak berjalan menunduk dan bermain dengan pikiranku.

"Ah—iya maaf juga, aku tidak memperhatikan jalan" ujar ku dengan cepat membalas permintaan maaf lelaki di depanku ini.

Orang itu tersenyum canggung, deretan giginya, hidungnya, bahkan tingginya bukan main-main.

Apakah ada artis yang mengejar ilmu disekolah yang sama denganku? Kalaupun ada, salah satunya pasti laki-laki di depanku ini. Setelahnya dia berlalu pergi setelah sebelumnya sedikit menunduk padaku dan juga sedikit tersenyum.

Kalau boleh jujur, orang yang meminta maaf padaku beberapa saat lalu sangatlah menawan wajahnya mulus tanpa cacat setitik pun dan tubuhnya tinggi, tidak ketinggalan dengan tubuhnya yang besar—mungkin dia berotot— tubuhnya dibalut seragam yang tampak sangat pas untuk ukuran tubuhnya. Kalau aku boleh beropini, Dia tampan.

Apa dia artis? Atau malaikat? Kalau seandainya aku boleh bertanya.

Setelah laki-laki itu menghilang sebuah pikiran muncul di pikiranku, ada sebuah harapan. Harapan seperti 'Ayo berteman', 'Ayo mengobrol lebih sering' dan yang lainnya. Bodoh? Tentu saja. Mana ada di zaman sekarang seseorang yang berkenalan seperti itu.

Berkenalan?

Aku hanya memikirkan tentang laki-laki itu. Bahkan aku belum sempat mengenalnya. Dia siapa? Rumahnya dimana? Apa makanan kesukaannya? Seketika semua pertanyaan beruntun muncul di pikiranku. Aku hanya mengusap rambutku yang diterbangkan angin, aku sudah menatanya untuk waktu yang lama. Tidak akan kubiarkan hancur karena angin.

Aku mulai melangkah lebih dalam lagi masuk kedalam ruang lingkup sekolah. Sebenarnya sekolahku tidak terlalu luas tidak juga dibilang sempit. Ukuran standar sekolah-sekolah di Korea.

Aku rasa cukup nyaman karena sejak berjalan dari gerbang sekolah. Aku sudah melihat banyak sekali bunga. Walaupun sebenarnya aku tidak terlalu suka bunga, tapi lebih baik daripada hanya melihat hijau rumput sejauh mata memandang.

Sekarang disinilah aku berdiri. Berhenti. Dan bertanya-tanya. Aku merasa tersesat.

Dimana kelasku? Batinku, yang aku tahu adalah aku anak kelas 10-10. Karena sebelumnya Ibuku menelpon pihak sekolah perihal absennya diriku yang tidak mengikuti kegiatan MOS. dan informasi yang ibuku dapatkan adalah aku berada dikelas 10-10. Hanya itu.

Sebelumnya aku melihat laki-laki yang aku tabrak tadi, dia melangkah kearah salah satu anak tangga dan menaikinya. Tapi aku tidak mungkin mengikutinya bukan? Karena mungkin dia adalah seorang senior atau mungkin dia satu angkatan denganku? Tapi hanya beda kelas. Bisa jadi.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku pelan, dan berhenti di sampingku dimana aku berdiri sekarang.

"Wonwoo?" sapa orang tersebut.

Aku segera menolehkan kepalaku kearahnya dan menemukan seorang laki-laki. Dia teman lamaku saat SMP dulu, dia orang yang sangat berisik bahkan bisa dibilang tingkat kewarasannya buram, aku selalu berada dikelas yang sama dengannya saat SMP dulu, aku mengenalnya cukup dekat karena aku sering kali mengobrol dengannya dan makan di kantin bersamanya, kami juga selalu satu meja.

"Soonyoung? Jadi kau sekolah disini juga?" Tanyaku agak senang, karena akhirnya sekarang aku tidak merasa sendirian.

Soonyoung mengangguk bangga dan merangkul bahuku. "Jeon Wonwoo, sepertinya kita akan selalu bersama selama beberapa tahun ini, saat SMP dan SMA. Wah seharusnya kita lebih dekat lagi dan menjadi sahabat" ujarnya, jujur aku tidak terlalu ingin mendengarnya karena sekarang aku hanya ingin tahu dimana kelasku berada.

"Jadi, kau ada dikelas mana?" Tanyanya. Aku menatap Soonyoung. "10-10, itu dimana? Kau tahu?" Tanyaku kemudian.

"Wah kalau begitu kita bertetangga, aku 10-9, ayo aku antar" ajaknya. Aku dan Soonyoung melangkah beriringan menaiki anak tangga yang sebelumnya dinaiki oleh laki-laki yang aku tabrak beberapa menit yang lalu.

Hingga akhirnya aku sampai di kelasku, Soonyoung dan aku berpisah, aku menarik nafas dan mulai memasuki kelas, kelasnya sangat bersih dan lumayan sejuk, ramai akan tawa dan candaan yang terpatri dari wajah-wajah ceria yang mendiami kelas itu.

Aku menyusuri setiap meja, tapi semua kursi sudah terisi oleh anak-anak hanya ada satu kursi dipojok kanan belakang akhirnya aku duduk di kursi itu.

Semoga hari ini akan baik baik saja. Ujar ku dalam hati.

.

.

.

Bel istirahat berbunyi, aku keluar kelas tanpa berniat menuju kantin, tujuanku adalah perpustakaan aku berkeliling mencari perpustakaan sampai akhirnya aku menemukannya.

Sepi.

Itu kesan pertama saat aku masuk ke perpustakaan sekolah, tidak ada siapapun hanya aku dan satu pria penjaga perpustakaan yang sudah berumur.

"Bagaimana bisa tempat seperti ini dijadikan perpustakaan? Sangat menggelikan" umpatku dalam hati. Setelah melihat banyak buku yang berdebu dan rak-rak yang dipenuhi buku yang tidak sesuai dengan temanya.

Aku melihat temanya 'Bahasa dan Sastra' tapi beberapa buku yang terpajang adalah buku Matematika, Panduan lengkap menghafal mantra-mantra aritmatika dan hal-hal yang tidak masuk akal lainnya.

Akhirnya aku berbalik dan menuju kelas lagi,mood membacaku sudah hilang.

"Wonwoo!! Jeon Wonwoo!!"

=

TBC

=

Yuuhuu..

Ini adalah ff revisi dari Wattpadku dengan username yang sama, xhyoonx. mungkin kalian udah ada yang pernah baca ff secret Admirernya di WP? Nah ini adalah versi revisinya. Karena versi WP menurutku agak berantakan bahasanya. Jadi aku mau mengubahnya sedikit biar lebih enak dibaca aja gitu.

Aku juga pengen publish ff ini di ffn dan akhirnya kesampean wkwkw.

Untuk struktur ceritanya ada yang kutambahkan. Ada juga yang aku kurangi. Bahasanya kubuat jadi baku tapi ringan. Karena di WP bahasanya amburadul. Aku bahkan malu sendiri bacanya wkwkwkw jadi aku juga akan merevisi yang ada di WP nantinya.

Oh iya, review nya silahkan jika berminat. Boleh sampein kesan, pesan, saran, QnA. Apapun itu. Terus kalo ada typo atau ada salah penulisan mohon dimaklumi. Wkwkw

Itu aja cuap-cuapnya. Sampai bertemu dichapter selanjutnya. Babaiiii

Silahkan reviewnya. x