Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
Shelter © Porter Robinson
.
.
.
Pairing: Naruto x Rin
Rating: M
Genre: romance/family
Setting: dunia ninja
.
.
.
Sekuel dari "You Are My Shelter 2"
.
.
.
A Daughter For Naruto
By Hikasya
.
.
.
Chapter 1. Pergi lagi
.
.
.
Kejadian itu berlangsung sebelum Bulan jatuh ke Bumi.
Saat itu, Rin sedang merenungkan diri sambil duduk di beranda samping rumahnya. Malam yang indah, menemani kesendiriannya yang bersedih karena sesuatu yang mengusik hatinya.
Sudah dua tahun berlalu sejak ia menikah dengan Uzumaki Naruto, tapi belum dikaruniai seorang anak.
Beban itulah yang sedang ditanggungnya sekarang, dan Naruto turut memahami perasaannya itu.
Laki-laki berambut pirang itu berdiri di dekat pintu samping yang terbuka lebar. Wajahnya menampilkan duka yang suram.
"Rin-chan."
Gadis berambut merah muda gelap itu, tersentak dari lamunannya yang panjang. Ia menoleh. Naruto datang menghampirinya dan turut duduk di sampingnya.
"Kenapa kau belum tidur? Sudah lewat tengah malam lho."
"Aku belum mengantuk, Naruto."
"Lalu apa yang kau pikirkan sekarang?"
"..."
Rin terdiam. Kepalanya tertunduk. Wajahnya sangat suram. Sorot mata merah muda gelap itu meredup.
Wajah Naruto menjadi kusut. Ia meraih tangan Rin lalu digenggamnya dengan kuat.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan, Rin-chan," kata Naruto dengan nada yang lembut. "Cepat atau lambat, pasti kita akan mendapatkan anak. Jangan bersedih begitu. Tetaplah menjadi Rin-chan yang ceria."
Rin menoleh. Kedua matanya berkaca-kaca. Dengan cepat, ia merangkul pinggang Naruto.
"Naruto..."
"Sabar ya."
"Maaf, aku belum memberimu anak selama dua tahun ini."
"Tidak apa-apa. Jangan dipikirkan lagi."
"Maaf."
"Iya."
Naruto menepuk-nepuk pundak Rin. Rin berusaha menahan air matanya mati-matian agar tidak tumpah. Ia tidak ingin menangis di depan mata Naruto.
"Kalau begitu, kita berusaha lagi malam ini!"
"Eeeh?"
Naruto ternganga mendengar permintaan Rin. Rin melepaskan pelukannya dan menatap wajah Naruto lekat-lekat.
"Akukan baru saja tiba di rumah setelah menyelesaikan misi dari desa Suna."
"Selama itu, kita berpisah, kan?"
"Cuma seminggu kok."
"Dan kau tidak merindukan aku selama di sana?"
"Tentu, aku merindukanmu."
"Pasti kau menginginkan aku, kan? Aku sudah siap itu."
Wajah Naruto memerah setelah Rin mengatakan itu. Rin merangkul lehernya dan mengecup bibirnya.
'Rin-chan...,' batin Naruto.
Ia pun membalas pelukan Rin. Hingga terjadilah adegan yang tidak dapat disorot.
Bulan purnama menjadi saksi atas cinta dua insan yang berbeda dunia itu.
.
.
.
Naruto terbangun ketika alarm alami tubuhnya yang membangunkannya. Ia membuka mata dengan cepat. Menoleh ke samping, tempat biasa Rin tidur bersamanya.
"Tidak ada," Naruto tersenyum. "Seperti biasa, dia pasti bangun lebih awal dariku."
Kemudian ia menyibak selimut kuning, dan turun dari ranjang. Hanya mengenakan celana boxer berwarna hitam, ia keluar dari kamarnya.
"Rin-chan!" panggil Naruto yang berjalan di lorong. Tujuannya adalah ke dapur.
"Ya," Rin tiba-tiba muncul dari kamar mandi. Ia melongokkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi yang sedikit terbuka. "Ada apa, Naruto?"
Naruto berhenti di mulut dapur, dan melihat Rin - kamar mandi berada di dapur.
"Ah, kau mandi ya, Rin-chan."
"Iya. Aku sudah membuat sarapan. Kalau kau lapar, makan saja dulu. Nanti aku menyusul."
"Tidak. Aku akan makan bersamamu."
"Kalau begitu, aku mau mandi dulu ya."
Rin akan menutup pintu, tiba-tiba Naruto mencegahnya.
"Tunggu, Rin-chan!"
"Uhm... Ada apa lagi?"
Rin memiringkan kepalanya ke kanan. Naruto berjalan ke arahnya dan langsung masuk ke kamar mandi.
"Naruto."
"Ayo, kita mandi sama-sama!"
"Tu-Tunggu, Naruto... Kyaaa!"
Tiba-tiba, Rin berteriak bersama suara benda yang jatuh ke air.
JBYUUUR!
Entah apa yang terjadi di dalam sana.
.
.
.
Naruto dan Rin sedang duduk berhadapan dengan dibatasi meja makan. Mereka sarapan bersama. Wajah mereka sama-sama memerah.
"Seperti biasa, makanannya sangat enak dan juga terima kasih buat yang tadi," kata Naruto yang tersenyum.
"I-Iya," sahut Rin yang juga tersenyum. "Kau semakin hebat saja, Naruto."
"Ya. Aku seorang ninja. Tentunya aku akan berusaha menyenangkan hati istriku, kan?"
"I-Iya."
"Semoga setelah ini, kau hamil, Rin-chan."
"Naruto...," Rin terharu lalu tersenyum lagi. "Iya. Semoga saja."
Naruto juga tersenyum. Ia melanjutkan makannya. Rin memperhatikannya dengan lama, sampai-sampai melupakan makanannya.
TOK! TOK! TOK!
Terdengar suara pintu yang diketuk. Naruto dan Rin kaget.
"Eh? Ada orang."
"Biar aku yang lihat."
Rin beranjak dari kursinya. Naruto memilih untuk melanjutkan makannya lagi.
Berjalan cepat ke ruang tamu, Rin pun berseru ketika pintu diketuk lagi.
"Sebentar!"
CEKLEK!
Pintu terbuka oleh Rin. Rin melihat ada dua orang bertopeng mengenakan pakaian khas ANBU berdiri di depannya.
"Selamat pagi, Uzumaki-san."
"Ya, selamat pagi. Kalian berdua adalah anggota ANBU, kan?"
"Benar sekali."
"Ada apa sehingga kalian datang ke rumahku sepagi ini?"
"Kami ingin bertemu dengan Uzumaki Naruto. Hokage-sama menyampaikan pesan khusus untuknya."
"Ya. Apa itu?"
Tiba-tiba, Naruto datang dan menghampiri mereka. Naruto berdiri di samping Rin.
ANBU bertopeng kucing yang menyampaikan pesan itu.
"Ada misi lagi untukmu, Naruto."
"Misi apa?"
"Untuk lebih jelasnya, kau temui Hokage-sama sekarang juga. Kami harus pergi untuk menyampaikan pesan ini pada yang lain. Permisi!"
Dua ANBU itu menghilang disertai kepulan asap. Meninggalkan Naruto dan Rin.
Hening.
Mereka berdua pun terdiam dan saling pandang.
"Sepertinya aku harus pergi lagi."
"Yaaah, padahal kau baru pulang semalam itu."
"Apa boleh buat. Itu sudah menjadi tugasku sebagai ninja."
"Aaah... Aku mengerti. Andai... Kita punya anak, pasti aku tidak kesepian selama kau pergi."
"Itulah resikonya menjadi istri seorang ninja sepertiku."
Naruto membelai puncak rambut Rin. Kepala Rin terangkat karena Naruto cukup tinggi darinya.
"Kalau kau kesepian, kau boleh menginap di rumah Sakura, Ino atau Hanabi. Tapi, kita lihat dulu siapa-siapa saja yang akan pergi melaksanakan misi itu."
"Iya."
"Aku mau ganti pakaian dulu. Lalu pergi ke kantor Hokage. Jangan kemana-mana. Tetaplah di rumah."
"Iya."
Naruto tersenyum. Rin juga tersenyum. Lantas Naruto bergegas pergi ke kamar untuk berganti pakaian.
Beberapa menit kemudian, Naruto sudah mengenakan pakaian khas ninjanya. Rambut pirangnya yang dahulu model jabrik kini dipotong pendek, memberi kesan gagah pada dirinya yang kini berusia 19 tahun.
Ia berdiri berhadapan dengan Rin di dekat pintu yang terbuka lebar. Senyuman manis terukir di wajahnya yang berseri-seri.
"Ingat, apa yang kukatakan tadi. Aku pergi sebentar saja. Nanti aku pulang secepatnya."
"Iya."
Rin mengangguk. Naruto memegang dua pipinya dan memberikan kecupan lembut di bibirnya. Mereka melakukannya dengan lama.
Setelah itu, Naruto melepaskannya. Rin menatapnya dengan lembut.
"Cepat pulang ya, Naruto."
"Iya."
Naruto mengangguk. Ia bergegas pergi dan berlari menuju ke jalan. Rin menyaksikan kepergiannya sampai hilang dari pandangan.
"Naruto... Entah kenapa perasaanku jadi tidak enak sekarang. Hueek..."
Rin tiba-tiba mual. Ia menutup pintu dengan cepat dan bergegas pergi ke kamar mandi.
Setibanya di kamar mandi, ia muntah-muntah. Perutnya menjadi tidak nyaman.
"Apa yang terjadi padaku?" gumam Rin yang tidak mengerti dengan semua ini.
.
.
.
BERSAMBUNG
.
.
.
A/N:
Hai, saya buat cerita bersambung khusus pairing Naruto x Rin lagi. Kali ini waktu ceritanya diambil pas terjadi bulan yang akan jatuh ke bumi (kejadian di Naruto The Last) tapi saya akan buat beda dari canonnya.
Setting cerita ini, Naruto dan Rin belum punya anak. Jadi, saya akan mengisahkan bagaimana perasaan mereka setelah mendapatkan anak setelah dua tahun menikah. Tentunya pasti ada bahagia dan ada sedihnya.
Oke, terima kasih buat kalian yang sudah membaca fic ini.
Rabu, 13 Juni 2018