~HAPPY READING~

Bandara adalah salah satu tempat yang tak pernah sepi. Banyak orang berlalu lalang. Beragam bentuknya. Ada yang tergesa-gesa, ada pula yang santai berjalan. Suara speaker memenuhi seluruh ruangan.

Ruang kedatangan kini penuh dengan manusia-manusia yang baru saja mendarat dari pesawatnya. Banyak ekspresi yang di keluarkan oleh para mantan penumpang tersebut. Tersenyum bahagia, berwajah sendu, ataupun biasa saja.

Salah satu dari ratusan orang di sana baru saja keluar melewati pintu yang menghubungkan ruang kedatangan dengan bagian luar bandara.

Gadis bersurai merah muda itu berekspresi sendu. Matanya membengkak, bekas air mata mengalir, wajah kusut, dan sejenisnya.

Sambil menggeret koper berwarna hijau muda miliknya, ia berjalan dengan cepat, tidak, ia berlari. Tak peduli orang-orang berbicara aneh-aneh tentangnya.

Namun kegiatan berlarinya terhenti lantaran ponsel yang ada di saku celananya berbunyi. Mengeluarkannya dari saku tersebut lalu meletakan di telinganya.

"Moshi-moshi. ... Ya aku sudah sampai di Kansai International Airport. ... Tidak, aku dijemput supir. ... Aku akan segera sampai."

Setelah memutuskan sambungan teleponnya. Ia kembali berlari dan pandangan matanya menangkap seorang pria dengan kertas bertuliskan namanya. Naik tanpa berpikir untuk memasukan kopernya dalam bagasi. Dan menyuruh si supir itu melaju menuju suatu tempat.

"Karin-neesan.."

/•/

Pemuda berambut raven mencuat keatas itu berakali-kali mengumpat sambil berdoa untuk seseorang yang sedang berjuang mempertahankan hidupnya. Ia mengemudikan mobil sportnya dengan kecepatan yang di atas batas wajar tanpa peduli keselamatan.

"S-Sial!!" Lagi-lagi ia mengumpat lantaran ramainya jalan dan membuatnya kesulitan mengemudi dengan kecepatan yang ia gunakan.

Perasaan pemuda itu sangatlah kalut. Hingga mobilnya itu bergerak dengan ugal-ugalan. Sang pengemudi tidak peduli dengan ramainya lalu lintas saat ini. Yang ia pikirkan hanyalah gadis bersurai merah yang selama ini mengisi hatinya.

Mendahului dari kanan ataupun kiri ia lakukan. Menerobos lampu merah juga dilakukannya. Hampir menabrak seseorang ataupun menabrak tiang listrik.

BRAAK!

Bukan hampir menabrak lagi. Kali ini pemuda berambut raven itu menabrak tiang listrik cukup keras. Bersamaan dengan itu, mesin mobilnya mati.

"Grr, sial!" umpat lagi.

Ia mencoba menstarter mobilnya. Namun nihil, tak terdengar suara mesin mobilnya. Lagi-lagi umpatan yang lebih kasar keluar tanpa sengaja di mulut pemuda itu.

Wajah pemuda itu berubah. Dari emosi menjadi sendu. Dengan perlahan ia menempelkan dahinya di setir.

"Karin..."

/•/

"Karin!" - "Karin-neesan!"

Koridor itu dipenuhi suara isakan tiba-tiba terisi dengan teriakan khawatir. Di sana, dipertigaan lorong, seorang pemuda dan seorang gadis sedang berteriak nama 'Karin'.

Mereka, si pemuda dan si gadis itu menoleh. Masih dengan wajah kalut. Mereka bertatapan cukup lama. Sampai akhirnya hal itu berakhir karena sapaan seseorang.

"Sasuke, Sakura." pemuda berambut merah berjalan kearah mereka. Keadaannya tak jauh berbeda dari si pemuda, Sasuke dan si gadis, Sakura.

"Sasori-niisan" lagi-lagi ucapan mereka keluar diwaktu yang sama.

Yang dipanggil mengerti akan apa yang dimaksud mereka. Tak lama, mata coklat itu berair. Disusul gelengan lambat dari kepala pemilik wajah imut itu.

Onyx milik Sasuke membulat sempurna. Air mata sudah berkumpul dipelupuk. Wajahnya pucat. Keadaannya lebih kacau.

Sakura tak bergeming. Ia masih berusaha mengumpulkan tenaganya setelah berlari-lari. Hingga akhirnya gagal, ia terjatuh dengan cepat hingga kepalanya membentur lantai.

Panik. Semua orang panik. Haruno Mebuki, sang ibu masih histeris karena kematian putrinya yang bernama Haruno Karin. Sekarang bertambah kalut karena sang putri yang lain berkeadaan tak baik.

Haruno Sasori, kakak tertua dengan sigap menggendong tubuh mungil adiknya. Membawanya ke tempat yang seharusnya.

Sasuke dengan keadaan yang buruk mencoba duduk di bangku sepanjang koridor.

"Jika kau sudah sembuh, aku berjanji akan menikahimu. Dan kita akan hidup bahagia, selamanya."

Janji itu tak lagi berlaku. Ia memang terlepas dari rasa sakitnya. Tapi ia tak lagi hidup. Ia pergi meninggalkannya.

Sasuke mengeluarkan kotak beludru berwarna merah itu. Membukanya lalu terlihatlah cincin yang indah.

Tapi bagi Sasuke, tidak ada yang istimewa dari cinicin itu tanpa Karin yang memakainya.

/•/

"Niisan, katakan padaku bahwa tadi kau hanya bercanda! Niisan bercanda kan?!" Sakura masih berteriak histeris di kamarnya. Sasori hanya menahan isakannya lebih kuat. Sungguh, sangat berat mengatakannya.

"Kumohon, Sakura. Tenanglah! Karin sudah tiada, mengertilah!" jelas Sasori sendu.

"BOHONG!!" teriaknya.

"BOHONG! BOHONG! BOHONG! Hiks, Karin-neesan. Hiks, Neesan." tangisnya pecah. Air mata tak terbendung lagi.

Sasori segera bertindak. Ia memeluk tubuh mungil adiknya. Dengan lembut, ia usap rambut pink favoritnya.

"Ssshhh, sudahlah. Karin tidak akan tenang jika kau menangis terus." Sasori menenangkan. Ia melepaskan pelukannya dan mulai menidurkan tubuh adiknya.

Gadis itu tertidur saking lelahnya. Matanya bengkak. Pasti karena menangis. Rambutnya berantakan, kantung mata menhitam, dan hal-hal buruk lainnya. Sasori menghela nafas.

/•/

"Sasuke." panggil Sasori pada pemuda berambut hitam kebiruan itu. Ia hanya melirik kecil, kemudian kembali menunduk. Sasori duduk disebelahnya.

"Hei, kau sama dengan Sakura." ujar Sasori pelan.

"Aku tau kau ingin berteriak seperti Sakura. Kau ingin menangis histeris. Kau juga ingin menumpahkan segalanya kepada seseorang kan?" lanjut Sasori dengan keadaan sama seperti Sasuke.

"Hn." gumamanlah yang diberikan Sasuke.

"Aku masih tak percaya dengan ini. Padahal aku berjanji akan menikahinya jika ia sembuh. Paling tidak sampai kondisinya membaik." ungkap Sasuke.

"Tapi kandas sudah. Dia sudah pergi."

"Hn, benar. Dan kau juga benar tentang aku ingin seperti Sakura tadi." ucap Sasuke jujur. Sasori tersenyum kecut.

"Tapi tidak bisa kan?"

"Hn, lidahku kelu. Aku tidak bisa berteriak atau menangis. Tapi, sungguh, aku sangat mencintainya. Aku-Aku sangat sedih." Sasuke mengangkat kepalanya menghadap dinding di sebrangnya dengan sendu.

/•/

"Operasinya gagal, tubuhnya tidak kuat untuk melakukan operasi. Itu yang membuatnya tak terselamatkan lagi."

Kini seluruh keluarga dan kerabat dari mendiang Haruno Karin berkumpul di rumah sakit. Mereka mendengar penjelasan dokter mengenai kematian Karin.

Tak ada lagi air mata. Hanya tatapan sendu yang ada. Mereka sudah lelah mengeluarkan air mata.

Namun tidak berlaku bagi gadis gulali itu. Air masih mengalir dari matanya. Isakan masih terdengar jelas. Di sampingnya ada sang ibu menemani. Pelukan lembut sudah diberikan berkali-kali padanya.

Dokter melanjutkan penjelasannya. Namun Sakura sudah tak kuasa menahan kesedihannya. Dan lagi-lagi dia jatuh pingsan.

Kali ini bukan Sasori yang menangkapnya. Tetapi mantan kekasih kakaknya, Uchiha Sasuke. Tatapan matanya mengarah pada wajah ayu Sakura yang sangat mirip dengan mantan kekasihnya.

"Sa-Sasuke-kun. Bisa tolong bawa dia ke rumah? Dan tolong temani dia juga, Sasori ada keperluan di sini." Sasuke mengalihkan tatapannya lantaran nada permohonan dari mantan calon mertuanya.

"Sepertinya menginap juga tidak apa-apa, Sasuke. Aku titip Sakura, tolong jadi dia. Aku percayakan Sakura." Kini sang kepala keluarga Haruno berucap. Mau tak mau Sasuke menyanggupi permintaan tersebut.

"Akuu akan membawakanmu pakaian besok." ujar Itachi sambil tersenyum manis.

"Hn."

'Yah, apa boleh buat,' batinnya.

Mereka sudah sampai di rumah milik Haruno Kizashi. Sasuke meletakan tubuh kurus Sakura di ranjang kamar yang ia tebak milik Sakura.

Sebelumnya ia memang belum pernah bertemu dengan mantan calon adik iparnya itu. Dengan asal tebak ia memilih kamar paling ujung di lorong itu.

Semoga saja benar, tapi Sasuke yakin ini kamar Sakura karena dekorasinya yang didominasi dengan warna pink dan hijau.

Lagipula ia yakin bahwa ini bukan kamarnya Karin. Bukan juga kamar Sasori, otomatis ini adalah kamar Sakura. Toh, kalau dia salah itu tidak berpengaruh sama sekali.

Air muka Sasuke berubah sendu. Masih belum bisa menerima kenyataan bahwa kekasihnya itu meninggalkannya. Tak akan kembali dan mengatakan cinta, tidak ada lagi yang mencaci makinya, tidak ada lagi yang mengomel seperti ibunya, tidak ada lagi gadis overprotective kesayangannya.

Sasuke melirik gadis merah muda di depannya itu. Memperhatikan setiap inci wajah Sakura yang terlihat damai dan menggemaskan saat tertidur atau bisa disebut pingsan, walau jejak air mata dan raut lelah melekat padanya. Lama ia memperhatikan wajah Sakura, ia bergumam, "kenapa kau mirip dengan Karin? Kau membuatku mengingatnya!"

Walau ia sangat ingin mengenyahkan pikirannya tentang Karin, ia tidak bisa. Tentu saja ia tidak bisa saat ia memandang duplikat wajah kekasih hatinya itu, walau perbedaan cukup besar antara mereka.

"Karin.."

To be Continue

-Qiki's Note-

Reviewnya boleh?

Aqiki-Chan

Banjarbaru, 6 Juni 2018