Penumbra

A fanfic by presiousca

.

.

Chapter 1

.

.

Menikah?

Sebelumnya masih jauh di pandangan Baekhyun untuk melangsungkan upacara sakral itu mengingat dia sedang tak dekat dengan siapa pun. Lelaki berambut cokelat gelap itu sibuk menulis buku-buku romansa yang lahir dari imajinasinya untuk dikirim ke beberapa penerbit demi mewujudkan mimpi kecilnya itu. Berakibat kepada kehidupan cintanya yang terbengkalai tak terurus saking sibuk bergelut di dunianya sendiri.

Menikah?

Masih terlihat sangat jauh.

Membayangkan menjalani hubungan dengan seseorang saja terasa begitu asing di benak. Baekhyun terlahir dengan gen kutu buku yang penyendiri. Meskipun bukan personal yang diam, namun suaranya tak terlalu sering terdengar.

Baekhyun lebih suka menuliskan isi kepalanya ke atas kertas. Tipikal introvert yang tenang.

"Aku tidak tahu kalau seorang penulis lebih suka melamun ketimbang menulis," tiba-tiba Chanyeol duduk di sampingnya sambil melirik buku jurnal di tangan.

Pasir pantai menjadi alas keduanya bersantai selagi deburan ombak jadi musik pengiring. Dua gelas anggur merah ada di tangan Chanyeol saat itu. Baekhyun ikut melirik buku jurnal dan pena di tangan yang sedari tadi menganggur.

Dia sudah berdiam di sini selama dua jam namun satu kata-pun belum Baekhyun tetaskan. Jemarinya meremas pena di tangan dengan kesal.

"Kami melamunkan banyak hal untuk ditulis."

Chanyeol pura-pura terkesan, "apa yang sedang kau pikirkan?" ucapnya sambil mengikis jarak dengan si mungil.

Bahu mereka kini saling bertemu. Matahari di ufuk barat tenggelam separuh ditelan garis lautan. Ombak menggulung berwarna merah bercampur biru pudar memantulkan senja. Angin laut tak ketinggalan menerpa wajah keduanya, membuat rambut mereka lembab dan lengket.

Pantai di Maladewa memang benar-benar yang terbaik untuk membuat penampilanmu berantakan.

Berantakan yang menakjubkan.

"Bacalah di bukuku besok," jawab Baekhyun dengan santai.

Chanyeol tersenyum paham, lalu menyodorkan satu gelas anggur dari tangan kanannya, "cheers?"

Dua bibir gelas itu berdenting saat pinggirannya saling bertemu. Baekhyun meneguk anggur merah keduanya -yang pertama kemarin di pesta pernikahan mereka- dengan mau tak mau. Semahal apa pun minuman ini, kalau rasanya pahit tetap akan terasa pahit. Bukti bahwa uang belum tentu bisa membeli segala hal.

"Aku berniat mengajakmu berenang sebenarnya," celetuk Chanyeol sambil mengisi gelas kosongnya dengan pasir pantai, "NO pakaian."

Tak ayal lelaki mungil di sampingnya terkekeh pelan, "celana?" tanya Baekhyun mencoba meminta keringanan.

Chanyeol menggeleng, "telanjang, Baek."

Sontak saja, satu tamparan main-main mendarat di pipi kanan Chanyeol. Lelaki mungil itu tanpa ragu juga mencubit ujung hidung raksasa itu yang beku karena terpaan udara dingin.

Air laut sudah berhasil menjemput telapak kaki Baekhyun yang tertimbun pasir. Dinginnya menyengat karena suhu menjelang malam di musim ini ekstrem rendahnya. Baekhyun menekuk lutut, menggeser tubuhnya lebih menempel kepada sang suami.

Chanyeol pula mengeratkan rangkulannya pada bahu sempit itu. Keintiman yang jujur saja masih terasa asing bagi keduanya namun demi mengikis 'jarak' yang ada, gugup dan canggung harus dienyahkan.

"Aku tidak mau mati membeku saat sedang bulan madu," ucap Baekhyun kembali meneguk sisa anggur merah di gelas.

Pahitnya menggulung-gulung di tenggorokan, tapi dia sudah mulai terbiasa.

"Aku juga. Lagi pula, masih ada hari esok untuk melihatmu-" Chanyeol mengerutkan bibirnya ketika Baekhyun melempar tatapan tajam, "-berenang."

Chanyeol menuntaskan kalimatnya dengan nada menggoda. Tak ada alasan bagi Baekhyun untuk tidak tersenyum geli. Matanya menyorot kepada sisa-sisa matahari di ufuk barat yang tinggal sepucuk. Dalam hati, lelaki berparas lembut itu menghitung mundur menyongsong sunset.

Tiga...

Dua...

Sa-

Cup!

Bersamaan dengan tenggelamnya matahari, Chanyeol menjemput pipi kiri Baekhyun dengan sebuah ciuman ringan. Gelap mengiringi malam namun Baekhyun masih dengan jelas melihat lesung pipit milik Chanyeol timbul ke dalam. Pria itu menahan senyuman yang hampir menjadi tawa.

Baekhyun meninju perut suaminya pelan. Pria itu merintih kesakitan.

"Kau 'kan suamiku. Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau," elak Chanyeol dengan nada kesal.

Fakta itu membuat antusiasme Baekhyun untuk memukuli Chanyeol langsung menyusut. Pernikahan mereka tiga hari yang lalu berlangsung selama satu hari penuh dengan pesta besar. Seribu undangan disebar kepada rekan-rekan kerja Chanyeol dan sebagian kecil kepada keluarga dan teman Baekhyun.

Ketimpangan yang agak menyebalkan dari segi jumlah. Bagaimanapun, kesibukan menulis membuatnya tersisih dari dunia sosial. Terlalu sering melamun seorang diri membuatnya lupa cara berinteraksi. Akibatnya, semua hal hanya akan berakhir canggung seperti sekarang.

Baekhyun memeriksa anggur merah di gelasnya hanya tersisa beberapa tetes. Entah kenapa tenggorokannya tiba-tiba kering dan tak bisa mengatakan apa pun. Dia ingat bahwa dia adalah suami Chanyeol dan poin itu membuatnya gugup.

Sial!

"Kita adalah pasangan yang aneh."

Dan selalu, saat canggung itu tiba, kata-katanya menjadi sedikit tak terkendali. Chanyeol menatapnya dengan raut tajam tak terima.

Baekhyun buru-buru menjelaskan, "Kau dan aku saling kenal sejak sekolah menengah pertama. Kita ada di kelas yang sama selama tiga tahun tapi kau dan aku seperti, tidak berteman saat itu," Baekhyun menelan ludah membasahi kerongkongannya, "dan sekarang, kita menikah hanya karena Ibumu sangat menyukai tulisanku."

"Lalu anehnya dimana?" tanya Chanyeol tanpa menunggu jeda.

Lelaki mungil itu menggeleng sambil menunduk, "Chanyeol, aku tahu aku bukan tipemu."

"Siapa yang bilang?" lagi, tanya Chanyeol tanpa menunggu jeda sedetikpun.

"Aku tahu."

"Jangan sok tahu."

Rangkulan pada bahu sempit itu melonggar sejenak. Chanyeol mengambil gelasnya yang sudah terisi penuh dengan pasir, lalu dituangkan isinya perlahan kembali ke gundukan sampai habis. Dilihatkannya pada Baekhyun, bahwa gelas itu kembali kosong.

"Pasangan yang menikah dengan didasari cinta saja, tidak menutup kemungkinan akan berakhir di meja perceraian. Yang memulai tanpa cinta bisa saja berlangsung selamanya. Pernikahan itu seperti saat kau memiliki sebuah gelas, Baek. Kau akan mengisi kekosongan atau membuang isinya, semua ada di tanganmu," jelas Chanyeol kemudian mengisi sedikit gelasnya dengan pasir.

Tangan Baekhyun terangkat untuk meraup segenggam pasir pantai dan langsung menuangkannya ke dalam gelas. Dia ingin mengisi kekosongan pernikahan mereka berdua dengan banyak hal indah.

"Aku akan membantumu mengisinya," tambah Chanyeol sambil menangkup tangan kurus Baekhyun.

Chanyeol terasa seperti mimpi.

Baekhyun tersenyum, mengingat tokoh fiksi favorit ciptaannya sendiri yang dinamai Tobias. Dia adalah seorang anak petani yang tumbuh besar bersama gembalanya dan sangat ahli dalam membuat syair.

Baekhyun meletakkan telapak tangannya yang lain ke pipi kanan Chanyeol, "Aku akan menulis buku baruku besok sekembalinya kita ke Korea," ujarnya pelan.

Angin menerbangkan rambutnya tak karuan namun sudahlah, penampilannya tak penting lagi karena penglihatan Chanyeol itu buruk di malam hari. Pria itu memiliki minus tiga di mata kanan dan minus dua di mata kiri. Meskipun Baekhyun tidak yakin pria itu sedang memakai softlens atau tidak, si mungil optimis kalau dirinya masih memesona sekarang.

Chanyeol mengangguk demi kelanjutan cerita.

"Kau akan ada di dalamnya, menjadi tokoh yang paling aku sukai," sambung Baekhyun dengan penuh antusiasme.

Suaminya mendongak ke langit. Sejenak bertahan di sana untuk melihat bintang-bintang mulai menyaksikan mereka dari atas sana sambil berkedip-kedip. Suasana yang cocok untuk saling bercengkerama, pikir Chanyeol.

"Aku akan hidup dengan penuh kerja keras sekembalinya kita ke Korea," ucap yang bersuara berat sambil bangkit dari duduknya.

Tangan terulur mengajak sang suami untuk beranjak dari sana karena ini sudah malam. Baekhyun mengayunkan tubuhnya untuk bangkit lalu mengangguk demi kelanjutan cerita.

"Kau akan ada di dalam hidupku, menjadi tokoh yang paling ingin aku ajak menghabiskan waktuku sampai tua," sambung Chanyeol lalu mencium kening di hadapannya secepat ombak menjemput daratan.

Baekhyun tersenyum namun tak mau terlihat begitu gembira. Lelaki itu hanya diam saat Chanyeol pula menggenggam tangannya sambil berjalan kembali menuju vila. Lagi, keadaan ini menjadi canggung dan Baekhyun hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri yang payah dalam hal berinteraksi.

"Ada yang termakan rayuanku sepertinya," celetuk Chanyeol lalu bergegas kabur meninggalkan Baekhyun yang kebingungan.

Lelaki mungil itu perlahan menangkap apa yang sebenarnya terjadi dan memutuskan untuk mengejar Chanyeol, sambil melempar dua sandalnya ke kepala sang suami. Beberapa pukulan dan tinju di perut nantinya juga akan menyusul.

Hukuman untuk seorang penggoda dengan bibir berbisa.

.

e)(o

.

"Tidak! Tidak! Kami tidak mau!"

Pagi itu mertuanya sedang menelepon Chanyeol saat mereka sedang sarapan untuk yang terakhir kali di vila. Dari momen sederhana ini, yang bisa Baekhyun lihat adalah ekspresi kekesalan seorang putra terhadap rentetan pertanyaan dari Ibunya.

Panecake di piring masih ada tiga per empat saat Chanyeol mendesis kesal, "Ibu tidak perlu menjemput kami!"

Baekhyun berjengit di kursinya. Garpu di tangan kanan Chanyeol terbanting –tak sengaja ke atas meja. Sarapan mereka entah kenapa menjadi heboh begini hanya dengan sebuah panggilan telepon.

"Aku sudah meminta Pak Kim untuk menunggu di sana. Ibu pergi menemui teman-teman Ibu saja, oke?" Chanyeol memohon seolah hanya itulah pegangan hidupnya yang terakhir.

Jam di dinding mengingatkan bahwa jadwal penerbangan mereka sudah dekat. Baekhyun mengambil piring Chanyeol untuk mengiris panecake-nya selagi Pria itu masih sibuk meladeni sang Ibu. Sedikit mempercepat pergerakan mereka untuk mengejar pesawat meskipun tak begitu efektif.

"Aku dan Baekhyun sedang ingin menikmati waktu berdua," ujarnya dengan wajah lebih tenang setelah melihat si mungil sibuk mengiris panecake dengan kedua pipi yang penuh.

Chanyeol tanpa sadar ikut tersenyum, "ya, Baekhyun sangat menakjubkan. Aku tutup ya, Ibu."

Akhirnya, sambungan terputus.

Untuk kalimat terakhir sebelum Chanyeol berpamitan tadi itu benar-benar membuat Baekhyun penasaran. Lelaki itu mendorong piring Chanyeol sambil mengangkat kedua alisnya. Penuh sangsi. Pria di hadapan sana berlagak tak tahu sambil melanjutkan sarapan.

"Apa?" Chanyeol bertanya.

Baekhyun mengulangi kata menakjubkan tanpa suara dengan gerak bibir yang berlebihan. Chanyeol menahan gemas.

"Oooh! Ibu menanyakan kopi buatanmu tadi. Aku bilang rasanya sangat menakjubkan! Haha."

Empat hari tinggal bersama nyatanya membuat Baekhyun mengetahui banyak hal tentang Chanyeol. Salah satu dari yang paling ajaib dari karakternya adalah, Chanyeol sangat pandai mengelak. Tak pelak, semua hanya akan berakhir dengan Baekhyun yang jengah dan Chanyeol yang menang.

Jika di dunia ini ada perguruan seperti itu, Baekhyun tak akan segan mengambil kelasnya. Jadi dia bisa melawan Chanyeol dan menang untuk satu kali saja. Hanya satu kali.

Langkahnya menapak malas menuju wastafel. Baekhyun meletakkan piring kotornya di sana sambil berkeliling mencari spons untuk mencuci piring.

Mungkin tukang bersih-bersih yang setiap subuh datang membersihkan tak memberi mereka yang baru? Mungkin karena mereka akan segera check out? Kalau iya, berarti manajemennya sangat pelit.

Baekhyun berkeliling hingga langkahnya sampai di ruang tamu. Kopernya dan milik Chanyeol tergeletak di sana, berdampingan seperti sepasang kekasih. Namun, sorotnya saat itu fokus ke beberapa kertas bermeterai di atas meja.

Belum sempat mengambilnya, Chanyeol sudah menyambar lembaran-lembaran itu untuk dimasukkan kembali ke dalam map berlogo Infinity Group. Jadi, raksasa ini melarang Baekhyun untuk mengetahui lebih dalam tentang kertas-kertas itu rupanya.

Baekhyun bersedekap.

"Ini hanya berkas-berkas perusahaan," Chanyeol mengulum bibirnya sampai dimple di pipi muncul begitu dalam.

"Kau mengerjakannya di sela-sela honeymoon kita?"

Chanyeol mengangguk hati-hati, "Baek, hanya beberapa kali tanda tangan dan pengecekan ulang MoU lalu-"

"Tidak-tidak, aku tidak marah. Aku tahu semua pebisnis sepertimu sibuk, tapi kapan kau mengerjakannya?"

Mereka menghabiskan tujuh puluh dua jam bersama, nonstop, dan hanya akan terpisah saat sedang buang air besar tapi Baekhyun tak pernah melihat Chanyeol bergelut dengan bisnisnya. Sedetikpun. Sekedipan mata pun. Tidak pernah. Dan tiba-tiba semua berkas itu sudah beres?

Katakanlah bahwa kertas-kertas itu bisa mengerjakan dirinya sendiri karena tak enak hati mengganggu pasangan yang sedang bulan madu.

Demi Poseidon yang Agung! Itu semua mustahil.

"Malam hari...saat kau sedang tidur," jawab Chanyeol pada akhirnya.

Baekhyun mengembuskan nafasnya berat, sengaja saat Chanyeol menatapnya lumayan kelimpungan. Karena setelah itu, pria di hadapannya benar-benar gelagapan hanya dengan menyadari bahwa Baekhyun memiliki rasa keberatan.

Chanyeol menggulung map di tangannya tanpa sadar, "aku akan mendelegasikan beberapa pekerjaanku kepada Jongin jika kau mau," tawarnya demi melihat si mungil merasa baikkan. "Sekarang aku punya seorang suami yang menungguku di rumah, tentu saja aku harus pulang tepat waktu."

Baekhyun terdiam sebentar menyadari bahwa diantara mereka terselip sebuah kesalahpahaman. Jika benar yang Chanyeol cemaskan dan apa yang Dia cemaskan itu berbeda, maka Baekhyun harus segera meluruskannya.

"Aku lebih mencemaskan kesehatanmu, Chanyeol," tegurnya sambil meluluhkan ketegangan di wajah.

Chanyeol adalah seorang pebisnis maniak kerja. Sebelum mereka menikah, diam-diam penulis amatir itu menyelidiki sedikit riwayat hidup sang calon suami lewat sosial medianya. Dia tinggi. Dia suka pizza. Dia sangat suka musik tapi jauh lebih menyukai pekerjaannya.

Chanyeol adalah seorang realistis, yang ironisnya berlawanan dengan dirinya yang imajinatif. Baekhyun ragu awalnya untuk menikah dengan teman sekolahnya itu namun, penerimaan Chanyeol terhadapnya mengubah segala persepsi.

Tak apa jika Chanyeol adalah pria sibuk, selama dia bisa menerima Baekhyun seperti bagaimana dirinya sekarang, maka semua akan baik-baik saja.

Mereka hanya perlu saling mendekatkan diri dan banyak berbincang. Bukankah seperti itu pernikahan berlangsung?

Baekhyun mengusahakan sebuah senyuman, "di pesawat nanti kau harus tidur dengan baik. Di bahuku," ucapnya sambil menepuk-nepuk bahu.

Yang barusan Baekhyun lakukan adalah contoh cara memerintah dengan sangat manis dan memesona.

Chanyeol langsung menarik tubuh suaminya untuk sebuah pelukan paling gemas dan hangat. Tubuhnya keduanya seperti amplop dan prangko untuk waktu yang agak lama sampai tiba-tiba, suara bel dari arah depan memisahkan pasangan berbunga itu. Sepertinya taksi yang Chanyeol sewa sudah siap mengantar mereka ke bandara.

Pelukan terlepas dengan tidak rela.

Mereka harus segera terbang kembali ke realita yang menyebalkan.

.

e)(o

.

"Kita pulang!"

Seoul, adalah realita menyebalkan yang dimaksud.

Baekhyun bukan tipikal orang yang suka menetap di dalamnya. Dulu lelaki itu sering memimpikan hidup berpindah-pindah di negara satu ke negara yang lain. Di berbagai tempat di dunia, dia pasti bisa mendapatkan cerita menarik dari setiap negara yang dikunjungi.

Korea, dipenuhi dengan banyak hal yang tak ada di dalam nalarnya. Tingkat stres yang tinggi. Tingkat pelecehan seksual dan bullying yang luar biasa mengerikan. Dan kerasnya hidup di sini benar-benar membuat Baekhyun takut.

Namun di sinilah dia sekarang. Di Seoul, Ibu kota Korea selatan. Tengah berdiri di dalam sebuah rumah minimalis yang sudah Chanyeol beli seminggu sebelum mereka menikah sambil takjub. Interiornya, perabotnya, gradasi warna tembok bahkan vas di pojok sana, semua adalah apa yang Baekhyun impikan untuk sebuah hunian.

Chanyeol benar-benar terasa seperti mimpi! Mimpi yang indah!

Tiba-tiba saja, keinginannya untuk hidup berpindah-pindah itu menyusut dengan wajah tampan Chanyeol muncul menggantikan semuanya. Katakanlah, Baekhyun sedang kasmaran.

Chanyeol merangkul bahu kaku suaminya sambil dielus, "masih bau cat karena sepertinya, kau tidak suka tinggal di rumah bernuansa abu-abu," jelasnya sambil melihat sekeliling.

Baekhyun mendongak menatapnya dengan bibir terbuka.

"Kau bilang vila yang kita tempati kemarin nuansanya kelam. Jadi aku langsung menelepon Sehun untuk merombak interiornya."

Tergagap. Bibir tipis itu membuka menutup tanpa ada satu kata pun yang terucap. Chanyeol menggeleng tak mengerti. Baekhyun seperti sangat bahagia namun juga terlalu bahagia sampai dia ingin menangis. Chanyeol justru khawatir karena dia pikir Baekhyun tak suka.

Tapi saat lelaki mungil itu berjinjit, menumpukan tangannya pada bahu Chanyeol untuk mencium bibir suaminya dengan kilat, maka semua kecemasan di dalam sana sirna sudah.

"Aku tidak bisa menemukan kata yang bisa mewakili perasaanku sekarang," jelas Baekhyun sambil mengipasi wajahnya dengan kedua tangan.

Jantungnya berdebar seperti derap langkah kaki kuda yang mengejar kereta. Darahnya mendidih di kepala hingga wajahnya memerah tomat. Ini adalah pertama kalinya Baekhyun berinisiatif untuk mencium Chanyeol, di bibir. Garis bawahi kata bibirnya dan tolong beri dia penghargaan sedikit saja.

Namun yang lebih parah adalah, Chanyeol langsung memeluk pinggang Baekhyun dengan begitu intim. Berbisik di depan bibir tipis yang baru saja menyapa miliknya dengan iringan embusan nafas, "tiba-tiba saja aku ingin dirayu oleh seorang penulis pemilik bibir paling manis sedunia."

Baekhyun tanpa berpikir lama, langsung mencetuskan sebuah kalimat yang dia petik dari kutipan penyair tanpa nama, "Saat seorang penulis mencintaimu, kau akan hidup selamanya."

Itu rayuannya.

Pria di hadapan mengangguk paham. Mungkin yang Baekhyun maksud adalah dia akan menuliskan namanya ke dalam buku, ke atas meja, ke badan mobil dan dimanapun sampai dunia tak akan melupakan namanya, seperti bagaimana mereka tak pernah melupakan Albert Einstein atau Marilyn Monroe.

Garis besarnya bisa jadi seperti itu. Lagi pula Baekhyun sudah berusaha. Berpura-puralah tersentuh, Chanyeol!

"Lalu apa yang akan terjadi padamu jika seorang pebisnis muda dan tampan mencintaimu?" Si suara berat membalikkan rayuan Baekhyun menjadi sebuah pertanyaan.

Si mungil memutar otaknya cepat-cepat.

"Mmm apa ya?" cicitnya dengan nada yang menggemaskan, "aku...akan jadi kaya?"

Keduanya berdecih payah dan langsung tertawa bersama hanya dengan mendengar jawaban Baekhyun yang kelewat realistis.

Mereka lalu melanjutkan acara keliling rumah baru sambil bersenda-gurau. Berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan di sudut kamar dan di dapur juga menyertai.

Betapa indahnya awal pernikahan.

.

e)(o

.

Mengurus rumah baru ditambah mengerjakan sedikit laundry telah berhasil membuat pasangan suami itu jatuh tertidur begitu lelap sampai pagi menjemput.

Lima orang pelayan mulai bekerja hari ini untuk mereka dari pagi sampai pagi lagi dan itu merupakan sebuah bantuan besar. Terima kasih untuk si tanggap Chanyeol yang tidak ingin melihat suaminya kelelahan mengurus rumah.

"Jongin adalah sekretaris yang paling aneh seduni."

Hari ini adalah hari dimana Chanyeol harus kembali bekerja karena posisinya yang tak bisa digantikan bahkan oleh sekretaris sekalipun saking pentingnya. Pagi ini Baekhyun menawarkan sarapan dan Chanyeol memintanya untuk memasak telur, sosis dan pork.

Mereka saling memahami bahwa fisik satu sama lain sedang letih jadi tak perlu saling membebani. Sarapan juga bukan prioritas Chanyeol karena dia bukan tipikal penganut asas makan tiga kali sehari. Pola hidupnya memang berantakan dan semoga Baekhyun bisa memperbaiknya pelan-pelan.

"Jongin suka mengajakku bermain game di jam kerja," ucapnya setelah mengunyah potongan pork terakhir di piring.

Baekhyun menuangkan susu ke dalam gelas suaminya, "menjadi tim atau lawan?"

"Lawan. Yang kalah nanti mentraktir makan siang."

Baekhyun berjengit, "kau berusaha membuat sekretarismu jatuh miskin?"

"Jongin yang mulai," Chanyeol meneguk susu yang baru saja Baekhyun tuang cepat-cepat.

Pria itu sedikit merapikan dasinya setelah gelas kosong diletakan kembali ke atas meja. terlalu sibuk mengikat kembali simpul dasi sampai tak menyadari betapa tegangnya Baekhyun saat itu.

"Chanyeol...hidungmu-" ujar si mungil sambil menunjuk aliran darah yang perlahan merambat turun dari dalam hidung Chanyeol. "Astaga, kau mimisan!"

Kaki-kaki itu berlari dengan panik mengitari meja makan. Baekhyun menyambar selembar tisu dan langsung melipatnya untuk Chanyeol gunakan menyumbat hidung. Lelaki kecil itu tiba-tiba berkeringat di sekujur tubuh hanya dengan melihat tetesan darah segar mendarat di kemeja putih suaminya.

"Tidak apa. Aku bisa melakukannya sendiri," Chanyeol mengambil tisu yang Baekhyun pegang dengan tenang, "terima kasih."

Baekhyun terdiam di tempat. Tangannya membelai kepala Chanyeol yang mendongak, mencoba memberi sedikit dukungan. Chanyeol masih menatap atap, mencegah aliran darah itu semakin mengotori wajah dan pakaiannya dalam diam.

Masuk akal sebenarnya jika memang tragedi ini disebabkan karena tubuh Chanyeol yang terlewat lelah sepulang dari bulan madu mereka.

Tapi kenapa juga harus langsung kembali bekerja? Chanyeol seharusnya bisa memanfaatkan posisi pentingnya itu untuk mendapatkan keuntungan mengenai hari libur. Dia itu eksekutif manajer di perusahaan ayahnya sendiri, demi Tuhan!

"Jangan pergi bekerja dulu. Istirahatlah satu hari lagi," pinta Baekhyun dengan sungguh-sungguh.

Namun Chanyeol langsung menggeleng, "ini tidak apa. Hanya mimisan karena kelelahan. Sudah biasa."

Dua orang pelayan dengan wajah cemas tiba-tiba datang menghampiri. Salah satunya sampai menutup mulut dengan tangan setelah mendapati kemeja putih Chanyeol kini kotor oleh bercak darah.

"Tapi Chanyeol, hanya satu hari lalu besok-"

Ucapan Baekhyun terhenti saat sang suami menatapnya dengan tegas. Pria itu masih menyumbat hidungnya sendiri, kukuh dengan pendiriannya yang tak mengapa dengan mimisan ini padahal Baekhyun sendiri sampai berkaca-kaca.

Pada akhirnya, lelaki mungil itu mengalah dan lebih memilih untuk menyiapkan setelan kemeja baru yang akan Chanyeol gunakan untuk pergi bekerja hari ini.

Hatinya tergerus memikirkan betapa acuhnya Chanyeol terhadap kesehatannya sendiri.

Hanya mimisan, katanya?

.

.

.

To be continued


Bacods:

Tahan...Adegan heweh heweh dipending dulu...tahan.

Oiya, ini bukan entertainmentAU yang ku bilang dulu yak. Itu masih terarsip di kepala. Doain.

Dan ini masih awal banget, jadi bacanya santai aja okse? Semoga gak ada typo dan bahasanya gak njelimet. Aamiin.

Sampe ketemu di chap depan yeth! Makasih untuk yang mau baca dan ninggalin review!