Author's note: Cerita pertama diawali oleh kisah Namjoon, dan dilanjutkan dengan sudut pandang Jimin. Fanfic ini mengandung mpreg dan unsur kekerasan. Tapi dijamin masih aman selama bulan puasa.


Namjoon saat itu baru 18 tahun usia matahari. Ia baru saja menggantikan ayahnya yang seorang pemimpin kelompok Neugdae bermarga Kim. Kelompoknya telah telah beratus-ratus tahun mendiami sebuah perbukitan rendah yang dialiri sungai dan hutan-hutan pinus. Beratus-ratus tahun kakek dan nenek moyangnya mendiami tempat itu setelah melalui perang bertahun-tahun, dan beratus-ratus tahun pulalah mereka diberkati oleh Sanshinryeong—dewa penjaga pegunungan—dengan panen dan hasil buruan yang berlimpah ruah. Tapi ia tahu, bahwa seluruh tanah yang ia miliki adalah hasil peperangan, bukan yang mutlak oleh Dewa begitu saja diberikan pada kelompoknya.

Mereka menjalin hubungan yang baik dengan beberapa kelompok Neugdae lainnya dengan cara menikahkan mereka satu sama lain; antara Alpha dan Omega—yang terlahir dari anak setiap pemimpin kelompok yang saat itu berkuasa. Mereka akan memilihkan anak mereka; jika mereka memiliki anak seorang Alpha, maka ia haruslah seorang Alpha yang kuat, tangkas, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, dan jika mereka memiliki anak seorang Omega—maka anaknya haruslah memiliki kecerdasan yang ideal, paras yang menawan, dan subur di saat musim kawin tiba.

Apabila pemimpin kelompok tersebut memiliki dua orang Alpha sebagai anaknya, maka mereka harus bertanding tangan kosong melawan satu sama lain dengan mengubah wujud mereka menjadi seekor serigala. Jika ada yang menang, maka pemenang inilah yang akan mendapatkan Omega tersebut—setelah Omega yang dimaksudkan telah mendapatkan heat pertamanya. Jika seorang pemimpin ada yang memiliki dua orang anak yang merupakan Omega dan mengalami heat di saat yang bersamaan, maka akan menjadi hak untuk sang Alpha memilih Omeganya sendiri.

Di usianya yang ke 18 tahun usia matahari, tepat seminggu setelah ia naik menjadi pemimpin kelompok setelah kepergian ayahnya yang tiba-tiba, Namjoon dinikahkan dengan anak pemimpin kelompok lain yang telah berhubungan baik dengan kelompoknya selama puluhan tahun—setelah melewati pertandingan memperebutkan Omega tersebut. Anak pemimpin klan Bang tersebut adalah seorang Omega yang berusia 2 tahun usia matahari lebih tua darinya, Seokjin.

Namjoon saat itu masihlah seorang Alpha yang baru saja beranjak dewasa, masih canggung terhadap dunia baru dan posisi yang dipercayakan oleh kelompoknya. Mungkin ia memang memiliki bakat kecerdasan dan jiwa kepemimpinan seperti ayahnya, tetapi ia tidak tahu bagaimana harus menyampaikannya. Perkawinannya dengan Seokjin pun bukan atas dasar cinta, tetapi karena ia berhasil memenangkan turnamen untuk mendapatkan Seokjin setelah mengalahkan sepuluh orang Alpha kontestan dari klan lain.

Seokjin yang saat itu baru mengenalnya, pelan-pelan mengajarkan Namjoon bagaimana cara untuk berbicara, bagaimana caranya untuk bersikap di depan depan orang banyak, dan bagaimana caranya mendapatkan kepercayaan orang lain lewat tutur kata. Ia memang tidak seahli Seokjin dalam banyak hal dan urusan diplomat, tetapi ia bersemangat untuk belajar banyak dari Omega barunya.

Ia jatuh cinta pandangan pertama pada Omega itu tepat di hari mereka kawin; karena sifat, kecerdasan dan kecantikan luar—dalam yang dimiliki oleh Seokjin.

Seokjin pun mengandung tidak lama kemudian, tepat setelah mereka kawin di musim semi—dan dikaruniai oleh seorang putra—Hoseok. Awalnya perkawinan mereka berjalan bahagia—dengan kedua pasangan Alpha dan Omega yang saling mencintai dan akan dikaruniai dengan anak kedua, sampai akhirnya begitu mereka memasuki musim kemarau, sungai mulai berhenti mengalir, panen sulit didapatkan dan hasil buruan pun semakin sulit ditemukan. Kelaparan mulai merancau dan tersebar ke mana-mana, menyebabkan Namjoon terpaksa meminta bantuan pada kelompok Neugdae lainnya. Para kelompok lain juga mengalami hal serupa, mereka kesulitan mendapatkan bahan pangan dan persediaan air selama musim kemarau berlangsung.

Ia harus bertahan bersama dengan kelompoknya melewati musim kemarau yang mengancam, sampai akhirnya satu persatu warganya mati kelaparan. Mulanya dari para anak-anak kecil yang mengalami malnutrisi dan busung lapar, lalu merambat hingga ke para Omega hamil dan kematian yang terelakan. Mau tak mau ia harus semakin jeli membagi porsi makanan untuk setiap kepala warga di kelompoknya. Bahkan ia sampai tidak memakan porsi makanannya agar nutrisi Omeganya yang sedang mengandung tetap tercukupi, sekaligus memberi makan anak mereka yang hampir berusia 3 tahun usia matahari.

"Namjoon-ah," kata Omeganya yang bernama Seokjin pada suatu malam—setelah mereka menguburkan dua orang anak Neugdae yang mati akibat malnutrisi. "Kita tidak bisa hanya berdiam diri terus seperti ini. Pada akhirnya kita semua akan mati dengan sumber makanan yang semakin sulit ditemukan. Kita juga akan kehilangan—" matanya mengarah pada perutnya yang sudah membesar sejak purnama lalu. Omega itu juga melirik ke luar pondok tempat mereka tinggal, mendengarkan suara Hoseok yang sedang bermain bersama anak-anak lainnya.

Namjoon menyentuh perut Omeganya, merasakan anak mereka menendang-nendang pelan dari dalam perut sang ibu. Dilihatnya tulang rusuk Seokjin pun mulai terlihat menonjol keluar. Bahkan ia juga mulai khawatir dengan kesehatan Hoseok, anak pertama mereka mulai membutuhkan nutrisi lebih. Tubuh anak itu hampir terlihat kurus karena kekurangan makanan yang hampir beberapa bulan ini melanda kelompoknya—bahkan putranya tersebut nyaris tidak memiliki kekuatan untuk bermain dengan teman-teman sebayanya. Namjoon menelan ludahnya dan menghela napas panjang. Ia harus segera bertindak jika ia ingin seluruh orang-orang dan keluarga kecilnya selamat dari musim kemarau yang menyulitkan ini.

Maka keesokannya ia berunding dengan tiga orang Alpha pemimpin dari kelompok lainnya, yakni Neugdae dari klan Lee, Jeon, dan Choi, disertai dengan Mu—alias Shaman kepercayaan kelompok Kim, Minseok.

Mereka berunding mengenai suatu wilayah yang tidak terjamah, yang selama ini dikenal sebagai Buzhou Sando, pegunungan yang menurut kepercayaan merupakan salah satu pilar kerajaan kayangan dan berada di bawah perlindungan Gonggong dan Nuwa, Dewa Air dan Dewi pemelihara kehidupan. Dikatakan bahwa tempat itu memiliki panen yang berlimpah ruah, dilewati oleh berbagai macam aliran sungai, hewan-hewan buruan yang tidak pernah ada habisnya. Meski gunung tersebut selalu diselimuti oleh salju dan terletak di dataran tertinggi di antara pegunungan lainnya—entah itu musim kemarau melanda di tempat lain atau tidak, rumor mengatakan bahwa di balik sapuan salju dan hamparan awan terdapat tanah rerumputan yang tidak pernah kehilangan hangatnya musim semi.

Namjoon yang saat itu masih sangat muda dan belum banyak memiliki pengalaman bilateral ataupun diplomasi dengan kelompok-kelompok lainnya, lebih banyak mendengarkan. Ia masih memiliki rasa rendah diri saat mengutarakan pendapatnya.

"Tapi berdasarkan yang kudengar, yang tinggal di tempat ini adalah kelompok Saja dari klan Min," kata Choi Seunghyun, selaku pemimpin klan Choi. Alpha itu bertubuh tinggi dengan dada bidang dan memiliki kepercayaan tinggi yang diperoleh dari keluarganya secara turun temurun. "Mereka terkenal senang menyendiri dan dingin pada orang-orang asing. Dulu ketika kami ingin meminta bantuan mereka untuk perang melawan klan Son, mereka sama sekali tidak mau membantu."

"Aku juga dengar soal mereka. Tetapi mereka juga sangat keras kepala, mereka tidak pernah mau berbagi tanah ataupun hasil panen sedikitpun dengan klan lainnya," sambung Jeon Yongguk.

"Kita akan kehabisan waktu jika kita tidak cepat bertindak," kata Lee Hyukjae menambahkan, "Akan ada lebih banyak kematian jika kita tidak cepat-cepat menemukan sumber makanan."

"Benar seperti yang dikatakan oleh Lee-nim," Minseok akhirnya angkat bicara. "Kemarau ini, berdasarkan hasil ramalanku, akan berakhir sampai 3 tahun ke depan. Sanshinryeong sedang menguji kita semua dengan kemarau ini. Cepat atau lambat, kita semua akan mati kelaparan. Satu-satunya jalan adalah merebut tanah pegunungan milik klan Min. Tanah itu merupakan tanah yang disenangi oleh para Dewa, tidaklah aneh jika di daerah pegunungan itu tidak pernah ada satu kekurangan pun."

"Bagaimana jika kita menyerang mereka besok pagi?" kata Seunghyun memberi ide. Ia mengetuk-ngetukan jarinya ke kakinya yang tersilang di atas tanah. "Aku takut jika anak-anakku akan lahir nanti, mereka akan mati karena musim kemarau ini," raut wajahnya berubah serius. Namjoon kemudian teringat bahwa Omega Seunghyun juga tengah mengandung sama seperti Seokjin.

Namjoon masih memasang wajah ragu, memikirkan ucapan para Alpha dan Mu kepercayaan di kelompoknya. "A-aku tidak yakin. Bukankah... Lebih baik jika kita membuat perundingan dengan kelompok Min? Bagaimana jika mereka ternyata bersedia untuk berbagi wilayah untuk panen dan berburu?"

Yongguk mendengus mendengar ucapannya, "Kau masih terlalu naif untuk menjadi seorang pemimpin klan, Namjoon-ah. Kau tidak pernah berurusan dengan klan Min bukan? Percayalah bahwa sulit sekali untuk meyakinkan mereka untuk berbagi wilayah dengan kita semua. Aku menyarankan agar kita semua segera bertindak, besok untuk secepatnya."

Namjoon tidak berkata apa-apa lagi, hanya ikut mengangguk ketika Seunghyun mengakhiri pertemuan mereka. Mereka kemudian melanjutkan pembicaraa mengenai rute perjalanan ke Buzhou Sando—mencari rute terbaik, meminta pendapat Mu akan waktu penyerangan yang tepat, bagaimana rencana penyerangan akan berjalan, dan berapa banyak orang yang harus dibawa ke medan perang.

Ia pulang pada malam harinya, ke pondok yang ia tinggali bersama Seokjin, Hoseok, dan calon anak kedua mereka nantinya. Sesampainya ia di rumah, ia melihat Seokjin sudah tertidur di atas kasur mereka, kedua tangannya merangkul putra pertama mereka. Namjoon mengusap pipi Omeganya dengan lembut, merasakan tulang pipinya semakin menonjol dari hari ke hari. Setelah itu tangannya bergerak ke bagian perut Omeganya yang sudah memasuki waktu persalinan, cepat atau lambat. Matanya menangkap tulang rusuk Hoseok yang juga hampir kelihatan meski ia mengenakan pakaian dari kulit tanaman seperti biasanya, dan juga Omeganya yang hampir mendekati hari kelahiran. Alpha itu memejamkan matanya, terlalu takut untuk menghadapi hari esok.

Bagaimanapun juga ia masih muda, dan ia masih takut untuk membuat kesalahan.

Paginya, Namjoon terbangun ketika Omeganya membangunkannya.

Ia Omega itu meringis menahan sakit, tangannya terus memijat-mijat bagian bawah perut akibat rasa sakit yang secara periodik terus menerus berkontraksi. Alpha itu menggendong tubuh Seokjin—yang setengahnya lemah karena kontraksi di perutnya yang tidak kunjung reda dan setengahnya lagi lemah karena ia masih kekurangan nutrisi selama kehamilan—dengan jantung berdebar-debar membawa Omeganya ke tempat josan -won, bidan kelompoknya berada. Setelah ia memastikan bahwa ada salah seorang Beta yang dapat dipercayakan untuk menjaga Hoseok, Namjoon kembali ke tempat Omeganya berada. Tangannya tidak berhenti menggenggam tangan Seokjin, ikut bernapas dengannya. Pikiran-pikiran mencekam bahwa musim kemarau ini ia akan memiliki anak, yang cepat atau lambat mungkin akan mati kelaparan seperti anak-anak lain di kelompoknya, mulai berterbangan di dalam kepala Namjoon.

Belum lama ia menunggui Seokjin, muncul Minseok yang mengabarinya untuk segera bersiap-siap pergi. Di belakang Beta itu, para warganya yang kebanyakan adalah Alpha dan Beta, telah menunggu dengan perlengkapan siap di anggota tubuh mereka masing-masing. Sementara tidak jauh dari tempat kelompoknya bernaung, ia bisa mendengar suara siulan dan auman para serigala yang sedang bersiap-siap ke medan perang. Suara gendang bertabuh menggema di sepanjang lereng pegunungan.

Bukan perang. Rasanya seperti aku akan pergi ke pembunuhan masal, bukan ke medan perang, pikirnya sedih. Namjoon mulai merasakan keringat dingin membasahi telapak tangannya.

Alpha itu hendak berdiri dari posisinya saat Seokjin menangkap tangannya, wajahnya terlihat kesakitan bercampur rasa cemas, "Kau—akan ke mana?" tanyanya dengan napas tersengal akibat kontraksi, "Apa kau mau pergi meninggalkanku sendirian? Meninggalkan Hobi tanpa Alpha yang menjagaganya?"

"Aku harus pergi. Aku harus pergi untuk kita semua, agar tidak ada lagi yang mati kelaparan," sahut Namjoon sambil mengelus perut Seokjin. Ia bisa merasakan bayi mereka menendang pelan disertai rasa kedutan di perut Omega itu.

Seokjin kembali mengerang kesakitan, kali ini matanya bercucuran oleh air mata. Tangannya masih merangkul lengan Namjoon, "Kumohon kembalilah dengan selamat. Kami semua membutuhkanmu."

Namjoon membungkukkan tubuhnya, menyisir helaian rambut berwarna hitam yang menutupi dahi Seokjin untuk mencium dahi Omega itu dengan lembut, "Aku akan kembali. Kau juga, Jin, kuatkan dirimu untuk anak-anak kita."

Omega itu melepaskan lengannya dengan enggan. Namjoon menoleh pada Omeganya untuk sesaat, dan kembali berkumpul dengan para orang-orang kelompoknya. Di sisi lain, kelompok Neugdae Choi, Lee, dan Jeon telah siap dalam wujud serigala mereka. Sementara di hadapannya berdiri Minseok. Di tangannya terdapat sebuah mangkuk berisi cairan berwarna hitam. Jari telunjuk Mu itu meraih cairan di dalam mangkuk, dan menorehkannya ke dahi dan wajah Namjoon.

"Hari ini kau akan pergi sebagai pahlawan dan pulang juga sebagai seorang pahlawan. Apapun yang terjadi, semoga Sanshin selalu menyertaimu," ucap Minseok. Di belakangnya, para Mu yang lebih muda mulai menyanyikan lagu diserta doa-doa pemujaan pada Sanshin.

Hoseok berdiri di belakangnya bersama pengasuhnya yang merupakan seorang Omega. Mata putra pertamanya itu membulat besar—penuh rasa ketakutan dan ketidaknyamanan saat ia mencium aroma ayahnya yang berubah tegang. Namjoon menggendong putranya yang masih terlalu kecil untuk tahu apa yang akan dihadapi oleh sang ayah saat ini.

"Appa—kau akan pergi?" Hoseok bertanya padanya dengan suara yang serak dan basah oleh isak tangis.

"Berhentilah menangis, Hobi," Namjoon berbisik ke telinga putranya yang menangkupkan wajahnya ke ceruk leher sang Alpha, "Kau harus menjadi anak yang kuat, karena sebentar lagi kau akan punya dongsaeng."

"Hobi takut."

Telapak tangannya yang besar mengusap punggung kecil Hoseok, "Appa akan pulang, dan kita akan kembali bersama-sama. Untuk sementara ini, kau temani Eommamu dulu, eo?"

Hoseok mengangguk kecil, membuat sang ayah tersenyum bangga. Namjoon menurunkan putranya dari gendongannya, dan menitipkannya pada pengasuh yang memberinya salam perpisahan.

Namjoon membungkukkan tubuhnya untuk melepaskan seluruh pakaian yang menutupi permukaan kulitnya, dan melangkahkan kaki keluar dari wilayah tempat tinggal yang telah ia diami selama bertahun-tahun sejak kelahirannya. Pikiran Alpha yang masih cukup belia itu terbagi antara Seokjin dan peperangan yang akan dihadapinya tidak lama lagi. Tetapi begitu ia teringat akan anak-anaknya yang sebentar lagi lahir, Namjoon langsung memantapkan keputusan. Ia berlari, perlahan-lahan merasakan tulang-tulangnya bergeser-geser dan beralih sedemikian rupa, sementara surainya lama kelamaan bertambah panjang, menyelimuti seluruh anggota tubuhnya. Ia merasakan rahangnya mengencang diikuti dengan taring-taring yang mulai mencuat dari mulutnya. Alpha itu mengaum ketika ia merasakan dirinya telah dengan sempurna bertransformasi menjadi seekor serigala besar, berwarna abu-abu kebiruan. Suara aumannya diikuti oleh para serigala anggota kelompoknya. Mereka melebur menjadi satu dengan kelompok yang lain.

Mereka berlari menuruni bebukitan yang permukaan tanahnya keropos akibat kemarau, melompati ranting-ranting yang telah mengering, dan meluncur melewati sungai yang nyaris kehilangan sumber airnya. Namjoon mendengar suara auman serigala yang saling bersahut-sahutan, melihat burung di langit terpencar-pencar berterbangan di sekitar mereka.

Kakinya berderap kencang, begitu pula dengan jantungnya.

Hampir setengah hari mereka berlari menaiki bebukitan tinggi, hingga akhirnya mereka sampai ke sebuah tempat yang dikelilingi oleh hutan-hutan dan tanaman-tanaman berduri. Ia terus berlari saat duri-duri tersebut menoreh dan sedikit mengoyak surai panjangnya. Ia nyaris mencapai titik tertinggi pada puncak pegunungan ketika ia mulai melihat pusaran angin dan awan di sekitar, disertai rasa dingin yang menggigit bahkan dengan bulu-bulu setebal apapun di permukaan kulit. Salju mulai jatuh perlahan-lahan di sekitar, mendinginkan kulit dan bulu-bulu di tubuhnya. Titik-titik es mulai terbentuk di ujung-ujung helai surai abu-abu Namjoon.

Di balik hutan berduri tersebut, mereka menemukan sebuah tempat yang sama sekali tidak pernah mereka lihat. Meski baru beberapa jam lalu mereka diserang oleh salju, kini mereka mulai mendapati sebuah lembah hijau dan subur dengan langit biru cerah terpampang luas. Matahari mulai mencairkan salju yang menempel di surai-surai panjang Namjoon. Tanaman-tanaman hijau tumbuh di sana sini, sementara sungai mengalir di semua sisi lembah, diikuti hewan-hewan berlompatan ke sana kemari. Bukit itu luas, nyaris sepuluh kali lipat lebih besar daripada wilayah kelompoknya menetap. Namjoon tertegun cukup lama memandangi tempat yang sama sekali berseberangan dengan wilayah kelompoknya tinggal, sampai akhirnya Seunghyun membuyarkan pikirannya.

Alpha itu menunjuk menggunakan moncong hidungnya, "Mereka ada di sana."

Dilihatnya dua orang Beta diikuti oleh seorang Alpha, berdiri di kejauhan. Alpha itu—bertubuh tinggi, tubuh kekar dan berwajah tampan, matanya yang menyipit mengandung ekspresi curiga yang mengandung kewaspadaan melihat kawanan serigala dari berbagai kelompok memasuki wilayahnya tanpa izin.

Seunghyun segera kembali bertransformasi menjadi manusia, menerima kain dari Beta bawahannya untuk menutupi bagian tubuh pribadinya. Ia berteriak ke arah Alpha itu, "Young-woon! Kami datang untuk merebut wilayahmu! Jika kau tidak menyerahkannya, kami akan menghabisi kelompokmu!"

"Merebut wilayahku?" tanya Young-woon sambil maju dua langkah, wajahnya terlihat datar—dingin. Gigi-giginya menggertak mengancam, "Apa kalian ingin merebut wilayahku dengan cara kekerasan? Seperti yang kalian lakukan pada kelompok kecil lainnya?"

Baru pertama kali ini Namjoon melihat kelompok Saja. Dan sesuai bayangannya, kelompok Min—kelompok terakhir dari kaum Saja, memiliki fitur wajah yang unik. Mereka memiliki kulit coklat matang, diikuti dengan rambut berwarna hitam. Mata mereka selalu terlihat seperti manik berwarna oniks yang mengilap cemerlang dari kejauhan. Kebanyakan Alpha di kelompok Saja memiliki tubuh tinggi dan kekar, bahkan melebihi Alpha di kelompok lainnya. Di mata Namjoon, warna mereka terlihat unik karena memiliki fitur yang begitu berbeda dengan Neugdae pada umumnya. Selain karena bentuk mereka sebagai manusia yang partikular, bentuk transformasi mereka juga sangat mengagumkan. Meski Namjoon hanya mendengarnya dari almarhum ayahnya, ia tahu bahwa bentuk transformasi mereka adalah seekor singa yang agung, bersurai panjang warna hitam legam dengan warna kulit tubuh kecoklatan.

Bahkan meski masih berbentuk manusia, Namjoon melihat Young-woon sebagai sosok yang berwibawa dan bermartabat tinggi. Bentuk wajahnya menandakan bahwa ia memiliki watak keras dan siap melakukan apa saja untuk melindungi kelompoknya.

"Tentu tidak," kata Seunghyun lagi. Ia masih dalam wujud manusianya, "Jika kau bersedia berunding, maka aku akan berbaik hati melakukannya. Tapi kuharap kita berunding dengan adil, sampai kita mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan." Ia berjalan maju beberapa langkah, "Kelompok kami semua kelaparan. Kami juga butuh persediaan air. Jika kami tidak cepat-cepat menemukan wilayah untuk berburu dan sumber air yang tepat, kami semua akan mati."

Young-woon menggeram, suaranya bergema ke seisi lembah. "Menguntungkan bagimu, tapi merugikan bagiku bukan?" teriaknya marah. "Kau akan merebut tanah kami, dan membunuh kami semua. Itu mau kalian bukan?!" ekspresi wajahnya berubah marah, "Jika kalian ingin berunding dengan cara baik-baik, kenapa bertahun-tahun lalu kalian menghabisi kelompok Son? Padahal kelompok kecil itu hanya memiliki satu lembah kecil yang subur!"

Namjoon menelan ludahnya, mengingat-ingat bahwa semasa ayahnya masih hidup, ia membantu kelompok Choi membantai kelompok Son akibat jumlah populasi mereka yang membludak. Mereka harus menghabisi kelompok kecil itu agar bisa mendapatkan tanah tempat tinggal sekaligus jumlah makanan yang lebih banyak. Jika yang lain bilang bahwa mereka pergi perang, maka ia akan mengatakan bahwa mereka pergi untuk merampas hak hidup kelompok lain.

"Jika tetap tidak mau merubah pikiran, maka kami tidak punya pilihan selain memusnahkan kalian," ujar Seunghyun akhirnya. Ia bertransformasi kembali menjadi serigala besar berwarna kuning kecoklatan—seperti warna emas, mengaung keras ke arah Young-woon.

Young-woon membalas dengan auman panjang dan menggelegar, dalam waktu singkat ia telah menjadi seekor singa dengan surai hitam dan kulit berwarna coklat. Ia dan dua Betanya yang telah bertransformasi mulai berlari ke arah kelompok Namjoon dan kelompok lainnya.

Sekelompok manusia lain muncul tiba-tiba dan bertransformasi menjadi singa mulai bermunculan dari segala arah, ikut menyerang mereka. Namjoon menoleh ke arah Seunghyun dan kelompoknya yang telah berlari untuk menyerang kelompok Young-woon. Alpha muda itu memejamkan matanya dan mulai ikut berlari, mengaum sekeras-kerasnya—hingga suaranya bergema ke segala arah.

Sesuai dengan cerita ayahnya semasa beliau masih hidup, Saja adalah makhluk bertubuh besar, nyaris tiga kali lipat daripada ukuran tubuh mereka dan memiliki kekuatan di taring dan tenaga yang jauh lebih mengerikan daripada kelompok Neugdae pada umumnya. Untungnya kelompok Neugdae berjumlah lebih banyak daripada kelompok Saja yang berada di lembah—sekitar tiga kali lipat lebih banyak dari mereka. Tetapi dalam waktu singkat perkelahian dimulai, sudah banyak tubuh yang berserakan di atas tanah disertai hujan dan aliran deras cairan kental darah. Suara erangan dan lenguhan, disertai suara auman keras, menggema di seisi lembah.

Lembah yang awalnya berumput hijau dan dikelilingi oleh berbagai macam hewan dan tumbuhan, kini telah diselimuti oleh darah.

Seberapa kuatnya kelompok Saja Min, jumlah mereka terlalu sedikit dibandingkan dengan Neungdae yang datang untuk mengklaim daerah tetorial mereka.

Namjoon dibantu oleh ketiga Betanya, berhasil menjatuhkan tiga ekor Saja. Ia hendak menyerang singa yang lain saat matanya menangkap Seunghyun.

Cari di mana para Omega dan anak-anak Saja tinggal. Bunuh mereka. Alpha itu menyuruhnya.

Namjoon terkesiap mendengar ucapan itu, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak. Ia langsung menyuruh sepuluh orang Betanya untuk pergi mengikutinya, sementara di belakangnya peperangan masih terus berlanjut. Ia merobek leher seekor Saja yang tiba-tiba muncul dan nyaris melahap wajahnya. Ia merasakan darah membasahi wajahnya, tetapi ia tetap melanjutkan perburuan.

Ia menemukan beberapa buah pondok yang merupakan sarang tempat tinggal Saja. Dilihatnya beberapa Beta menjaga sarang, siap-siap menghadangnya. Beta-Beta bawahannya langsung menghajar para Beta Saja yang sedang berjaga. Pertarungan berdarah tidak terelakkan, sementara para Omega dan anak-anak Saja meringkuk di sarang mereka masing-masing. Mereka masih berwujud manusia, tidak berani melawan, hanya meringkuk ketakutan memandangi seisi tempat tinggal mereka dimusnahkan di depan mata.

Namjoon memejamkan matanya, menyuruh Betanya yang tersisa untuk menghabisi para Omega dan anak-anak. Ia bisa mendengar suara erangan kesakitan dan suara tangisan anak kecil di telinganya.

Ia membayangkan dalam kepalanya, jika yang diserang ini adalah Seokjin, atau Hoseok dan anak-anaknya yang akan lahir nanti, ataupun para orang-orang di kelompoknya. Namjoon merasakan perutnya bergejolak mual.

Ia membuka matanya dan memantapkan hati. Bagaimanapun juga ia harus melakukan ini semua. Karena jika ia tidak berperang, tidak merampas tanah milik orang lain, maka kelompok dan keluarga kecilnya akan mati kelaparan.

Dilihatnya seorang Omega pria meringkuk di atas pondok yang terbuat dari ranting dan akar tanaman yang sudah mengering. Omega itu memeluk seorang anak kecil laki-laki, berambut dan berkulit putih. Sesaat ia ragu bahwa yang di hadapannya itu adalah anak Saja, karena warna kulit anak itu berbeda dengan kaum Saja pada umumnya.

Ia hendak membuka rahangnya dan mencabik tubuh Omega dan anak kecil di hadapannya, saat tiba-tiba saja Omega itu perlahan-lahan berubah menjadi singa. Meski saat bertransformasi Omega memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil, mereka tetap memiliki kekuatan seperti seorang Saja atau Neugdae pada umumnya. Yang ia ketahui, para Omega Saja memiliki kemampuan berburu yang lebih baik dibanding Alpha Saja. Mereka jauh lebih gesit dan dapat menyerang lebih cepat, meski kekuatan mereka tidak pernah bisa menandingi golongan Alpha Saja. Omega itu menerjang tubuh Namjoon hingga jatuh ke atas tanah. Namjoon mengaum dan menggigit leher Omega itu, merasakan rasa asam metalik darah mengalir di mulutnya.

Omega itu berusaha melepaskan gigitan Namjoon, menggunakan cakarnya, menyebabkan goresan panjang di wajah Namjoon. Namjoon menggeram kesakitan, tetapi rahangnya yang lebih kuat menarik tubuh Omega tersebut dan melemparkannya ke atas tanah. Dilihatnya sang Omega berusaha bangkit, berusaha melindungi anaknya. Tetapi Namjoon lebih cepat, ia hampir meraih tubuh anak kecil itu—yang tengah menangis memanggil ibunya—Apa dia berusia sebaya dengan Hobi?—sepintas ia membayangkan anak itu; membayangkan wajah Hoseok yang memiliki sepasang mata miliknya, dengan bentuk hidung dan mulut persis seperti Seokjin, menangis—

Tubuh Namjoon tiba-tiba saja terpelanting ke samping, dan ia merasakan tulang rusuknya seperti patah di dua bagian. Dengan susah payah, ia mengangkat kedua kaki depannya. Dilihatnya Young-woon, menggeram ke arahnya. Di belakangnya anak itu masih menangis, tangannya terulur ke arah Young-woon.

Sesaat kemudian Namjoon menyadari bahwa anak itu adalah anak dari Alpha pemimpin kelompok Saja Min, dan Omega yang berusaha melindungi anaknya itu adalah pasangannya.

Jika kau menyentuh mereka, kau akan mati

Namjoon merasakan dadanya terasa sakit karena debaran jantung dan luka yang ia terima. Omega Young-woon berlari menghampiri anaknya dan membawanya pergi menjauh—membawanya dengan kerah bajunya berada di antara gigi taring. Ketika Omega itu sudah hilang di pandangannya, Namjooon sudah menyiapkan diri untuk balas menyerang. Tetapi tubuh Young-woon yang lebih besar menghantamnya duluan kembali ke atas tanah.

Aku tidak akan membiarkan kau menyentuh mereka, geram Young-woon pada Namjoon. Jangan berani menyentuh Omega dan anakku.

Seunghyun muncul di antara pepohonan dan menghantam tubuh Young-woon dengan tubuh dan kedua rahangnya yang kuat menancap di leher Alpha itu. Tubuh Seunghyun berguling bersama dengan Young-woon di atas tanah, saling berusaha mendominasi dalam pergelutan mereka. Mata Alpha dari klan Choi itu menangkap mata Namjoon, kembali menyuruhnya, Kejar Omega itu beserta anaknya! Habisi mereka!

Namjoon tidak perlu berpikir panjang untuk melompat keluar dan melacak jejak ke mana Omega itu pergi dengan bantuan penciumannya.

Hari itu sudah hampir malam, dan ia was-was jika anaknya sudah terlahir saat ini. Tetapi ia masih memiliki satu tugas yang harus diselesaikan.

Ia mengaum keras ketika mendapati Omega itu hampir berada di jangkauannya. Omega itu terpojok di antara aliran deras sungai dan Namjoon. Ia mengeluarkan suara ringkihan panjang, sementara darah masih terus mengalir dari lehernya. Saat Namjoon hendak menyambar tubuh Omega itu, tiba-tiba sang Omega kembali bertransformasi menjadi manusia, dengan kedua tangannya menyambar tubuh anaknya yang nyaris terjatuh ke atas tanah saat ia bertransformasi.

Tanpa sadar Namjoon menghentikan aksinya, ia diam memandangi dan tertegun.

Sang Omega jatuh ke atas rerumputan, sementara kedua tangannya dengan protektif merangkul anaknya yang masih menangis. Namjoon menyadari bahwa Omega di hadapannya ini telah kehabisan darah, sehingga ia nyaris tidak dapat mempertahankan wujud singanya.

"Jebal, kau boleh membunuhku, tapi jangan bunuh anakku..." kata Omega itu dengan napas tersengal-sengal. "Jebal—" suaranya tercekat.

Anaknya menangis memegangi tubuh ibunya, "Eomma, eomma..."

"Aku tidak akan mengakhiri hidup anakmu", Namjoon langsung kembali ke wujud manusianya. Hatinya tidak cukup mantap untuk membunuh keduanya. Maka ia hanya terduduk di depan Omega itu, "Aku juga memiliki seorang putra, berusia hampir sama dengan putramu. Dan saat ini, Omegaku juga—di tempat tinggal kami sedang melahirkan anak kedua kami," katanya dengan suara setengah berbisik, "Aku—aku tidak bisa membunuh putramu, mengingat bahwa ada keluarga yang menungguku saat ini."

Omega itu menangis, darahnya sudah berhenti mengucur, tapi ia masih susah payah untuk mengatur napasnya, "Aku tidak ingin anak ini hidup sendirian—setelah aku pergi—" ia mulai memuntahkan darah. Terlalu banyak bahkan Namjoon sampai memegangi kerongkongan sang Omega, yang terbuka oleh luka menganga, "Ia baru berusia empat tahun... Tapi—tapi kalian menghancurkan rumah kami. Merebut semuanya—ia tidak akan punya tempat untuk pulang..."

"Mianhae," Namjoon merasakan tenggorokan dan mulutnya kering, "—mianhae."

Anak laki-laki Young-woon masih terus menangis, tidak bergerak sedikitpun dari tempat ibunya berada. Ia meronta ketika ibunya menurunkannya dari tubuhnya. Dengan sisa-sisa tenaga terakhirnya, Omega Young-woon menyerahkan sang putra satu-satunya pada Namjoon.

"Aku tahu—kau pasti Alpha yang baik... Kau berbeda—dengan mereka," katanya dengan suara tercekat di tenggorokan, "Aku ingin kau membawa putraku ke tempat aman. Setidaknya, aku tidak ingin dia melihatku mati. A-aku—aku pun juga tidak ingin menyaksikan putraku mati di depan mataku sendiri…."

Namjoon menerima anak itu di tangannya dengan berat hati. Sementara anak yang baru saja dipisahkan oleh induknya tersebut berusaha melepaskan diri darinya, tangannya masih berusaha terulur ke arah ibunya.

"Siapa nama kalian, jika aku boleh tahu?" tanya Namjoon, matanya bergerak dari sang Omega ke wajah putranya yang memerah karena tangisan. Ia tahu bahwa ia merasa dirinya telah berkhianat pada kelompok lainnya, tetapi ia tidak sanggup untuk membunuh seorang Omega beserta anaknya. Dan kini, Omega itu sedang sekarat di hadapannya. Di telinganya, suara detak jantungnya semakin melambat.

"Aku—kau boleh mengenalku dengan nama Min Jeong-su," Omega itu tersenyum kecil untuk pertama kalinya, air mata membasahi wajahnya. "Dan nama anak ini," suaranya terdengar bangga, "Ia adalah putraku dan Young-woon, Min Yoongi." Jeong-su—nama Omega itu—kembali terbatuk-batuk di atas tanah. Ia menarik napas panjang, memejamkan mata. Namjoon dengan panik memegangi tubuh Jeong-su, mencari respon.

"H-hei—aku kalau bisa aku—"

"Kau adalah orang yang baik… Tidak seperti mereka… Jangan sia-siakan lagi—"

Ucapan itu langsung terhenti.

Omega itu sudah tidak bernyawa. Tidak ada suara desahan napas. Tidak ada suara detakan jantung. Yang ada hanya suara tangisan, suara erangan dan auman dari kejauhan.

Dan suara Namjoon menahan isak tangis di tenggorokannya sendiri.

Alpha muda itu melihat ke arah anak di gendongannya yang menangis dengan luapan emosi dan suara lengkingan yang menyayat hati.

Apa yang sudah kulakukan? Aku baru saja membunuh ibu dari anak ini—

"Demi nama Sanshin—" anak di gendongannya—Yoongi—kembali meronta-ronta, menangisi kepergian ibunya. Ia mulai menggigiti tangan agam Namjoon, ingin melepaskan diri.

Tetapi Namjoon tidak bergeming. Ia tetap membawa tubuh anak itu. Perlahan ia bertransformasi menjadi serigala dengan surai berwarna abu-abu kebiruan. Ia berlari melompati sungai, pergi mencari tempat yang ada dalam ingatannya—tidak jauh dari Buzhou Sando. Ia pergi menuju sebuah wilayah yang tersingkir dari perbukitan dan pegunungan, namun cukup terpenuhi jika masa panen tiba. Wilayah itu tertutupi dengan hutan-hutan dan tebing bebatuan, menyebabkan musuh sulit untuk menemukan wilayah tersebut jika tidak pernah menapakkan kaki ke sana.

Ia sampai di sana ketika fajar hampir menyingsing. Kakinya menapaki sebuah jalan dari bebatuan hingga ia tiba di sebuah rumah pohon. Ia ingat ketika ia kecil ia sering pergi ke tempat ini bersama ayahnya, pergi menemui teman-teman lama—kata Alpha yang sudah cukup lama meninggal itu. Tapi Namjoon yang sudah beranjak dewasa baru tahu apa maksud ayahnya.

Ini adalah bukit di mana mereka mengasingkan para Neugdae yang sudah tidak memiliki kelompok ataupun keluarga, atau juga para Neugdae yang memilih untuk mengasingkan hidup mereka dan hidup tua tanpa bersosialisasi dengan Neugdae lainnya. Delta, itu sebutan bagi mereka. Sebagian mereka ada yang tetap hidup seperti kebanyakan Neugdae lainnya, dan sebagian lagi telah kehilangan akal pikiran dan kemampuan mereka untuk berubah menjadi wujud manusianya, sehingga bersikap seperti layaknya serigala biasa dan bukan lagi seorang Neugdae.

Tetapi ayahnya dulu selalu pergi ke tempat pengasingan ini, mendekatkan dirinya pada orang-orang yang terasingkan ini. Mendengarkan cerita mereka, mendengarkan suara alam. Memang tempat itu hanya sebesar seperdelapan dari wilayahnya, tetapi tempat ini selalu menimbulkan kesan aneh pada Namjoon kecil.

Ia bisa mendengar suara hembusan angin, suara hamparan awan yang terbang, suara rerumputan bergoyang, suara serangga, semua suara segala sumber kehidupan.

Namjoon berubah ke wujud manusianya, tubuh tidak terbalut satu kain pun, dengan tangannya menggendong seorang anak laki-laki yang terus menerus menggigiti tangannya yang kekar oleh lekukan otot. Dengan perasaan tidak tega, ia menurunkan anak Jeong-su dan Young-woon ke antara rerumputan. Anak itu langsung melompat ke pucuk pepohonan, menghilang di antara bayang-bayang pohon, tetapi matanya yang ia sadari berwarna merah—mengintip Namjoon di antara siluet dedaunan dan ranting-ranting kecil.

"Maafkan aku, aku sudah membunuh ibumu," kata Namjoon pada anak itu. Ia membayangkan dirinya bersama Hoseok, membayangkan dirinya meninggalkan anaknya di tengah hutan, sendirian. "Tapi aku tidak punya pilihan, aku harus melakukannya demi keluargaku, dan juga kelompokku."

Anak itu hanya diam, mengamati. Suara desahan napas anak itu terdengar menggeram—mengancam, saat Namjoon melangkah mendekatinya. Yang ia lihat hanyalah pantulan bola mata berwarna putih dengan manik berwarna merah pekat mengamati Namjoon dari jauh, melemparkan tatapan menghakimi yang menyalahkan Namjoon atas seluruh perubahan nasibnya saat ini. Menyalahkan Alpha muda itu atas nasib yang telah ditinggalkan untuknya sendirian.

"Aku akan meninggalkan kau di sini sendirian. Aku tidak bisa membawamu ke tempatku,karena jika kelompok lain tahu bahwa kau selamat, mereka akan membunuhmu."

Anak itu hanya kembali menggeram, menyuruh Namjoon mundur.

"Sekarang ini kau harus bertahan hidup sendirian. Tapi aku ingin kau ingat akan satu hal," Namjoon masih menatap sepasang mata kecil itu, "Bahwa alam akan selalu mengajarkan banyak hal padamu. Dan jika kau berjuang keras untuk melindungi alam, mereka akan berbalik melindungimu."

Ia berdiri dari posisinya dan membalikkan tubuh. "Semoga Sanshin melindungimu, Yoongi-ah. Semoga Ia memberimu hidup yang cukup, setidaknya cukup untuk membuatmu melihat banyak hal di dunia ini."

Tubuhnya kembali menjadi seekor serigala, dan ia berlari meninggalkan anak itu sendirian.

Di balik hutan, ia mendengar suara ratapan. Anak itu mulai menangis begitu ia tinggalkan. Tetapi Namjoon tidak dapat mundur dari keputusannya. Ia terus berlari dan berlari, hingga suara ratapan mengilukan itu menghilang di kejauhan. Alpha muda itu harus kembali ke medan perang, kembali pada kelompoknya, kembali pada keluarganya. Ia merasakan pipinya basah oleh air mata, tapi ia membiarkannya kering oleh tiupan angin.

Ia kembali di lembah kaum Saja, dan melihat peperangan hampir berakhir. Tumpukan mayat kelompok Min berserakan dan bertebaran sepanjang pemandangan terhampar di matanya. Ia bisa melihat darah mengalir, suara erangan dan rintihan, suara kibasan api yang membakar pondok-pondok yang dulunya berisi para Alpha Saja dan keluarga kecil mereka.

Namjoon menangis, ia tidak dapat membendung air matanya lagi. Ia jatuh terduduk di atas tanah, menangisi keputusan yang telah diambilnya.

Semuanya ini ia lakukan bukan karena keinginannya, tetapi karena keharusannya sebagai seorang pemimpin klan.

Dilihatnya Seunghyun berjalan ke arahnya, sudah kembali berwujud manusia. Di dadanya terdapat banyak bekas cakaran dan lengan kananya terkoyak, tetapi wajahnya tersenyum penuh rasa bangga akan kemenangan. Di bahu kanannya, ia membawa tubuh Young-woon yang setengah bertransformasi menjadi manusia bercucuran darah segar; tidak melawan, tidak bernyawa.

"Kenapa kau menangis, Namjoon-ah? Kita semua menang! Kita berhasil mendapatkan lembah ini! Kelaparan tidak akan menyerang kita lagi!"

Namjoon menghapus air matanya, "Ne. Kita menang."

Kelompoknya dan ketiga kelompok lainnya menghilangkan bekas-bekas keberadaan kelompok Min. Jantungnya mulai berdebar ketika Yongguk berkata padanya, "Bukankah kau yang bertugas menghabisi anak dan Omega Young-woon? Di mana mayat mereka?"

Namjoon menelan ludahnya. Ia tidak ingin membeberkan keberadaan Yoongi kepada mereka. Tetapi jika ia ketahuan berbohong, maka kelompok lain akan memutuskan tali persaudaraan dengan kelompoknya, atau lebih buruknya, hidup kelompoknya akan terancam. Namjoon menjilat bibirnya yang terasa kering, "Aku—aku tidak ingat. Aku membunuh anaknya di sekitar sini, setelah membunuh induk Omeganya. Aku membiarkan mayat mereka dihanyutkan oleh aliran sungai."

Ia berubah tegang ketika ia menyadari bahwa Yongguk beringsut memandanginya dengan tatapan penuh kecurigaan, seolah-olah mengantisipasi ucapan bohong dari Namjoon. Alpha itu mulai mengendus rasa ketakutannya saat Seunghyun menarik lengan Yongguk, "Hentikan, Yongguk. Yang penting saat ini kita semua telah memenangkan perang. Kita bisa kembali ke desa kita masing-masing setelah merundingkan pembagian wilayah."

Di dalam pikirannya, Namjoon menarik napas lega. Ia mengikuti Seunghyun untuk berunding mengenai wilayah. Saat siang hari hampir menyingsing, dibuat keputusan bahwa kelompoknya mendapatkan seperempat wilayah yang dilewati oleh dua aliran sungai dan terletak di dekat bagian utara bukit. Setiap wilayah dibatasi oleh aliran sungai dan hutan bambu.

Alpha muda itu kembali bersama kelompoknya—yang tersisa sekitar 20 orang Beta dan Alpha dewasa—dengan perasaan sedikit senang. Setidaknya setelah ia membawa keluarganya ke tempat tinggal mereka yang baru, keluarga dan kelompoknya tidak akan pernah kelaparan lagi. Ia berlari sekencang-kencangnya menuju wilayah mereka yang lama. Ia mengingat-ingat bahwa sesampainya di sana, Seokjin telah melahirkan anak mereka. Bahwa sesampainya di sana, ia akan kembali bertemu dengan Hoseok, mengabari Namjoon bahwa ia telah menjadi seorang Hyung.

Dan benar sesuai bayangannya, ia tiba di pondok josan -won disambut oleh putranya dan Omega yang mengasuh Hoseok—Ryeowook, pasangan hidup dari seorang Beta bawahannya, Jong-woon.

"Appa! Appa!" seru Hoseok senang sambil mengangkat kedua tangannya, "Hobi-hyung! Hobi jadi Hyung karena sudah punya dongsaeng!"

Namjoon menggendong putranya, mengecup pipinya yang terasa lebih kurus dibanding beberapa saat lalu ketika ia meninggalkannya. Tetapi ia tidak peduli karena sebentar lagi mereka tidak akan kelaparan lagi, "Mana Eomma dan dongsaeng? Appa belum bertemu dengan dongsaeng!"

Hoseok menunjuk ke dalam pondok dan Namjoon menggendongnya ikut masuk ke dalam. Seorang Beta yang bertugas sebagai bidan memberinya hormat dan pergi meninggalkan pondok bersama Ryeowook. Ketika ia tiba di dalam, dilihatnya Seokjin, di atas tempat tidur beralaskan daun dan kulit hewan buruan, sedang menyusui anak mereka. Namjoon menghampiri dengan raut wajah kaget, menyadari bahwa justru Omeganya sedang menyusui dua orang anak, bukan hanya satu. Dengan mata berkaca-kaca ia duduk di sebelah Seokjin, dengan Hoseok berada di antara tubuhnya dan tubuh Omeganya. Sebelah tangannya menyentuh kepala Seokjin yang masih basah oleh keringat.

"Ini—"

"Kita memiliki anak kembar, Alpha. Lihat," Seokjin menyodorkan dua anaknya yang telah selesai menyusu pada Namjoon yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Omega itu tersenyum lembut sambil menunjuk ke salah satu anak serigala di antara lengannya, "Anak ini terlahir duluan, tapi ia lebih kecil daripada saudara satunya."

Dua anaknya, masih berwujud setengah anak serigala, menggeliat di tangan Omeganya. Satu di antaranya berwarna abu-abu sepertinya, sedangkan satunya lagi berwarna coklat keemasan, sama seperti induk Omeganya. Namjoon menangis mengamati kedua anaknya yang baru lahir. Ia mempelajari fitur bentuk kedua anaknya satu persatu dengan hati yang terasa nyaris meledak dengan rasa kasih sayang yang membucah menjadi satu padu di dalam dadanya. Anaknya yang berwarna coklat keemasan berukuran lebih kecil daripada yang berwarna abu-abu, menandakan bahwa ia anaknya yang terlahir duluan daripada yang satunya seperti ucapan Seokjin.

"Appa jangan menangis... Hobi sudah jadi hyung," kata Hoseok sambil mengusap air mata di wajah ayahnya.

Namjoon tertawa dan melihat ke arah Hoseok, "Ne, Hobi sekarang sudah menjadi seorang hyung. Kau harus bisa menjaga mereka baik-baik, ne?"

Hoseok mengangguk dengan antusias, tangannya ikut memegangi kedua adiknya dengan hati-hati.

Seokjin bergeser sedikit dari posisinya, "Bagaimana kalau kita menamakan kedua anak kita ini dulu, sebelum aku tidur?"

Namjoon menunjuk pada anaknya yang berukuran lebih besar, "Kurasa yang satu ini akan kunamai dengan Taehyung. Mengingat bahwa semua harapan kita akan musim kemarau ini akan segera berakhir. Bahwa dalam situasi sesulit apapun, pasti ia akan menemukan jalan keluarnya." Ia melihat Seokjin memasang wajah bingung padanya, "Ne, Jinnie. Kami berhasil menaklukkan lembah di Buzhou Sando. Mungkin lusa kita bisa memulai perjalanan ke sana."

Seokjin menyorotkan wajah bahagia padanya, "Oh! Sungguhkah?" Omega itu mulai menangis, "Akhirnya—kupikir kita akan—"

"Hei, hei, tenanglah. Kita belum selesai menamai yang satu lagi," kata Namjoon setengah tertawa.

"Yang ini namanya siapa, Appa?" tanya Hoseok sambil menunjuk adiknya yang berukuran paling kecil.

Namjoon berpikir agak lama. Ia membayangkan Yoongi, yang saat ini tengah sendirian di suatu lembah setelah ia meninggalkannya. Bagaimana jika ia tidak pernah membuat keputusan meninggalkan Yoongi di sana? Bagaimana jika ia lebih memilih untuk membunuh Yoongi?

"Jimin," ucap Namjoon pada akhirnya, "Meski tubuhnya kecil, ia akan bertahan hidup seperti saudaranya yang lain. Dan ia akan punya tujuan hidup yang tinggi." Juga memiliki kebijaksanaan yang tidak kumiliki saat ini.

"Jimin dan Taehyung," bisik Seokjin pelan sambil memandangi anak-anak mereka yang baru terlahir satu persatu. "Selamat datang ke kelompok Kim; Jimin dan Taehyung."


Balameun Somanghaneun Goseuro Bunda

Part I:

Eunbich Bineul-iyeo

Plot Summary: "Kau hanya barang tebusan atas dosa yang telah ayahmu telah perbuat bertahun-tahun lalu." Jimin terpaksa harus dibawa pergi dari kelompoknya oleh seorang Min Yoongi, Alpha misterius yang ternyata adalah Saja terakhir klan Min. Jimin menekankan dirinya untuk tidak jatuh pada Yoongi, bahkan jika takdir lah yang memaksanya. YoonMin. ABO werewolf fantasy. 3 shots.

Pairings: YoonMin, NamJin, KookV, ChanBaek, side pairings lainnya

Warnings: ABO dynamics, mpreg, sex scene, angst, slight gore, other kpop idols

Terinsipirasi dari fanfic Spring Days (YoonMin) dan Warrior Beauty (Kyungsoo x Baekhyun) di AO3.


I


Jimin terlahir dengan karakter berbeda dengan anak-anak seusianya.

Jika anak-anak seusianya senang bermain dan berlarian keluar sarang tempat tinggal mereka, maka Jimin akan menghabiskan waktu menyibukkan diri dengan mempelajari benda-benda di sekitarnya.

Jika anak-anak seusianya senang bergulat satu sama lain di atas rerumputan, maka Jimin akan berlari dan menghilang di hutan hingga menjelang senja, sampai kakak dan ibunya pergi mencarinya—menemukannya bermain di antara aliran sungai dan pepohonan.

Jika anak-anak seusianya sudah mulai berbicara dengan bahasa yang mereka pahami, maka Jimin akan memilih mendengarkan. Bahkan orang tuanya menyangka bahwa Jimin mengalami bisu sampai usianya menjelang 3 tahun usia matahari. Baru saja di usianya yang menginjak tiga tahun dan setelah menjalani upacara gut pertamanya, Jimin mulai banyak menyuarakan pikirannya.

Taehyung, saudara kembarnya, memiliki sifat yang jauh berbeda dengannya. Ia selalu bermain bersama anak-anak yang lain, bergulat, dan pulang ke rumah dengan banyak bekas luka gigitan di tubuhnya. Taehyung beberapa kali mengajak Jimin ikut bersamanya, tetapi ditolak mentah-mentah oleh saudaranya yang bertubuh lebih kecil; dengan alasan ia lebih tertarik untuk mengenali satu persatu nama-nama pohon di hutan. ("Benarkah pohon bisa berbicara, Chim? Aku juga mau mengenal mereka!" "Mereka bisa bicara kalau kau mengenal mereka, Taetae!")

Tetapi Jimin menyukai Taehyung, menyayangi saudara kembarnya itu. Meski Taehyung bertubuh lebih besar, ia selalu mengalah jika Jimin mulai bergulat dengannya. Di manapun dan kapanpun, Taehyung selalu menjadi favorit semua orang. Ia selalu punya lebih banyak teman dibanding Jimin, meski Jimin sedikit kecewa jika hanya Taehyung diajak bermain oleh anak-anak Neugdae lainnya. Ia menganggap bahwa teman terbaiknya adalah Taehyung, Hoseok-hyung—kakak sulungnya, dan orang tuanya. Ia juga menganggap neneknya adalah sahabatnya, sampai akhirnya wanita berstatus Omega itu meninggal sewaktu Jimin dan Taehyung berusia 5 tahun usia matahari.

Hal yang disukai Jimin lainnya ketika ia mulai bisa berjalan adalah bermain petak umpet sendirian. Terkadang ia akan mengajak Hoseok dan Taehyung ketika anak-anak yang lain sudah pulang ke sarang mereka masing-masing. Jika ia bermain petak umpet sendirian, maka ia akan berpura-pura bersembunyi di balik akar dan batang pohon pinus, menunggu sampai Hoseok dan ibunya memanggilnya untuk tidur siang atau waktu makan. Lain waktu ia akan menirukan suara kercipan burung lalu bernyanyi sambil mendengarkan suara desir aliran sungai yang hari itu tidak terjamah oleh siapapun kecuali dirinya. Bahkan jika ia bertengkar dengan Taehyung dan membuat saudaranya menangis seharian, Jimin akan menghilang dari pondok sarang tempat tinggal mereka dan pergi ke balik pepohonan untuk menyendiri, menunggu Taehyung atau dirinya meminta maaf pada satu sama lain.

Terkadang, apabila ia merasa bosan sendirian, ia akan mengajak Taehyung dan Hoseok pergi berenang di sungai. Mereka berenang di sungai dengan aliran lebih tenang, menangkap ikan, dan pulang ketika waktu menjelang sore.

Tapi hal yang paling disukai dan dinantikannya adalah ketika ayahnya pulang dari wilayah kelompok lain, berbagi cerita padanya sementara Taehyung dan Hoseok ikut mendengarkan bersama-sama. Ayahnya, Kim Namjoon, adalah pemimpin kelompok Kim dan sudah hampir bertahun-tahun lamanya menjalankan tugasnya sebagai Alpha pemimpin tertinggi kelompok Kim.

Ia juga telah memimpin beberapa perang besar, termasuk perang melawan kelompok Min, kelompok terakhir dari kaum Saja. Keberadaan mereka telah hilang dari peradaban semenjak perang yang dilalui oleh ayahnya. Saat ia pulang, maka mereka duduk membentuk setengah lingkaran di tengah-tengah kobaran api unggu, sementara ibu mereka akan menyiapkan santapan makan malam dari daging kelinci ataupun hasil buruan lainnya. Ayahnya akan mulai bercerita tentang tugas patrolinya di wilayah perbatasan gunung, membantu mengusir Neugdae liar atau hewan-hewan yang dapat mengancam stok buruan. Terkadang ia juga menceritakan pada anak-anaknya tentang Saja yang sudah lama punah. Saat Hoseok dan Taehyung mulai mengantuk mendengarkan cerita ayah mereka, maka Jimin akan menjadi orang terakhir yang mendengarkan cerita itu hingga habis, matanya berbinar-binar dengan rasa penasaran.

Jimin tahu bahwa ayahnya merasa senang dan bersemangat ketika menceritakan tentang Saja. Bagaimana bentuk mereka bertransformasi melebihi ukuran Neugdae pada umumnya. Bentuk tubuh mereka yang agung disertai surai mereka, semuanya diceritakan sedetail-detailnya oleh ayahnya. Bahkan ia bercerita bagaimana dewa Sanshin memiliki peliharaan seekor singa, yang kemudian dari singa peliharaannya itu ia menjadi manusia dan menjadi moyang pertama kaum Saja. Alpha itu juga mengatakan pada Jimin, bahwa mereka yang telah musnah dari peradaban tidak boleh sampai hilang dari sejarah.

"Apa mereka benar-benar ada?" tanya Jimin pada ayahnya, wajahnya terlihat masih tidak percaya mendengar cerita ayahnya.

"Mereka ada, demi nama Sanshin. Setidaknya dulu pernah ada. Aku pernah melihat mereka dengan mata kepalaku sendiri. Mereka besar, bahkan lebih besar daripada aku maupun Neugdae lainnya, dan mereka punya rahang dan kaki belakang yang lebih kuat. Mereka petarung yang handal yang sama sekali tidak bisa diremehkan," jawab ayahnya sambil bercerita, matanya berapi-api penuh semangat setiap kali cerita tentang Saja mengalir dari mulutnya.

Ketika Jimin masih mendengarkan cerita ayahnya hingga purnama mulai meluncur turun, maka akan datang ibunya, menyuruhnya tidur sambil menggendong kedua tubuh kakak dan adiknya yang sudah tidak sadarkan diri.

Jimin mau tidak mau menuruti kemauan induknya dan pergi tidur—karena ia tahu bagaimana wujud ibunya akan berubah 180 derajat begitu ia marah. Lalu Jimin akan menemui dirinya berada di himpitan antara tubuh Hoseok dan Taehyung yang terlelap ke alam mimpi. Tetapi pikirannya akan terus berkelebatan dengan semua cerita ayahnya. Ia sangat menyukai cara ayahnya bercerita, bagaimana Alpha itu membawanya ke dunia lain, seolah-olah ia ikut melihat semua petualangan yang dilewatkan olehnya. Hati kecilnya juga mulai memuja-muja sosok Saja yang selalu diceritakan oleh ayahnya.

Beberapa kali ayahnya akan membawa teman-temannya dari kelompok lain. Alpha-Alpha pemimpin kelompok lain tersebut akan membawa anak-anak mereka, ikut bermain bersama dengan Taehyung dan Hoseok. Jimin pasti selalu memilih dengan dunianya sendiri, sampai akhirnya ayahnya menegurnya untuk bermain bersama yang lain.

Ada salah seorang anak yang ia sukai dari anak-anak lainnya. Dia adalah anak kedua dari pemimpin klan Jeon. Nama anak itu adalah Jungkook dan usianya setahun usia matahari lebih muda daripada Jimin dan Taehyung. Jungkook memiliki senyum yang lebih mirip seekor kelinci daripada anak serigala pada umumnya. Tubuhnya juga jauh lebih mungil dibandingkan Jimin dan Taehyung pada saat itu. Meski awalnya ia malu-malu ketika Jimin mengajaknya bermain untuk pertama kalinya dan bersembunyi di balik kaki ayahnya, tetapi Jungkook sebenarnya punya kepribadian menyenangkan. Ia senang bercanda dan berlarian seperti anak lainnya begitu ia sudah mengenal Jimin dan Taehyung.

Jimin senang mengajak Jungkook pergi berlarian ke hutan yang sering dikunjunginya, dan anak itu akan selalu menurut mengikutinya. Mereka saling kejar-kejaran, terkadang hingga mereka berubah wujud menjadi setengah serigala, dan mengaum di antara rerumputan. Pada akhirnya Hoseok dan Taehyung biasanya akan ikut bermain bersama mereka, menghabiskan waktu hingga akhirnya ayah Jungkook mengajak putranya untuk pulang.

"Kita akan bertemu kapan-kapan lagi!" seru Jimin sambil melambaikan tangannya pada Jungkook yang hampir setengah menangis di gendongan ayahnya.

Meski pertemuan mereka cukup singkat, tetapi Jimin menikmatinya. Ia memiliki satu teman baru.

Semakin usianya beranjak menuju usia remaja, Jimin semakin membuka dirinya pada dunia. Ia mulai mengenal Sungwoon dan Chanyeol dari kelompok Han dan Park.

"Kurasa Chanyeol menyukaimu, Jimin," kata Taehyung sambil bercanda setiap kali Chanyeol mendatangi desa mereka dan tinggal di sana selama beberapa hari tanpa ayahnya. Tepat seperti yang dikatakan oleh Taehyung, Chanyeol senantiasa membawakannya hasil buruan ataupun bunga-bunga yang ia temukan dalam perjalanan menuju wilayah tetorial kelompok Kim.

Jimin akan menjawab dengan balasan berupa gurauan pula. Toh ia tahu bahwa sepupunya yang lebih tua 3 tahun usia matahari darinya, Baekhyun, menyukai Chanyeol. Ia tidak mungkin menyukai Chanyeol yang justru lebih disukai Baekhyun ketimbang dirinya.


I


Ketika usianya dan Taehyung beranjak 18 tahun usia matahari, keduanya melewati pemeriksaan dan diumumkan sebagai Omega. Taehyung mengalami heat duluan sebelum Jimin. Tidak lama setelah berita Taehyung mengalami heat mengudara hingga ke kelompok lainnya, para anak-anak Alpha dari pemimpin klan lain mulai berebut untuk mengklaim Taehyung duluan. Tetapi Taehyung meminta pada ayah mereka untuk mengadakan turnamen, untuk memilih Alpha terbaik untuknya.

Di satu sisi, Jimin merasa iri pada saudara kembarnya. Taehyung memiliki wajah yang tampan dan eksotis, unik, dan bentuk tubuh ideal yang begitu diincar-incar oleh para Alpha manapun. Selain itu ia cukup jago berburu dan mengumpulkan makanan, meskipun payah dalam soal memasak. Taehyung juga lebih tinggi darinya, meski mereka adalah saudara kembar. Di antara mereka berdua, Taehyung lah yang paling banyak mewarisi kesempurnaan yang dimiliki oleh kedua orang tua mereka. Bahkan Jimin merasa cemburu karena Taehyung lebih dekat dengan teman-temannya yang lain selain dirinya.

"Kau beruntung akan banyak Alpha yang ingin mengklaimmu. Dengan begitu, kau bisa memilih Alpha paling memungkinkan untuk dijadikan pasangan," kata Jimin di hari turnamen pemilihan calon Alpha untuk Taehyung diadakan. Ia berusaha menyembunyikan rasa irinya dengan wajah berbinar-binarnya seperti biasa.

Taehyung hanya menepuk bahu saudara kembarnya itu dengan rasa tersipu, balas memuji, "Kau juga, Chim! Begitu heatmu tiba, para Alpha pasti akan mengincarmu. Kau punya wajah menarik dan semua orang memuja-muja kebaikan hatimu. Siapa yang mau menolak Omega sepertimu?"

Jimin sedikit meragukan ucapan saudara kembarnya.

Turnamen dibuka oleh Mu kelompok Kim yang sudah bertahun-tahun mengabdi, Minseok, dan oleh ayahnya selaku pemimpin klan. Jimin duduk di antara Hoseok; yang telah diumumkan sebagai seorang Alpha dan pengganti ayah mereka nantinya, ibunya; selaku pasangan dari pemimpin klan, dan Taehyung; sebagai Omega yang berhak dimiliki oleh juara di turnamen ini.

Selama orasi disampaikan oleh ayahnya, Jimin merasa dirinya terbenam di antara keluarganya yang bertubuh tinggi semapai, sementara ia sendiri tidak pernah bisa mengalahkan tinggi ibu ataupun para saudaranya. Ia bisa merasakan semua mata tertuju pada anggota keluarganya dengan tatapan mengagumi dan rasa hormat, kecuali pada dirinya yang membuat Jimin mengutuki diri sendiri dalam hati.

"Hari ini, dengan senang hati aku mempersembahkan putraku, Kim Taehyung, sebagai Omega." Jimin mendengar suara ayahnya bergaung di antara lembah dan kerumunan hadirin; sebagian adalah kelompoknya dan sebagian lagi dari kelompok lain, "Dengan adanya turnamen ini, maka para Alpha yang berhasil memenangkan pertandingan, berhak untuk mendapatkan putraku sebagai Omega kalian."

Ucapan itu disambut dengan antusias oleh berbagai kelompok yang datang. Jimin merasakan tangan Taehyung menggenggam tangannya kuat-kuat. Seketika ia ikut tegang bersama saudara kembarnya, membayangkan dirinya akan mengalami hal serupa menjelang heatnya tiba.

Satu persatu kelompok memperkenalkan anak-anak mereka, seluruhnya adalah Alpha yang bertubuh kekar dan terlihat serius mengikuti turnamen. Jimin sedikit terkejut ketika mendapati Chanyeol tidak mengikuti turnamen, Alpha yang lebih tua tiga tahun darinya itu hanya duduk di tribun bersama kelompok dan keluarganya. Sementara dari keluarga Jeon, mereka memperkenalkan sang putra kedua sebagai peserta turnamen.

Jimin mendengar Hoseok terkesiap di sebelahnya, "Huh? Bukankah itu Jungkook-ah, dari kelompok Jeon?" serunya setengah tidak percaya. Alpha itu berdiri dari kursinya—berusaha untuk melihat lebih jelas, membuat ibunya terpaksa menariknya kembali ke kursinya.

Mendengar ucapan kakaknya, Jimin ikut terkejut. Ia mendongakkan kepalanya untuk melihat, "Benarkah? Sudah lama aku tidak melihatnya! Bagaimana rupa dia sekarang?"

Di sisi kanannya, ia merasakan Taehyung ikut berjengit untuk melihat, "Demi Sanshin, dia memang Jungkookie! Astaga—banyak yang berubah dari penampilannya!"

Dulu, sewaktu mereka masih sering bertemu dengan Jungkook, anak itu masihlah seorang yang lugu dan selalu bersembunyi di balik kaki ayahnya. Kepalanya baru akan menyembul keluar dari sela-sela kaki ayahnya begitu Jimin atau Taehyung menghampirinya dan mengajak anak itu bermain bersama mereka.

Jungkook, yang kini adalah seorang Alpha, telah tumbuh begitu pesat daripada yang diingat Jimin. Alpha itu kini hampir setinggi ayahnya, dan bertubuh kekar dengan dada bidang dan otot-otot yang menonjol. Meski ia terlihat begitu berbeda daripada yang bisa diingatnya, Jungkook tetap memiliki senyuman kelinci yang selalu diperlihatkannya ketika ia malu-malu. Jimin merasakan dirinya ikut tertawa melihat sikap Jungkook yang berbeda dengan penampilan luarnya.

"Dia masih Jungkook yang dulu, Tae," kata Jimin pada saudara kembarnya.

Ia menoleh ke arah Taehyung, memperhatikannya tidak berhenti memandangi Jungkook di kejauhan. Beberapa kali Taehyung menggigiti bibirnya, kedua tangannya terpilin di dadanya. Jimin langsung menyadari sesuatu.

"Kau pasti ingin Jungkook menang," kata Jimin yakin.

Taehyung langsung berubah gugup di hadapannya. Omega yang lebih muda itu balas menatap Jimin dengan salah tingkah, "E-eo? Ini karena aku sudah lama tidak melihatnya! Tidak kusangka ia akan berubah sebanyak itu!"

"Sebanyak itu? Maksudmu berubah jadi tampan dan menarik? Tubuhnya pasti menjadi idaman Omega lain saat ini. Beruntung sekali kalau ternyata dia memenangkan turnamen ini, ya 'kan, Tae?" goda Jimin.

Kuping Taehyung berubah merah, "Tentu saja tidak—"

"Ssh! Perhatikan sikap kalian! Kita akan mulai turnamen, anak-anak!" seru ibu mereka sambil menjejalkan ujung telunjuknya di bibir.

Jimin dan Taehyung kembali diam di tempat duduk mereka, memperhatikan turnamen yang telah resmi dibuka. Di sekeliling mereka—di tempat yang berbentuk seperti amfiteater oval, para Beta dari kelompok mereka memukul-mukul tabuh, menandakan bahwa sebentar lagi turnamen akan dimulai. Beberapa anak remaja yang baru diumumkan sebagai Omega yang belum mengalami heat—kecuali Jimin, yang merupakan anggota kelompok Kim, mulai menari sementara di belakang mereka beberapa orang Alpha muda melangkah satu persatu mengikuti.

Selama tabuh berdendang, ada sekitar tujuh orang anak Alpha dari kelompok, masing-masing berasal dari klan marga Lee, Jung, Park, Baek, Choi, dan Jeon. Chanyeol yang berasal dari keluarga Park, duduk di tribun sementara para kakak laki-lakinya, Bogum dan Hyung-sik yang mewakili nama keluarga mereka.

Ketika masih kecil, Jimin selalu berharap dirinya akan menjadi Alpha seperti ayahnya. Ia selalu mengagumi para Alpha dari kakek moyangnya—bagaimana mereka berhasil menaklukkan klan lain, bagaimana mereka bertarung secara mengagumkan untuk mempertahankan nama Kim. Kini di usianya yang ke 18 tahun, pertama kalinya ia menyaksikan turnamen pertandingan antara Alpha. Pada umumnya Alpha selalu berukuran lebih besar daripada Omega maupun Beta pada umumnya. Mereka juga memiliki aura yang mampu mendominasi dan menundukkan Omega dan Beta. Bahkan pada kasus yang langka, seorang Alpha mampu menundukkan Alpha lainnya. Tidak jarang ia mendengar ada kasus di mana seorang Alpha dapat menurunkan status Alpha lain menjadi seorang Beta, jika cerita itu memang benar adanya.

Pertandingan pertama berjalan membosankan untuknya, karena kedua Alpha yang masing-masing berasal dari klan Baek dan Jung, sama-sama memiliki kemampuan berkelahi yang standar. Ketika mereka berubah wujud menjadi dua orang serigala, suara sorak sorai dari tribun pun berasal dari kedua klan tersebut. Jimin mengingat bahwa ketika pertama kali ia melihat Alpha dari kelompok Baek—Juho, Alpha itu hanya mengekor kedua orang tuanya, sama sekali tidak tertarik untuk ikut bergulat bersama anak-anak lainnya. Mungkin Jimin juga demikian, tapi setidaknya ia bisa melompat dan menggigit lebih baik daripada Juho. Sedangkan untuk Taekwoon yang berasal dari klan Jung, Jimin sedikit mengagumi gerakannya selama pertandingan berlangsung. Sayangnya Taekwoon terlalu banyak ragu-ragu dalam menentukan siasat selanjutnya dalam pergulatan selama turnamen.

Jimin melirik Taehyung yang berusaha menahan rasa kantuknya. Sambil tersenyum geli, ia berkata pada Taehyung sambil menunjuk ke klan secara acak—selain kelompok Jeon, "Jika ternyata salah satu dari mereka yang menjadi Alphamu, bagaimana?"

Taehyung menepis tangan Jimin dengan kesal, "Jangan bicara yang tidak-tidak. Ini baru pertandingan pertama, Jimin."

Jimin menangkupkan dagu di atas telapak tangannya, bergumam pelan, "Aku bosan. Aku mau pulang, atau pergi ke hutan saja."

Taehyung mengangkat alisnya, tertarik dengan ide Jimin.

Tetapi Seokjin, ibu mereka, mendengar ucapan Jimin dari sebelah Hoseok. "Rasanya aku sudah mengajarkan kalian untuk bertata krama, ke mana semua ajaran yang selama ini sudah kuberikan?" kata ibu mereka menasihati tanpa menarik napas, kedua alisnya tertaut dengan ekspresi mengancam.

Jimin dan Taehyung menurut pada ibu mereka sambil berusaha menahan kekesalan dan rasa bosan. Saat pertandingan pertama hampir selesai, Jimin dengan waspada menyelinap keluar dari tempat duduknya. Hoseok menjadi orang pertama yang sadar akan tabiatnya tersebut. Alpha muda itu memanggil namanya, tetapi Jimin segera memberi isyarat agar Hoseok tidak memberitahu ibu mereka. Kakaknya tersebut langsung mempelototinya dengan tatapan tidak setuju mengetahui rencana adiknya.

Sementara Taehyung yang baru menyadari kepergian Jimin, mencak-mencak di tempat duduknya karena saudara kembarnya meninggalkan ia untuk menonton hingga selesai. ("Kau serius mau meninggalkanku sendirian di sini?!")

Butuh waktu beberapa saat untuknya terbebas dari barisan orang-orang duduk dan pergi keluar dari area turnamen. Ia tidak memedulikan pandangan orang-orang yang menyadari bahwa dirinya adalah anak dari pemimpin kelompok Kim. Jimin hanya ingin meregangkan tulang-tulangnya yang seperti mati rasa karena duduk terus menerus dari pagi, sekaligus melepaskan dirinya ke alam bebas.

Ia berlari menikmati pancaran sinar matahari, mendengarkan suara kericau burung-burung. Kakinya pergi membawanya ke hutan yang biasa ia datangi semenjak kecil. Tetapi hari itu ia dipenuhi dengan rasa bersemangat sehabis keluar dari tribun penonton dan area turnamen, dan ia penasaran untuk menjelajah lebih jauh. Dengan perasaan meluap-luap, Jimin melompati sungai yang membatasi wilayahnya dengan wilayah lain.

Dulu jika ia ketahuan keluar dari wilayah kelompok ayahnya, ibunya akan memarahinya habis-habisan—memukuli pantatnya sampai ia tidak bisa duduk dan membuatnya menangis hingga tertidur. Tetapi saat ini ia sudah beranjak dewasa, dan ia akan mengalami heat pertamanya. Ia sudah bebas untuk melakukan apa yang disukainya.

Ia berlari menuruni lembah kecil dan gundukan bebukitan, merasakan dirinya mulai bertransformasi menjadi serigala. Surainya yang berwarna coklat keemasan berkibar ditiup angin. Ia melolong panjang ketika ia berhenti di antara tebing tinggi dan lembah. Puas karena telah berlari sepuas-puasnya. Jimin melempar tubuhnya menjauhi tebing, berguling di antara rerumputan.

Kini tubuhnya telentang di antara hamparan rumput hijau yang menggelitik setiap detail kulitnya, sementara langit biru dengan awan putih menggantung di atasnya terpasang tepat di atas wajahnya.

Ia memejamkan mata dan kembali ke wujud manusia, menikmati suasana sekitarnya. Ia bisa mendengar suara kicauan burung-burung dan suara hempasan air terjun yang terletak tidak jauh darinya.

Ia mulai melantunkan lagu yang selalu dinyanyikannya saat kecil. Lagu tersebut biasa dinyanyikan oleh ibunya sewaktu ia masih begitu kecil untuk mulai mengingat, dan menjadi lagu favoritnya begitu ia berkembang dewasa.

Lagu itu menceritakan seorang serigala penjaga perbatasan yang jatuh cinta pada Omega yang ternyata tidak memiliki kelompok.

…..

Arirang, Arirang, Arariyo...

Arirang gogaero neomeoganda

…..

Lagunya terputus saat ia mendengar suara desisan. Jimin menoleh dan nyaris melompat kaget dari atas tanah.

Matanya menangkap seekor ular—Imoogi—nama sebutan yang ayah dan orang-orang di kelompoknya berikan pada sosok ular tersebut. Mereka bertubuh panjang layaknya ular pada umumnya, tetapi nyaris lebih besar 3 kali lipat daripada ular biasa. Mereka memiliki rahang yang kuat, besar, dengan dua taring mengerikan. Ia mendengar cerita dari ayahnya bahwa seekor Imoogi dapat menelan dua orang Neugdae dan mencernanya dalam waktu hanya sehari. Ia juga mendengar bahwa Imoogi pada umumnya sering menyerang Neugdae yang tersesat atau terpisah dari kawanannya dan mampu merayap hampir sama cepatnya dengan Neugdae dewasa.

Jantung Jimin berdegup kencang. Ia menyadari bahwa ia terlalu jauh dari rumahnya.

Ia menoleh, melihat bahwa di belakangnya hanyalah hamparan hutan dengan batang dan ranting menjulur ke sana ke mari menutupi pemandangan di belakangnya. Tidak ada satu orang pun yang sanggup menolongnya saat ini.

Jimin bertransformasi menjadi seekor serigala, menggeram—mengancam untuk mengusir Imoogi tersebut, berusaha mempertahankan diri. Tetapi dibalasnya dengan desisan yang lebih keras. Jimin melangkah mundur dari posisinya, bersiap-siap melarikan diri. Sulur panjang menarik kakinya dan menyeretnya di atas rumput, mengejutkan Jimin. Ia melihat Imoogi itu menjulurkan tubuhnya di kaki Jimin, menjeratnya. Jimin berusaha melepaskan diri, taringnya menancap di sulur Imoogi. Makhluk itu hanya mendesis panjang, mendekatkan kepalanya ke tubuh Jimin sekaligus menarik tubuh Jimin mendekat. Jimin memekik dengan suara pekingan nyaring, sampai sesosok manusia—pria—melompat dari bayang-bayang pepohonan tidak jauh dari tepi tebing.

Pria itu menancapkan sebuah lembing dari kayu, berukuran sepanjang tinggi manusia dewasa—ke salah satu mata Imoogi tersebut. Imoogi itu mendesis kesakitan dan mulai melepaskan jeratannya dari kaki Jimin.

Jimin, di tengah ketakutannya, kembali berubah menjadi manusia. Ia memandangi pria itu—tingginya tidak jauh berbeda dengannya—tetapi aroma tubuhnya mengatakan bahwa ia adalah seorang Alpha. Sekilas Jimin menangkap rupa Alpha itu, berambut putih dan berkulit pucat. Alpha itu tengah menahan kedua rahang Imoogi yang berusaha menyambar kepalanya dengan lembing di tangannya.

Sedetik keduanya saling berpandangan dan Jimin langsung menangkap manik berwarna merah di kedua mata Alpha misterius tersebut.

Alpha itu berteriak pada Jimin, wajahnya menyiratkan kekesalan, "Kalau kau tidak mau kehilangan nyawa, cepat pergi!"

Jimin tersentak dengan ucapan Alpha yang tidak dikenalnya itu. Ia membalas, "Lalu kau bagaimana—"

"Aku tidak lemah seperti kalian para Neugdae!" teriak Alpha itu pada Jimin. Ia mengerang menahan napas saat si Imoogi mematahkan lembingnya.

Jimin kembali ragu pada keputusannya, "Aku akan menolongmu!"

"Tidak perlu! Aku bisa melawannya sendirian! Kau pergi, cepat!"

Jimin menelan ludahnya dan berlari—wujudnya kembali menjadi seekor serigala. Langit di belakangnya mulai berubah oranye menyala, menunjukkan waktu senja telah tiba. Dilihatnya bayangan Alpha dan Imoogi yang sedang bergumul satu sama lain itu berubah menjadi siluet hitam di balik cahaya senja. Ia nyaris menghentikan langkahnya saat Imoogi itu berhasil meraup kepala Alpha yang tidak ia ketahui namanya itu. Jimin merasakan dirinya berubah panik—hendak berbalik untuk menolong sang Alpha yang tidak berdaya di kejauhan. Tetapi kemudian Alpha itu berubah wujud, menjadi sesuatu yang berukuran besar—lebih besar daripada Neugdae manapun yang pernah dilihatnya dan surai panjangnya berkilauan dengan sinar keperakan—dan menyambar kepala Imoogi dengan rahangnya yang jauh lebih kuat.

Jimin terus berbalik, hidungnya mengendus-endus arah pulang.

Ia mengingat-ingat sosok Alpha yang telah menyelamatkan nyawanya. Sosok itu berambut putih dan berkulit pucat, mengingatkannya akan musim salju.

Tapi yang paling diingatnya adalah manik berwarna merah yang terpasang di antara kedua mata sang Alpha. Mata yang menyorotnya dengan tajam.

Jimin hampir sampai ke rumahnya ketika ia mendengar suara lolongan panjang mengudara hingga telinganya.


I


Begitu ia kembali ke tribun penonton—kembali ke wujud manusianya dengan peluh membasahi rambutnya—ibunya langsung mencecar Jimin dengan berbagai pertanyaan, menanyai kemana Jimin pergi. Sementara Hoseok hanya tersenyum menahan rasa bersalah mendengar ibu mereka mengomeli Jimin sekaligus rasa pongah yang mengatakan bahwa ia sudah memperingatkan Jimin sebelumnya. Sedangkan Taehyung tetap terlihat fokus dengan pertandingan di hadapannya.

Jimin melihat ke tengah lapangan dan menyadari bahwa Jungkook telah mencapai final. Alpha muda itu melawan Bogum, kakak laki-laki Chanyeol di final. Keduanya bersiap-siap bertransformasi menjadi serigala, diiringi suara riuh dari penonton.

Sewaktu Taehyung menyadari Jimin baru saja kembali, Omega itu langsung menunjuk-nunjuk ke arena turnamen dengan rasa bangga.

"Astaga, Jimin! Kau tidak akan percaya! Jungkook mencapai final!" seru Taehyung padanya, suaranya terdengar sedikit bergetar.

"Bogum-hyung sudah dua kali menjadi pemimpin patroli di wilayah perbatasan, kurasa Jungkook akan berhadapan dengan lawan tersulit di turnamen ini," kata Hoseok menimpali ucapan si bungsu. "Jungkook tidak pernah punya pengalaman di medan perang atau di daerah perburuan sama seka—"

"Dia pasti bisa. Lihat saja nanti," kata Taehyung memotong ucapan kakaknya, meski tangannya terpilin seperti tidak yakin.

Jimin hanya diam, pikirannya masih teralihkan dengan Alpha tadi. Ia tidak pernah melihat Alpha itu di kelompok manapun, dan mengira bahwa orang yang telah menyelamatkannya adalah Neugdae biasa. Jantung berdebar-debar, membayangkan ketika Alpha tadi bertransformasi. Ia selamat ketika melawan Imoogi tadi, itu yang bisa Jimin lihat ketika ia berlari meninggalkan mereka di antara perkelahian mempertaruhkan nyawa tadi.

Saat pikirannya kembali ke turnamen saat ini, Jimin melihat Bogum berubah menjadi seekor serigala berwarna putih kebiru-biruan di antara telinga dan ujung ekornya, sementara Jungkook berubah menjadi seekor serigala berwarna hitam legam—mengingatkannya betapa kontrasnya warna bulu serigala Jungkook dengan warna Alpha yang tadi telah menyelamatkan nyawanya.

Jungkook mengambil ancang-ancang memulai penyerangan duluan. Ia melompat dengan kaki belakangnya dan menyambar tubuh Bogum yang sedikit lebih besar darinya, tapi dengan mudah ditangkisnya dengan tubuhnya yang kokoh. Jungkook terpelanting sedikit ke belakang dan kembali menyerang Bogum dengan kedua rahangnya terbuka ke leher Alpha yang lebih tua itu. Bogum menghindar, dan balas menyerang dengan menghantam tubuh Jungkook. Alpha yang lebih muda itu jatuh terhempas ke atas tanah.

Jimin mendengar Taehyung mengeluarkan desahan napas terkesiap di sebelahnya. Tangan saudara kembarnya menggenggam tangannya dengan erat.

"Apa yang kubilang, Bogum-hyung terlalu kuat untuknya," kata Hoseok.

Jimin menendang kakak laki-lakinya dari jauh, menyuruhnya menutup mulut. Hoseok balas memandanginya dengan raut wajah berang, tapi Jimin menggumamkan nama Jungkook dan Taehyung secara bersamaan.

Taehyung mendorong kedua tubuh saudaranya, merasa terganggu. "Biarkan aku menonton dengan tenang!" serunya kesal.

Jimin dan Hoseok saling melemparkan pandangan saling menyalahkan sebelum akhirnya menyerah dan kembali menonton.

Jungkook sudah kembali ke posisinya, sedangkan Bogumg mengambil ancang-ancang untuk kembali menyerang. Bogum melompat ke arah Jungkook dan menggigit lehernya, menimbulkan suara erangan dari Alpha yang lebih muda itu. Penonton kembali riuh dari tempat duduk mereka masing-masing, mengelu-elukan nama Bogum. Tidak mau kalah dan seperti baru saja disuntikkan dengan adrenalin yang lebih banyak, Jungkook mengangkat tubuhnya dengan susah payah—memutar-mutar kepalanya dengan keras; berusaha melepaskan jeratan rahang Bogum di lehernya. Ketika gigitan di lehernya mulai renggang, Jungkook balas menghantam tubuh Alpha yang lebih besar itu dengan tubuh belakangnya.

Bogum melolong kesakitan, tubuhnya terlempar ke samping saat Jungkook menghantamnya. Ia berusaha bangkit, tapi dengan cepat Jungkook menggigit lehernya, dan melemparnya kembali ke atas tanah. Begitu Alpha yang lebih tua itu mendongakkan kepalanya, Jungkook kembali menggigit lehernya disertai dengan suara geraman. Alpha selalu menggigit leher Neugdae lain untuk menunjukkan dominasi. Dan saat Bogum tidak bergerak dari posisinya, Jungkook pada akhirnya diumumkan sebagai pemenangnya.

Jungkook, masih dalam wujud serigalanya, mengaum penuh kebanggaan diikuti sorakan riuh penonton. Ekor belakangnya bergerak ke kanan dan ke kiri oleh rasa kemenangan.

Pada saat itu juga Taehyung langsung melompat dari tempat duduknya dan berteriak senang, "Jungkookie! Kau hebat!"

Jimin tersenyum penuh kemenangan ke arah Hoseok yang masih terlihat terkejut dengan kekalahan Bogum. Jimin berbisik ke telinga Taehyung, "Berarti, setelah ini, kau akan diklaim olehnya. Dan mungkin musim kawin nanti kalian akan langsung punya anak."

Taehyung menepuk lengan Jimin dengan wajah memerah, "Belum tentu secepat itu, Jiminie babo!" tetapi ia tertawa pada akhirnya.

Jimin mendengar ayah mereka memanggil nama Jungkook dan menyerahkan kalung dengan bandul berupa gigi hewan buruan dan taring leluhur kelompok Kim di atas kalung keluarga Jeon, menunjukkan bahwa Alpha muda itu telah termasuk dari bagian kelompok Kim dan berhak untuk mengklaim Taehyung sebagai Omega miliknya. Sesaat Jimin merasakan dirinya cemburu dengan saudara kembarnya. Taehyung mendapatkan Alpha yang kuat dan tampan, sementara ia harus menunggu heatnya tiba sampai ia mendapatkan pasangan.

"Dengan demikian, turnamen hari ini dimenangkan oleh Jeon Jungkook. Dan sebagai hadiahnya, ia berhak untuk mengklaim putraku, Kim Taehyung!" seru ayahnya, Namjoon, mengumumkan hasil pertandingan. Ia mengangkat sebelah tangan Jungkook dan memberi hormat pada penonton.

Malamnya, ibu mereka berbicara berdua dengan Taehyung, sementara Jimin duduk di depan pondok sarang mereka sambil menatap bulan. Samar-samar ia berusaha menangkap pembicaraan mereka. Sepotong informasi yang diketahuinya adalah Taehyung akan tinggal bersama kelompok Jeon dalam waktu sebulan mendatang—untuk membiasakan para Omega yang akan dikirimkan ke kelompok lain. Informasi lainnya adalah begitu Taehyung melahirkan anak pertama mereka, ia baru diperbolehkan kembali ke kelompok Kim setidaknya dua kali dalam setahun usia matahari.

Tanpa sadar Jimin meneteskan air matanya, mendengar bahwa tidak lama lagi ia akan jarang bertemu dengan Taehyung.

Sewaktu mereka tidur—di atas tempat tidur yang mereka bagi berdua sejak mereka beranjak usia 10 tahun matahari—Jimin menghimpit tubuh Taehyung lebih dekat dari biasanya. Ia berusaha mengingat-ingat kehangatan tubuh Taehyung yang selama ini tidak pernah lepas darinya.

Taehyung yang memiliki perasaan sama dengan saudara kembarnya, ikut merapatkan diri. Tubuhnya yang lebih besar memeluk tubuh mungil Jimin. "Sebulan lagi kau harus bertahan denganku—tidur dengan posisi seperti ini," kata Omega yang lebih muda itu.

Jimin tersenyum dengan matanya, "Kau juga. Setidaknya, bayangkan bahwa Jungkook adalah diriku ketika kalian mulai tidur bersama."

"Kurasa tubuh Jungkook akan lebih besar daripada tubuhmu sekarang ini."

"Ip dakchyeo," Jimin menendang perut Taehyung dengan dengkulnya. "Kau pasti akan merindukanku nantinya."

Mata Taehyung berkaca-kaca di balik cahaya bulan, "Bahkan aku sudah merindukanmu, Jiminie. Padahal aku belum pergi sama sekali saat ini."

Jimin membenamkan kepalanya di dada Taehyung. Ia teringat masa kecilnya, ketika ia masih tidur bertiga dengan Hoseok dan Taehyung. Saling berbagi kehangatan. Tapi lama kelamaan, seiring berjalannya waktu, tempat tidur yang ditidurinya saat ini akan semakin kosong tanpa keduanya.

"Aku juga sudah merindukanmu," kata Jimin pelan. "Eomma, Appa, Hobi-hyung, kami semua akan merindukanmu."

"Ne. Aku akan merindukan kalian semua."

"Cepatlah punya anak dengan Jungkook agar kau bisa kembali."

Taehyung tersenyum dengan senyuman kotaknya—senyuman yang secara alami dimilikinya sejak mereka kecil. Jimin akan merindukan senyuman itu, juga wajah Taehyung, juga percekcokannya dengan Taehyung dan Hoseok. Jimin merasakan airmatanya mulai berlinang.

Sebulan akan terasa singkat dalam benaknya.

"Aku pasti akan sering mengunjungi kalian nanti."

Keduanya saling berangkulan, seperti yang mereka sering lakukan saat masih kecil. Jimin menyesali betapa banyaknya waktu bersama Taehyung yang ia buang percuma, mengingat bahwa Taehyung akan berpisah darinya, dari keluarga mereka, dari kelompok Kim.

Jimin bermimpi kembali ketika ia masih kecil, sering melarikan diri dan mengeksplorasi tempat-tempat yang asing baginya. Meninggalkan rumah, meninggalkan Taehyung dan Hoseok serta kedua orangtuanya, meninggalkan desa kelompoknya. Ia bermimpi pergi mendaki sebuah bukit yang dikelilingi oleh tebing bebatuan dan hutan lebat.

Lalu ia bertemu dengan seorang anak kecil, rupa yang sama persis dengan Alpha yang telah menolongnya.

Anak itu menatapnya dan berkata, "Kau hanya barang tebusan atas dosa yang telah ayahmu telah perbuat bertahun-tahun lalu."


I


Paginya ia akan terbangun dan mendapati Taehyung masih merangkul tubuhnya. Kemudian pikirannya berusaha mencerna mimpi yang ia alami semalam. Tetapi ia akan kembali lupa dengan mimpinya dan Jimin pun memutuskan untuk menjalankan aktivitas seperti biasanya.

Yang berbeda hari itu adalah adanya Jungkook di desa mereka. Jungkook dengan beberapa Beta dari kelompok Jeon, berdiri di depan gerbang utama wilayah kelompoknya.

"Oh, hai, Jimin-ssi!" panggil Jungkook senang saat melihatnya.

Jimin tertegun kembali mempelajari satu persatu perubahan Alpha muda itu. Dulu Jungkook lebih kecil darinya, sekarang Jimin hanya sebatas pelipis Jungkook. Tubuhnya juga lebih berisi, dan wajahnya yang dulu selalu terlihat kekanak-kanakan kini berubah menjadi lebih dewasa. Bentuk rahangnya menjadi lebih tajam. Jimin tidak bisa membayangkan seperti apa rupa keponakan-keponakannya yang akan lahir nanti.

Apakah mereka akan mirip Taehyung? Ataukah mereka akan mirip dengan Jungkook? Atau mungkin kedua-duanya?

"Hei, mana sopan santunmu? Kuingat dulu kau sering memanggilku dengan sebutan hyung!" seru Jimin pura-pura kesal, tetapi ia menawarkan senyuman tulus sewaktu merasakan Jungkook menepuk bahunya dengan lembut.

"Mianhae, kau 'kan sebentar lagi akan menjadi iparku, setidaknya aku bisa memanggilmu dengan sebutan apa saja!" kata Jungkook tertawa, membuat Jimin menendang tulang keringnya dengan kesal. "Oh iya, ngomong-ngomong, di mana Tae?"

Jimin sudah menduga pertanyaan itu akan keluar dari mulut Jungkook. Ia langsung menunjuk ke arah rumahnya, "Di rumah. Jika kau mau, kau bisa menjemputnya di sana."

"Baiklah. Gamsahamnida, Jiminie-hyung!"

Jungkook kembali menepuk bahu Jimin dengan lembut dan menyuruh para Betanya untuk meninggalkannya, sementara ia berlari menuju pondok keluarga Jimin tinggal. Jimin memandangi Jungkook dari jauh. Sebentar lagi rumah itu akan kosong tanpa Taehyung. Dan mungkin juga kosong tanpa Hoseok jika kakaknya itu sudah menemukan Omega dan menggantikan ayahnya kelak.

Perasaan kesepian menyelimuti Jimin.

Untuk menghapuskan rasa kesepian tersebut, Jimin berusaha membayangkan seperti apa Alpha yang nanti akan menjadi pasangan hidupnya.

Menjelang malam, Taehyung pulang ke rumah dengan bekas gigitan di lehernya. Jimin tidak memperhatikan bekas di lehernya sampai saudara kembarnya itu menyisir rambutnya ke belakang dan memperlihatkan bekas gigitan di tengkuknya.

"Jungkook sudah mengklaimmu," kata Jimin setengah tidak percaya melihat bekas gigitan di leher Taehyung. Ia mulai mengendus perubahan aroma Taehyung yang biasanya beraroma seperti stroberi segar yang baru dipetik kini bercampur aroma aprikot.

Taehyung memerah, dan langsung menutupi bekas di lehernya sekaligus menjauh dari saudara kembarnya, "Memangnya kau kira bagaimana cara dia mengklaimku, huh?"

"Apakah sakit?" tanya Jimin sambil menunjuk pada leher Taehyung, "Kelihatan menyakitkan, jika aku melihatnya lebih dekat."

Taehyung berdeham, "Hmm, pada awalnya sakit," akunya, "Tapi begitu Jungkook memberiku bekas gigitan ini, aku seperti merasa ada ikatan antara aku dengannya. Aku merasa bahwa aku adalah sebagian dari Jungkook," kata Taehyung, matanya menerawang. Dengan sikap malu-malu, ia mengusap wajahnya dan melihat ke arah Jimin, "Mungkin Eomma bisa menjelaskan lebih detail padamu. Kau tahu 'kan ini kali pertamanya aku diklaim oleh Jungkook."

"Memangnya kau ingin diklaim berapa kali oleh Jungkook?" Jimin tertawa, menggoda saudara kembarnya.

Taehyung mencubit pipi Jimin dengan gemas.

Keesokan malamnya, ketika Jimin tertidur di tempat tidur yang sama dengan Taehyung, ia kembali memimpikan anak kecil berambut putih dan berkulit pucat. Masih memandanginya dengan tatapan tajam yang menusuk. Satu kalimat diulanginya, persis seperti mimpi sebelumnya.

"Kau hanya barang tebusan atas dosa yang telah ayahmu telah perbuat bertahun-tahun lalu."

Ia terbangun dari mimpinya, tepat subuh hampir menjelang. Seluruh tubuhnya basah oleh keringat, dan ia merasakan sakit muncul di bagian seluruh persendian tubuhnya, termasuk bagian bawah perutnya. Muncul keinginan aneh yang tidak bisa dideskripsikan olehnya. Jimin menggeliat di atas tempat tidurnya, membangunkan Taehyung. Omega itu langsung duduk di atas tempat tidur mereka, memegangi dahi Jimin. Tanpa pikir panjang, Taehyung melompat dari tempat tidur dan membangunkan ibu mereka.

Seokjin muncul tidak lama kemudian, ekspresinya nyaris tidak bisa dibaca oleh Jimin. Ia mengusap kepala Jimin yang basah oleh keringat, berkata pada putranya tersebut. "Akhirnya kau mendapatkan heatmu, Jimin."

Jimin sekilas mendengar nada sedih di suara ibunya, tetapi terlalu dikuasai rasa sakit untuk menyadari lebih detail perasaan di balik ucapan ibunya tersebut.

Seminggu kemudian ia kembali di turnamen yang sama, di tribun penonton yang sama, tetapi kini ia duduk di antara ibunya dan Hoseok, sementara ayahnya mengumumkan namanya di awal permulaan pertandingan. Jimin merasakan dirinya tegang, ia tidak berhenti memegangi lengan ibunya, karena hari inilah ia akan menemukan pasangan Alphanya. Sementara di sebelah Hoseok, Taehyung menepuk bahu saudara kembarnya, berusaha menenangkan Jimin.

"Dulu sewaktu aku dan Appamu pertama kali bertemu, aku juga merasakan hal yang sama," kata ibunya di sela-sela suara riuh penonton. "Appamu punya cara bertarung yang unik. Dan dia adalah pribadi yang canggung, sama sekali tidak punya karisma ataupun aura seorang pemimpin. Saat itu aku lebih menyukai seorang Alpha bernama Won Geun dari klan Lee. Tetapi pelan-pelan aku belajar mencintainya." Ia menggenggam tangan Jimin, "Jika nanti pun kau mendapatkan seorang Alpha yang tidak kau kenal, maka belajarlah pelan-pelan untuk mengenal dirinya. Jika kau sudah mengenali seluk beluk kehidupan dan kepribadiannya, kau juga akan belajar untuk pelan-pelan mencintainya."

Jimin hanya menggigit bibir, tetapi mengangguk pura-pura setuju dengan ucapan ibunya. Dilihatnya para Alpha yang kemarin ikut turnamen untuk mendapatkan Taehyung kembali mengikuti pertandingan ini, ditambah dengan Chanyeol. Di kejauhan ia bisa melihat Baekhyun, sepupunya, memperhatikan Chanyeol dengan wajah muram. Jimin merasa sedikit bersalah, mengetahui Chanyeol menyukai dirinya sementara Baekhyun sendiri sudah beberapa tahun menyimpan perasaan tersembunyi pada Alpha itu tanpa sedikitpun terbalas.

"Hari ini, kita berkumpul lagi di sini untuk mengadakan turnamen yang sama, sekaligus mengumumkan bahwa putraku yang kedua, Jimin, sebagai Omega," kata ayahnya membuka orasi singkatnya. "Hari ini, dengan adanya turnamen ini, maka pemenangnya akan berhak untuk mengklaim Jimin, putraku, sebagai Omega kalian. Setiap klan, silahkan memperkenalkan Alpha kalian masing-masing."

Di tengah lapangan, maju bersamaan dari klan Lee, Jung, Park, Baek, Choi dan Han. Mereka membungkukkan badan dan memamerkan lambang klan masing-masing dari kalung yang mereka kenakan. Di antara klan-klan tersebut, yang dikenalnya dengan baik hanyalah Chanyeol. Sisanya Juho dan Minho, ia hanya beberapa kali bertukar sepatah kalimat dengan mereka. Ia yakin bahwa selain Chanyeol, mereka hanya mengikuti permintaan orang tua untuk menjadikan putra Kim Namjoon sebagai Omega mereka. Ia tahu bagaimana kelompoknya memiliki nama yang terkenal di antara kelompok lain, terutama semenjak ayahnya sering terlibat dalam perang dan membawa kemenangan untuk kelompok Kim.

"Kalau begitu, aku akan mengumumkan nama kontestan kita hari ini, yakni Baek Juho dari klan Baek, Choi Minho dari klan Choi, Lee Jonghyun dari klan Lee, Jung Taekwoon dari klan Jung, Park Chanyeol dari klan Park, dan Han Sanghyuk dari klan Han."

Semua penonton bertepuk tangan dengan meriah, sampai sesosok manusia muncul dari balik pintu utama arena turnamen, mengalihkan perhatian semua orang. Manusia itu—seorang pria, bertubuh lebih kecil dibanding para kontestan lainnya—masuk begitu saja ke area pertandingan. Ia berambut hitam dan berkulit pucat, matanya yang terlihat kuyu membuat ekspresi wajahnya terlihat acuh tidak acuh dengan sekitarnya. Bahkan ia tetap bergeming ketika dua orang Beta menariknya mundur dari arena, dan dengan santainya ia mengibaskan tangannya, menghindar ketika Beta-Beta tersebut berusaha menangkapnya. Sesaat Jimin seperti pernah melihat orang tersebut, tetapi pikirannya hanya berupa bayangan samar-samar.

Akhirnya Namjoon, ayah Jimin, menyuruh Beta bawahannya yang bertugas menjaga arena untuk menghentikan aksi mereka. Ia hanya memperhatikan sampai orang itu—Alpha juga seperti dirinya, berhenti di depannya. Orang-orang di belakang dan sekitar tribun mulai berbisik-bisik, penasaran dengan Alpha yang baru tiba itu.

"Aku juga akan ikut pertandingan ini."

Jimin melihat wajah ayahnya berubah serius bercampur penasaran—seperti berusaha mengenali Alpha muda di hadapannya itu. Tetapi Namjoon hanya balas memandang dengan ekspresi tenang dan berwibawa seperti biasa, "Jika aku boleh tahu, kau mewakilkan kelompok mana? Aku tidak pernah mengenal Alpha muda sepertimu dari kelompok manapun."

Alpha muda itu tersenyum kecil sekali, sampai-sampai Jimin tidak yakin bahwa ia benar-benar tersenyum. Ia bergerak tidak nyaman di belakang punggung ayahnya ketika Alpha itu sesaat melempar pandangan ke arahnya.

Manik berwarna merah menatap tajam Jimin, membuat Jimin tersentak di posisinya.

Ia memang pernah bertemu dengan Alpha itu di suatu tempat.

"Aku bukan Neugdae seperti kalian," kata Alpha itu, "Tapi kalian mengenal kelompokku dengan baik."

"Bukan Neugdae seperti kami?" ayah Jimin mengerutkan dahinya, masih belum sepenuhnya memahami ucapan Alpha muda di hadapannya.

Sudut mulutnya kini tertarik ke atas lebih jauh.

"Apa kalian mengingat dengan baik tentang kaum Saja? Yang sudah bertahun-tahun lalu menghilang dari muka bumi?" sahut Alpha misterius itu, kembali menyeringai kecil. Seisi tribun langsung berubah gempar dan kembali riuh mendengar ucapan Alpha itu. Jimin merasakan tubuhnya terasa dingin. Seharusnya Saja sudah punah bertahun-tahun lalu setelah ayahnya menghabisi klan terakhir mereka, tetapi kini di hadapannya berdiri seorang Alpha yang kembali menyebutkan kaum Saja di depan beratus-ratus penonton.

"Apa yang dia katakan?"

"Saja? Mereka seharusnya sudah punah—"

Alpha itu berbisik ke telinga ayahnya—meski beberapa orang Beta berusaha menghalanginya. Sesaat kemudian Jimin bisa melihat bahu ayahnya berubah tegang. Perasaan penasaran mulai menyelimutinya, ingin mencuri dengar. Tetapi suara riuh penonton mengganggu pendengarannya.

Dilihatnya Alpha itu mundur ke tengah-tengah lapangan, berbicara pada semua orang, "Biar aku memperkenalkan diri pada kalian," ucapnya kembali dengan wajah datar, "Namaku Yoongi, dan aku Saja terakhir dari kelompok Min yang sudah kalian habisi bertahun-tahun lalu. Sekarang aku ingin mengikuti pertandingan ini untuk menebus nama klanku kembali."

Seisi tribun terkejut dengan ucapan Yoongi, beberapa pemimpin kelompok mulai melempar rasa tidak percaya mereka pada Alpha misterius itu.

Hoseok maju ke tempat duduk ayahnya, "Aku tidak setuju jika orang ini ikut pertandingan," kata Hoseok setengah marah. Jimin merasa tersentuh dengan sikap kakak laki-lakinya yang selalu protektif padanya dan Taehyung, meski tidak jarang mereka berselisih dengan satu sama lain. "Apalagi jika ini menyangkut dongsaengku. Dan kau, tidak resmi menyandang nama klan manapun."

Yoongi—nama Alpha itu, tertawa seolah-olah Hoseok bercanda dengannya, "Aku rasa nama keluarga Min tidak terdengar asing untuk kalian 'kan? Aku di sini hanya mempersembahkan kembali nama keluarga Min setelah bertahun-tahun menghilang dari kehidupan kalian."

Suara desisan tidak percaya kembali terumbar di mana-mana. Kini semua mata tidak bisa lepas dari sang Alpha misterius yang baru datang tersebut.

Hoseok melihat ke arah ayahnya, "Appa, lebih baik kita keluarkan dia dari turnamen ini. Suruh para Beta untuk mengusirnya!"

"Benar! keluarkan dia dari turnamen! Paksa dia keluar!" seru salah seorang penonton dari kelompok Jung, diikuti dengan penonton lainnya.

Minseok selaku Mu dari kelompok Min dan orang kepercayaan Kim Namjoon, berbisik pada ayahnya itu. Ayahnya hanya diam, tidak merespon ucapan Mu tersebut.

Jimin mempererat genggamannya di lengan ibunya, sementara Taehyung bergeser mendekat ke arahnya.

"Apa dia benar-benar dari kelompok Min? Kudengar mereka sudah tidak ada yang tersisa dari peperangan beberapa tahun lalu," bisik Taehyung.

Jimin menelan ludahnya. Turnamen untuk memperebutkan dirinya sebagai Omega kini berubah kacau tanpa disangka-sangka. "Aku juga berpikir demikian. Dia juga tidak terlihat seperti dari kelompok Min, seperti yang sering Appa ceritakan."

Karena seharusnya semua Saja dari kelompok Min memiliki postur tubuh yang besar, lebih besar dari Neugdae kebanyakan dan tidak ringkih seperti Alpha muda di hadapan mereka semua.

Ayah Jimin menggeram sekeras-kerasnya, membuat seisi tribun kembali tenang di posisi mereka masing-masing. Ia merasakan beberapa kelompok melihat ke arahnya dengan rasa tidak setuju, tetapi ia tidak memedulikannya dan balas menatap Yoongi, "Jika benar kau dari kelompok Min yang sudah punah bertahun-tahun lalu, aku ingin melihat apakah kau bisa melewati turnamen ini."

Minseok terkesiap mendengar ucapan ayahnya, "Kau gila, Namjoon-jidojanim. Kau akan menyesal—"

Ayahnya menatap Minseok, mendiamkan pemimpin Mu keluarga Kim tersebut.

Yoongi tersenyum penuh arti, tetapi terlalu dingin untuk disebut sebagai senyuman, "Gamsahamnida, Gunjunim. Aku sangat menghargai keputusanmu."

Suasana pertandingan yang tadinya hangat langsung berubah seratus delapan puluh derajat.

Kali ini seorang Alpha bertubuh besar berdiri di antara kursi tribun depan. Alpha tersebut memandangi sekitarnya sebelum akhirnya kembali bertumpu pada Alpha bersurai hitam yang kini seperti berdiri tepat di hadapan semua orang.

"Jika benar dia dari kelompok Min," kata Choi Seunghyun selaku ayah dari Minho, "Aku ingin dia yang maju pertama melawan anakku."

"Ya! Buat dia melawan Minho terlebih dahulu!" seru Hoseok antusias, diikuti suara dukungan lainnya.

Jimin tahu bahwa Minho memiliki kemampuan yang tidak bisa diremehkan dalam pertandingan tangan kosong. Ia selalu menjadi wakil Bogum dalam patroli wilayah teritori dan memiliki kaki yang gesit dibandingkan Alpha manapun. Jimin merasakan dirinya mendukung Minho untuk memenangkan pertandingan, meski ia tidak tertarik pada Alpha tersebut.

Minho dengan percaya diri maju ke area pertandingan, diikuti oleh Yoongi. Beberapa penonton menertawakan perbedaan ukuran tubuh mereka yang begitu mencolok, tetapi Jimin tidak tertawa. Justru hatinya berdegup kencang sampai-sampai ia merasakan dadanya sesak. Pertandingan pertama dimulai dengan keduanya membuka baju masing-masing, berdiri dengan keadaan telanjang bulat. Minho mengubah menjadi seekor serigala berwarna merah kehitam-hitaman, sementara Yoongi hanya berdiri, terus mengamati.

"Apa kau tidak mau mengubah wujudmu?"

"Atau jangan-jangan kau siap untuk mati?" ejek para Beta dari setiap kelompok pada Yoongi.

"Mungkin dia hanya mau menarik perhatian dengan pura-pura mengatakan dari kelompok Min!"

Yoongi mendiamkan mereka, berusaha tidak acuh.

Minho bersiap-siap menyerangnya, kakinya melompat membawa tubuhnya untuk menghantam tubuh Yoongi. Dengan mudah Yoongi menghindar. Suara penonton bertambah riuh, mengelu-elukan nama Minho. Minho kembali berputar untuk menghadap ke arah Yoongi, mulai mengambil ancang-ancang untuk kembali menyerang, kali ini menggunakan kepalanya untuk menyerunduk tubuh Yoongi yang lebih kecil darinya yang masih berwujud manusia. Yoongi kali ini tidak menghindar, tapi berusaha menahan tubuh Minho yang lebih besar dengan kedua tangannya yang pucat. Ia nyaris terpelanting ke belakang, tetapi ekspresi wajahnya menandakan bahwa ia belum mau menyerah.

Alpha berambut hitam itu memutar kepala Minho dengan lengannya yang sedikit berbentuk oleh tonjolan otot, dan bergulat dengan Minho selama beberapa menit. Suara penonton tidak bertambah reda, justru suasana tribun semakin terasa panas—ketika Yoongi berusaha mendorong tubuh Minho ke atas tanah dengan tubuhnya yang lebih kecil.

Minho melolong marah, dan kembali ke posisi asalnya. Ia menggeram dan balik menghantam tubuh Yoongi, menundukkanya ke atas tanah. Yoongi memegangi kedua rahang Minho, berusaha menahan berat badan Minho dengan kedua tangannya. Tetapi Minho lebih kuat dengan wujud serigalanya. Ia hendak meraup leher Yoongi, berusaha membuatnya menyerah.

Melihat pemandangan di depan mereka, Hoseok tersenyum pada Jimin, penuh kebanggaan, "Tenanglah, Jimin! Dia tidak akan bisa mendapatkanmu!"

Jimin hanya mengangguk lemah, "A-aku tahu, Hyung—" meski saat ini situasi seperti akan memenangkan nasibnya, ada perasaan aneh lain yang melingkupi dada Jimin.

Tiba-tiba Yoongi mengaum sekeras-kerasnya, mengejutkan Minho maupun seisi tribun.

Suara aumannya jelas berbeda seperti suara yang dikeluarkan dari Neugdae. Lebih lantang dan menggema, membuat angin seolah-olah berhenti berhembus di sekitar semua orang.

Tubuh Yoongi dalam waktu singkat berubah hampir 3 kalilipat lebih besar daripada ukuran manusianya. Suara riuh penonton yang tadi antusias berubah kaget dan sedikit takjub dengan pemandangan di tengah-tengah area pertandingan. Beberapa di antara mereka membuka mulut mereka lebar-lebar dengan wajah tidak percaya, beberapa lainnya lagi membeku di tempat duduk mereka.

Jimin ikut merasakan Hoseok, ibunya dan Taehyung dalam keadaan yang sama. Mereka nyaris tidak mempercayai mata kepala mereka.

Yoongi yang berwujud manusia bertubuh kecil, kini menjadi seekor Saja, singa, dengan surai panjang berwarna keperakan. Rahangnya nyaris lebih besar dua kalilipat daripada kepala Minho, dan tubuhnya terlihat begitu kokoh, mengancam. Ia mengaum begitu keras sampai-sampai Minho menurunkan rahangnya dari leher Alpha itu. Dengan cepat, Yoongi menghantam tubuh Minho hingga menabrak tempat duduk penonton yang langsung kosong dengan orang-orang berhamburan melarikan diri. Belum puas dengan aksinya tersebut, Yoongi menjerat leher Minho dengan rahangnya yang besar, melempar tubuh Minho yang tak berdaya ke tengah-tengah lapangan. Minho meringkih kesakitan, sampai akhirnya Minseok hampir berlari ke mereka untuk menghentikan pertandingan.

"Pertandingan selesai! Pertandingan selesai! Pemenangnya adalah Min Yoongi!" seru Minseok cepat-cepat dengan wajah terlihat pucat.

Di tribun depan, wajah Choi Seunghyun mendadak berubah terperangah. Matanya membulat dan rahangnya terlihat gemetar. Ia langsung menyuruh bawahannya untuk mengangkut putranya dan memberikan pertolongan medis.

Jimin merasakan ibunya memeluk tubuh mungilnya seerat mungkin, "Jimin—"

"Eomma, bagaimana kalau dia menjadi Alphaku?!" teriak Jimin panik.

Dua orang Beta dari kelompok Choi membawa tubuh Minho ke pinggir arena, mengobati lukanya dengan bantuan Mubang dari kelompok mereka. Jimin merasakan dirinya ikut meringis melihat luka di leher Minho.

Sementara Yoongi yang sudah bertranformasi menjadi manusia, mengelap darah dari mulutnya, wajahnya menyiratkan rasa puas yang meremehkan orang lain.

Jimin membenci ekspresi Alpha itu.

"Pertandingan selanjutnya," kata ayahnya memecah keheningan. Suaranya terdengar muram, "Antara Lee Jonghyun melawan Jung Taekwoon."

Bahkan setelah pertandingan antara Yoongi dengan Jonghun, penonton tidak kembali seantusias tadi. Mereka masih terguncang dengan kemampuan dan wujud Yoongi. Bahkan Hoseok yang dari tadi tidak berhenti merancau soal Yoongi, kini hanya terdiam di tempat duduk. Ia beberapa kali berbisik di telinga Jimin dengan nada khawatir, "Aku tidak akan membiarkan dia mengambilmu."

Tetapi kini Jimin dihantui dengan rasa gugup bercampur ketakutan.

Ia akan menjadi Omega seorang Alpha asing yang tidak pernah ia lihat seumur hidupnya—hanya melalui cerita ayahnya.

Menjelang pertandingan final, sesuai dugaannya, Chanyeol berhadapan dengan Yoongi. Yoongi nyaris membunuh Sanghyuk dalam putaran perempat final, membuat orang-orang semakin terkejut dengan kemampuannya. Dalam hati, Jimin mendukung Chanyeol habis-habisan, sesaat melupakan cinta Baekhyun terhadap Alpha itu. Apapun asalkan ia tidak menjadi milik Yoongi.

Chanyeol, dengan rasa gugup yang tergambar jelas di wajahnya, melangkah menaiki arena pertandingan. Tetapi Alpha itu berusaha menunjukkan ketetapan hatinya pada Jimin, bersumpah bahwa ia tidak akan menyerah untuknya. Ia tersenyum pada Jimin, melambaikan tangannya secara terang-terangan pada Jimin yang membalasnya dengan senyuman yang lebih mirip dengah ringisan.

Yoongi menaiki area tepat setelah Chanyeol berada di sana. Wajahnya memandang rendah Chanyeol, membuat Alpha itu sedikit kesal. Jimin memilin tangannya, memanjatkan doa pada Sanshin, meminta agar Chanyeol lah yang memenangkan pertandingan itu untuknya. Siapapun selain Yoongi. Ia akan belajar mencintai Alphanya, siapapun selain Alpha itu.

"Pertandingan dimulai."

Chanyeol bertransformasi menjadi seekor serigala dengan surai putih kecoklat-coklatan, menancapkan kaki depannya dengan mantap ke atas permukaan tanah arena pertandingan. Tanpa ragu-ragu lagi ia menyerang Yoongi terlebih dahulu, dan lagi-lagi seperti sebelum-sebelumnya, Yoongi berhasil menghindar dengan gesit. Chanyeol berbalik mengejarnya, berusaha menangkap tubuh Yoongi dengan rahangnya. Tetapi Yoongi selalu berhasil menghindar.

Chanyeol yang mulai kehabisan tenaga, kali ini kembali dikejutkan dengan perubahan wujud Yoongi menjadi seekor singa. Yoongi menghantam Chanyeol bertubi-tubi, cakarnya yang tajam mencabik tubuh Chanyeol di beberapa bagian. Penonton kembali ribut, menyuruh Chanyeol untuk kembali melakukan perlawanan. Tapi Alpha tersebut terlalu lemah melawan Yoongi.

Jimin berdiri dari kursinya, tidak tega dengan pemandangan tersebut, berteriak sekuat-kuatnya, "Hentikan! Kau akan membunuh Chanyeol!"

Ucapannya tersebut didengar oleh Yoongi yang langsung balik untuk menatapnya dalam wujud singanya. Pelan-pelan ia mengangkat cakarnya dari tubuh Chanyeol. Ayah Chanyeol, Park Seojoon, langsung menyuruh beberapa orang Betanya mengangkat tubuh Chanyeol yang bersimbah darah ke pinggir arena. Jimin berlari menuruni tribun, menghampiri Alpha itu. Chanyeol yang kehabisan tenaganya kembali berubah menjadi manusia, wajahnya meringis kesakitan.

Chanyeol mengerang saat Jimin duduk di sebelahnya, "Jimin-ah, maafkan aku tidak bisa—"

"Jangan bicara begitu! Kau sudah berusaha sekuat tenagamu!" kata Jimin menenangkan Alpha itu.

"Sesuai janji, kini kau milikku."

Jimin tidak berani menoleh ke asal suara itu. Ia tahu bahwa Yoongi kini berdiri di belakangnya, telah kembali ke wujud manusianya.

Hoseok ikut turun dari tribun, ia menggeram di hadapan Yoongi.

"Tidak jika kau belum melangkahi mayatku terlebih dahulu."

Yoongi terkekeh, "Itu urusan yang mudah. Kau mau mati cepat atau mati perlahan-lahan?"

Beberapa Beta dari kelompok lain ikut membantu Hoseok. Mereka membuat barisan pertahanan di sekitar Hoseok, wajah mereka hendak mengancam Yoongi. Bahkan Chanyeol menarik lengan Jimin untuk berada lebih dekat dengannya. Sementara Jungkook yang daritadi hanya diam mengamati dengan kelompoknya, ikut turun untuk membantu.

"Mundur jika kau tidak ingin kehilangan nyawa, wangdda." Kata Jungkook dengan api nyalang di matanya.

"Hoo? Kemana sopan santun kalian? Bukankah aku yang memenangkan pertandingan ini?" kata Yoongi dengan sikap santai, "Kenapa harus aku yang mundur? Justru seharusnya aku membawa pulang hadiahku malam ini."

Jimin membalikkan tubuhnya, "Aku tidak mau menjadi Omegamu," wajahnya memasang buncahan amarah pada Alpha itu.

Akhir pertandingan menjadi kacau dan riuh dengan kata-kata dan nada mengancam pada Yoongi. Alpha itu tetap memasang wajah acuh, tidak peduli dengan ucapan orang-orang. Ia masih memandangi Jimin dengan tatapan menusuk yang dingin, hingga nyaris menembus tulang-tulang di tubuh Jimin.

Jimin tidak mau menjadi Omega untuk Alpha ini.

Tetapi suara ayahnya kembali memecah keributan, "Sesuai perjanjian yang tertulis di batu pertama, bahwa siapapun yang memenangkan pertandingan berhak untuk mendapatkan Omega yang dijanjikan." Jimin membelalakkan matanya mendengar ucapan ayahnya. Kim Namjoon kini berjalan menuju tempat Jimin berada, matanya terlihat sendu dan putus asa, "Maafkan aku, Jimin. Kau harus pergi bersamanya."

Ibunya dan Taehyung langsung turun menghampiri mereka, kedua-duanya menangis.

Seokjin merentangkan tangannya dan merangkul bahu putranya, "Kau tidak boleh melakukan hal ini pada anakmu!" serunya marah pada Alphanya, "Aku tidak akan mengizinkan Jimin dibawa oleh orang ini!"

Taehyung memegangi lengan ayahnya dengan putus asa, "Appa, kami mohon jangan melakukan ini. Kita tidak mengenal siapa orang ini, apa maksud dan tujuannya mengambil Jimin."

Jimin merasakan pandangannya dikaburkan oleh airmata, ia ikut memohon pada ayahnya, "Appa, aku tidak bisa pergi bersama orang ini—"

"Jimin," kata ayahnya lembut, matanya sendiri mulai basah oleh air mata, "Ini adalah keputusan yang tidak bisa digugat. Kau harus pergi bersama Min Yoongi."

Hoseok maju ke depan untuk ikut mengubah pikiran ayahnya, tapi pada akhirnya Namjoon hanya menggelengkan kepalanya dan menahan bahu putra sulungnya.

"Minggir," ucap Yoongi sambil mendekati tubuh Jimin, meraih lengannya. "Aku mau mengambil apa yang sudah menjadi hakku."

Hoseok mendelik marah pada Yoongi dan berubah wujud menjadi serigala berwarna merah kecoklatan. Ia mengaum nyaring sebelum melompat ke arah Yoongi.

"Hoseok! Meomchwoyo!"

Sebelum Namjoon sempat menghentikan putranya, beberapa ekor serigala entah darimana melesak maju. Dua di antaranya bertugas untuk menghalangi Hoseok dan yang lainnya melolong mengancam pada Beta yang mulai berkerumun untuk menghentikan Yoongi.

Hoseok melengking kesakitan sewaktu dua ekor serigala menahan tubuhnya dan menahannya ke atas permukaan tanah. Jungkook dan beberapa serigala lain membantu Hoseok sebelum akhirnya diserang oleh serigala asing lainnya.

Saat situasi berubah kacau, Yoongi kembali berubah ke wujud singanya, dan menarik kerah baju Jimin dengan rahangnya—dengan begitu mudahnya—dan melemparkan Jimin ke atas tubuhnya.

"Andwae!" Jimin meronta berusaha turun, tapi Yoongi menggeram padanya, menyuruhnya untuk menurut. Jimin meringkih ketakutan sewaktu ia merasakan aura mencekam dari Yoongi menyuruhnya untuk menyerahkan diri.

Sementara ibunya dan Taehyung melayangkan tangan mereka ke arah Jimin, berusaha mengambil ia kembali.

"Jimin!"

Jimin menangis meneriakkan nama anggota keluarganya satu persatu, sementara tubuhnya dibawa pergi oleh Yoongi keluar dari wilayah kelompoknya. Dilihatnya Hoseok berusaha mengejarnya, tetapi tangannya ditahan oleh dua orang serigala, sementara ayahnya balas menatap Jimin terakhir kalinya sebelum beringsut membantu putra sulungnya.

Pandangan Jimin semakin kabur oleh air mata dan jarak yang semakin jauh.

Setiap kali ia berusaha melarikan diri, Yoongi akan menggeram marah padanya. Mau tak mau ia terpaksa berpegangan di surai panjang Yoongi, air matanya berjatuhan ke tubuh Saja tersebut.

Ketika beberapa hari lalu ia membayangkan Taehyung pergi meninggalkannya dan keluarganya, kali ini Jimin harus menghadapi kenyataan bahwa ia dibawa pergi oleh orang asing yang tidak pernah dikenalnya.

Ia tidak bisa berhenti membayangkan wajah Taehyung dan ibunya yang menangis untuknya, wajah Hoseok yang terlihat putus asa memanggil namanya, dan wajah ayahnya yang hanya bisa diam membatu, menyembunyikan rasa bersalah bercampur sedih telah merelakan putranya.

Jimin berusaha membangunkan dirinya, berharap bahwa ia tengah bermimpi.

Berharap bahwa ia akan terbangun di hutan tempatnya selalu pergi menyendiri.

Tetapi nyatanya ia terus berada di punggung Yoongi, yang pergi membawanya ke tempat yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.


I


Fajar hampir menyingsing ketika Yoongi memperlambat langkahnya di sebuah lembah yang dilindungi oleh hutan lebat dan tebing bebatuan. Tempat itu dilewati oleh dua sungai, dan berukuran lebih kecil dari lembah manapun yang pernah ia lihat. Suara deburan air sungai yang menempa-nempa bebatuan disusul oleh suara kicauan burung di pagi hari menyembunyikan kekontrasan di suasana hati Jimin dengan pemandangan di depannya saat ini.

Yoongi kemudian menurunkannya tepat di depan sebuah pohon besar dengan beberapa akar terangkat di atas tanah dan sebuah lubang besar di tengah-tengah jantung pohon.

Alpha muda itu kembali berubah menjadi manusia dan mendorong tubuh Jimin masuk ke lubang tersebut. Jimin melirik marah ke arah Alpha itu dan menarik tangannya dari cengkeraman kuat Yoongi.

"Kenapa kau membawaku ke sini?" tanyanya masih merasa jengkel dengan tindak tanduk Yoongi yang sudah memaksanya untuk pergi bersama Alpha yang tidak dikenalnya itu.

"Coba kira-kira kau pikir, memangnya kenapa aku membawamu ke sini?" Yoongi berbalik tanya padanya, "Apa menurutmu tempat ini seperti sarang untuk kelompok lain?"

"Apa alasanmu mengikuti pertandingan itu? Kenapa tiba-tiba kau muncul untuk mengklaimku sebagai hadiah?" Jimin tidak dapat menahan dirinya untuk melempari Alpha itu dengan berbagai macam pertanyaan.

Yoongi kembali mengamit lengannya dengan kasar, menariknya paksa masuk ke dalam jantung pohon.

Jimin jatuh di antara kegelapan, sampai akhirnya Yoongi membukakan sebuah penutup lubang pohon dari daun yang sudah kering, membuat sinar matahari yang mulai menampakkan diri masuk melalui lubang tersebut. Jimin meringkuk di dalam pohon, matanya memperhatikan Yoongi dengan wajah tidak senang.

"Kenapa kau memasang wajah seperti itu?" Yoongi balas menatapnya dengan raut wajah mencibir, "Harusnya kau senang ada Alpha yang bersedia membawamu pulang."

"Aku tidak mau punya Alpha sepertimu."

"Aku juga tidak mau punya Omega sepertimu," balas Yoongi dingin, "Tapi di sinilah kita sekarang. Kau dan aku, kita berdua harus mulai kawin, cepat atau lambat. Dan kau harus memberiku keturunan yang pantas untuk klanku."

"Kenapa? Kenapa harus aku?"

"Kenapa? Karena aku tidak tertarik dengan saudaramu."

"Apa kau pikir kau akan mendapatkan anak dariku?" gerutu Jimin, "Tidak akan pernah."

"Kau sudah mengalami heat 'kan? Akan lebih mudah untuk mendapatkan anak kalau begitu." Jimin menggeram padanya, mengancam Yoongi saat Alpha itu mendekat padanya. "Tidak bisakah kau lebih jinak sedikit? Aku ini Alphamu sekarang."

"Aku tidak peduli," gerutu Jimin, "Kau sama sekali belum mengawiniku jika kau belum menandaiku."

"Bahkan jika aku pernah menyelamatkan nyawamu?" tanya Yoongi, wajahnya terlihat semakin pucat di antara cahaya matahari yang mulai menampakkan dirinya.

Jimin mengerutkan dahinya, "Apa maksudmu?"

Yoongi terkekeh geli mendengar pernyataan tersebut, "Kau ini benar-benar bodoh, atau hanya pura-pura lugu?" ia mengambil kendi berisi air di dekatnya, dan menyiramkannya ke atas kepalanya. Warna rambutnya yang sebelumnya berwarna hitam, luntur menjadi warna putih. Jimin langsung menarik napas kaget. Yoongi yang menangkap perubahan ekspresinya kembali tertawa geli, "Sekarang kau sudah ingat?"

"Kau mengubah warna rambutmu! Pantas saja aku tidak mengenalmu!" seru Jimin tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sendiri.

Yoongi terkekeh pelan sambil mengenakan celana, "Lihat, sekarang reaksimu berbeda dengan yang tadi."

Jimin segera mengubah sikapnya. Alisnya tertaut dan mulutnya turun ke bawah, memberengut tidak senang. "Aku masih membencimu. Seharusnya para Alpha lain saling membantu sama lain untuk menghabisimu."

"Kalaupun mereka ingin menghabisiku, aku ragu mereka akan menang," kata Yoongi dengan sikap pongah. "Aku tidaklah lemah seperti yang mereka kira. Dan juga aku tidak sendirian. Aku punya kawanan yang bisa membantuku menyerang balik mereka."

"Kawanan? Bahkan mereka bukan Saja sepertimu. Neugdae seperti mereka bisa saja dihukum mati oleh kelompok lainnya," bisik Jimin tajam. "Kau bilang kau adalah kaum Saja terakhir, kan? Kau sudah tidak punya—"

Yoongi langsung bergerak maju ke hadapan Jimin dengan sorot mata nyalang dan geraman yang tertahan di tenggorokan. Jimin tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya sewaktu Alpha itu maju dengan luapan ekspresi marah padanya. Yoongi menyudutkan Jimin hingga punggung Omega itu menyentuh permukaan dingin kayu di belakangnya dengan bunyi benturan pelan.

"Mulai sekarang kau akan belajar untuk menghormati Alphamu, Omega," desis Yoongi dengan nada suara mengintimidasi. "Aku melakukan ini semua juga bukan atas dasar cinta. Tapi karena aku memang harus melakukannya," ia membenturkan tinjunya ke permukaan kayu, "Kau hanya barang tebusan atas dosa yang telah ayahmu telah perbuat bertahun-tahun lalu. Dan sekarang sudah saatnya kau membayarnya."

Jimin teringat akan mimpinya.

Kau hanya barang tebusan atas dosa yang telah ayahmu telah perbuat bertahun-tahun lalu. Dan sekarang sudah saatnya kau membayarnya.

"Kenapa harus aku yang membayarnya?" tanya Jimin, berusaha mengontrol rasa ketakutannya. Aroma pekat pohon cemara dan rerumputan menyengat di hidungnya, membuat inderanya seperti kebas sewaktu ia memberanikan diri membalas jawaban Alpha itu dengan pertanyaan. "Dan kenapa ayahku yang kau salahkan padahal kelompok lain juga ikut terlibat dalam menghabisi klanmu?"

"Karena dia tidak membunuhku," kata Yoongi. "Dia membiarkanku yang masih berusia tidak lebih dari 4 tahun usia matahari hidup sendirian di hutan, setelah dia menghabisi klanku dan membunuh ibuku di depan mataku sendiri. Aku dipaksa untuk bertahan hidup tanpa tahu satu hal pun. Bahkan aku tidak tahu caranya mempertahankan diri. Kau bisa bayangkan itu?"

Aku tidak bisa. Jimin menelan ludahnya dengan susah payah.

"Tapi kenyataannya kau sekarang—"

"Aku bisa hidup sampai saat ini pun bukannya tanpa pengorbanan," sela Yoongi. "Aku hidup sambil belajar mengenal alam. Aku belajar berburu dan mendapatkan makanan, semuanya karena alam. Aku bisa melindungi diri dan berkelahi dengan makhluk lainnya pun, semuanya karena alam," ia menunjuk ke tubuhnya yang tanpa Jimin duga-duga dipenuhi oleh banyak bekas luka yang telah lama mongering. Beberapa di antaranya tidak menutup dengan sempurna sehingga membentuk gumpalan daging menjijikan. "Semua ini kudapatkan karena aku tidak punya pengalaman. Tapi kemudian alam membantuku dengan memberi banyak pengalaman. Tidak terhitung sudah berapa kali aku nyaris mati karena bertemu hewan dan Delta liar, termasuk Imoogi."

"K-kau serius hidup sendirian di sini?" tanya Jimin mulai gelagapan, "Lalu bagaimana dengan kawanan serigala yang menolongmu tadi—"

"Mereka adalah teman yang kudapatkan sepanjang pertemuanku," kata Yoongi. "Aku merekrut mereka sebagai teman karena aku butuh banyak orang agar aku bisa membangun kembali nama keluarga Min. Aku tidak sendirian di sini. Mereka tinggal bersamaku."

"Tidak mungkin kau membangun keluarga Min jika kau adalah keluarga Min terakhir…"

"Mungkin saja karena aku sudah menganggap teman-temanku ini seperti keluarga," Yoongi memberitahu Jimin. "Mereka memang bukan Saja sepertiku, tapi ikatan kami lebih kuat daripada sekadar teman. Kami semua bersaudara. Dan mereka sudah bersumpah setia padaku." Ia menunjuk ke arah perut Jimin, "Kalau pun aku butuh keturunan, aku sudah memilikimu."

Wajah Jimin berubah merah. Ia mendorong tubuh Yoongi sekuat tenaga. "Aku tidak akan mau melahirkan anak darimu! Tidak akan pernah!"

Yoongi membiarkan dirinya terdorong ke belakang, berdecak kesal, "Baiklah, aku akan memberimu waktu. Begitu heatmu tiba, aku harus segera mengawinimu. Aku sudah katakan bahwa aku perlu keturunan."

Alpha itu berjalan meninggalkan Jimin sendirian di lubang jantung pohon.


I


Jimin berusaha untuk tidak keluar dari dalam jantung pohon tersebut karena dari luar ia bisa mendengar suara kelasak kelusuk orang-orang. Jimin menduga beberapa saat yang lalu para kawanan serigala yang menolong Yoongi telah kembali dari desanya. Mereka menyorakkan kata-kata puas sewaktu beberapa di antara mereka saling mengabari jumlah Neugdae yang berhasil mereka habisi.

Jimin memeluk kedua kakinya rapat-rapat ke dadanya dan memejamkan mata. Dalam hati ia berdoa agar keluarganya tidak satupun yang luput dari perlindungan Sanshin.

Pikirannya terpecah sewaktu ia mendengar suara perutnya sendiri berbunyi.

Tepat ia menyadari kalau ia belum makan sejak malam, kain dari serat daun yang menutupi lubang jantung pohon terbuka lebar-lebar.

Di tengah-tengah lubang, berdiri Yoongi sambil membawa semangkuk kayu berisi sup yang masih mengepul. Ia menyodorkan mangkuk tersebut pada Jimin yang hanya bisa mengamati dengan tatapan kosong.

"Kau belum makan sejak tadi malam, bukan? Makanlah."

Jimin menggeram, menyuruh Yoongi untuk menjauh.

Alpha itu balas menggeram dan berkata, "Aku sudah membawakanmu makanan, tapi yang aku dapatkan malah bersikap sama sekali tidak ramah padaku. Setidaknya ucapkan terima kasih!"

"Aku akan berterima kasih kalau kau mau menyingkir dari hadapanku!" teriak Jimin marah sambil mengambil posisi siap menyerang.

Yoongi mengerang putus asa melihat sifat tegar tengkuk Jimin—seperti layaknya batu yang harus disirami setiap hari sebelum akhirnya bisa dihancurkan. "Baiklah! Aku akan pergi jika itu yang kau inginkan!"

Alpha itu benar-benar kembali menghilang tepat setelah ia mengatakan hal itu.

Setelah situasinya benar-benar aman, tanpa ada Yoongi ataupun satu orang lainnya di dalam serambi jantung pohon, Jimin dengan hati-hati mengambil mangkuk berisi sup. Ia menyesap isinya dengan hati-hati, awas terhadap asap panas yang mengepul dari mangkuk.

Sup tersebut terasa jauh berbeda dengan sup yang biasa ibunya buat, Jimin menyadari.

Jimin menangis membayangkan kalau ia tidak akan bertemu dengan keluarganya lagi dalam waktu lama.

Ia tidak akan bisa bertemu dengan Ayah, Ibu, Hoseok, dan juga Taehyung.

Tetapi entah kenapa, sup kelinci di tangannya masih tetap terasa lezat di ujung lidah.


I


Jimin terbangun sewaktu matahari hampir tepat di atas kepala. Tanpa sadar, begitu ia menghabiskan supnya, ia langsung tertidur.

Sambil berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, Jimin mulai memikirkan ulang keinginannya untuk pergi ke luar. Sendirian di dalam suatu tempat yang asing tanpa satu orang pun untuk diajak berbicara benar-benar menumpulkan pikiran dan semua inderanya. Sebersit rasa penasaran ke mana Yoongi pergi saat ini, tapi perasaan itu langsung Jimin buang jauh-jauh.

Pada akhirnya, Jimin memutuskan untuk keluar.

Karena ia datang ke tempat itu pada fajar baru saja menyingsing, Jimin langsung terhenyak dengan pemandangan yang dilihatnya saat ini. Di depannya, kini ternyata dipenuhi oleh beberapa pohon besar yang dijadikan tempat tinggal oleh serigala lainnya.

Sewaktu Jimin menjejakkan kaki di depan tempat hunian Yoongi, semua mata langsung menatapnya. Orang-orang asing tersebut menatapnya dengan wajah penasaran, dan Jimin merasakan dirinya ingin segera kembali ke dalam pohon. Tetapi kemudian seorang Omega menghampirinya.

"Kau Omega baru Yoongi-hyungnim, kan?" ia bertanya pada Jimin dengan sikap ramah.

Jimin mengerutkan dahinya, "Kau siapa?" matanya awas mengamati Omega di depannya dari atas hingga ke bawah. Ia tidak bisa sembarangan berkenalan dengan orang asing di suatu tempat yang sama sekali tidak dikenalnya.

Omega itu kembali tersenyum lebar dan mengulurkan tangan, "Namaku Youngjae." Ketika ia melihat Jimin menatap matanya seolah-olah tangannya hendak mencabik tubuh Omega mungil tersebut, ia kembali melanjutkan, "Tenang saja. Semua orang di sini adalah orang yang baik-baik, sama seperti orang-orang di desamu. Kalau mereka juga benar-benar baik."

Jimin dengan enggan menyambut uluran tangan Youngjae sambil membulatkan matanya, "Apa kau juga seorang Delta?"

"Ne. Tapi aku sudah lama bergabung dengan kelompok Min sejak berusia 14 tahun matahari. Sekarang aku berusia 17 tahun usia matahari."

"Apa sebelumnya kau tidak punya kelompok?"

"Klanku membuangku karena mereka tidak menginginkan Omega yang tidak bisa menghasilkan keturunan," Omega itu menjelaskan sambil mengarahkan tangannya ke sekeliling, "Semua Neugdae di sini adalah mereka dari kawanan yang terbuang. Mereka antara Delta liar yang sudah tidak berubah wujud menjadi manusia ataupun Delta yang sudah tidak memiliki identitas klan lagi." Jimin berjengit kaget sewaktu ia melihat seekor serigala besar lewat di hadapan mereka. "Serigala itu salah satunya. Dulu Yoongi-hyungnim menemukannya dalam keadaan liar dan kehilangan kendali di hutan, tapi dia berhasil menaklukannya sendirian dalam waktu dua hari, tanpa istirahat, tanpa makan dan minum. Mengagumkan, bukan?"

"Pasti karena dia seorang Saja," sungut Jimin.

"Karena dia keras kepala dan sulit ditebak," kata Youngjae sambil tersenyum seperti biasanya mendengar ucapan Jimin, "Seperti yang kau lihat, dia terkadang bisa terlihat lesu dan malas-malasan, tapi begitu dia serius untuk mendapatkan sesuatu, tidak akan ada yang bisa menghentikannya."

Jimin tidak mau mengomentari soal itu sambil berusaha mengacuhkan tatapan penasaran orang-orang di sekitarnya. "Mungkin kalau kau tidak keberatan," kata Jimin agak malu-malu, "Kau mau menemaniku sebentar? Aku ingin tahu tempat ini, setidaknya."

"Tentu, dengan senang hati."

Omega itu menunjukkan jalan pada Jimin untuk melihat-lihat daerah tetorial yang telah diklaim oleh Yoongi. Sesuai dengan apa yang dirasakan dan didengarnya sewaktu ia berada di dalam jantung pohon, daerah yang diklaim oleh Yoongi terletak di lembah yang dikelilingi oleh hutan-hutan dengan pepohonan tinggi hampir menyamai pucuk-pucuk tertinggi tebing di sekitarnya. Jimin hanya pernah sekali melihatnya dari buku yang dengan sengaja dibawa oleh ayahnya yang sehabis melakukan hubungan diplomasi dengan klan Bae. Jika Jimin tidak salah mengenalinya, pohon tersebut dinamakan pohon sekwoia, pohon tertinggi yang pernah ditemukan dalam sejarah.

Sungai-sungai mengalir tanpa henti, mengitari wilayah yang kini akan ia tinggali. Cipak-cipak dari riak air yang dihasilkan oleh jalinan bebatuan yang tertempa oleh aliran sungai dan ikan-ikan sungai yang berlompatan dan menyipratkan tempias air menarik perhatian Jimin. Burung-burung berterbangan bebas, rendah untuk mematuk remah-remah di atas tanah. Dua ekor rusa saling berkejaran dan lari menjauh begitu mereka melihat Jimin dan Youngjae berjalan mendekati mereka. Aroma pepohonan—cedar, pinus, dan lainnya, juga aroma lumut yang basah, dan bunga-bunga poppy menyesaki saluran nasalnya.

Tidak jauh dari tempat mereka berpijak, tedapat dataran rendah dengan lahan yang diolah menjadi ladang. Beberapa orang Omega dan Beta wanita sedang menyibukkan diri merawat tanaman-tanaman di atas lahan tersebut, mengingatkan Jimin akan desa kelahirannya.

Belum pernah ia ke tempat seindah ini.

"Tempat ini indah," gumam Jimin pelan, hampir-hampir bagi Youngjae untuk tidak menangkap ucapannya.

"Dulu tempat ini dijadikan tempat pembuangan untuk para Delta," Youngjae memberitahu, "Kemudian ketika Yoongi-hyungnim datang ke sini, ia menjadikan tempat ini sebagai wilayah tempat tinggal kami."

"Ke mana dia saat ini?" tanya Jimin agak hati-hati, berharap bahwa pertanyaannya tidak terdengar terlalu penasaran.

"Sedang berburu dengan para Alpha dan Beta lainnya," jawab Youngjae. "Biasanya mereka pergi berburu kelinci, rubah atau rusa dan kembali kalau hampir senja." Jimin kembali diam, sampai Youngjae kembali bertanya, "Apa kau membenci Yoongi-hyungnim?"

Jimin tersentak kaget, "K-kenapa tiba-tiba?"

"Kami mendengar kalian bertengkar tadi pagi," kata Youngjae, "Sewaktu dia membawamu ke sini, kau juga beberapa kali melawannya, kan?"

"Tentu saja aku melawan, karena aku dibawa ke sini tanpa persetujuan dari keluargaku dan kemauanku sendiri."

"Tapi dia ikut dalam turnamen dan membawamu ke sini sebagai hadiahnya."

"Dia datang tanpa diundang," Jimin mengoreksi, "Seharusnya hanya serigala yang punya klan yang boleh ikut pertandingan itu."

"Dia punya klan sekarang. Kami adalah para anggota klannya."

"Tapi kalian bukan Saja."

"Kami tetaplah bagian dari klan Min," Youngjae bersikeras. "Lagipula suatu langkah yang berani untuk Yoongi-hyungnim dengan ikut pertandingan itu memperebutkanmu. Dia tahu kalau sampai keberadaannya diketahui oleh para kelompok lain, nyawanya akan terancam."

"Lalu kenapa dia ikut pertandingan itu?" tanya Jimin, "Bisa saja saat ini keluargaku sedang menyiapkan cara untuk menyelamatkanku."

"Kalaupun begitu, dia akan memberikan serangan balasan. Dia ikut pertandingan untuk memperebutkanmu bukanlah tanpa sebab. Tapi karena ia butuh keturunan," Youngjae menjelaskan. "Kau tahu kenapa kami disebut Delta? Karena meski kami seperti Omega, Beta dan Alpha pada umumnya—mengalami rut dan heat, kami tidak bisa memiliki keturunan. Kami adalah kaum yang terbuang." Jimin menatapnya dengan terperangah—tidak mengira tentang hal tersebut, "Selain Yoongi-hyungnim, kami tidak bisa menghasilkan keturunan. Mungkin kelompok kami juga akan berumur pendek, tapi setidaknya kami akan bersama-sama sampai akhir."

Jimin menelan ludahnya, masih belum bisa sepenuhnya menerima ucapan Youngjae, "Tapi kenapa aku? Kenapa dia memilihku?"

Youngjae mengangkat bahunya, "Akupun tidak tahu."

Omega itu kembali mengantarnya untuk melihat-lihat selama beberapa saat kemudian dan membawanya kembali ke rumah pohon Yoongi.


I


Yoongi datang dari perburuan tidak lama kemudian setelah Youngjae memberi Jimin makan malam. Alpha itu membawa banyak tubuh rubah hasil buruan dan melemparkan beberapa di antaranya yang sudah berupa bulu tebal yang terpisah dari isi perut dan bagian tubuh lainnya.

"Aku membawakanmu kulit rubah," Alpha itu memberitahu. "Sebentar lagi musim dingin akan tiba. Setidaknya kau perlu mempersiapkan diri."

Jimin menggeram pada Yoongi, menghardik terang-terangan, "Aku tidak butuh ini."

Sebelah alis Yoongi tertarik ke atas, seperti tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Omega di hadapannya ini, "Tentu saja kau butuh. Kau tidak tahan dengan musim dingin, kecuali kau bisa terus menerus hidup dalam wujud serigalamu."

Jimin tidak menggubris dan memutar tubuhnya untuk memunggungi Alpha itu. Ia bisa mendengar helaan napas Yoongi disertai suara benturan keras antara kepalan tinju dengan dinding dalam permukaan kulit kayu. Jimin bisa menduga Alpha itu sedang mati-matian berusaha mengontrol emosinya.

Tapi Jimin tidak peduli.

Ia ingin pulang.

Jimin bersiap-siap untuk menerjang Yoongi sewaktu ia melihat bayangan tubuh Alpha itu mendekat padanya. Ia mengira Yoongi hendak bersenggama malam ini dengannya dan mengklaim Jimin sebagai Omeganya, tapi ternyata bayangan Alpha itu kembali menjauh darinya.

Terdengar suara permukaan lantai berdebum pelan diikuti suara gesekan lembut selimut dari bulu. Jimin dengan hati-hati memutar tubuhnya dan melihat Yoongi juga ikut memunggunginya, bersiap-siap untuk tidur.

"Saja brengsek," sungut Jimin pelan.

Ia terlelap tidak lama kemudian.

Dalam mimpinya, samar-samar ia mendengar suara Yoongi berbisik padanya, Kau hanya barang tebusan atas dosa yang telah ayahmu telah perbuat bertahun-tahun lalu. Dan sekarang sudah saatnya kau membayarnya.


I


Jimin membuka matanya sewaktu ia merasakan bayangan matahari pelan-pelan jatuh di atas dahinya. Sambil meregangkan tubuhnya dan hendak bangkit dari tempat tidurnya yang empuk, Jimin memanggil Taehyung—dan kemudian sadar kalau ia telah berada jauh dari keluarganya sejak kemarin.

Dilihatnya Yoongi sudah terbaring dengan punggung lurus menempel di atas lantai yang terbalur oleh kulit buruan dan serat tanaman. Alpha itu setengah membuka mulutnya, masih terlelap.

Tanpa sadar Jimin menghampiri Alpha itu, mempelajari fitur wajahnya yang unik. Yoongi tidaklah tampan, tapi Alpha itu memiliki tubuh yang bagus dengan otot-otot menghiasi bentuk tubuh atletisnya. Kulitnya yang putih nyaris menyaingi warna rambutnya. Dipandang cukup lama, Yoongi memiliki wajah yang cantik dan terlihat sedikit rapuh sesuai pandangan pertama mereka berjumpa.

Jika saja Jimin tidak mencium aroma pekat pepohonan dari tubuh Alpha itu, mungkin ia akan mengira Yoongi adalah seorang Omega.

Tapi orang ini menyelamatkanku beberapa minggu yang lalu dari Imoogi, batinnya getir.

Tanpa aba-aba, tiba-tiba saja sepasang iris merah balas menatap Jimin, membuat Omega itu tersentak mundur dari posisinya.

"Kau sudah bangun," gagap Jimin sambil memegangi dadanya.

Yoongi mengerutkan dahinya dan memicingkan matanya, seperti kehilangan orientasi berpikirnya selama beberapa saat. Ia melihat ke arah Jimin, diam, dan hidungnya mengembang dan mengempis seperti sedang menghirup sesuatu.

"Baumu aneh."

Jimin melengos, "Mian?"

"Baumu," Yoongi menjelaskan dengan gesture tangannya, "Baumu tampak lebih pekat dari biasanya. Kau belum mandi, eo?"

Jimin memerah karena tersinggung, "Oh, tentu saja, aku lupa mandi dari kemarin karena terlalu sibuk menghindarimu."

Yoongi mengusap wajahnya yang masih setengah mengantuk dan melemparkan pandangan ke arah Jimin.

"Kita ke sungai."

"Mwo? Kau menyuruhku? Dengar, aku tidak akan—"

Tiba-tiba Yoongi sudah berada di depan mukanya dan melempar tubuh Jimin ke atas salah satu bahunya. Jimin menjerit kaget, tidak menyangka dengan perlakuan Alpha itu padanya. Ia berusaha memberontak, menurunkan tubuhnya, tapi tenaga Yoongi lebih kuat darinya. Saat ia masih berusaha meloloskan diri, Yoongi mengeluarkan suara geraman rendah, memaksa Jimin untuk menyerah.

"Kalau kau tidak bisa diam, aku akan mengikatmu di sini dan menyetubuhimu sampai kau tidak punya kekuatan untuk berdiri."

Nada dingin di ucapan Alpha itu membuat Jimin merasa kuduknya ikut merinding.

Banyak mata memandang kedua pasangan Alpha dan Omega yang belum resmi kawin tersebut dengan tatapan aneh. Jimin hanya bisa memejamkan matanya karena rasa malu, merasa dirinya direndahkan oleh Alpha yang telah membawanya ke tempat terasing ini.

Mereka tiba di hulu sungai setelah melewati undakan kecil dan gugusan hutan-hutan sekwoia. Tanpa basa-basi, Alpha itu melemparkan tubuh Jimin ke dalam sungai.

"Apa yang kau lakukan?! Kau mau membunuhku?!" teriak Jimin dongkol pada Alpha itu, "Untung saja tidak banyak bebatuan di sini, jika kepalaku terbentur batu, aku pasti mati—"

"Buka bajumu."

"Wae?"

"Buka bajumu, aku bilang," gerutu Yoongi.

"Aku tidak mau mandi di sini sebelum kau pergi," desis Jimin keras kepala.

Yoongi memijat ujung hidungnya, seperti berpikir, sebelum berkata, "Baiklah." Alpha itu melepaskan celana dan tunik yang ia kenakan. Otot-otot yang menghiasi tubuhnya kini semakin menonjol tanpa satu helai pakaian pun yang menutupinya. Jimin merasakan wajah memerah sewaktu ia melihat barang milik Alpha itu menggantung di antara selangkangannya, sementara sang pemilik barang justru berdiri di hadapannya dengan sikap tidak peduli. "Aku sudah melepas semua bajuku. Agar impas, kau juga harus membukanya."

"Balikkan tubuhmu!" perintah Jimin setengah jengkel. Yoongi menurut dan membalikkan tubuhnya, menampakkan jajaran permukaan pantatnya yang benar-benar putih tidak cacat sedikitpun.

Bahkan tubuhnya lebih menarik dariku! Batin Jimin getir.

Selesai ia melepaskan bajunya, Jimin berenang-renang menjauh dari Alpha itu. Tapi tidak sesuai dugaannya, Yoongi sudah membalikkan tubuhnya dan mendecih berang. Ia langsung melompat ke sungai untuk mengejar Jimin.

"Kau gila? Mau lari dariku sekarang?"

"Biarkan aku berenang sendirian dengan tenang!"

"Lalu bagaimana kalau kau benar-benar melarikan diri?!"

Yoongi mengubah wujudnya menjadi singa bersurai putih dan mengejar Jimin dengan mudahnya di dalam aliran deras sungai. Jimin memekik sewaktu rahang kuat Yoongi menangkap salah satu lengannya dan menariknya masuk ke dalam air. Jimin berusaha berontak, tetapi sia-sia begitu ia bermaksud ikut mengubah dirinya menjadi serigala.

Yoongi langsung menyentakkan tubuh Jimin ke atas daratan. Jimin menggeliat berusaha melepaskan diri, tetapi kemudian rahang Yoongi kembali menyambit lehernya, menyuruh Omega itu patuh. Setelah usaha yang sia-sia, Jimin membiarkan dirinya menyerah pada Alpha itu.

"Kau memang keras kepala," gerutu Yoongi sambil kembali ke wujud manusianya. Kini tangannya menggantikan rahangnya menahan leher Omega itu. "Aku bisa saja dengan mudah mencabik tubuhmu kalau kau terus menerus memberikan perlawanan."

Ia mulai menjilati setiap inci permukaan kulit Jimin, merasakan rasa manis menyesapi lidahnya. Jimin hanya bisa memejamkan matanya, berusaha menepis rasa nikmat yang menggairahkan jiwanya sewaktu Yoongi merasakan tiap detail di tubuhnya.

"Aku tidak peduli," lirih Jimin, memalingkan wajahnya, menggigit bagian bawah bibirnya. "Aku hanya ingin pulang. Aku tidak ingin melahirkan anakmu. Tidak akan pernah."

Ekspresi Yoongi benar-benar tidak terbaca olehnya mendengar penuturan Omega tersebut.

"Kau tidak bisa terus menerus tidak peduli," desis Yoongi meninggikan suaranya, "Aku sudah memenangkan pertandingan itu. Secara teknisnya adalah, kau Omega milikku dan aku berhak untuk mengklaim dan mengawinimu."

Jimin masih tidak mau menatap Alpha itu, dan Yoongi mengerang frustasi. Alpha itu melepaskan tangannya dari leher Jimin dan juga dari pergelangan tangan Omega itu.

"Terserah padamu. Toh aku juga sudah berjanji aku tidak akan resmi mengklaim dan mengawinimu sepenuhnya sampai kau benar-benar bersedia untuk melakukannya," ucap Yoongi sambil berjalan meninggalkan Jimin sendirian.

Alpha itu mengenakan pakaiannya dan berlari menembus ke hutan.

Seharusnya Jimin tidak menyia-nyiakan saat itu untuk melarikan diri.

Bisa saja ia berlari menuruni lembah, melewati dataran di mana ladang kelompok Min berada, dan sembunyi-sembunyi melintasi perbatasan berupa perbukitan rendah. Mungkin akan ada yang mengejarnya, menyuruh dan memaksanya kembali. Lalu Jimin akan segera kembali pulang ke rumah, jika ia bisa melarikan dirinya dengan sebaik mungkin dari orang-orang yang mengejarnya.

Tapi ia malah menangis. Membayangkan keluarganya saat ini. Ia ingin pulang.

Tapi ia tidak bisa pulang.

Atau tepatnya, ia tidak punya keberanian untuk pulang.


I


Jimin kembali ke rumah pohon Yoongi setelah ia selesai membilas tubuhnya dengan remah-remah bunga yang berhasil ia temukan. Sesampainya di sana, ia tidak menemukan Yoongi. Tetapi di dalam rumah pohon, di atas tembikar dari anyaman dedaunan kering, ia menemukan semangkuk sup hangat seperti yang diterimanya kemarin dari Yoongi.

Sewaktu ia mengendus aroma nikmat sup di mangkuk, ia mendengar suara Youngjae di belakangnya berkata, "Yoongi-hyungnim meninggalkan sarapan itu untukmu. Katanya dia tidak bisa memberikanmu langsung karena harus berburu."

"Hmm," Jimin hanya menjawab dengan gumaman.

Youngjae tanpa tanggung-tanggung langsung melangkah masuk ke dalam rumah pohon dan duduk di sebelahnya. "Aku tidak akan sungkan-sungkan lagi bertanya apakah aku boleh duduk di sini," kata Omega itu seolah-olah membaca pikiran Jimin. "Kau bertengkar lagi dengan Yoongi-hyungnim, eo?"

"Kurasa kami memang tidak cocok," jawab Jimin tidak peduli. "Mungkin seminggu lagi, ia akan mengembalikanku ke keluargaku."

"Dia tidak akan melakukannya," kata Youngjae, "Aku sudah pernah mengatakan kalau dia keras kepala jika menginginkan sesuatu. Tapi dia juga orang yang tulus. Kalau dia sudah menentukan pilihan dalam hidupnya, dia tidak akan menyia-nyiakan pilihannya itu. Termasuk kau."

Jimin bergeming.

"Dia adalah orang yang baik. Kurasa dia benar-benar tulus untuk belajar mencintaimu."

Jimin mempertanyakan yang satu ini, tapi ia memilih untuk tidak mengatakan apapun.


I


Keesokannya, Jimin sengaja membangunkan diri sesiang mungkin agar ia tidak perlu bertatap muka dengan Yoongi.

Sesuai harapannya, Yoongi sudah beranjak dari rumah pohonnya dengan mengenakan kulit rubah kebanggaannya dan membawa tombak panjang yang digunakannya untuk berburu. Jimin hanya sempat mengintip dari celah lubang rumah pohon, mengamati Yoongi mengumpulkan beberapa Beta dan Alpha kepercayaannya sebelum akhirnya berjalan meninggalkan wilayah mereka menuju daerah perburuan.

Sewaktu perut Jimin berbunyi, Omega itu menyadari kalau lagi-lagi Yoongi meninggalkannya semangkuk sup seperti kemarin-kemarin. Setelah menghabiskan supnya dan menggumamkan ucapan terimakasih pada Yoongi, Jimin memutuskan untuk keluar dari rumah pohon.

Kali ini seluruh anggota Yoongi sama sekali tidak balas memandangnya dengan tatapan aneh dan justru sibuk pada urusan masing-masing. Jimin menarik napas lega, setidaknya kini orang-orang sudah tidak terlalu tertarik untuk mencampuri urusan pribadinya.

Youngjae muncul ke hadapannya dan menyapanya seperti biasa.

"Aku tidak akan bosan mendatangimu," kata Omega itu dengan senyuman tipis menghiasi wajahnya, "Kalau kau tidak keberatan, aku akan menemanimu berkenalan dengan yang lainnya di kelompok Min."

Jimin hendak menolak ajakan tersebut, tapi setidaknya kalau ia berkenalan dengan banyak orang, ia akan punya banyak pilihan untuk menghilangkan kejenuhannya terus menerus mendekam di dalam rumah pohon Yoongi.

Youngjae membawanya ke tempat tinggal Youngjae—ke sebuah sarang Omega, di mana para Omega yang belum memiliki pasangan hidup tinggal di sana hingga mereka menemukan pasangan yang bersedia mengawini mereka. Jimin hendak menanyakan di mana sarang anak-anak kelompok Min sampai kemudian ia teringat bahwa seluruhnya dari mereka tidak dapat memiliki anak kecuali Yoongi.

"Meski kami tidak bisa memiliki keturunan, setidaknya kami perlu memuaskan birahi kami saat heat," kata Youngjae sewaktu Jimin tertegun cukup lama memandangi sarang Omega di depannya—seolah-olah baru saja memindai benak Jimin beberapa detik lalu. "Kami masih bisa kawin seperti Neugdae pada umumnya. Kalaupun kami sedang heat atau ada Alpha yang sedang mengalami rut, mereka akan mendatangi kami di sini."

"Kau belum memiliki pasangan?" tanya Jimin spontan. Sebenarnya ia ingin mengungkapkan betapa ia tidak percaya mengetahui Youngjae yang terlihat cukup menarik di matanya sama sekali belum menemukan pasangan.

Youngjae berdeham canggung, berusaha menyembunyikan rona merah di wajahnya, "Umm—sebenarnya, ada seorang Alpha yang sedang mengincarku saat ini. Tapi kurasa aku butuh waktu untuk memikirkannya sebagai pasanganku."

Jimn merasa sedikit iri mendengar jawaban Youngjae, "Setidaknya kau punya pilihan untuk memilih Alpha yang kau inginkan."

Sang Omega teman barunya tersebut seperti tidak mendengar ucapan Jimin dan beralih ke serambi lain. Youngjae memperkenalkan Jimin pada seorang Omega lain bernama Bhuwakul—yang memaksa untuk dipanggil BamBam, yang baru berusia 16 tahun usia matahari dan seorang Omega lain bernama Youngjae yang setidaknya berusia sama dengan Jimin. Kedua Omega lain tersebut menyambutnya dengan ramah, meski sikap yang ditunjukkan oleh Youngjae masih cenderung sungkan sewaktu Jimin mengajaknya bicara.

"Aku sudah dengar tentangmu," kata BamBam sambil menunjuk ke arah Jimin dengan wajah berseri-seri, "Katanya kau berasal dari kelompok Kim, eo?"

"Uhh, ne?"

"Bukankah kelompok Kim adalah kelompok Neugdae yang terbesar di sini?" tanya BamBam. Tetapi kemudian ekspresinya berubah pias, "Kelompok kalian juga—"

Youngjae menepuk bahu BamBam dengan pelan, "Hajima, BamBam-ah," seru Omega yang lebih tua itu lembut. "Aku membawa Jimin kemari hanya untuk memperkenalkannya dengan kalian semua. Juga perlu kau ingat, Jimin tidaklah sama dengan keluarganya."

BamBam tertawa kaku dan membungkukkan tubuhnya, "Aku tidak bermaksud mengatakannya, aku menyesal."

"Tidak masalah," kata Jimin, agak tercengang dengan sikap yang ditunjukkan oleh BamBam.

Setelah beralih dari sarang Omega, Youngjae membawanya ke tempat tabib—chilyouja. Tempat para tabib itu berada ternyata terletak bersamaan dengan tempat sang Shaman kelompok Min tinggal. Di dalam kubu beratap ranting dan dedaunan kering berbentuk lingkaran menjulang, dua orang wanita Beta dan satu orang Alpha wanita sedang duduk. Salah seorangnya menyambut Youngjae ketika Omega itu bertandang ke tempat mereka.

"Perkenalkan," kata Youngjae sambil mengarahkan tangannya pada tiga orang wanita tersebut, "Chilyouja utama di sini adalah Seungwan. Dia bertugas sekaligus sebagai Mu di kelompok kami. Dua orang lainnya, Seulgi dan Joohyun bertugas membantunya."

Tiga orang wanita tersebut memiliki paras cantik—meski Jimin tidak bisa membandingkannya dengan saudara kembarnya—dan sama-sama mengenakan tunik dari serat tanaman berwarna putih dan memiliki tato di tengkuk mereka. Salah seorang wanita yang bertubuh paling mungil dengan tato di antara kedua alisnya, maju ke depan Jimin dan mengulurkan tangannya. Meski postur tubuhnya yang kecil pun, Jimin bisa menangkap aroma khas Alpha dari wanita itu. "Jimin, dari kelompok Kim. Aku sudah sering mendengar dan tahu banyak hal tentang kelompokmu. Kuharap kau tidak seperti kebanyakan dari mereka." Wanita Alpha itu mengulumkan senyuman yang berkesan dingin meski tangannya menjabat Jimin dengan hangat. Sewaktu tangannya tergenggam cukup lama di genggaman Seungwan, Jimin dengan sengaja menyentakkan tangannya.

"Jangan buru-buru melepaskan tangannya," kata Seulgi, Beta wanita dengan surai hitam dan mata berbentuk seperti kucing memberitahunya, "Dia sedang membaca masa depanmu."

Jimin membuka dan mengatupkan mulutnya dengan kaget, "Uh—jadi apa aku harus—"

Seungwan terkikik pelan, "Tenang saja, aku sudah membaca semuanya. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan."

Jimin merasa tergelitik untuk bertanya tentang apa yang dilihat oleh Alpha wanita itu sewaktu tangan mereka saling bersentuhan. Tetapi Jimin mengurungkannya, berpikir bahwa mungkin saja Seungwan melihat masa depannya sesuram perasaannya sewaktu pertama kali menjejalkan kaki di sini.

Selepas memperkenalkan diri dan sedikit berbasa-basi, Youngjae kembali mengantarnya untuk bertemu dengan anggota kelompok yang lain.

Tapi Jimin tidak akan melupakan apa yang dikatakan oleh Seungwan sewaktu ia memperhatikan gubuk kecil tersebut untuk terakhir kalinya;

"Hidupmu akan banyak terhempas oleh badai salju. Pada saat bulgeundal tiba, kau akan kehilangan tiga hal yang berarti bagimu. Tapi begitu puleundal tiba, kau bisa merengkuh kembali kebahagiaanmu berkali-kali lipat dengan mengorbankan satu hal yang paling berharga di hidupmu."

Jimin merasakan kuduknya meremang mendengar ucapan Alpha itu. Tetapi kemudian Youngjae menenangkannya, "Dia suka berbicara yang aneh-aneh. Ada kalanya kau tidak perlu mencemaskan apa yang dia katakan."

"Tapi dia bisa melihat masa depan! Dia Mu kelompok Min, bukan?"

"Dan dia bukan Sanshin. Kau yang menentukan jalan hidupmu, bukan orang lain," sahut Youngjae.


I


Beberapa hari berikutnya, Jimin berusaha membiasakan dirinya tinggal di kelompok Min, sekaligus mencari cela untuknya agar dapat melarikan diri. Berdasarkan pengamatan dan informasi yang didapatnya dari Youngjae, kawasan wilayah kelompok Min dikelilingi oleh empat gunung dan dikitari oleh aliran sungai. Lima sampai tujuh orang Neugdae biasanya saling bertukar waktu jaga di daerah perbatasan, menunggu di atas sebuah benteng yang ditemboki oleh jalinan kayu-kayu runcing dan bebatuan cadas.

Jimin menyusun rencana selama Yoongi pergi berburu—meninggalkannya sendirian di rumah pohon. Tidak lama lagi musim salju akan tiba, dan Jimin harus segera pergi dari tempat ini sebelum salju menyulitkannya. Apalagi Seungwan sudah memprediksi bahwa akan ada badai dingin selama beberapa minggu pertama musim salju.

Jantungnya kini berdegup oleh rasa waswas bercampur suntikan semangat baru mengingat tidak lama lagi ia akan terbebas dari tempat yang tidak ingin ditinggalinya. Hatinya sudah begitu merindukan keluarganya di tempat lain. Mungkin saat ini Taehyung sudah tinggal bersama pasangan barunya dan sedang mencoba membuat anak. Jimin tidak bisa berhenti tersenyum membayangkan dirinya tidak lama lagi akan memiliki seorang keponakan. Ia juga tidak bisa berhenti membayangkan bagaimana ekspresi kedua orang tuanya, termasuk Hoseok, sewaktu mereka tahu Jimin kembali pada mereka.

Yoongi yang sama sekali tidak mengetahui rencananya, seharian pergi berburu dan membawakan Jimin kulit rubah seperti biasanya. Jimin merasa sedikit bersalah—harus meninggalkan Alpha itu tanpa mengklaim atau menyentuh dirinya barang sesenti pun. Tapi ia tidak peduli, karena Yoongi sudah dengan sembarangan mengikuti pertandingan memperebutkan dirinya dan membawanya ke tempat terasing seperti ini, bersama dengan orang-orang yang tidak dikenalnya.

Pagi hari, begitu Jimin sengaja terbangun setelah Yoongi pergi untuk berburu bersama bawahannya seperti biasa, Omega itu menyelinap keluar dari rumah pohon Yoongi. Ia melebarkan pandangannya ke sekitar, mewanti-wanti kalau ada Youngjae yang melompat muncul di hadapannya tanpa ia kira. Tetapi hari itu suasana masih belum terlalu ramai oleh Omega dan Beta wanita yang sibuk menyelesaikan urusan masing-masing.

Jimin menarik napas, berusaha sheening mungkin meninggalkan rumah pohon Yoongi. Ketika ia rasa ia sudah mulai jauh dari rumah Alpha yang dibencinya, Jimin berlari menuju dataran rendah yang difungsikan sebagai ladang oleh kelompok Min. Baru ada satu orang Omega dan dua orang Beta wanita yang sibuk menyiangi tanaman-tanaman liar ketika ia diam-diam melewati setapak kecil di kitaran ladang tersebut.

Tidak jauh dari ladang tersebut, berdiri gugusan bambu dan kayu yang membentuk barisan pertahanan terhadap serangan dari luar sekaligus sebagai penanda teritori kelompok Min. Jimin mengambil ancang-ancang untuk melompati pagar tersebut. Sayangnya pagar tersebut terlalu tinggi untuknya, sehingga Jimin terpaksa membuka baju yang ia kenakan dan mengubah wujudunya menjadi seekor seigala. Sambil membawa pakaian yang ia tanggalkan dengan katupan rahangnya, Jimin berusaha melompati pagar. Tetapi ia tetap gagal karena tinggi pagar melebihi jangkauan lompatannya.

Menggeram kesal, Jimin kembali mengitari pagar tersebut dan menemukan ada sebuah cerukan kecil di antara pagar dan tanah. Jimin mengintip di balik celah dan melihat lubang tersebut akan cukup baginya dilewati jika ia mengeruk tanah di bawahnya. Dengan cekatan, kedua kaki depannya mengais-ngais tanah hingga menyerupai cerukan dalam yang dapat ia lewati. Masih dalam wujud serigala, ia melalui cerukan tersebut dan melewati barisan pagar yang berdiri kokoh di sisi-sisi tubuhnya.

Menyadari dirinya telah bebas dari daerah teritori kelompok Min, Jimin berlari meninggalkan dataran tersebut—mengikuti arah angin bertiup sambil mengendus-endus arah ke mana ia pulang.

Keempat kakinya saling bergantian menapaki tanah, sementara pemandangan wilayah kelompok Min di belakangnya kian menjauh. Jimin berusaha menahan dirinya agar tidak mengaum merayakan kebebasannya saat ini. Ia masih belum terlalu jauh dari tempat Yoongi sampai Alpha itu tidak dapat mencium aroma tubuhnya.

Arah angin bertiup dan aroma-aroma pepohonan menajamkan ingatannya—ke mana Yoongi telah membawanya pergi dan mengingatkan Jimin akan arah ke mana ia harus pulang.

Begitu ia melompati beberapa tumpukan batu di pinggiran sungai, Jimin melompat ke dalam sungai untuk menghilangkan aroma tubuhnya. Tepat di dalam aliran sungai, ia mengubah wujudnya kembali menjadi manusia.

Jimin merentangkan kedua tangannya dan memekik pelan, meneriakkan kebanggaan karena telah berhasil bebas pada akhirnya. Ia berenang-renang ke pinggiran sungai sambil membayangkan wajah keluarganya begitu mereka tahu dirinya berhasil melarikan diri. Ia tersenyum puas, merasakan bahwa kebebasannya hanya berada beberapa jengkang saja dari tempat ia berdiri saat ini. Yoongi memang membawanya pergi jauh, tapi kalau Jimin berlari tanpa henti kecuali untuk minum air melepaskan dahaganya, ia yakin dapat tiba esok hari ketika fajar menyingsing.

Setelah yakin aroma tubuhnya telah sepenuhnya dihapuskan oleh air sungai, Jimin kembali naik ke daratan sambil mencuci pakaiannya. Kemudian ia berlari-lari kecil, hendak kembali mengubah wujudnya menjadi serigala lagi.

Sampai kemudian ia mendengar suara geraman yang memekakan telinga.

Jimin menoleh, merasakan seluruh inderanya menajam karena rasa takut sewaktu melihat sesosok besar Geomeun-gom, beruang besar berukuran 2 kali lipat dari ukuran manusianya. Pemandangan mengejutkan tersebut membuat Jimin terjungkang dari posisinya. Ia merasakan seluruh tubuhnya gemetaran dengan apa yang ditangkap oleh kedua matanya.

Beruang tersebut memeking dengan suara yang memekakan, dan Jimin beringsut berlari meninggalkan makhluk raksasa tersebut sambil mengubah wujudnya menjadi seekor serigala dengan surai keemasan.

Tetapi Geomeun-gom adalah makhluk terbesar yang pernah ia lihat—melebihi ukuran transformasi Yoongi. Bayangan menakutkan akan pertemuannya dengan Imoogi beberapa minggu lalu, membuat Jimin memaksakan diri untuk menggerakkan kakinya secara lebih cepat. Sebelumnya, ia berhasil melarikan diri karena Yoongi datang menolongnya—tetapi kini, Jimin sudah berkilo-kilo jauh dari area territorial Yoongi. Ia mengutuki kebodohannya di dalam hati, tidak memperkirakan akan banyak makhluk mengerikan seperti Imoogi yang pastinya akan mengancam keselamatan nyawanya.

Geomeun-gom tersebut kembali melolong di belakang Jimin disertai suara gertakan tumbang pepohonan jatuh. Jimin menoleh sekilas, melihat beruang raksasa tersebut berlari sambil setengah melompat dan menubrukkan diri ke pepohonan di sekitarnya. Ia juga bisa mendengar suara derapan kaki beruang tersebut kian mendekat ke arahnya.

Jimin berusaha meloncati sebuah tebing rendah saat ia merasakan sesuatu menghantam punggungnya, membuatnya jatuh terguling menuruni tebing menuju permukaan datar tanah yang disertai pasir berwarna coklat. Punggungnya terasa seperti terbakar, dan Jimin menyadari bahwa beruang tersebut baru saja mencakar bagian belakang tubuhnya. Sambil menahan rasa sakitnya dan berusaha untuk bangkit, ia melihat beruang tersebut ikut turun tebing bersamanya.

Ia kembali berlari, tetapi beruang tersebut sudah berada tepat di belakangnya. Sewaktu ia melihat sebersit bayangan berwarna hitam hendak memapakkan tubuhnya ke atas tanah, Jimin berhasil menghindar cepat—tetapi tidak cepat untuk menghindari gugusan tebing di belekangnya. Ia merasakan tubuhnya terhempas kembali menghadap Geomeun-gom tersebut. Kini seluruh tubuhnya seperti diamuk oleh rasa nyeri yang tak tertahankan.

Jantungnya terpacu begitu cepat sewaktu ia mendengar suara lengkingan mengilukan telinga kembali bergema di sepanjang lembah. Geomeun-gom tersebut melompat ke arahnya lagi, kali ini sambil mengayunkan tangan dan rahang besarnya. Jimin menggeram dengan gerakan mengancam dan berguling untuk berkelit dari serangan dadakan yang sama sekali tidak ia duga. Tangan dan rahang besar Geomeun-gom tersebut menancap kuat di dinding tebing, tetapi hanya butuh waktu sepersekian detik untuk menarik tangan dan rahangnya.

Meski ia sudah berkali-kali berlatih pertahanan diri dan melakukan penyerangan, tetap saja Geomeun-gom adalah makhluk yang sama berbahayanya dengan Imoogi—walau kali ini Geomeun-gom masuk kategori yang lebih berbahaya. Mereka gesit karena tidak perlu merayap dengan bagian ventral tubuhnya, sementara Geomeun-gom memiliki sepasang tangan dan kaki yang kuat dan kokoh. Bahkan indera pendengaran mereka yang tajam dapat membuat mereka lebih awas terhadap lingkungan sekitar. Bahkan Geomeun-gom sudah menolehkan moncongnya ke arah Jimin berlari dan mulai kembali mengejar.

Jimin mulai kehilangan arah pulang—ia tidak tahu ke arah mana ia harus berjalan. Yang ia tahu saat ini ia adalah harus melarikan diri dengan selamat dari kejaran Geomeun-gom. Tetapi beruang hitam di belakangnya tersebut kini telah berada satu jengkang darinya.

Ia kembali mengenyam rasa sakit yang tidak terkira di punggungnya yang sebelumnya sudah terluka saat beruang hitam tersebut kembali menghantam tubuhnya dengan salah satu cakar tangannya. Jimin mengeluarkan lolongan penuh rasa sakit. Kini Geomeun-gom tersebut menahannya ke atas tanah. Jimin memberontak dan menggigit tangan Geomeun-gom tersebut—menghasilkan geraman marah dari makhluk raksasa tersebut. Jimin mengeluarkan raungan tak berdaya ketika wajahnya ikut dihantam oleh cakar besar Geomeun-gom tersebut, menyababkan kedua matanya berkunang-kunang dan darah mengalir di bagian pinggir lehernya.

Jimin hampir kehilangan kesadarannya saat ia melihat sesosok manusia melompat keluar dari bayang-bayang pohon ke belakang Geomeun-gom yang sedang menundukkan dirinya di atas tanah.

"Kau benar-benar bodoh, aku sudah memperingatkanmu—"

Ia mengenal suara itu.

Suara Yoongi.

Mengetahui ada musuh lain di belakangnya, Geomeun-gom dengan surai hitam tersebut memutar kepalanya dan mengaum dengan auman mengancam.

Tetapi Yoongi tidak tampak ketakutan dan mengubah wujudnya menjadi seekor singa putih. Ia menerjang tubuh besar beruang tersebut hingga keduanya saling bertumbukan di atas tanah.

Jimin merasakan dirinya masih berusaha untuk bangkit, tapi rasa metalik di mulutnya mengatakan bahwa luka yang ia derita terlalu dalam.

Di hadapannya, kini Yoongi sedang berusaha menaklukkan makhluk besar di hadapannya dengan kekuatan kaki belakang dan rahangnya. Penglihatan Jimin kini hanya dipenuhi dua gumpalan berwarna hitam dan putih yang saling terjang menerjang, sampai akhirnya ia mendengar suara lolongan serigala lain.

Dua ekor serigala muncul dan membantu Yoongi, sementara seorang pria—Beta—berlutut di sebelahnya untuk memeriksa keadaannya.

"Seharusnya kau tahu, tidak mungkin keluar dari daerah teritori sendirian," gumam Beta itu setengah marah padanya, "Terlalu banyak hewan buas di sini. Kau tahu itu—"

Terdengar suara nyaring lengkingan dari Geomeun-gom. Mata Jimin sempat menangkap Yoongi yang sedang menggigit leher makhluk beringas tersebut sementara surai putihnya sedikit ternodai oleh darah. Dua orang serigala yang membantunya menahan dengan kaki depan dan rahang mereka—masing-masing di bagian tubuh atas dan bawah. Setelah memastikan Geomeun-gom telah mati, Yoongi menitahkan pada kedua bawahannya untuk membawa tubuh beruang tersebut sementara ia kembali mengubah wujudnya menjadi manusia.

Ia berjalan mendekati Beta yang sedang memeriksa keadaan Jimin, "Bagaimana keadaannya, Jinyoung?"

"Dia kehilangan banyak darah," gumam Beta bernama Jinyoung pada Yoongi, "Kita harus segera membawanya pada Seungwan beserta Chilyouja yang lain untuk memberikannya pengobatan."

Yoongi mendesis dan mengubah wujudnya menjadi seekor Saja. Lalu ia membawa tubuh Jimin ke atas punggungnya dan berlari melintasi jalanan dari bebatuan dan tanah humus.

Jimin berusaha untuk tidak membayangkan bagaimana ekspresi Yoongi sewaktu Alpha itu memeriksa keadaannya.

Khawatir dan seperti menyalahkan diri sendiri

Jimin berharap bahwa ia masih setengah tidur ketika melihat ekspresi Alpha itu.


I


Jimin bermimpi tentang seorang anak kecil—yang berwajah sama persis seperti Yoongi—berjalan ke arahnya dengan wajah penuh kekecewaan.

"Aku sudah berusaha percaya padamu," ujar anak itu dengan wajah berkerut tidak senang, "Tetapi kau menghancurkan kepercayaanku."

Jimin tertawa getir, "Bukankah kau bilang aku hanya tebusan atas kesalahan ayahku di masa lalu?"

Ekspresi anak itu berubah tercengang, dan perlahan-lahan, pemandangan di benak Jimin meleleh. Sementara anak kecil di hadapannya kini berubah menjadi seorang Min Yoongi yang telah dewasa.

"Kau hanya barang tebusan atas dosa yang telah ayahmu telah perbuat bertahun-tahun lalu," tutur Yoongi. Raut wajahnya berubah sedih. Mata kecilnya menatap nanar Jimin di hadapannya. "Tapi aku tidak—"


I


Jimin merasakan matanya disesaki oleh rasa kantuk. Ia berusaha membuka matanya dengan perlahan, tetapi rasa sakit di sekujur tubuhnya melarang Jimin untuk bangun.

Tetapi Jimin bisa mendengar suara dengkuran pelan dan melihat surai putih bergerak naik turun di hadapannya. Ia merasakan seluruh tubuhnya diselimuti oleh rasa hangat. Rasa hangat yang dirasakannya seperti ketika ia tertidur di pelukan ibunya bersama dengan Taehyung. Anehnya, rasa hangat ini memberinya suntikan penenang yang berbeda dari yang biasa ia rasakan.

Tidurlah, Jimin.

Ia bisa mendengar samar-samar suara Yoongi berkata padanya.

Jimin kembali menutup matanya dan tertidur.


I


Jika akhir-akhir ini ketika ia bangun Jimin mendapati dirinya telah ditinggalkan oleh Yoongi untuk pergi berburu bersama kawanannya, kali ini Alpha itu melingkari tubuhnya dengan wujud singanya yang besar. Mata Alpha itu tertutup rapat-rapat, menyisakan segaris tipis berwarna hitam. Sementara mulutnya setengah terbuka, menampilkan taring-taring besar yang kontras dengan penampilan tidurnya.

Alpha itu dengan sengaja mendekapkan diri ke tubuhnya karena salju di luar sudah mulai berjatuhan, Jimin menyadari. Saat ia berusaha membangkitkan tubuhnya, punggungnya berdenyut perih, membuatnya mengeluarkan desisan rasa sakit. Yoongi segera terbangun dan membuka matanya begitu mendengar suara rintihan dari tenggorokan Jimin.

Alpha berwujud singa perak tersebut mengubah wujudnya menjadi seorang manusia bertubuh mungil dengan rambut berwarna putih keperakan. Ketika ia kembali ke wujud manusianya, ia mendesah marah.

"Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak berusaha kabur dari sini," katanya dengan suara yang berat dan terdengar mengancam.

Jimin berusaha mengumpulkan keberanian dirinya, menahan agar ia tidak terpengaruh oleh ancaman Alpha tersebut. Ia menarik napas dalam-dalam, "Aku tidak bisa hidup di sini. Aku tidak ingin hidup bersamamu. Aku ingin pergi dari sini."

"Lalu kau memutuskan dengan seenaknya untuk pergi dari sini, sementara kau tidak tahu bagaimana keadaan di luar sana?" gerutu Yoongi sedikit sangsi dengan ucapan Jimin. "Kau benar-benar Omega yang pintar, eo? Persis seperti ayahmu."

Jimin langsung menangkap ucapan sarkastik dari Alpha di hadapannya. "Kau menculikku dari kampong halamanku, merebutku dari Alpha-Alpha yang seharusnya menjadi pasanganku. Kau hanya orang barbar yang punya niatan jahat untuk membalas kesalahan ayahku dengan cara yang salah. Kau hanya menganggapku sebagai barang tebusan, bagaimana aku bisa yakin kau bisa membuatku nyaman sebagai pasanganku jika kau beranggapan demikian?"

Pertanyaan retorik itu membuat Yoongi mematung. "Itu—" ia menjilat bibirnya dengan ragu, "Karena pada awalnya aku memang tidak ingin membuatmu menjadi pasanganku. Aku hanya ingin mengambil apa yang berharga dari ayahmu untuk membuatnya menyesal karena telah membuat keputusan yang salah."

"Kalaupun kau mengambilku sekarang ini, kurasa justru kau malah membuat kelompok lain memusuhimu karena muncul tiba-tiba dan membawa nama kelompok Min."

"Aku sudah tahu mereka pasti akan memusuhiku," balas Yoongi, "Mereka membenci kelompokku selama berpuluh-puluh tahun dan kemudian merebut semua wilayah pegunungan yang dimiliki oleh ayahku dan kelompoknya," Alpha itu menyeringai pahit, "Menyedihkan sekali jika kau masih berpihak dengan kelompok-kelompok Neugdae yang sudah terbiasa terjun ke dalam perang untuk membunuh orang-orang tidak berdosa dan menjarah wilayah territorial mereka."

Jimin menelan ludahnya, "Kau mau merebut daerah kekuasaan mereka."

"Hmm," Yoongi tidak langsung menjawab ucapan Jimin, "Itu adalah hal yang tidak mungkin. Tapi aku hanya ingin mengatakan, kalau aku dan kelompokku butuh bertahan hidup. Kami harus mempertahankan diri. Karena cepat atau lambat, merekalah yang akan mengklaim daerah kekuasaan kelompokku."

Jimin hendak berdiri, tetapi punggungnya berdenyit perih. Ia membungkukkan tubuh perlahan-lahan—dan Yoongi menangkap reaksi kesakitan di wajahnya.

"Seungwan memintaku untuk tidak membuatmu banyak bergerak," kata Yoongi. "Untung saja kau masih hidup sewaktu aku menyelamatkanmu."

Jimin meringis, "Bukankah lebih baik kalau aku mati?" gumamnya sinis, "Kau tidak akan mendapatkan keturunan kecuali kau mencari Omega lain."

Ucapan itu sepertinya tidak mempengaruhi Yoongi karena Alpha itu hanya diam dan mengambil obat yang diletakkan tidak jauh dari dipan tempat mereka tidur. Jimin berusaha berontak sewaktu Yoongi menyuruhnya untuk membuka bajunya, tetapi ia menyerah saat mendengar suara geraman dari tenggorokkan Yoongi.

Sambil berusaha menahan kekesalannya, Jimin membuka baju dan berbalik memunggungi Yoongi, sementara Alpha itu bekerja untuk memolesi punggung Jimin dengan ramuan herbal yang diracik khusus untuk mengobati lukanya.

"Kalau kau masih bersikeras ingin kembali ke tempat tinggalmu, aku bisa memberimu pilihan untuk tinggal di sana selama tujuh malam," kata Yoongi di sela-sela mengobati luka Jimin. "Begitu malam ketujuh tiba, kau harus segera kembali ke sini atau aku akan mengambilmu dengan paksa."

Jimin membalikkan tubuhnya tanpa aba-aba—hampir-hampir lupa bahwa punggungnya masih terluka, "Kau serius mengatakannya?"

Yoongi menautkan alisnya, seperti sedikit tersinggung dengan ucapan Jimin yang terdengar tidak percaya akan ucapannya. "Aku serius. Tapi hanya dalam waktu tujuh malam, tidak lebih. Dan setelahnya kau kembali ke sini, kita akan mengadakan upacara perkawinan di sini."

Mendengar syarat yang dituturkan oleh Yoongi, hati Jimin kembali bimbang. Ia begitu ingin kembali bersama keluarganya, tetapi semuanya itu akan ditukar dengan nasibnya yang nanti juga harus dihabiskan sebagai pasangan seorang Min Yoongi.

Mata Jimin menyelami mata Yoongi, menatap ke dalam pupil berwarna merah pekat tersebut.

Ia selalu bermimpi tentang anak kecil—atau lebih tepatnya seorang Min Yoongi yang masih kanak-kanak—berkata padanya bahwa ia harus menebus kesalahan ayahnya. Dan kini sesuai mimpinya, ia harus menebus apa yang dikatakan oleh Alpha tersebut.

Meski demikian, Yoongi telah dua kali menyelamatkannya. Kalau seandainya orang yang di hadapannya ini bukanlah Alpha tersebut, ia sudah pasti akan mengucapkan berkali-kali ucapan terima kasih pada sosok yang telah menyelamatkannya. Nyatanya, orang yang sudah dua kali menyelamatkan Jimin dari ambang kematian adalah sosok yang sama sekali tidak ia kenal—sosok asing yang menyimpan kesumat pada ayahnya.

Mungkin setelah ini, ia tidak akan bisa bertemu dengan keluarganya lagi kalau ia menerima tawaran tersebut. Bahkan jika ia tidak menerimanya pun, ia tidak akan punya kesempatan sama sekali untuk bertemu dengan keluarganya.

"Aku—" Jimin berharap bahwa ia tidak akan memilih pilihan yang salah. "Aku menerimanya."

Yoongi tersenyum lembut untuk pertama kalinya—sesuatu yang sama sekali tidak pernah terbersit di benak Jimin. Saat tersenyum, mata Alpha itu membentuk garis cekungan seperti bulan sabit, menampakkan barisan gigi yang sempurna serta gugusan gusi berwarna merah muda. Wajah Alpha itu terlihat tidak seperti biasanya yang selalu tajam saat menilai seseorang, tetapi justru seperti anak kecil polos yang dengan tulus tersenyum pada orang yang telah dianggap mereka sebagai teman. Jimin tidak akan bohong kalau ia mengatakan Yoongi memiliki fitur wajah yang menarik—meski ia pendek dan tidak seperti kebanyakan Alpha yang dilihatnya.

"Bagus," ujarnya. Ia berdiri dan mengambil satu mangkuk berisi makanan dan wadah berisi air minum, "Ini makanlah. Kau belum makan malam sejak kau pergi dari sini, kan?"

Jimin dengan harga diri yang masih sepenuhnya terjaga, meraih mangkuk dari tangan Yoongi dan meminum dari wadah satunya, "Sudah berapa lama aku tertidur?"

"Sejak dua hari lalu. Dan kau sama sekali tidak terbangun," kata Yoongi. "Aku hampir mengira dirimu mati kalau aku tidak melihatmu masih bernapas seperti biasa."

"Hmm," gumam Jimin sambil menyicipi makanan yang ditawarkan Yoongi.

"Aku akan meninggalkanmu kalau kau mau—"

Jimin menarik lengan Alpha itu. "Kau tetap di sini," kata Jimin sambil memalingkan wajahnya ke makanan, "Aku—kurasa aku butuh teman untuk berbicara."

Yoongi tertegun selama sekian detik dan kembali duduk di depan Jimin.

Di balik keremangan cahaya senja, ia bisa melihat wajah Yoongi menatapnya lekat-lekat. Tetapi Jimin tidak berani menyimpulkan alasan kenapa Alpha itu memandanginya dengan tatapan yang sama sekali tidak bisa ia gambarkan.

Keduanya saling berdiam-diaman untuk waktu yang cukup lama, tapi hari itu Jimin belajar sesuatu dari seorang Min Yoongi.

Dan Jimin telah salah menilai Alpha itu.


Part I End


To be continued for the next chapter

Author's note: Mungkin ini akan menjadi fanfic ABO terakhir saya haha, mungkin. Sebelumnya saya sudah membuat fanfic ini dari tahun lalu, tapi baru kesampaian sekarang karena saya malah mempublikasikan cerita-cerita baru lainnya. Fanfic ini hanya ada 3 shot, tanpa sekuel. Kemungkinan besar di bagian selanjutnya akan lebih banyak daripada bagian ini.

Tentu saja, review pasti akan menyemangati saya untuk terus menulis hehe. Bagian kedua akan diunggah secepatnya, tapi saya harus sidang dan wisuda dulu hehe. Semoga banyak yang menyukai cerita fanfiksi ini, walaupun prediksi saya tidak akan banyak yang membaca sih. Kalaupun tidak suka, ya—baca saja ga papa, dicoba dulu siapa tahu malah suka LOL.

Sampai jumpa di bagian dua dan selamat menjalankan puasa bagi yang menjalankan!