"Empat kali lima?"
"Nggg…" Sehun berpikir keras. "Duapuluh."
"Lima kali lima?"
"Nggg…" Sehun mulai meragu, ditaruhnya telunjuk di dagu. "Ti-tigapuluh…"
"Duapuluh." Jongin menyahut memperbaiki.
"Eh iya, duapuluh." Dan dijawab adiknya dengan percaya diri.
Jongin mengerang. "Aish, duapuluh lima, Sehun!" Pipi Sehun dicubitnya, antara gemas dan kesal. "Ulang lagi ya. Satu kali lima?"
"Li—eh, papa!"
Suara pagar terbuka dan deru mobil yang sangat familiar terdengar, membuat Sehun melompat ke arah pintu dan Jongin mengerang lagi. "Ya ampun, dasar si Sehun ini!"
Pintu terbuka dan memperlihatkan Chanyeol yang masuk dengan wajah lelah, tapi raut lelah itu segera tergantikan dengan raut sumringah saat anak bungsunya menerjang kaki panjangnya untuk langsung bergelayut manja. "Papa, papa! Papa bawa apa buat Sehun?"
"Sehun! Hapalanmu belum selesai!"
Teriakan kesal kakak lelakinya tak diindahkan oleh si bungsu, yang sekarang sedang sibuk menggerayangi kantong plastik yang dibawa papanya dan langsung menjerit nyaring. "Wah, es krim!"
Chanyeol membiarkan Kyungsoo mengambil jaket dan tas kerjanya sementara ia duduk di hadapan Jongin, memperhatikan anak-anaknya yang mulai berebut kantong plastik yang dipegang Sehun. "Bagi dua dengan hyungmu, ya."
"Eh! Tidak boleh makan es krim malam-malam." Mendengar titah sang mama, Jongin buru-buru berlari ke kulkas untuk menyimpan jatah es krimnya sebelum disita, namun Sehun yang keras kepala masih memegang es krimnya dengan keberatan. "Sehun sayang, simpan es krimmu untuk besok. Tuh, seperti hyungmu."
Sehun berkaca-kaca, menatap papanya meminta pembelaan. "Papa…"
Chanyeol tergelak, tahu kalau ia tidak bisa mengelak dari permintaan bungsu kesayangannya. "Yah… Tidak apa-apa deh, kalau sekali-kali."
Pembelaan itu membuat Sehun berteriak "Hore!" yang nyaring sekali dan Jongin langsung melesat mengambil kembali jatah es krimnya di kulkas, dibawa ke dekat adiknya dan mereka segera menikmatinya dengan khidmat. Semuanya terlihat bahagia—kecuali sang mama yang sedang berkacak pinggang.
"Papa ini bagaimana? Bawa es krim malam-malam, disuruh makan sekarang juga." Melihat Chanyeol yang malah tertawa, Kyungsoo beralih pada anak-anaknya dengan wajah dibuat-buat kesal. "Ya sudah, pokoknya mama tidak mau tahu kalau kalian sakit."
"Eits, kalian dengar itu? Harus makan yang benar supaya tidak sakit, ya." Jongin dan Sehun hanya mengangguk-angguk dengan tidak peduli, membuat papa mereka semakin tertawa. "Jangan cuek begitu, dong. Nanti mama marah-marah." Ucapannya itu berhasil membuatnya mendapatkan cubitan ringan dari Kyungsoo di pinggang.
Melihat kesempatan untuk curhat, Jongin mengadu. "Papa! Sehun bandel, tidak mau menghapal perkalian lima."
Chanyeol tertawa lagi ketika dilihatnya si bungsu melemparkan stik es krimnya ke wajah kakaknya dengan kesal karena di adukan. "Sehun jangan begitu! Es krimmu sudah habis, kan? Ayo, lanjutkan hapalanmu dengan kakakmu." Anak itu terlihat keberatan dan akan menangis, jadi mamanya langsung turun tangan. "Kalau begitu Sehun tidak usah dibelikan es krim lagi, ya, papa." Kalimat itu membuat Sehun merengek dan Jongin tertawa puas, merasa dibela.
Begitulah keluarga ini.
Sehun, kesayangan sang papa, selalu dimanja sedemikian rupa sehingga menjadi berisik dan menyebalkan—namun tidak pernah ada yang sanggup memarahinya karena keceriaannya yang terkadang sangat hiper dan ekspresif justru terlalu manis dan lucu. Dia tumbuh menjadi anak yang terlalu percaya diri dan arogan, dan itulah alasan mengapa ia selalu menjadi pemimpin di semua perkumpulan teman-teman bermainnya—juga alasan dibalik keberaniannya mengganggu kakak lelakinya yang hanya terpaut setahun itu.
Jongin, sebagai anak lelaki, terlalu dekat dengan mamanya. Dia suka memasak, suka mengerjakan pekerjaan rumah tangga, suka mengerjakan segala hal yang bisa membuatnya terus bersama dengan sang mama, membuat ia jauh lebih apik dibanding adiknya yang sembrono dan berantakan. Sikap kalem dan pendiamnya membuat adiknya dengan leluasa dapat menjahilinya setiap hari—meski sering marah, Jongin sesungguhnya tidak pernah keberatan dengan sikap adiknya—tapi selain itu, ia agak sedikit menjadi kaku dan introvert, menjadikannya kesulitan bergaul dengan orang luar.
Selain itu, yang berperan paling besar adalah sang kepala keluarga dan istrinya.
Chanyeol bukan orang yang gila kerja dan Kyungsoo juga bukan tipe yang hanya berdiam diri di rumah, membuat mereka terlalu rajin berinteraksi dengan anak-anak mereka. Chanyeol yang terkadang terlalu memanjakan dan Kyungsoo yang terkadang terlalu melarang, akhirnya membuat satu kesatuan yang seimbang.
Secara keseluruhan, semuanya terlalu baik dan sempurna bagi mereka, membentuk keluarga kecil yang bahagia.
Ya, begitulah seharusnya mereka sejak awal dan seterusnya.
Namun segalanya berubah drastis setelah beberapa waktu.
Sikap hiperaktif Sehun lama kelamaan terkikis dan dia menjelma menjadi remaja kaku yang tidak tahu caranya berekspresi.
Berkebalikan dengan kakak laki-lakinya yang sebelumnya sulit bergaul, justru remajanya menemukan tempat pelarian yang bagus—ia akhirnya berkawan dengan pergaulan bebas.
Tidak, tidak ada lagi yang dapat di salahkan selain orang tua mereka.
Chanyeol dan Kyungsoo yang lama kelamaan menjadi terlalu sensitif dan intensitas pertengkaran mereka yang mulai melebihi batas normal akhirnya tidak dapat terbendung lagi.
Kemudian mereka mulai sering bertengkar di hadapan anak-anak mereka.
Tidak, tidak ada lagi yang dapat disalahkan selain stress anak-anak mereka yang muncul terlalu dini diakibatkan orang tua mereka sendiri.
Memang tidak ada satupun pernikahan yang sempurna, namun puncaknya adalah ini:
Ketika mereka menyadari bahwa masing-masing diri mereka merasa jenuh—
Tetapi menutupinya dengan mulai saling menyalahkan.
Bitter Fault
byunpies storyline
.
.
.
WARNING!
Contain ChanSoo as married couple with KaiHun as brothers and lil'bit LuBaek.
Contain bxb and m-preg.
If you don't like it, don't read it..
.
.
.
[Chapter 1]
"Maafkan saya." Chanyeol membungkuk berkali-kali. Jongin dengan tubuh babak belur di sebelahnya hanya berdiri tanpa terlihat peduli, membuat Chanyeol mendorong kasar punggungnya supaya membungkuk juga. "Saya menjamin anak ini akan melaksanakan hukuman yang Anda berikan."
Jongin menepis tangan papanya dengan kasar—tidak sudi memohon maaf. Melihat gelagat mereka yang tidak mengenakkan, guru yang memanggil Chanyeol ke sekolah itu mempersilakan mereka keluar. Chanyeol berjalan keluar dengan marah, diseretnya tangan Jongin yang langsung meronta.
Ketika mereka diluar, terlihat Sehun yang sudah menunggu dengan wajah tegang.
"Sedang apa kamu disini?" Chanyeol mengerutkan dahi melihat anak bungsunya tidak berada di kelas seperti yang seharusnya. "Kembali ke kelasmu."
"Papa," Seolah tidak mendengar ucapan papanya, Sehun mencicit. "Tangan hyung sakit—"
"Diam, Sehun. Ini bukan urusanmu." Sang papa menatapnya garang, mencoba membuatnya pergi. Namun wajah Sehun yang semakin memelas akhirnya membuat pegangannya di tangan penuh lebam si sulung yang langsung menatapnya nyalang, membuatnya makin meradang. "Kau, masuk ke mobil. Sekarang."
"Atas hak apa kau memerintahku?"
"Jongin, papa tidak main-main. Cepat masuk ke mobil!"
Jongin terlihat enggan dan hendak membantah, namun tubuhnya terlalu lemah untuk melawan. Remaja laki-laki itu melontarkan tatapan pedas pada papanya sebelum dia berbalik untuk pergi dengan langkah lebar-lebar. Sehun langsung berlari mengikuti kakaknya, tapi dia ditarik papanya menjauh.
"Mau apa?!"
"I-ikut hyung." Suara Sehun tenggelam, menatap papanya dengan penuh harap. Sedangkan kakak laki-laki Sehun berbalik lagi demi melihat apa yang dilakukan papa dan adiknya.
"Buat apa mengikuti hyung kriminalmu itu?! Masuk ke kelas!" Suara papanya terlalu keras dan Sehun khawatir kalau-kalau ada yang menonton mereka sedari tadi, meski koridor kantor BK yang sepi membuat mereka tidak menjadi bahan tontonan orang-orang.
Menyadari tidak ada yang melihat mereka, anak itu menyentak tangan papanya yang masih mencengkeram lengannya dan dia langsung berlari menuju kakaknya.
"SEHUN!"
Seragam belakang Sehun dicengkeram papanya dengan penuh amarah, membuat pemiliknya menjerit—dan Jongin langsung berjalan mendekat dengan menghentak-hentakkan kakinya. "JANGAN." Dia menuding ke papanya, wajahnya merah padam. "JANGAN sekali-kali berani menyakiti adikku!"
"Kurang ajar!" Cengkeramannya di seragam si bungsu terlepas. Chanyeol menatap anak sulungnya yang balas menatapnya dengan menantang. "Mempunyai anak kriminal sepertimu-lah satu-satunya hal yang membuatku sakit!"
Mata Jongin berkilat-kilat penuh amarah. "Tega sekali mengatai anak sendiri sebagai kriminal!"
"Lalu? Apalagi yang patut disebut untuk tukang berkelahi sepertimu? Apalagi alasanmu kali ini?! Aku tidak membesarkanmu untuk menjadi pembunuh!"
"Papa!" Sehun menyela dengan ketakutan. "Papa, itu bukan salah hyung!" Mereka masih terlalu sibuk bertukar tatapan penuh amarah untuk mendengarkannya. Sehun panik dan dia mulai berteriak dengan nyaring. "Hyung hanya membelaku! Orang-orang itu yang—"
"DIAM, SEHUN!"
Bersamaan dengan bentakan Jongin yang membuat Sehun langsung terdiam ketakutan, pukulan itu datang dari sang papa.
Sehun terlalu terkejut untuk bereaksi.
"Jangan pernah membawa adikmu dalam kegilaanmu, Jongin." Chanyeol marah, begitu marah dengan perilaku anak sulungnya itu yang sekarang sudah terduduk akibat pukulannya yang penuh emosi.
"Tidak tahu, ya?" Jongin menyeringai. "Sehun kan sudah gila karena kalian."
Chanyeol memukul sulungnya lagi.
Lalu Sehun akhirnya menjerit.
Chanyeol hampir melemparkan pukulan lagi pada Jongin, tapi melihat anak bungsunya yang mulai menangis ketakutan, ia menggertakkan gigi demi menahan amarah dan beranjak.
"Dalam lima menit." Perintahnya pada anak sulungnya yang sudah berdiri kembali dan sedang mendelik padanya dengan penuh kemarahan, atau malah benci—hatinya perih melihat Jongin yang menatapnya seakan ia bukan ayahnya sendiri, namun emosi yang lebih mendominasi perasaannya saat ini. "Dalam lima menit kau harus sudah ada di mobilku. Sehun, pergi ke kelasmu. Jangan sampai aku yang menyeret kalian semua."
Lalu Chanyeol pergi.
Ketika tubuh menjulang papanya akhirnya menghilang di ujung koridor, Jongin dengan wajah berdarah-darah langsung beringsut mendekati Sehun yang masih menangis di tempatnya.
"Sssh." Jongin menyentuh bahu adiknya, membuat tangisnya semakin kencang. "Sayang… Sudah, jangan menangis. Maaf, ya, maaf."
"Tapi—tapi itu bukan salah hyung—"
"Iya, tidak apa-apa." Seluruh tubuhnya sakit bukan main ketika Sehun berusaha memeluknya, tapi Jongin hanya membalas pelukannya. "Pokoknya diam saja. Jangan bilang apa-apa, mengerti?"
Gerakan Sehun yang gelisah memperlihatkan kalau dia keberatan. "Kalau kau bilang pada papa, semuanya hanya akan mempersulitmu, Sehun."
Sehun hanya sesegukkan. Tapi terdiamnya dia artinya mengiyakan, dan Jongin mengusap wajah basah adiknya dengan sayang.
"Bersihkan wajahmu dan kembali ke kelas." Perintah itu membuat Sehun melepas pelukannya. Wajahnya yang keberatan penuh air mata dan Jongin mengusapnya dengan tersenyum getir, pura-pura tidak melihat ekspresi tidak rela itu. "Aku duluan, ya."
Chanyeol tidak berbicara apa-apa selama ia di mobil bersama anak sulungnya, pun ketika mereka sampai di rumah dan Jongin langsung masuk ke kamarnya dengan membanting pintu.
Ia melangkah masuk dengan berat. Mengingat bagaimana rumah ini adalah satu-satunya tempat bernaung paling nyaman untuknya dulu, namun entah sejak kapan telah menjadi pilihan terakhirnya untuk berlabuh.
Emosi yang tadinya sudah padam mendadak tersulut kembali ketika ia melihat satu sosok berbusana rapi yang sedang duduk berselonjor di sofa dengan santai memainkan ponselnya. Busana yang terlalu mewah untuk dipakai bekerja, Chanyeol mengernyit.
"Mau kemana?"
Kyungsoo tersentak dan mengangkat wajahnya, terkejut melihat Chanyeol berdiri di depan pintu. Terlebih suara berat dengan nada yang tidak mengenakkan itu jelas-jelas menyuarakan bahwa suaminya itu tidak menyukai apa yang sedang ia lihat sekarang.
"Kupikir Jongin pulang sendiri." Kyungsoo berkutat dengan ponselnya lagi. "Ternyata denganmu."
Chanyeol tampak tak suka dengan peralihan topik tersebut. "Kutanya, mau kemana?"
"Kenapa kau harus tahu?"
"Tentu saja aku harus tahu!" Chanyeol sungguh-sungguh diliputi emosi yang hebat, sementara sikap istrinya tidak membantu sama sekali. "Ini jam kerjamu, kenapa kau masih disini? Lalu ada apa dengan baju itu, seperti bukan mau pergi bekerja saja!"
Kemana dia akan pergi dengan baju sebagus itu? Berbagai spekulasi negatif bermunculan dalam benak Chanyeol tanpa dapat ditahan. Dengan siapa dia akan bertemu? Dan reaksi istrinya pada ucapannya barusan kemudian memperkuat dugaan negatifnya.
Kyungsoo berdiri. Ditatapnya laki-laki tegap berbalut seragam kerja itu tepat di mata. "Ha, lalu sekarang, memangnya kau sedang apa?" Ia mengangkat tangannya untuk ditaruh di pinggang, sementara dagunya diangkat tinggi-tinggi. "Kenapa kau disini, bukannya di kantor? Membolos? Seperti anak-anak saja."
Chanyeol tidak pernah menyukai Kyungsoo dalam mode sombongnya. "Aku memenuhi panggilan dari sekolah karena anak berandalmu itu!"
Mendadak terdengar suara lagu metal dari kamar Jongin yang dengan sengaja disetel kencang-kencang, dengan empunya kamar yang berteriak-teriak kesetanan mengikuti lirik lagu tersebut.
Tapi isyarat terang-terangan tersebut tidak membuat orang tuanya berhenti saling memaki.
Kyungsoo tersulut. Topik tentang Jongin selalu membuatnya emosional. Dan suaminya tidak pernah lagi memperlakukan sulungnya itu seperti yang seharusnya seorang ayah lakukan. "Itu karena kau tidak pernah memperhatikannya! Berhenti mengatai Jongin berandal!"
"Apalagi yang bisa di katakan pada tukang berkelahi seperti itu? Sampai membuatku datang ke sekolah. Memalukan!"
"Kau tidak tahu saja nilai bungsumu yang semakin hancur, absennya yang parah. Aku yang selalu dipanggil gurunya, tapi aku tidak pernah protes apa-apa!" Kyungsoo berpikir anak-anaknya hanya dalam fase remaja yang nakal, yang suatu waktu nanti kenakalan itu akan terhapus dengan sendirinya. Tapi Chanyeol tidak pernah berpikir sama sepertinya.
"Itu karena dia selalu bersama kakaknya. Katakan pada Jongin untuk tidak mempengaruhi perilaku Sehunku!"
Kyungsoo sudah nyaris menangis. "Jangan melampiaskan amarahmu pada anakmu sendiri, Chanyeol!"
Chanyeol nyaris membentak lagi apabila dia tidak melihat satu siluet di depan pintu.
Sehun berdiri mematung, tampak telah menyaksikan hampir seluruh pertengkaran orangtuanya barusan.
"M-maaf…" Bungsunya itu menunduk, mengalihkan pandangannya ke bawah. "Aku pusing, jadi disuruh pulang cepat… Eh… m-maafkan aku…"
Chanyeol berusaha mengatakan sesuatu untuk berdalih, namun Sehun telah tergopoh-gopoh berlari ke kamar Jongin. Sedetik kemudian lagu metal yang berisik itu menghilang dan digantikan oleh tangisan Sehun, yang meski tampaknya sudah berusaha ditahan-tahan, tetap saja terdengar pilu hingga keluar kamar.
Hening sesaat. Kyungsoo, dengan wajah merah dan tanpa bicara apa-apa lagi, langsung beranjak pergi ke dapur.
Isakan Sehun lambat laun semakin keras.
Chanyeol, diliputi rasa bersalah yang mendalam, tidak kuasa untuk tidak mengintip sedikit.
Dilihatnya Sehun, masih dalam balutan seragam sekolah, telungkup di atas kasur Jongin dengan rambut acak-acakan. Bahu anak itu berguncang sesekali, terlihat dia masih sesegukkan meski suaranya tidak terlalu terdengar lagi.
Chanyeol hampir saja melangkah masuk untuk memeluk dan menenangkannya, kalau saja Jongin tidak menghadangnya di pintu dan memberi isyarat padanya untuk pergi.
"Tolong," Jongin berbisik, suaranya rendah dan tertahan namun tajam—begitu pula dengan tatapannya. "Terserah kalian mau bertengkar sesuka hati, aku tidak peduli. Tapi tolong, jangan ganggu adikku."
Chanyeol tidak tahu apakah harus marah atau menangis atas perlakuan anak sulungnya itu.
Namun tentu saja—ia tahu dengan pasti, alasan anak bungsunya menangis setiap hari seperti itu adalah karena pertengkarannya.
Karena papanya yang tak becus ini.
Karena itu, dengan hati perih luar biasa, ditinggalkannya lagi rumah untuk kembali bekerja.
"Aku akan lembur," gumamnya dengan pura-pura acuh pada Kyungsoo yang menangis di meja makan. "Tidak usah menyisakan makan malam buatku."
Dipaksanya diri sendiri sibuk bekerja, hanya untuk menghilangkan seluruh kepenatan di rumah.
Kyungsoo menatap kepergian mobil Chanyeol dengan kecewa.
"Ya—maaf." Berusaha mengendalikan suaranya yang bergetar, Kyungsoo menyusut airmatanya. Tangannya menempelkan ponsel ke telinga. "Chanyeol masih sibuk sekali. Anak-anak pulang cepat, sepertinya sakit. Aku tidak bisa meninggalkan mereka sendirian."
Hening sebentar sebelum suara lembut Baekhyun terdengar dari seberang. "Aku mengerti. Tapi tidak ada sesuatu yang terjadi disana, kan?"
"Iya." Kyungsoo tahu kalau Baekhyun selalu dapat menangkap nada palsunya, tapi ia tetap saja berbohong. "Tidak ada yang terjadi. Hanya sungguh, maafkan aku. Aku akan menemuimu bila semuanya sudah selesai."
"Kau tahu, Soo? Kau selalu bisa mengandalkanku."
Kyungsoo tersenyum, menggumam sebelum menutup teleponnya. "Terima kasih. Sekali lagi, selamat atas pernikahanmu, pengantin baru."
Hari ini hari pernikahan Baekhyun.
Setelah sekian tahun yang benar-benar lama serta jatuh bangun yang banyak menguras airmata, akhirnya Luhan melamar sahabat terdekatnya itu.
Kyungsoo adalah orang yang paling berbahagia mendengarnya.
Kyungsoo benar-benar semangat—dia sudah menyiapkan busana terbaiknya, jas terbaik Chanyeol, dan pakaian terbaik anak-anaknya untuk mereka pakai di hari penting ini bahkan sejak jauh-jauh hari ketika Baekhyun mengabarinya tentang pernikahan itu.
Ia telah mengambil cuti, mengenakan bajunya sejak pagi, dan menunggu anak-anaknya pulang supaya mereka dapat pergi bersama. Kyungsoo memperkirakan Chanyeol akan langsung menyusul mereka sepulang kerja karena Luhan juga mengirimkan undangan resmi padanya.
Tapi ternyata Chanyeol dan Jongin pulang lebih cepat.
Dan ketika ia mendengar Chanyeol bertanya padanya, "Mau kemana?" Kyungsoo semerta-merta terpukul—segera teringat kembali akan perang dingin yang telah mereka jalani lima tahun belakangan.
Chanyeol sepertinya lupa akan hari apa ini, atau dia hanya pura-pura lupa dan tidak peduli.
Padahal Baekhyun sangat berarti bagi Kyungsoo. Padahal sahabat baiknya itu sangat berarti baginya dan pernikahan yang telah ditunggu lama ini adalah momen terbaik Baekhyun, yang Kyungsoo berharap dialah orang pertama yang akan datang menghadirinya.
Tapi Kyungsoo justru sama sekali tidak dapat hadir disana.
Karena anak-anaknya yang menangis oleh pertengkaran mereka.
Karena Chanyeol,
yang telah luar biasa berubah.
Kyungsoo menenggelamkan kepalanya pada bantal dan menangis.
i want to make it in oneshoot, but it were too long.
just a few chapter again, hehe.
To Be Continued—
Sukabumi, 21.05.2018
byunpies