Warning: kinda AU!ish, OOC, asumsi author sendiri dari manga, kinda spoiler, lots of typo, Kurapika awalnya laki-laki but somehow in disguise (?)
G
Gadis itu terbangun dengan napas yang memburu akibat mimpi buruk yang dialaminya. Mimpi itu masih terasa sangat jelas diingatannya. Sambil duduk bersandar di kepala kasurnya ia mencoba menenangkan dirinya dari mimpi yang baru saja dialaminya dengan cara menarik napas dengan teratur dan membuahkan hasil. Terbukti, napasnya sudah tidak memburu dan keringatnya sudah berhenti keluar, meski di beberapa area masih terasa basah. Namun ia tidak dapat mengenyahkan citra-citra dari pembantaian yang sudah melekat di jiwanya. Seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ia masih mengingat bagaimana rumah-rumah yang dulu ia sering lewati saat akan pergi latihan, sudah tidak berbentuk lagi dan hanya menyisakan arang yang masih panas. Suara-suara meminta tolong dan ampun bagi anak-anak mereka yang disiksa dari klansmen-nya. Bahkan ia yakin ia masih bisa mencium daging yang terbakar.
Gadis itu lalu berdiri dari posisi duduknya, membiarkan selimut yang membelit tubuhnya demi kehangatan dari dinginnya malam, jatuh ke lantai, lalu mulai berjalan menuju kamar mandi. Mempersilahkan udara dingin dari pendingin ruangan yang mulai menerpa kulit dikakinya tak tertutupi oleh celana tidurnya. Setelah membasuh mukanya dengan air dingin, gadis itu menatapi pantulan dirinya sendiri di cermin yang berada di depannya. Bagaimana rambutnya yang biasa ia lihat pendek sebahu, kini sudah memanjang hingga sepunggung. Bahu dan dada yang dulunya bidang kini sudah mengecil dan terlihat tambahan lemak di bagian sternum.
Semuanya berubah.
Kecuali matanya.
Mata masih tetap sama sejak tujuh tahun yang lalu. Mata yang justru berubah warna karena emosi yang dirasakan oleh pemiliknya. Mata yang dicari-cari dan diperebutkan oleh orang-orang luar yang rela membayar berapapun demi memilikinya. Mata yang saat ini sudah berhasil dikumpulkan dan akan ia dikembalikan kepada keluarganya, sudah menjadi tujuan hidup dirinya sekarang.
Mata Merah dari Klan Kuruta.
Mata Merah milik gadis itu menatap balik dirinya melalui cermin. Gadis itu memang ahli dalam menutup emosi yang dirasakannya. Namun tidak dengan memori mengenai klannya. Setiap kali mimpi buruk atau ia diingatkan tentang pembantaian klannya, matanya akan selalu berubah warnanya dan terasa membakar di lubang matanya. Mata Merahnya terlihat membara dan seolah-olah bersinar dalam gelapnya malam.
Sudah tiga hari berlalu sejak Ekspedisi ke Dark Continent dan Pemilihan Pewaris Raja, dan berarti hanya sisa 4 hari lagi. Dan ia akan mendapatkan Mata Merah milik klannya yang dimiliki oleh salah satu pangeran dari Kerajaan Kakin. Seharusnya, setelah itu ia akan kembali ke kampung halamannya, dan memburu sisa anggota Phantom Troupe.
Namun kenyataannya tidak begitu. Ia malah menjadi salah satu anggota Phantom Troupe. Salah satu Kaki. Dan selayaknya seorang Kaki, ia akan mengikuti perintah dari Kepala. Tato dari kaki laba-laba berwarna hitam yang berada di belakang tulang lehernya mengintip dari balik sweatshirt yang dipakai untuk tidur, seolah mengejek dirinya karena sudah masuk ke dalam permainan hidup.
Mengingat tujuan awal ke kamar mandi, gadis itu lalu membuka cabinet di atas cermin dan mengeluarkan benda yang dicarinya, yaitu sebuah anting dengan rubi sebagai permata dan ia menatapnya dengan sendu. Sungguh sesuatu hal yang langka jika gadis itu memutuskan untuk melepas anting itu, terutama bagi mereka yang sudah kenal betul dengan penampilannya. Apapun jenis pakaian yang dipakai, anting rubi itu tidak akan pernah ia lepas.
Namun, karena kejadian itu, ia harus menerima kenyataan kalau antingnya telah rusak, yang menyebabkan terungkapnya kembali identitasnya yang selama ini ia samarkan.
Andai saja pada saat itu, ia tidak terbakar oleh rasa amarah dan dendam yang muncul, mungkin kejadian ini tidak akan pernah terjadi. Gadis pirang itu masih bisa menyamarkan identitasnya dan mendapatkan Mata Merah yang tersisa dari salah satu pangeran Kerajaan Kakin.
Suara pintu kamarnya yang dibuka membuyarkan semua penyesalannya. Hanya satu orang yang berani masuk dengan lancang, dan orang tersebut adalah sang Kepala, satu-satunya orang yang membuat gadis itu menari dengan benang-benang yang digerakkan dari tangannya.
Suara derap langkah akibat kontak antara lantai dengan sepatu kulit semakin mendekat mengarah ke ruangan dimana ia sedang berdiri, dan gadis itu menghirup napas banyak dan mengeluarkannya dengan pelan.
"Di sini kau rupanya." Suara baritone terdengar, memenuhi indera pendengarannya, serta cahaya dari lampu yang dinyalakan membuat matanya menutup seolah menahan rasa sakit yang dikeluarkan dari balik kepalanya.
Namun gadis itu tetap berdiri, dan kembali menatap ke arah sumber suara.
"Chrollo."
TBC