"Naughty Cute Boy" merupakan versi MarkChan dari manga "Naughty Cute Girl" ciptaan Selena Lin. Alur dari cerita di FF ini akan sama dengan manga tersebut, tapi pengaplikasiannya akan sedikit berbeda karena menyesuaikan karakter dan situasi.
Sebelumnya, cerita dalam FF ini sudah pernah Saya publish dengan judul "可愛くても、悪戯な男" (Kawaikutemo, Itazura na Otoko) namun dengan pairing dan Fandom yang berbeda. Pada kesempatan ini, Saya akan menyuguhkan kembali isi cerita FF ini dengan pairing Mark dan Haechan sebagai perwakilan dari NCT Dongsaeng-Line. Tak hanya itu, Saya juga memutuskan untuk membuat versi dari NCT Hyung-Line dengan pairing Jaehyun dan Taeyong yang berjudul "Naughty Cute Young Master".
-May, 6 2018-
Awal kisah dimulai dari Dinasti Wind, dimana pada dinasti tersebut dipimpin oleh Kekaisaran Oh, tepatnya pada tahun ke-7 bulan ke-8 kala itu.
Kediaman menteri di pagi hari tampak ramai. Para dayang-dayang berkumpul di halaman depan kediaman pun berjejer rapi, keluarga menteri sebagian juga tengah berada di sana.
Seorang dayang baru saja datang tampak tergopoh-gopoh lantaran merasa takut jika ia terlambat, maka ia tidak bisa menyaksikan kejadian apa yang terjadi. Semenjak tiga hari lalu dayang itu merasa bingung karena kediaman menteri mempersiapkan penyambutan tamu secara elegan dan terkesan penting, berbeda dari biasanya.
"Siapa yang datang?" tanya sang dayang sembari menyesuaikan diri dengan barisannya.
Melihat kedatangan temannya, dayang lain pun segera menoleh dan memberi jawaban."Kau tidak tahu? Dia putra sahabat Nyonya, datang dari ibukota untuk bertamu. Ayahnya seorang sarjana. Dikenal sebagai pemuda berbakat klan Kim. Namanya..."
Sebuah suara kereta kuda tampak membelah keramaian bisik-bisik para dayang, lalu berhenti tepat di halaman kediaman menteri keluarga Lee. Seseorang ber-hanbok layaknya dayang namun ber-gender laki-laki tampak turun dari kereta. Segera, ia membuka tirai agar tamu spesial yang tengah berada di dalam kereta kuda tersebut dapat turun dari sana.
"Wah~!"
Seluruh manusia yang berada di sana tampak tidak bisa menutupi kekagumannya pada sosok pemuda yang baru saja turun dari kereta kuda. Parasnya yang begitu menawan, kulit tannya yang eksotis, rambut coklat karamelnya yang tampak menggoda, dan tidak ketinggalan bola matanya yang begitu memukau.
"...Kim Haechan."
Inilah tamu spesial keluarga Lee, Tuan Muda Haechan dari keluarga Kim, dalam balutan hanbok yang berajutkan benang emas berkilau pada setiap inci serat kain sutera berwarna merah marun yang melekat pada tubuhnya.
Nyonya Baekhyun; sebagai pihak yang mengundang Haechan sekaligus merupakan istri dari sang menteri Dinasti Wind; Chanyeol, terlihat begitu berbinar ketika melihat sosok Haechan yang lebih dari harapannya. Tanpa basa-basi Baekhyun langsung berjalan menghampiri Haechan.
"Haechan... Mari..." ucap Baekhyun usai memberi salam.
"Bibi Baekhyun, maaf mengganggu," ucap Haechan sembari tersenyum lima jari.
Naughty Cute Boy
Chap. I
"Kecapi dan Panah"
"Mark hyung! Ayo! Paman Chanyeol menyuruh kita berkumpul di Aula!"
Lee Minhyung atau sering dipanggil Mark, 19 tahun, putra pertama klan Lee, suka mata pelajaran Bahasa Inggris, memanah, mengarang, pembawaan tertutup, hanya menatap datar tanpa niat ke arah dua sepupunya; Lee Lucas dan Lee Renjun.
Sang sepupu yang sudah hafal betul dengan sifat Mark pun langsung bergidik ngeri.
"Ya-Yah! Kami berangkat duluan saja!"
Usai mengucapkan keputusan, mereka langsung kabur begitu saja.
"Mereka kabur. Tuan Muda Mark, sungguhan tak ingin ke sana?" ucap Jisung yang merangkap sebagai pelayan pribadi Mark.
"Tidak," balas Mark singkat, padat dan jelas.
Jisung menghela napas, "Baiklah."
Yeah, Mark memang tidak banyak bicara, sehingga membuat orang segan. Tapi di sisi lain, tuan muda punya banyak ketrampilan dan jenius. Hal ini yang membuat Jisung pantas menjadikan Mark sebagai tuannya.
Yah, selain dari keluarga konglomerat, ada juga keluarga yang merangkap sebagai pelayan handal, dan salah satu dari mereka adalah Klan Park, dimana kebanyakan dari anggota mereka berotak jenius, sehingga telah menjadi langganan Klan Lee dalam mengambil pelayan pribadi sejak zaman nenek moyang Lee.
"Kecapi dan Panah"
Suasana di aula kediaman Lee amatlah ramai, para dayang sibuk berbisik-bisik dalam rangka membicarakan sang Kim muda. Tampaknya para dayang tersebut telah terperangkap akan pesona menawan nun menggoda dari Haechan yang memang parasnya terkesan polos dan lembut.
Lee Chanyeol sebagai kepala keluarga sekaligus Menteri Dinasti Wind pun hanya tersenyum tipis dari balik singgasananya. Ia begitu merasa tersanjung atas kedatangan putra dari teman lamanya; Kim Jongin.
"Semoga Tuan Muda Haechan senang selama di sini. Perkenankan dayang kami untuk memandumu," sambut Chanyeol sekaligus memberi penjelasan pada Haechan yang tengah menunduk memberi penghormatan.
Haechan kembali berdiri tegak sembari memberikan senyumannya, sukses membuat seluruh penghuni kediaman Lee yang kebetulan satu ruangan dengan Haechan terlihat ingin pingsan saking terpesonanya.
"Baik! Haechan mengucapkan terima kasih. Maaf merepotkan keluarga Lee," ucap Haechan riang dan terkesan berwibawa.
Chanyeol mengangguk puas mendapati kesopanan dan keramah-tamahan yang dimiliki si sulung Kim tersebut.
Si dayang yang merasa diberi tugas oleh sang menteri pun segera mendekat ke arah Haechan dan membungkukan badan tanda memberi salam, yang tentu saja dibalas Haechan dengan santunnya.
"Perkenankan hamba, beliau berdua keponakan Nyonya Baekhyun," kata si dayang to the point usai memberi hormat.
Terlebih dahulu Haechan melihat ke arah pemuda berambut hitam pekat dengan ikat kepala yang melingkar di sekeliling kepalanya, sehingga rambut pemuda itu tidak terjatuh seperti Haechan.
"Beliau Tuan Lucas dan di samping beliau adalah Tuan Renjun."
Penampilan Renjun memang tidak jauh berbeda. Hanya saja perbedaan Renjun terletak pada ikat kepala yang tidak melingkari kepalanya dan ekspresinya yang entah mengapa bagi Haechan terkesan penuh misteri.
"Dan yang terakhir Tuan Muda Kecil Jeno."
Yah, lagi-lagi bercirikan sama. Yang membedakan hanya kulitnya yang terlihat lebih putih atau semacam albino di mata Haechan.
"Halo!" sapa Jeno senang.
Haechan hanya nyengir dengan ragu, 'Kenapa mereka melihatku dengan tampang begitu?'
Setelah tersadar dengan lamunannya, Haechan menampilkan senyum terbaiknya, "Oh, senang berkenalan dengan ketiga Tuan Muda."
Mau tak mau hal ini membuat ketiganya terpesona lagi dan lagi.
"Wah! Tuan ramah sekali~!" ucap Lucas dan Renjun dengan nada yang tak bisa dibilang wajar.
Sembari keringat menggantung di kepalanya, Haechan membatin, 'Dua orang yang patut dicurigai!'
"Kecapi dan Panah"
Di jalan menuju Wisma Barat.
Suasana yang sepi namun tak begitu hening. Suara para hewan kecil layaknya jangkrik dan sekawan lainnya tanpa sungkan menyumbangkan nyanyian mereka sebagai pengiring sang Tuan Muda dalam menapakkan kaki selangkah demi selangkah, tentunya diikuti oleh sang pelayan pribadi yangmana sosoknya baru terlihat pada kesempatan kali ini. Sang pelayan pribadi alias Chenle, patuh berjalan di belakang Tuan Muda-nya. Sesekali ia tampak mengedarkan bola matanya hanya untuk menatap lentera-lentera yang berjejer rapi di sepanjang jalan yang mereka lalui.
"Tuan Muda," ucap Chenle pada akhirnya kala teringat akan sesuatu, "Kedua Tuan Muda Lee tadi..."
Tiba-tiba Haechan menghentikan langkahnya. Dengan gerakan fast motion ia berbalik, lebih tepatnya menghadap ke arah Chenle yang agak terlonjak dari berdirinya lantaran terkejut dengan sikap Tuan Mudanya yang mendadak.
"Kuberi tahu sesuatu yang bagus, LeLe. Lebih baik kita agak menjaga jarak dengan mereka. Apa kau tidak melihat cara mereka memandangku? Sangat mencurigakan!" seru Haechan meski tak terlalu keras.
Setelah memperingati pelayan pribadinya itu, Haechan berbalik untuk melanjutkan langkahnya menuju tempat tujuan.
'Syukurlah, aku sudah terbiasa dengan kebiasaan Tuan Muda yang mengagetkan,' batin Chenle diam-diam mengelus dada.
"Kalau begitu, Tuan Muda harus lebih hati-hati, hamba jadi cem..."
BRUK!
Perkataan Chenle terpotong lantaran merasa dirinya menabrak punggung Haechan.
"Hell yeah, baru saja aku mengatakannya malah sudah terbukti," ucap Haechan sarkastik.
Haechan memandang sinis ke arah dua orang pemuda yang berjarak beberapa meter di hadapannya. Ia mendecih ketika menemukan salah satu dari mereka sedang menggoda salah satu dayang yang tampak ketakutan sekali. Bukan, bukan karena ia cemburu atau ingin digoda juga (Haechan mengernyit jijik atas kalimat sebelumnya), melainkan merasa terhina dengan dua pemuda itu lantaran tidak bisa menjaga martabat pria di hadapan wanita. Pria harusnya melindungi wanita kan bukannya malah melukainya?
Merasa ada yang menatap begitu menusuk pada dirinya, Renjun―salah satu pemuda yang mengganggu si dayang―mengalihkan pandangannya sejenak ke segala penjuru. Ia agak terkesiap saat mendapati Haechan dan pelayan pribadinya tengah memandangi mereka dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Renjun pun lekas menepuk Lucas yang masih gencar menggoda sang dayang. Lucas yang merasa terganggu dengan tingkah Renjun langsung mendecih dan hendak memarahinya. Namun ia agak mengernyitkan kening ketika menemukan saudaranya tampak agak random saat menatap sesuatu. Lantas Lucas pun menoleh ke arah titik tatapan Renjun.
Gasp!
Lucas langsung melepaskan sang dayang dari cengkramannya lalu segera mengusirnya.
Haechan hanya mendengus kasar mendapati adegan tersebut. Seolah tidak peduli, ia melanjutkan perjalanannya tanpa niatan menyapa dua Tuan Muda Lee itu. Chenle yang merasakan pergerakan tuan mudanya lalu segera merapat untuk mengekor di belakangnya.
"Wah, tidak kami sangka akan bertemu lagi dengan Tuan Muda Kim..." ucap Renjun diiringi senyuman tipis nan misteri.
Haechan cuek, tetap melanjutkan perjalanannya.
"Tuan Muda Kim...?" panggil Lucas, merasa ganjil dengan sikap Haechan.
Haechan cuek kuadrat, menganggap tidak pernah mendengar apapun.
"Tuan Muda Kim!" seru Lucas dan Renjun bebarengan saat melihat Haechan semakin menjauh.
Tap!
Haechan menghentikan langkahnya. Sukses membuat Chenle yang setia berjalan di belakangnya menabrak punggung Haechan. Yang bisa dilakukan Chenle hanya mengaduh, sedangkan Haechan langsung menolehkan kepalanya sedikit ke belakang.
"Ada yang bisa aku bantu, Tuan Lee?"
Butiran keringat dingin tampak menghiasi kepala Renjun dan Lucas kala mendapati nada bicara Haechan yang agak kesal tersebut. Namun demi menyelamatkan harga dirinya sebagai playboy, Lucas segera memasang senyum menawannya, berharap agar Haechan dapat terjerat pesonanya.
"Ah, hanya berpikir malam ini terlampau indah untuk dilewatkan begitu saja. Apa sekiranya, kami, kakak-beradik Lee dapat melewatinya dengan Tuan Muda Kim? Bersama-sama membagi kehangatan di cuaca yang lumayan menusuk kulit ini," ucap Lucas.
Haechan mendengus kecil sebelum membalikkan tubuhnya. Segera, ia memasang senyum termanisnya yang sukses membuat Lucas dan Renjun meleleh, sedangkan Chenle meneguk ludahnya paksa dan segera mengambil jarak lantaran merasa senyum tuan mudanya itu mencurigakan.
"Hm, memang benar malam ini begitu indah. Namun sayang Tuan Lee, hari ini aku melihat banyak sekali yang tidak indah. Bagaimana ya...?" kata Haechan menggantung.
Lucas dan Renjun saling bertukar pandang. Tak jarang mereka mengeluarkan seringai andalan mereka. Mereka sama-sama berpikir Tuan Muda Kim sedang berduka. Mungkin dengan menghiburnya sedikit mereka berharap bisa mencicipi Haechan malam ini. Padahal...
'Dasar! Yang dimaksud Tuan Muda Haechan itu kalian! Bodoh!' batin Chenle saat mengetahui apa yang dipikirkan kedua pemuda Lee tersebut.
"Benarkah? Kalau begitu tidak ada salahnya jika kami..."
"Maaf memotong perkataan anda berdua, Tuan Lee. Namun dengan segala kehormatan Haechan undur diri. Perjalanan dari kota menuju ke mari benar-benar melelahkan," kata Haechan seraya membalikkan badan, "Ayo LeLe."
Chenle langsung mengangguk mantap.
"Tunggu Tuan Muda Kim..."
"Lagipula," Haechan kembali menyela. "Hari sudah cukup larut, silahkan kedua Tuan Lee kembali ke Wisma Timur. Dayang-dayang di sana... mestinya tidak kalah cantik dengan dayang-dayang di Wisma Barat."
DEG!
Lucas dan Renjun pun tertohok.
"Kecapi dan Panah"
Sinar mentari telah merambat perlahan menyinari bumi, awan penghias birunya langit pun tampak bertebaran bebas di atas sana, mengiringi bayangan pegunungan nan jauh di ujung, berbalutkan hijau segarnya rimbunan daun pepohonan. Yah, pagi sudah tiba di kediaman Lee. Apabila lebih memfokuskan diri untuk melihat ke arah taman di bagian Wisma Timur, tak heran bila menemukan Haechan didampingi sang pelayan tengah berada di sana dalam keadaan menyapa Nyonya Baekhyun. Haechan memang sengaja bangun pagi untuk bersiap-siap menemui Baekhyun yang punya kebiasaan menikmati suasana pagi hari tersebut. Tidak ada salahnya kan beretiket baik pada tuan rumah yang secara sukarela mau menampung Haechan untuk sementara waktu?
"Annyeong, Bibi Baekhyun! Haechan memberi hormat, apa Bibi semalam tidur nyenyak?" sapa Haechan riang.
Baekhyun yang tak menyangka akan kedatangan tamu di tengah-tengah kebiasaannya itu pun lantas memberi senyum lembutnya tanpa lupa membalas sapaan Haechan. Hah, sungguh bahagia rasanya ada Haechan di kediaman ini, pikir Baekhyun, karena sebelumnya tak pernah ada orang yang secara langsung mengganggu kebiasaan Baekhyun, mungkin segan. Padahal, Baekhyun merasa biasa.
"Tentu. Bagaimana denganmu? Sudah betah? Aku sudah lama tak bertemu denganmu. Aku jadi merindukan ibumu."
Yah, inilah alasan utama kenapa Baekhyun bahagia Haechan ada di rumahnya, sebab Haechan merupakan anak dari sahabat baiknya yang sangat ia sayangi: Kim Kyungsoo, yang meninggal 10 tahun lalu karena sakit.
"O ya, seharusnya permainan kecapimu semakin bagus kan?" ucap Baekhyun melanjutkan, "Belakangan ini kudengar kau tengah berlatih lagu yang bagus. Boleh aku mendengarkannya? Aku ingin menyaksikan permainan kecapi dari satu-satunya pemuda yang berbakat dari Ibukota."
Mendengar permintaan Baekhyun, Haechan berusaha memberikan senyum khas miliknya, padahal malah terlihat tepaksa. Tanpa melirik secara terang-terangan ke arah Chenle, ia mengkode pada pelayannya itu kurang lebih seperti, "Pasti kau yang membocorkannya", yang dibalas gelengan kuat oleh Chenle; takut dimarahi.
"Uhm, Bibi Baekhyun, mohon jangan anggap serius kabar itu. Kemampuan bermain kecapi Haechan masih banyak kekurangan, pastinya ada orang yang lebih mahir memetik kecapi dengan indah," balas Haechan merendah.
Bukannya sok atau bagaimana, Haechan hanya merasa sedikit tidak nyaman saja.
'Haaaaah, padahal kabar itu betul! Dasar Tuan Muda...' batin Chenle sembari diam-diam menghela napas.
"Oh ya? Sayang sekali." Baekhyun sedikit memasang raut kecewa, yang sebenarnya hanya untuk menutupi seringainya dalam bertaktik, "Padahal, kecapi itu alat musik kesayangan Kyungsoo semasa hidup yang diberikan padaku. Tadinya ingin kuhadiahkan padamu, tapi..."
Mendengar pernyataan Baekhyun, manik Haechan membulat.
"Sungguh? Kecapi yang dipakai Eomma semasa hidup?" Karena saking tertariknya, tanpa sadar Haechan malah membuka alibinya sendiri, bahkan dengan semangatnya sampai berkata, "Baiklah aku akan memainkannya!"
Akhirnya seringai Baekhyun terlukis di bibirnya meski sedikit. Rencana berhasil.
"Ah? Berubah pikiran?" Baekhyun tersenyum manis penuh arti, "Jika begitu, kita bertemu di Paviliun Nada sore hari nanti. Haechan tidak keberatan kan?"
Haechan menggelengkan kepala cepat seraya berucap, "Tentu saja tidak, Bibi Baekhyun! Aku akan memetik kecapi itu dengan permainan jemari terbaikku!"
Baekhyun terkekeh geli sebelum menepuk pundak Haechan pelan.
"Baiklah, jangan lupa nanti sore. Ah ya, aku pergi dulu. Silahkan Haechan berkeliling jika ingin mengisi waktu luang, aku harap kediaman Lee bisa membuat Haechan senang."
Haechan menganggukan kepala riang, sebelum akhirnya Baekhyun pergi.
"Jadi, Tuan Muda akan memainkan kecapi itu kan?" tanya Chenle usil, sengaja menggoda tuannya itu.
"Eh?"
Haechan menatap Chenle bingung. Beberapa menit kemudian, Haechan menepuk jidatnya kala menyadari suatu hal.
"Ah! Aku dijebak!"
Refleks Haechan pundung di samping semak-semak, tak menyangka kebodohannya muncul di timing yang tidak tepat.
Chenle pun tergelak.
"Sudahlah Tuan Muda, jangan pundung begitu. Kedatangan Tuan Muda kemarin memicu rasa ingin tahu dayang-dayang di kediaman Lee. Siapa sangka Nyonya Baekhyun pun jadi tahu."
Haechan lantas memincingkan matanya tajam ke arah Chenle yang langsung membekap mulutnya sendiri.
"Aku tahu pasti kau pelakunya." Haechan mendengus.
Chenle hanya nyengir watados sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Aku hanya bilang kenyataan. Sebelumnya juga, waktu Tuan Muda memetik kecapi di rumah, semua tetangga ikut mendengar. Mereka bilang, Tuan Muda sungguh hebat!" puji Chenle.
Haechan menghela napas.
"Oh ya? Sayang sekali senar kecapi kesayanganku sudah putus semua."
"Kecapi dan Panah"
Siang hari yang terik, Haechan dan Chenle masih betah untuk berjalan mengelilingi istana. Haechan akui, kediaman Lee memang indah dan memikat. Selain bersih, rumah dan lingkungan di sekitarnya pun tertata begitu apiknya. Tak khayal Haechan merasa akan betah tinggal di sini meski hanya sementara waktu.
Tiba-tiba Haechan melambatkan langkahnya kala melihat sebuah bangunan kayu minimalis bertiang empat. Di antara tiang-tiang berukir tersebut terdapat tirai putih semi transparan bermotif sulur emas berlapiskan gorden bambu dalam keadaan tergulung dan terikat dibagian atas. "Paviliun Nada" tampak tertulis di bangunan elegan tersebut.
"Wow, itu Paviliun Nada? Interiornya menawan, terkesan simple tapi mewah," puji Haechan terkagum.
Chenle yang fokusnya sempat tak searah dengan sang Tuan Muda pun lantas segera menolehkan kepalanya menuju bangunan yang dimaksudkan Haechan. Lantas Chenle turut terkagum dengan bangunan tersebut sebelum agak tersentak saat menyadari sesuatu.
"Tuan Muda! Di sana ada kecapi!"
"Benarkah?" Haechan tersenyum lembut, 'Kecapi kesayangan Eomma semasa hidup ya...' batinnya melanjutkan, "Baiklah! Ayo ke sana!"
Di balik hutan kecil yang masih berada di wilayah kediaman Lee, tepatnya di area wisma timur, terlihat sosok gagah keturunan pertama klan Lee tampak sibuk memfokuskan pandangannya pada papan target panahan. Setelah merasa sudah tepat, tanpa ragu Mark menarik anak busurnya yang tersangkut pada tali busur, kemudian melepasnya dalam hitungan detik. Anak panah tersebut melesat dengan kecepatan tinggi menuju papan target berbentuk lingkaran itu.
Namun sayang, ternyata kekuatan lesatan anak panah tersebut tidak sampai pada tempatnya. Mungkin karena Mark mengambil jarak yang tidak seperti biasanya. Ia memang mengambil jarak dua kali lipat lebih jauh dari sebelumnya.
'Belum cukup jauh,' batin Mark seraya meratapi kegagalannya, 'Baiklah, coba sekali lagi.'
Mark kembali menafsir jarak. Lagi, tangannya menarik anak panah tersebut sampai penuh dan...
"Mark hyung! Aku bawakan teh! Mumpung masih hangat!"
Tiba-tiba suara cempreng sang adik masuk ke telinga Mark, namun Mark tanpa sengaja mengabaikannya karena terlalu fokus pada kegiatannya.
Sang adik alias Tuan Muda Kecil Jeno pun dengan riang mengantarkan teh tersebut ke arah Mark. Namun naas, langkah Jeno tertahan saat tak sengaja menginjak hanbok bagian bawahnya. Tak khayal adik Mark itu pun terjatuh dengan kondisi secangkir teh yang melayang ke arah Mark dan... Klak! Cangkir berisi teh itupun menabrak pantat sang sulung Lee. Mark yang terkejut pun refleks melepaskan anak panahnya tanpa persiapan yang matang sehingga...
'Gawat meleset! Arah itu... Paviliun Nada Eomma!' batin Mark.
"GYAAAA!"
Terdengar teriakan heboh dari tempat melesetnya anak panah, lantas saja Mark panik jika sampai anak panahnya melukai orang. Ia pun hendak bergegas ke Paviliun Nada sampai...
"Hyu-Hyung..." panggil Jeno lirih masih dalam kondisi menempel di tanah, merasa bersalah.
Mark yang merasa dipanggil pun menoleh dan langsung menghela napas saat menemukan adiknya masih nyungsep di sana. Segera, ia menghampiri adiknya dan membantunya berdiri.
"Ck, kau..." Mark mengacak rambut Jeno yang nyaris mewek, "kemana Jisung? Kenapa kau yang mengantarkan teh padaku?"
"Jisung hyung sedang menghadap Abeoji, makanya aku di sini."
Kembali, Mark mengacak helaian rambut adiknya gemas.
"Hn, sudahlah. Sekarang kau bereskan ini. Aku akan melihat sebentar ke asal teriakan tadi."
Jeno mengangguk pelan.
"Dan, terima kasih untuk tehnya, meski yang minum malah pantatku," ucap Mark hendak bergurau untuk menghibur adiknya yang masih murung, namun malah tidak lucu sama sekali dan semakin membuat Jeno merasa bersalah.
Mark pun bergegas pergi, meninggalkan Jeno yang merana.
'Lagi-lagi aku mengganggu latihan Hyung,' batinnya terpuruk.
Hah, dasar bocah.
Mark agak terengah ketika sudah sampai di depan Paviliun Nada yang tertutupkan tirai semi transparan. Suara ribut seseorang sukses membuatnya berhenti.
"Tuan Muda! Anda tidak luka, kan? Tolong Tuan Muda jangan tinggalkan aku dan menghadap-Nya!"
"Berisik! Kau berharap aku mati hah?"
"Tu-Tuan Mudaaaa!"
Mark sweatdrop.
"Cukup! Kenapa kau yang berteriak? Yang kena kan aku! Cepat bantu aku melepasnya! Ugh, kenapa susah dicabut sih?"
'Tunggu, suara ini...' batin Mark menyelidik, 'Suara siapa?'
Tanpa ragu Mark pun langsung menyibak tirai putih yang sedikit transparan tersebut. Ia terkejut ketika menemukan sosok pemuda terduduk dalam keadaan anak panah menembus kain hanbok di tengkuknya hingga tertancap ke sandaran kursi di belakang itu, turut menatap dirinya dengan raut wajah yang terkejut pula. Tanpa terhalang apapun, manik Mark bertemu dengan manik Haechan. Entah kenapa tiba-tiba suasana menjadi hening. Mereka berdua sama-sama terpaku atau... terpesona?
"Siapa kau?" tanya Mark setelah sadar lebih dulu.
Haechan yang masih syok pun terdiam, entah mengapa suaranya tiba-tiba tercekat di tenggorokan.
'Tunggu dulu...' batin Mark menengahi, 'Anak panahnya!'
Setelah menyadari kesalahannya, tanpa ragu Mark pun berjalan ke arah Haechan yang masih membeku.
'Eh? Kenapa dia jalan ke sini?' batin Haechan panik, 'A-Apa yang kupikirkan? Kenapa aku malah diam? Siapa dia? Tidak sopan sekali main nyelonong begitu saja!"
"Eh!" Haechan syok saat Mark dengan lancangnya mendekatkan wajah ke arah wajah Haechan, "Si-Siapa kau? Mau apa?! Kau..."
"Jangan bergerak!" titah Mark datar.
Mark lantas mengamati anak panahnya dengan serius. Sungguh ia tak menyangka keterpelesetan anak panahnya bisa nyasar ke sasaran yang tidak elit begini, terlebih lagi...
'Perpotongan leher dan bahunya sedikit tergores hingga luka seperti itu,' batin Mark agak bersalah.
Segera, dengan satu tangannya Mark pun mematahkan anak panah tersebut. Kemudian setelah membuangnya, Mark sedikit menarik hanbok di bagian bahu Haechan sebelum melakukan tindakan yang berhasil membuat Chenle sebagai penonton yang entah keberadaannya disadari Mark atau tidak, berteriak syok dengan ababilnya.
Yah, Mark, dalam keadaan memerangkap Haechan di pohon berbekal kedua tangan, dengan watadosnya melumat leher Haechan hingga membuat sang Tuan Muda Kim kehilangan fokus.
"Berhenti!" Chenle yang sadar pun langsung menarik Mark, "Apa-apaan kau ini? Memangnya siapa kau? Beraninya memperlakukan Tuan Muda Haechan seperti itu! Lancang!" bentak Chenle mencak-mencak.
Belum sempat Mark membalas, terlebih dahulu sebuah hantaman keras menghampiri kepalanya. Dan yeah, itu dari Haechan.
"Brengsek! Siapa kau? Main masuk main cium seenak jidatmu! Minta maaf sekarang atau kubunuh kau!" seru Haechan emosi.
Mark hanya mendengus sebal sebelum melangkahkan kaki hendak melenggang pergi.
Haechan dan Chenle pun cengo.
"Tunggu!" Haechan menghentakkan kakinya kesal.
Mark menoleh sembari memasang poker face andalannya.
"Apa?"
Haechan tertohok.
"Kau... Apa kau tak mendengar ucapanku tadi?"
"Aku dengar. Aku pergi," balas Mark pura-pura bodoh sebelum kembali melangkahkan kaki.
"Kau! Dasar jelek! Berani-beraninya kau! Argh! Kubunuh kau!" seru Haechan marah hendak mengejar Mark, namun entah kenapa malah ditahan Chenle.
Sedangkan Mark hanya terkekeh geli mendengarnya walau seiring jejak telah berlalu.
"Kenapa kau menahanku, LeLe! Kau lihatkan tadi dia melecehkanku!" bentak Haechan gagal paham dengan pelayannya.
Chenle hanya menghela napas.
"Sudahlah Tuan Muda, kau bisa membalasnya lain kali karena kuyakin dia pasti anggota Klan Lee. Lagipula, sebentar lagi sore, sebaiknya Tuan Muda mengganti hanbok dulu sebelum bertemu dengan Nyonya Baekhyun."
Haechan pun berusaha meredam amarahnya.
"Kau benar, LeLe," kata Haechan sembari meraih hanbok dibagian tengkuknya yang bolong, akan tetapi, "Eh?" Haechan segera menarik kembali tangannya dan melihat jemarinya, dimana terdapat sedikit darah di sana.
"Gyaa! Tuan Muda berdarah! Ayo segera kita obati!" seru Chenle panik seraya menyeret Haechan.
Sedangkan yang diseret, entah mengapa malah tertegun sembari menyentuh bekas lumatan Mark yang ternyata terluka.
'Jadi... dia tadi tidak bermaksud melecehkanku?' Haechan berpikir keras, 'Ah! Tapi tetap saja dia itu brengsek karena tidak mau minta maaf atas kelancangannya! Sekali brengsek tetap brengsek!'
Pada akhirnya Haechan tetap teguh terhadap kekeraskepalaannya.
"Kecapi dan Panah"
Sore hari, semburat merah tampak mengiringi persiapan sang matahari untuk berpulang ke ufuk barat. Ah, mungkin tak hanya semburat merah saja, akan tetapi juga suara merdu dari kecapi yang Haechan petik juga turut serta meramaikan keindahan suasana kala itu. Bahkan sepoi-sepoi angin yang berhembus juga menggoyangkan ranting pepohonan hingga meninggalkan kesan bila pepohonan itu ikut menari menikmati alunan bak nyanyian surga tersebut.
Plok! Plok!
Namun sayang melodi tersebut harus terhenti ketika suara tepukan meriah terdengar dari sisi lain di Paviliun Nada. Lantas kelopak mata Haechan yang sempat tertutup pun terbuka dan refleks melihat ke arah suara tersebut,
"Ah, Bibi Baekhyun," kata Haechan sembari berdiri dari duduknya.
"Kau sangat hebat, Haechan!" puji Baekhyun seraya mendekat, "Benar-benar suara langit."
"Bibi Baekhyun terlalu memuji," balas Haechan sembari tersenyum manis.
"Tidak, itu benar, Haechan benar-benar mahir," ucap Baekhyun lebih meyakinkan.
"Ini sekadar salam pada kecapi kesayangan Eomma dan Bibi," kata Haechan, "Kemampuan memetik kecapi Haechan masih dangkal, mohon bimbingannya," lanjutnya sembari membungkukkan badan tanda hormat.
Mendapati kesopanan Haechan tak khayal membuat Baekhyun merasa begitu bahagia. Sungguh sosok Haechan ini benar-benar mengingatkan dirinya pada Kyungsoo. Oleh sebab itulah, Baekhyun menggerakkan tangannya untuk membuat Haechan berdiri kemudian mengelus wajah Haechan penuh sayang.
"Ah, sayang Kyungsoo sudah meninggal, dia jadi tidak bisa melihat putranya tumbuh dewasa," ucap Baekhyun sendu.
Haechan hanya tersenyum lembut sembari menikmati sentuhan hangat Baekhyun.
"O ya Bibi Baekhyun," potong Haechan tiba-tiba, teringat akan sesuatu, "boleh Haechan tanya sesuatu?"
Chenle yang sedari tadi hanya menjadi penonton pun kini sedikit menampilkan seringaiannya. Ah, ternyata Tuan Muda sudah mulai, pikirnya senang.
"Eh? Ada apa?" ucap Baekhyun refleks melepaskan sentuhannya.
Haechan berdehem kecil sebelum berkata, "Apa ada Tuan Muda keluarga Lee yang belum pernah Haechan temui?"
Mendengar pertanyaan Haechan, Baekhyun terdiam sebentar, berusaha mengingat-ingat sesuatu.
"Hm? Siapa ya..." gumam Baekhyun pelan, "Ah! Mark! Iya pasti Mark! Dia tidak hadir hari itu."
Haechan tertegun.
'Mark? Namanya...'
"Ada apa? Dia putraku," kata Baekhyun menjelaskan lagi, "Jangan-jangan, kau sudah berjumpa dengannya?"
Deg!
Haechan jantungan mendadak, begitu pula Chenle.
"Ng, be-belum, benarkah LeLe?" balas Haechan agak terbata.
Chenle menganggukkan kepala kaku.
"Anaknya lebih penurut daripada yang lain, mungkin karena dia anak pertama keluarga Lee, jadi banyak yang menyayangi dan menaruh perhatian besar padanya," jelas Baekhyun, "Syukurnya, dia termasuk orang yang tahu diri."
Seperti ada petir yang menyambar, Haechan pun speechless seketika, sedangkan Chenle cengo.
Serius Baekhyun berkata begitu?
"Anaknya juga menggemaskan!" kata Baekhyun lagi sambil tersenyum-senyum gaje membayangkan sosok unyu anaknya.
Kini giliran Haechan yang cengo maksimal, sedangkan Chenle gantian speechless.
"Haechan, bertemanlah dengannya! Nanti aku kenalkan," ucap Baekhyun riang.
Mau tak mau Haechan mengangguk kaku sembari berkata, "Ba-baik, kami akan berteman baik, Bibi jangan cemas."
Baekhyun tampak senang mendengar perkataan Haechan, sedangkan Haechan sendiri...
'Baiklah Mark Lee! Siap-siap dengan pembalasanku...' batinnya menyeringai.
"Kecapi dan Panah"
Disamping itu...
"HATCHIIII!"
Mark bersin mendadak.
Jisung yang sedang menemani Mark latihan memanah pun mengernyitkan dahi bingung.
"Tuan Muda Mark? Apa Anda sakit?"
Mark hanya menggeleng kepala singkat.
"Entahlah, hanya saja aku merasa akan mendapat kesialan."
Jisung speechless.
To be continue...
Mind to Review? :)