Daddy on Duty

A Sequel of A Blessing In Disguise

Cast : Kim Namjoon, Kim Seokjin, and others

Length : Drabble

Rate : T

Daddy on Duty

Namjoon as babysitter, as security guard, as husband, as daddy for Hayoung

A Sequel of A Blessing In Disguise

Seluruh proses persalinan Seokjin selesai sekitar pukul sepuluh. Lelaki itu belum berhenti menangis–tangis haru dan bahagia, tipikal tangisan yang kalian tak ketahui alasan pastinya setelah melewati seluruh perjuangan dan akhirnya berhasil. Hingga ranjangnya didorong kembali ke kamar rawatnya, dengan bayi mungil mereka telah ada di dekapan dadanya, dengan Namjoon yang setia bersamanya, Seokjin belum berhenti menangis.

Ia benar-benar berhenti setelah Jungkook mengejeknya jelek karena matanya bengkak.

Terimakasih, Jeon Jungkook.

Pukul sebelas, bayinya harus dibawa ke kamar bayi. Seokjin akhirnya kembali 'fokus' pada suaminya setelah perhatiannya tersita pada anak mereka.

Dengan wajah kelelahan, keringat yang telah dilap–sebagian mengering sendiri–dan tubuh superlelah, Seokjin membentangkan tangannya meminta pelukan suaminya. Senyumannya lebar, bahagia. Dan saat itu Ia baru sadar jika tangannya telah tertancap infus, entah sejak kapan.

"Sejak pukul tiga tadi, Jinseok. Mereka memasangnya tapi kau fokus mengatur nafas karena kontraksimu."

Seokjinnya tersenyum lemah, bertanya bolehkah Ia tidur tapi dilarang oleh Mama Namjoon. Maka seluruh orang di ruangan berusaha mengajak Seokjin berbicara sekalipun Ia lemas bukan main–akhirnya Namjoon yang duduk di dekatnya yang paling berhasil menahannya agar tidak tertidur.

"Kau bahagia?"

Seokjin mengangguk. "Bukankah Ia sangat tampan, Joon?"

Suaminya mengangguk, ikut tersenyum. Ini luar biasa, ternyata begini rasanya memiliki anak setelah sembilan bulan berjuang bersama. "Ya, sepertiku."

Tawa kecil nan lemah terdengar dari mulut Seokjin. "Kalau urusan narsis, kau juaranya."

Namjoon ikut tertawa. Ia menarik tangan suaminya yang bebas jarum infus, menariknya dengan pelan ke hadapan wajahnya dan menggenggamnya. Lama dan lembut. Sebisa mungkin Ia menunjukkan rasa syukur dan terimakasihnya, juga menyalurkan kekuatan dan kehangatan pada suaminya.

"Hyung, kami di sini juga, lho."

Itu pasti suara Taehyung.

.

.

.

Entah pukul berapa, Seokjin terbangun. Tubuhnya masih cukup lelah, matanya masih mengantuk, tapi sepertinya Ia sudah terlalu lama tertidur. Ruangannya sudah sepi, pasti semua orang sudah pulang.

Dengan gerakan lambat, Seokjin bergerak cukup susah–uh Ia benci ranjang rumah sakit sekalipun Namjoon memberinya kelas paviliun VIP untuknya. Akhirnya Ia memilih untuk mengangkat kepalanya saja, mencari tahu apakah Ia sendirian atau ada orang yang bersamanya.

Ada orang lain. Itu Namjoon. Sedang berdiri di ujung ruangan, melihat ke luar dari jendela besar ruangan mereka.

"Joon?"

Suara Seokjin serak. Ia haus. Diliriknya tangan kanannya, masih ada infus–pantas saja Ia tak merasa lapar.

Namjoon berbalik, dalam gerakan pelan. "Jinseok?"

Yang lebih muda tak bisa menahan tawa dan rasa terkejutnya melihat apa yang sedang Namjoon lakukan. Lelaki itu menggendong anak mereka. Yang bahkan tidak sedang menangis atau membutuhkan susu–Seokjin yakin telah memberi bayi mereka susu yang cukup sebelum Ia tidur tadi.

"Ada apa? Dia menangis?"

"Tidak." Lelaki itu tersenyum lembut, bergerak pelan menuju tempat tidur Seokjin. "Aku hanya ingin bersamanya."

Jawaban Namjoon membuat Seokjin gemas. "Sejak kapan kau menggendongnya?"

Lelaki itu akhirnya sampai di samping ranjang Seokjin, meletakkan tubuh bayi mereka di lengan Seokjin dengan sangat pelan dan hati-hati–mengejutkan!

"Satu jam? Dua jam?" Namjoon bertanya pada dirinya sendiri sambil memijat pelan lengannya–pasti lelah karena terlalu lama menggendong. "Aku tak tahu. Kurasa karena Ia anakku dan kami laki-laki, berbicara panjang lebar membuat kami lupa waktu."

Seokjin memutar bola matanya. Suaminya kumat, dengan pikiran 'sok' dewasanya, Ia berucap seolah yang diajak bicara sudah paham masalah orang dewasa.

Tapi kemudian, fokus keduanya tercurah pada bayi mereka. Yang terlihat kecil sekali, yang terlihat manis sekali dengan tubuhnya yang masih berwarna kemerahan, yang terlihat tampan sekali dengan struktur wajah yang merupakan perpaduan kedua orang tuanya.

"Lihatlah, Joon," Seokjin ingin sekali mengucapkan kalimat romantis atau puitis, tapi Ia bukan ahli di bidang sastra. Ia kehabisan kata-kata, dan terlalu malas berpikir.

Namun suaminya paham. Ia tersenyum lebar dan mengangguk membalas ucapan Seokjin. Tangannya menjulur membelai wajah suaminya, lalu membelai lembut di wajah anaknya. "Super tampan, anakku."

Masih saja narsis. Tapi dimaafkan, karena ini momen bahagia.

"Hayoung? Di mana anak gadisku?"

Namjoon selalu merasa beruntung. Tak pernah salah dalam memilih Seokjinnya. Karena bahkan dalam keadaan demikian, suaminya yang kelelahan ini masih saja menanyakan putrinya. Ia tak bisa menahan senyuman di wajahnya. "Ia datang setelah pulang sekolah, saat kau sedang tidur. Dan pulang bersama Taehyung saat kau juga masih tidur."

Bibir Seokjin cemberut mengetahui anak gadisnya tak sempat bertemu dengannya. "Bagaimana reaksinya melihat adiknya?"

Namjoon terkekeh, membelai gemas pipi Seokjin. "Ia meloncat kesana kemari, hingga harus dipaksa duduk dipangkuan Taehyung saat masuk ke dalam ruangan. Kurasa Ia begitu senang."

"Ya. Semua orang bahagia, termasuk Hayoung yang memang menginginkan adik laki-laki."

Giliran Namjoon yang tak bisa berkata-kata. Rasa syukurnya tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hidupnya lengkap sejak memiliki Hayoung kala itu, merasa sangat lengkap saat Seokjin mengangguk menyetujui lamarannya. Dan hari ini, hidupnya tak bisa lebih lengkap saat tahu Seokjinnya berhasil melahirkan keturunan baginya. Maka dengan mata berkaca-kaca, Namjoon bangkit dari duduknya untuk mencium dahi Seokjin.

Lama Namjoon mengecup dahi suaminya, merasa syukur saja tak cukup atas rahmat Tuhan untuknya.

"Joon, kembalikan bayi kita ke crib agar aku bisa kembali tidur dan kau juga, beristiratlah!"

.

.

.

Entah pukul berapa Seokjin kembali terbangun. Kali ini sinar matahari mulai mengintip dari balik gordyn, mungkin pukul 6. Tubuhnya sudah cukup ringan, rasa lelahnya berkurang, namun masih ada rasa sakit di perutnya.

Matanya bergerak cepat, mencari Namjoon yang siapa tahu tidur di sofa atau meninggalkannya.

Baru saja Ia menoleh ke kiri, Ia menemukan pemandangan yang sangat indah–sungguh!

Itu Namjoon, menarik sofa satu orang berlengan ke samping tempat tidur Seokjin, dengan kacamata menggantung di wajahnya, memeluk bayi mereka di dekapan lengannya–dengan mata tertutup!

Tawa gemas Seokjin muncul tanpa bisa ditahan. Sebegitu bahagia dan gembiranya Namjoon, hingga bayi mereka terus digendongnya bahkan ketika Ia mengantuk.

Dengan tangan dan gerakan lembut Seokjin membelai kepala suaminya. "Joon?"

Lelaki itu bangun dengan cepat–sepertinya Ia hanya mengistirahatkan matanya saja. "Ya, sayang?" beruntung Ia masih ingat jika anak mereka ada digendongan dan lelaki itu tak banyak bergerak.

Seokjin tersenyum sekali lagi. "Kau masih belum tidur?"

"Aku tidak bisa tidur." Ia tersenyum lebar, namun matanya mulai memerah. "Aku tidak mengantuk. Selama kau tidur, aku akan menjaga dia, kau ingat janjiku 'kan?"

"Tapi matamu merah."

Lelaki itu mengerjapkan matanya beberapa kali sambil berkata 'tidak'. Tangannya ternyata begitu telaten menggendong bayi–jauh dari bayangan Seokjin bahwa Namjoon adalah orang yang ceroboh termasuk urusan bayi.

"Letakkan dia di crib, Joon, aku bersungguh dia baik-baik saja."

"Aku juga tidak apa, Jinseok."

Seokjin mendecakkan lidah sekali, "sudah turuti saja aku."

Maka suaminya menurut. Berjalan dengan sedih lalu meletakkan bayi mereka di crib dan kembali ke samping Seokjin. Tiba-tiba air muka Seokjin berubah, dari yang galak menjadi sangat bersahabat dan manja, merentangkan tangannya lebar tanda minta dipeluk.

"Sini, tidur di ranjang bersamaku."

Alis suaminya naik. "Eh? Tidak usah, kau tidur saja agar bisa nyaman. Aku sudah nyaman di sofa."

"Joon."

Namjoon menurut. Lelaki itu melepas sandal rumah sakitnya, naik ke ranjang yang sebenarnya hanya untuk satu orang ini, lalu mendusel Seokjin dengan hati-hati. Ia menaruh tangannya di bawah kepala Seokjin setelah memastikan selang infus Seokjin tak melilit, dan akhirnya tidur memeluk Seokjin seperti biasanya. "Ini sedikit sempit, tapi aku suka."

Seokjinnya terkikik di dalam pelukan Namjoon. "Ya, benar." Lalu lelaki itu menghirup aroma tubuh suaminya, benar-benar merindukan aroma ini setelah hampir seharian tidak fokus pada sosok besar ini. "Aku menyayangimu."

"Aku juga. Sangat menyayangimu." Bisik Namjoon. Ia bergerak mengecup puncak kepala Seokjin, "terimakasih, sayang."

Yang dikecup terkekeh bahagia. "Sudah cukup adegan romantisnya, cepat tidur. Pukul sepuluh akan ada perawat yang masuk, atau bisa-bisa orang tuamu atau Taehyung yang menangkap basah kita seperti ini."

Namjoon tidak menjawab. Hanya nafas pelan dan dengkuran halus yang terdengar. Seokjin merasa bersyukur, akhirnya Papa baru ini tidur juga setelah riweuh menemani Seokjin sejak subuh, membiarkan Seokjin tidur saat Ia menjaga bayi mereka, mengurus segalanya, dan akhirnya baru bisa beristirahat itupun setelah dipaksa.

Dasar Papa baru.

.

.

.

Keduanya terbangun ketika badan mereka terasa sama-sama kakunya. Namjoon melihat jam tangan yang melingkari tangannya; pukul setengah duabelas. Perawat seharusnya sudah masuk, tapi keduanya masih tertidur pulas tanpa terganggu.

"Kau bangun?" suara Seokjin serak teredam tubuh Namjoon. Ia bergerak pelan memberi jarak, lalu Namjoon bergerak turun setelah mengecup bibir Seokjin.

Leher Namjoon sedikit kaku, Ia memijatnya pelan dan menggeram pelan. "Ini pukul setengah duabelas, Jinseok. Katamu perawat datang jam sepuluh."

"Ya, Ia datang lalu keluar lagi karena tahu kita sedang tidur bersama."

Namjoon terkekeh mendengarnya. "Benarkah?"

Suaminya mengangguk, lalu meminta Namjoon meninggikan kepala tempat tidurnya. "Panggil perawat, Joon, Ia harusnya datang satu setengah jam yang lalu."

Dan Namjoon menurut.

.

.

.

Jam pulang sekolah, Hayoung datang bersama Taehyung dan Jungkook. Gadis itu berteriak riang saat masuk ke ruang inap Seokjin, mengangkat kotak ice cream cake BR favorit mereka berdua sambil memekik, "Halo Papaku sayaaang!"

Semuanya tertawa bahagia, kecuali Namjoon yang merengut. "Kau tak sayang padaku?"

Masih saja sempat-sempatnya bersikap seperti anak kecil!

"Aku sayang, tapi kata Paman Tae, Papa Seokjin kesakitan seperti kemarin karena ulahmu!"

Namjoon melotot.

Seokjinnya tertawa, namun menyemprot Taehyung dan Jungkook kemudian. Sebenar apapun fakta yang dikatakan Taehyung kepada Hayoung, tapi sungguh itu adalah hal yang salah!

"Kenapa kau memarahiku juga, Jin?!"

Seokjin masih kesal bukan main, "Kau bertanggung jawab atas bocornya mulut kekasihmu!"

Jungkook merengut.

Pukul delapan, ketika Hayoung bilang jika Ia kelaparan, Seokjin dengan yakin memberi titel membanggakan 'Daddy on duty' kepada Namjoon karena lelaki itu tanggap dengan cepat. Ia menjawab keluhan anak gadis mereka yang kelaparan, menawarkan makanan kantin rumah sakit atau makanan di tempat makan lain padahal sebelumnya Ia selama dua jam penuh menggendong bayi mereka.

"Baru kali ini aku melihat Namjoon hyung seperti ini."

Seokjin melirik Jungkook yang memilih tinggal bersama Seokjin sedangkan Taehyung ikut pergi makan. "Seperti ini bagaimana?"

Jungkook mengendik santai, memakan ice cream cake yang masih sisa banyak dari lemari es. "Selama ini kau selalu memuji Namjoon hyung yang dewasa, sangat berwibawa, daddy, bla-bla-bla, tapi aku tak pernah percaya karena yang kulihat Namjoon hyung adalah remaja kebanyakan hormon yang selalu saja manja padamu."

Temannya melotot tak percaya.

"Dan kali ini Ia menunjukkan semua yang kau katakan, bahkan belum sehari kita berada di ruangan yang sama. Sungguh, kali ini aku benar-benar bersyukur untukmu karena mendapatkan Namjoon hyung sebagai suamimu."

Seokjin memutar bola matanya.

Sekitar satu jam kemudian, ketiganya kembali. Membawa Subway untuk Jungkook dan Seokjin–ya, mereka menyelundupkan sandwhich untuk Seokjin karena lelaki itu memaksa. Lalu entah pikiran dari mana, Taehyung tiba-tiba berucap.

"Hyung, kau sudah memberi nama untuk anakmu?"

Jungkook bersama Taehyung akhirnya masuk kembali setelah Namjoon mengusir mereka karena Seokjin harus memberi ASI bayinya. Ya, Namjoon yang mesum ini samasekali tak mau bagi-bagi urusan kepemilikannya, apalagi aset berharga Seokjin saat menyusui anaknya–no no no, big no!

Namjoon melirik bayi mereka yang kini tidur di lengan lembut Seokjin. "Sudah."

"Siapa?!" seru Jungkook kelewat antusias.

Lelaki itu melirik Seokjin, meminta izin untuk menjawab main-main. "Kim... Kadarshian?"

"DEMI TUHAN, JOON!"

Namjoon meminta maaf dan bilang jika Ia hanya bercanda setelah mendengar amukan keras Seokjin. "Mana mungkin aku memberinya nama seperti itu," ucapnya lalu terkekeh.

Jika bisa, Seokjin ingin sekali melempari kepala Namjoon kali ini.

"Aku sudah memikirkan nama untuknya, dan Seokjin setuju."

"Siapa?"

Namjoon menatap bayi mereka dengan sayang, terlihat begitu tampan dan auranya sungguh berwibawa. "Kim Joonseok."

"Mwoya, hyung? Jangan bercanda. Ini tak lebih lucu daripada Kim Kadarshian!" seloroh Jungkook heboh.

Sedangkan Namjoon dan Seokjin melongo. "Kenapa? Itu lucu? Itu buruk?"

Giliran Taehyung dan Jungkook yang melongo. Keempatnya kini sama-sama kebingungan. "Itu sungguhan?"

"Kau pikir bercanda?"

"Ya tuhan! Ampuni aku!" bisik Jungkook.

Namjoon membelai kepala Seokjin menenangkan. "Apaan kalian ini. Itu nama yang bagus, dasar!"

-END-

Sebenarnya hanya ingin menjelaskan excitement nya Namjoon yang gendongin anak terus sih, tapi karena udah stuck jadi begini aja ya, pemirsa. Monmaap, emon a.k.a hani udah lelah pake banget.

KOK TIBA-TIBA SEDIH YA HARUS BERPISAH DENGAN KELUARGA ANEH INI :( saya beneran sedih lho, gimana nih

Eh, w boleh perez bentar ga sih? skip aja paragraf ini dan langsung FOLLOW TWITTER AKU namjyunee!

Aku mau terimakasih banyak nih, untuk kalian yang sudah review, follow, dan favorit in cerita ku sejak Blessing in Disguise sampai cerita absurd ini, it's been a loooong journey dan bahkan aku sangat tidak menyangka akan nulis sejauh ini–apalagi selalu terharu baca review an kalian duh

TERIMAKASIH UNTUK SEMUA YANG ADA SEJAK AWAL. Terimakasih untuk Pink Alpaca 124, yang sudah kukenal sejak namanya masih kreziaplaka, terimakasih sudah support aku, selalu review aku cepet bgt fyuh aku sayang kamyuu

TERIMAKASIH JUGA untuk dawninajune yang maaf aku baru kenal kamu. Terimakasih sudah mengapresiasi semua karyaku yang cimil ini, hwaiting saranghae gomawo gamsahamnidaaaa, mari kita berteman sayangkuuh

TERIMAKASIH SEKALI LAGIII untuk ilopyou yang menyadarkanku kalo male pregnacy itu pasti c-section pas lahirannya, tapi w yang egois ini lebih suka lahiran normal biar greget, TERIMAKASIH SUDAH MENGINGATKAN, monmaap w mahasiswa ekonomi gapaham begituan, w kurang belajar. LETS BE FRENZZZ

TAK HENTINYA SAYA UCAPKAN kepada sayangku, kimranum yang review an terakhirnya bener-bener bikin aku melek pukul sepuluh pagi(atau siang) hari ini. terimakasih sudah mengapresiasi dengan kalimat membangun OMG IM GONNA CRY, can we be frenz cuz i have no frenz like you huhu

Teriamakasih untuk sister/brother dubber yang mengisi hari-hariku, teriamkasih kepuasannya /kek indomaret ya, kepuasan pelanggan/ monmaap saya juga pengen banyakin momen Hayoung di kehamilan Papa Seokjin, tapi saya bingung taruh dimana dan saya takut itu aja udah 11k+, saya tidak mau ff saya terlalu panjang melebihi jalan tol. Hehe, sayangkuu

Baru sadar saya jika saya typo nulis terimakasihnya, ya mohon maklum mohon dimaafkan. Saya manusia bukan tuhan, jd typo iz real

BIG THANKS and HUG FOR YOU juga untuk ChoJinnie yang selalu ada di akun ini dan acapkali /buset mba emon, sok-sokan pake acapkali/ meninggalkan review yang menyenangkan untukkuh. Terimakasih udah ada disini, terimakasih sudah meninggalkan review yang sekaligus jadi semangat untukkuh, saranghaeeee. Gatau juga mo blg apa ke KALIAN SEMUA yang review, paporit, atau follow ff ini, nan jeongmal saranghae ani gojimal. MUAH!

DAN YA sekali lagi w pereznya. JANGAN LUPA FOLLOW TWITTER ACCOUNT AKU. Janji nanti ku polbek dew wkwk

ILY!

RnR!

P.S rasa-rasanya ini bener2 jadi cerita terakhir seri Cerita Gemas Papa Namjin, deh. Karena udah abis gemes2nya, w udah tua juga jd udah ga gemesin.