Previous
"Ya, aku tahu dimana Myungsoo."
.
.
.
.
A long long words indeed!
.
.
.
.
.
Take a time and happy readings, Love :)
.
.
FINAL CHAP!
.
.
.
.
.
.
.
A Fanfiction to celebrate Our beloved Hun-Han Month
Its called
.
Been Through
.
Hun-Han
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Myungsoo tidak pernah pergi ke Jepang, dia tetap disini, dekat dengan kalian, bahkan terlalu dekat."
Keesokan pagi setelah bertemu dan berbicara segala hal dengan Kyungsoo, Sehun bergegas untuk pergi ke rumah sakit tempat dimana akhirnya Kyungsoo memberitahu Myungsoo berada, tempat yang selama empat bulan terakhir selalu didatanginya bersama Luhan untuk memeriksa kondisi bayi mereka ternyata adalah tempat yang sama dimana Myungsoo selama ini bersembunyi.
"Segera temui dia, mungkin waktumu tidak banyak Sehunna."
Dan setelah menunggu selama hampir lima jam di dalam mobil kini langkahnya terasa berat untuk bertemu dengan bajingan yang begitu dia rindukan, entah apa yang akan dikatakan Sehun nantinya, apakah mereka harus saling berpelukan atau sebaliknya, mereka akan saling memukul sampai satu diantara mereka tergeletak tak berdaya di lantai.
Sehun lebih tergoda melakukan pilihan kedua, saling memukul dan melampiaskan rasa sakit agar semua menjadi adil untuk mereka, namun mengingat tempat dimana mereka berada rasanya tidak mungkin hingga membuat Sehun menahan diri sejenak.
"Permisi, dimana kamar Kim Myungsoo?"
Setelah sampai di lantai yang diberitahu Kyungsoo, buru-buru Sehun bertanya di tempat perawat untuk mendapat tatapan terkejut dari mereka semua, dia tak mengerti mengapa tak ada satupun yang menjawab sampai membuatnya geram untuk kembali bertanya "Apa kalian tidak akan menjawab pertanyaanku?"
"mmmh…Begini tuan, tapi pasien Kim Myungsoo tidak ingin dikunjungi siapapun tanpa terkecuali, jadi maafkan-…."
"BUAT AKU MENJADI PENGECUALIAN! DIMANA KAMARNYA?"
Sehun tidak tidur setelah bertemu dengan Kyungsoo, dia juga belum memberi kabar pada Luhan yang mungkin sedang mencarinya saat ini, matanya terbuka hingga pagi menjelang hanya untuk menunggu waktu dimana akhirnya dia bisa bertemu dengan sahabatnya.
Tapi kemudian tiga perawat yang sedang berjaga seolah enggan memberitahu dimana Myungsoo dan itu hanya membuat Sehun tersulut emosi bahkan tak ragu untuk melakukan hal gila salah satu dari mereka tetap tidak membuka suaranya.
"Maaf tuan, tapi kami tidak bisa memberitahu dimana kamar Tuan Kim berada, itu sudah menjadi perjanjian rumah sakit untuk melindungi keinginan pasien selama itu membuat kondisi pasien menjadi lebih baik."
Sehun tertawa geram, lalu tangannya terkepal seraya mengangguk "Baiklah, aku tidak akan bertanya, aku hanya akan membuka satu persatu kamar di ruangan ini dan membuat keributan, kalian yang akan menanggung resiko dari keputusan kalian!"
"TUAN!"
Sehun mengancam, bersiap untuk memberi keributan diiringi teriakan ketiga perawat yang sepertinya sedang memanggil keamanan, Sehun bahkan tidak peduli sekalipun dia dihentikan oleh seluruh keamanan di rumah sakit, dia tetap akan mencari dimana Myungsoo, mengacau di setiap tempat sampai langkah kakinya terhenti melihat sosok paruh baya yang sedang menatap padanya.
Lelaki paruh baya yang dikenalnya sebagai asisten sekaligus pengasuh Myungsoo lalu tersenyum untuk membungkuk seolah menyapa padanya "Tuan muda."
"paman?"
Keberadaan paman Lee hanya menjelaskan bahwa benar Myungsoo dirawat di rumah sakit ini, entah bahagia, entah marah, Sehun tidak menjelaskan dengan kata sementara ketiga perawat tadi berusaha untuk memberitahu asisten Myungsoo "Tuan, kami sudah memperingatkan-…."
Paman Lee memberikan gerakan tidak apa, pada ketiga perawat yang biasa membantu memenuhi kebutuhan Myungsoo untuk fokus melihat pada Luhan "Myungsoo tidak ada dikamarnya saat ini."
"huh?"
"Ikuti saya tuan muda."
Tak banyak berkata, Sehun bergegas melangkah mengikuti kemana arah paman Lee menuju, mereka kemudian menuruni beberapa anak tangga sampai dirasa ini adalah lobby utama dan Sehun mulai ingin bertanya, takut jika paman Lee menggiringnya keluar rumah sakit "Paman-..."
"Disana, Myungsoo sedang bermain disana."
"bermain?" Sehun bertanya-tanya dalam hati, lalu arah pandangnya mengikuti kemana Paman Lee menunjuk hingga beberapa detik setelahnya Sehun nyaris terjatuh seolah tak mempercayai bahwa lelaki yang sedang duduk diatas kursi roda, yang dikatakan sedang bermain adalah bajingan yang ingin dia pukul wajahnya.
"tidak mungkin."
Sehun melangkahkan mundur kakinya sementara paman Lee menjelaskan perlahan atas kondisi yang belum diketahui Sehun sebelumnya "Myungsoo mengalami kelumpuhan sejak dua bulan yang lalu, itu efek samping dari kemoterapi dan radioterapi yang dijalaninya, kakinya kini tidak bisa menahan berat tubuhnya sendiri."
Paman Lee menjelaskan sementara Sehun menyadari bahwa dibalik beanie hat yang dikenakan Myungsoo tak ada lagi sehelai rambut tersisa karena teman kecilnya itu benar-benar memangkas seluruh bagian rambut di kepalanya "Myungsoo mulai menerima keadaannya termasuk dengan fakta dia mengalami kerontokan yang parah hingga akhirnya memutuskan untuk memangkas seluruh rambutnya, tubuhnya juga semakin menyusut karena asupan gizinya tidak mencakup kebutuhan yang diperlukan, dia ingin makan, tapi saat makanan masuk kedalam mulutnya hanya rasa pahit dan mual yang diterima, dia benar-benar sudah berjuang selama beberapa tahun terakhir."
"L-…."
Lalu paman Lee kembali melihat padanya untuk mengatakan "Aku rasa sudah saatnya kalian berdua bicara, ayo ikuti aku."
Kemudian paman Lee melangkah mendekati Myungsoo yang sedang berbicara dan bermain dengan anak-anak yang memakai beanie hat serupa dengannya, awalnya dia berfikir itu adalah milik rumah sakit, tapi saat anak kecil seusia keponakannya itu berkata "Terimakasih samchoon oppa, aku merasa tampan mengenakan topi yang sama denganmu." Maka Sehun bisa menyimpulkan bahwa Myungsoo sedang membuat anak-anak yang mengalami kerontokan rambut sama dengannya menjadi lebih tampan dan percaya diri dengan topi yang diberikannya.
"Kau baik, seperti biasa."
Lalu dari jauh Sehun bisa melihat kedua lesung pipi Myungsoo menyapa, itu benar-benar seperti sahabatnya dan entah mengapa dia menjadi sedikit lebih tenang walau hatinya menahan sakit menyiksa membayangkan Myungsoo harus melewati semua harinya disini seorang diri.
"Tuan muda."
Tanpa melihat asistennya, Myungsoo hanya menjawab "hmmmh…." Sesekali tertawa mendapati bunga yang dipetik seorang anak kecil dan diberikan untuknya "gomawo Haera-ya"
Dia terlihat sangat sehat jika tertawa, tapi saat tersenyum, itu hanya menunjukkan kesakitan yang dipendam dan tak seorang pun tahu dia memilikinya "Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu."
"Siapa?"
Barulah Myungsoo menoleh, menatap paman Lee cukup lama hingga asistennya bergeser dan kini Myungsoo berhadapan dengan sosok yang sangat dirindukannya selama tiga bulan dan kali terakhir mereka bertemu adalah saat dia memberi secarik surat pada pria yang sedang memandangnya kosong saat ini.
Entahlah, dia terkejut atau sudah menduga hari ini akan datang, tapi saat matanya dan mata teman kecilnya bertemu, Myungsoo hanya bisa melihat kedepan seraya berkata "ah, sepertinya Kyungsoo tidak bisa menahan diri untuk memberitahumu."
"hyung….ini ada selembar surat dari Hejin, dia menyukaimu hyung."
"haahaha, gomawo Jisunga, katakan pada Hejin, Oppa juga menyukainya."
Sehun bisa melihat Myungsoo banyak tertawa dengan anak-anak, tapi itu hanya ketika mereka menghampiri, karena ketika anak-anak itu pergi hanya senyum lirih yang terlihat dan itu membuat Sehun muak untuk segera menghampiri sahabatnya, berdiri tepat didepan Myungsoo dengan hati tersayat menyadari kondisi Myungsoo jauh dari kata baik karena tubuhnya banyak kehilangan berat badan, kelopak matanya menghitam dan paling kentara terlihat dia benar-benar tidak memiliki rambut disertai wajahnya yang pucat.
"Kita harus bicara."
Myungsoo kemudian tersenyum, seperti biasa, seolah tidak ada yang terjadi untuk mengatakan "Baiklah."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Jadi kau tidak pernah pergi keluar dari Seoul?"
Saat ini mereka tetap berada di sekitar taman tempat Myungsoo menghabiskan pagi harinya selama empat bulan, yang membedakan tempat mereka sekarang ini disuguhi pemandangan kolam ikan milik rumah sakit, tepat di belakang taman.
"Bagaimana? Aku berhasil mengelabuimu kali ini, kan?"
Sehun sejenak diam tak ingin menjawab, bohong jika dia tidak muak melihat bagaimana Myungsoo berhasil mengelabuinya hingga empat bulan berlalu, hal itu membuatnya sangat marah dan berakhir tertawa pahit seraya menggeram
"Kau tahu jika dirimu bajingan, bukan?"
Kecil tersenyum, Myungsoo kemudian menjawab "Aku tahu."
"Aku ingin sekali memukul wajahmu, sialan."
"Aku juga." Kalimatnya terhenti, sedikit melihat ke arah Sehun hingga membuat Sehun menoleh untuk mendengar "Aku sangat ingin memukul wajahmu hingga Luhan tidak mengenalimu lagi, tapi urung aku lakukan karena nanti bayi kalian tidak akan memiliki ayah dan Luhan menangis, aku tidak bisa, lagipula aku tidak memiliki tenaga untuk itu." Katanya miris lalu mengasihani dirinya sendiri dengan memberitahu kondisinya yang menyedihkan "Aku sekarat."
Seluruh penuturan Myungsoo, seluruh hal yang dikatakan sahabatnya itu hanya membuat Sehun semakin bernafas dengan rasa bersalah, kemarahannya diujung bibir kembali tertelan digantikan tawa penuh penyesalan terlihat.
"Jadi kau mengetahuinya." Sehun tak bertanya, hanya bergumam dan Myungsoo tahu kemana arah pembicaraan mereka dan mulai menjelaskannya pada Sehun "Tentang bayi yang dikandung Luhan? Ya, Aku mengetahuinya, tentang kenyataan bahwa ayah dari bayi itu adalah dirimu? Ya, aku juga sudah menduganya."
Sehun memejamkan matanya kuat, dia tidak memiliki kemarahan tersisa untuk menghancurkan hati dan perasaan Myungsoo lebih dari ini, dia benar-benar merasa bersalah dan pantas mendapat kebencian dari teman kecilnya hingga dirasa pundakya ditepuk lembut dan Sehun menoleh sebagai respon.
"Aku tidak sabar melihat bagaimana bayi kalian lahir nanti."
"mwo?"
"Apa dia akan mirip dengan Luhan atau dia mirip denganmu, ah-…Aku bertanya-tanya apakah aku masih diberi usia hingga bayi kalian lahir kedunia? Aku tidak perlu melihatnya, aku hanya perlu tahu jika anak kalian sudah lahir dan Luhan baik-baik saja."
"geuman….geumanhae."
"wae?"
"Kau tidak bisa terus bersikap seperti ini L-….Itu menyakitiku, menyakiti Luhan bahkan dirimu."
"Apa yang salah dariku? Aku tidak mengerti-…"
"Jangan bertingkah seolah kau malaikat yang begitu baik dan pemaaf, tidak, kau bukan malaikat, kau bajingan sialan yang lari dari kenyataan hidup, kau meninggalkan aku dan Luhan dalam rasa bersalah hingga kami tidak bisa melakukan apapun selain menangisimu setiap waktu."
"huh?"
"Kami mencarimu, bertanya-tanya apakah kau masih bertahan hidup atau sesuatu yang buruk sudah terjadi padamu? Paling buruk adalah saat dimana kami berfikir mungkin kau sudah tidak bertahan, aku tidak menyukai pemikiran itu dan mengertilah L-…..aku muak melihat kau tersenyum!"
"Lalu apa yang harus aku lakukan?"
"Paling ringan kau harus marah dan memukulku, dan paling berat kau diizinkan untuk membunuhku."
"tsk! Bagaimana bisa aku membunuhmu?"
"Jika ini karena Luhan-…."
"Bagaimana bisa aku membunuh seseorang yang begitu aku sayangi? Aku memang sakit, tubuhku lemah, tapi aku tidak gila."
Sehun terdiam lagi, dia selalu dikalahkan dengan kebaikan Myungsoo, rasanya sungguh menyiksa hingga terkadang dia ingin memutar waktu dan tidak pernah menjadi teman kecil dari lelaki sialan yang selalu menunjukkan senyum lembut dibalik lesung pipinya.
"Aku benar-benar menyayangimu Oh Sehun."
Tertawa marah, Sehun hanya bisa mengusap kasar wajahnya seraya bergumam "omong kosong." Dan Myungsoo tertawa memaklumi sikap Sehun saat ini "Baiklah, untuk membuatmu merasa lebih baik apa aku boleh meminta satu hal darimu?"
"Apa?"
"Ini permintaan yang cukup besar."
Sehun sudah menduganya, lalu menebak "Aku tahu, ini tentang Luhan."
"Aku tidak pernah mengatakan tentang Luhan."
Sedikit menahan emosinya, Sehun terlihat ketakutan untuk menantang "Lalu ini tentang apa? Bukankah kau rela memberikan segalanya padaku kecuali Luhan?"
"Kau benar."
Sehun tertunduk, tebakannya benar dan ini cukup membuatnya resah menyadari kemungkinan terbesar permintaan Myungsoo adalah mengembalikan Luhan padanya "Tapi itu dulu, kali terakhir saat pernikahan kami nyaris berlangsung."
"kau?!"
Kemudian Myungsoo tertawa, menepuk lagi pundak Sehun untuk mengatakan "Pastikan kali ini kau mengalah padaku."
"apa?"
"Anggap saja ini sebuah cara mencari keadilan, kau mendapatkan ibunya, dan aku mendapatkan anak kalian."
"L!"
Sontak teriakan Sehun membuat Myungsoo tertawa menyadari satu hal, Sehun tak hanya mencintai Luhan tapi dia juga sangat mencintai darah dagingnya sendiri, jadilah tawa pucatnya memenuhi taman yang mulai sepi karena hari semakin dingin sementara disini, dua lelaki yang sedang membahas banyak hal mulai mengacuhkan dingin yang menggigiti kulit mereka.
"hahaha, Bukan dalam artian aku akan mengambil anak kalian, hahaha, tentu saja bukan itu, aku tidak memiliki waktu untuk membesarkan anak dari sahabat dan mantan kekasihku, aku kehabisan waktu."
Lalu Sehun benar-benar mengepal tangannya, merasa jokes Myungsoo sangat keterlaluan karena lagi-lagi dia menempatkan dirinya dalam kesakitan "Aku menginginkan anakmu dalam artian lain Sehunna, sungguh."
"Bicara yang benar! Aku muak melihat wajah kesakitanmu bersembunyi dibalik tawamu, sialan!"
Tawa Myungsoo berhenti sempurna, sesekali dia menatap kedepan, menikmati suara kolam ikan, lalu menoleh melihat Sehun yang masih memperhatikannya, dia mengambil dalam nafasnya sekali lagi untuk menatap Sehun dan mengutarakan keinginannya.
"Aku ingin namaku menjadi bagian dari nama anakmu."
"huh?"
"Aku sudah menyiapkan nama untuk anak lelakimu."
Sehun terkejut bahkan ketika jenis kelamin bayi mereka baru diketahui olehnya dan Luhan kemarin, lelaki sialan ini juga sudah mengetahuinya, membuat Sehun menebak bahwa selain menjalani perawatan, Myungsoo menghabiskan waktunya untuk mencari tahu tentang dirinya, Luhan dan calon buah hati mereka, Luhan terutama.
"Apa kau mengizinkannya?" tanyanya takut, dan Sehun merespon begitu tenang "Katakan."
"Itu keinginan terbesar jika pernikahanku dan Luhan terjadi, tapi sayang itu tidak terjadi dan tidak akan pernah terjadi, aku tidak menyesali apapun, sebaliknya, jika anak itu memiliki sebagian dirimu dan sebagian Luhan, aku akan sangat bersyukur."
"Bicaralah dengan jelas." Sehun menuntut, satu hela nafasnya Myungsoo kemudian mengatakan "Hansoo."
"hmh?"
"Berikan nama Hansoo untuk anakmu nanti, bisakah?"
Bahkan tanpa bertanya Sehun tahu Hansoo adalah gabungan namanya dan nama Luhan, dan jika dikatakan keberatan, Sehun tidak merasakannya sama sekali, lagipula dia memang belum menyiapkan nama untuk anaknya nanti, jadi saat Myungsoo memberikan satu nama yang begitu diinginkannya, Sehun tidak menjawab dan hanya bertanya
"Hanya itu?"
"aniya, aku memiliki banyak permintaan untukmu, selain nama anakmu, aku menginginkan satu hal lagi."
"Apa?"
"Taeyong."
"Adikmu?"
"hmmh…Aku tahu karma itu selalu datang menghampiri, aku meninggalkan Luhan di hari pernikahan kami dan aku takut hal sama terjadi pada adikku, entah itu Jaehyun atau orang lain, aku takut Taeyong ditinggalkan dengan cara yang saja seperti aku meninggalkan Luhan, aku mencemaskan hal itu."
Kemudian Sehun tertawa getir untuk mencibir "bodoh, orang itu, yang akan menikahi adikmu hanya adikku."
"Aku akan sangat bahagia jika itu Jaehyun."
"Kau tenang saja, itu akan selalu menjadi Jaehyun, dan jika si bodoh berbadan besar itu mencoba berpaling terlebih meninggalkan Taeyong di hari pernikahan mereka, aku akan menyeretnya, mematahkan kakinya dan memaksanya untuk tetap menikahi Taeyong apapun yang terjadi."
"Itu terdengar seperti Oh Sehun, dan aku berterimakasih padamu."
"Jangan salah paham, aku hanya menjaganya sementara, karena yang akan mematahkan kaki Jaehyun saat dia mencoba berlari adalah dirimu."
"Sehun kau tahu aku tidak mungkin-…"
"maaf, tapi aku tidak menerima pesan terakhir, kau masih berjuang dan akan terus berjuang untuk pulih, kau dengar?"
"Aku tidak ada harapan."
"Tentu kau memilikinya, paman Lee bilang kau dijadwalkan melakukan operasi pencangkokan sum-sum tulang belakang, kau akan baik-baik saja."
"Itu tidak membuatku pulih."
"Tapi setidaknya kau bisa bertahan lebih lama!"
"aniya, aku tidak akan melakukannya! Mereka mengatakan kemungkinannya kecil untukku bertahan dengan kondisi tubuhku seperti ini, aku tidak memiliki harapan lagi!"
Sehun berdiri dari tempatnya saat ini, wajahnya keras, tergoda memukul wajah Myungsoo untuk mengatakan "Kau belum mencobanya, jadi jangan berbicara omong kosong!" katanya marah lalu beranjak pergi, sebelum benar-benar melangkah pergi, Sehun kembali mendekati Myungsoo untuk mengatakan "Baiklah, namanya akan menjadi Hansoo, Oh Hansoo." Berharap dengan mengabulkan keinginan setengah nama pada putranya terwujud, Myungsoo memiliki harapan untuk hidup lebih lama walau hanya tersenyum bodoh, seperti biasa, seraya bergumam "gomawo, Sehunna."
.
.
.
.
.
.
.
.
Tok….tok…
.
Jangan salahkan Sehun jika dirinya tidak bisa fokus dan hanya terdiam di ruangannya saat ini, terlalu banyak yang ada di pikirannya hingga ketukan suara pintu di ruangannya terdengar samar dan tak dibalas sedikitpun respon darinya.
Tok….tok…
Dia belum tidur semalam ini, belum juga mengisi perut hingga rasanya begitu mual bahkan untuk sekedar membayangkan masakan Luhan yang selalu berhasil menggugah selera makannya, dia tidak bisa, lagipula wajar jika dia tidak memiliki nafsu makan sedikit pun mengingat disana, di rumah sakit yang hanya berjarak satu jam dari universitas tempatnya mengajar, Myungsoo harus mendapatkan banyak pengobatan yang menggerogoti tubuhnya sendiri.
Aku hanya ingin menjadi sepenggal nama untuk anakmu, bisakah?
Lalu kepalanya semakin berdenyut sakit, bahkan ketika Myungsoo bisa meminta banyak hal, dia hanya meminta hal yang begitu kecil dengan menyertakan sebagian namanya di nama anaknya kelak, hal itu benar-benar membuat Sehun direlung kegundahan tak berujung hingga suara ketukan pintu di ruangannya berhasil menyita perhatiannya kali ini.
"Sehun…"
Barulah sang professor merespon, dia mengenal suara itu, sosok si pemilik suara yang sedang dipikirkannya juga selain Myungsoo, jadilah dia sedikit berdeham, merapikan kekacauan dari wajah dan caranya berpakaian untuk menjawab "Masuklah Lu."
Pintu terbuka, perlahan dia bisa melihat Luhan yang kini memakai coat panjang selutut berwarna hazel masuk kedalam ruangannya, dan seperti biasa, lelaki itu terlihat cantik walau pakaiannya serba kebesaran, hari ini dia juga memakai kacamata minus yang selalu diletakkan di saku mantel lengkap dengan apple hair, tanda dia baru saja mengikuti kelas yang membuat kepalanya panas dan terlalu penuh dengan materi pelajaran.
Setelah menutup pintu, Luhan menatap ayah dari bayinya untuk menyapa sedikit canggung "Hai." Dibalas kerutan kening Sehun menyadari mata Luhan terlalu sembab dan itu membuatnya bertanya, mengulang "hai?"
"mmh…Aku tidak tahu harus bertanya bagaimana, tapi aku tidak menemukanmu di tempat tidur pagi tadi."
"Tanyalah selayaknya, marahlah jika kau kesal."
"Aku tidak marah, hanya saja aku mencemaskanmu."
Kerutan di kening Sehun semakin dalam, dia juga mempelajari sikap Luhan yang terlihat gugup untuk bertanya "Apa semalam kau tidur dengan nyenyak?"
"ya…Ya tentu saja, aku kelelahan karena semalam kita berhubungan."
Sehun baru menyadarinya, mungkin dia terlalu kasar mengambil Luhan malam tadi hingga kantung mata Luhan terlihat ditutupi kacamata minus yang sengaja digunakannya hari ini "Apa sekarang masih lelah?"
"Tidak, aku sudah minum vitamin, dan semua baik-baik saja."
Harapan Luhan, Sehun tidak menceritakan apapun dan kemana pun dia pergi malam tadi, sungguh, dia tidak ingin mengetahui apapun kecuali satu, Sehun masih berada di sekitarnya dan itu lebih dari cukup untuknya tidak mengetahui apapun.
"Baiklah,"
Sehun menjawab singkat dan Luhan mengambil kesempatan untuk segera pergi melihat wajah Sehun begitu tegang seperti ingin mengatakan sesuatu namun ditahannya sekuat tenaga "Kalau begitu aku akan pergi, ah ya, aku pulang kerumahmu malam nanti."
"hmm…Aku akan datang saat makan malam."
"Oke."
Sungguh yang diinginkan Luhan hanya segera beranjak pergi dari ruangan Sehun, dia tidak ingin mengetahui apapun sekalipun itu kebenaran tentang Myungsoo yang diketahui Sehun malam tadi, dia belum siap, dia juga tidak tahu harus mengatakan apa hingga langkahnya tergesa menuju pintu ruangan sampai suara berat Sehun terdengar, sedang memanggilnya.
"Luhan.."
Mau tak mau Luhan berhenti membuka knop pintu, perlahan dia berbalik dan berdoa kuat-kuat agar Sehun tidak mengatakan hal yang bisa membuatnya ketakutan saat ini "hmh?"
Kemudian terlihat Sehun beranjak dari kursinya, sedikit melonggarkan dasi yang dipakainya lalu berjalan bak model profesional dengan tubuh tinggi mengikuti postur sempurnanya untuk berjalan mendekat padanya, Luhan sempat mengagumi ketampanan Sehun sampai aura keras di wajah Sehun membuatnya takut kalau-kalau Sehun meminta hal menjijikan seperti perpisahan dan semua yang berkaitan dengan selamat tinggal.
"Aku belum mencium anakku."
"haah~"
Luhan bisa bernafas sejenak, terlebih saat Sehun berada di hadapannya dan mulai membungkuk, menyamakan wajahnya di perut Luhan seraya menyingkap mantel dan sweater yang digunakan untuk melihat langsung perut buncit Luhan yang kini mulai membesar dan Sehun begitu takjub dengan hasil yang sudah dibuatnya didalam sana.
"Jadilah anak baik jagoan, papa menyayangimu." Katanya singkat, mengusap sayang perut Luhan lalu mengecupinya cukup lama, Luhan bahkan merasakan kram di kakinya karena Sehun mencium sesekali menekan kepala di perutnya sebelum beralih dan menurunkan lagi mantel yang dikenakan Luhan "Selesai." Ujarnya, dan Luhan tersenyum mengangguk tanda mengerti "Baiklah, aku keluar lebih dulu."
"Luhan."
Lagi-lagi Sehun memanggilnya, kali ini dia melingkarkan tangan dipinggangnya, menarik dagunya lalu memberi kecupan yang cukup singkat namun terasa menuntut, hmh, mungkin awalnya memang kecupan tapi saat Sehun bergerak menuntut di bibir Luhan itu artinya mereka akan berpagutan mesra dan ya, Sehun tampaknya semakin agresif, terlebih saat lidahnya mendorong ke dalam bibir Luhan disambut bibir Luhan yang refleks membuka menerima Sehun di dalam bibirnya.
"Sehun…"
Luhan berusaha mengingatkan Sehun tempat dimana mereka sedang bercumbu saat ini, tapi rupanya calon ayah yang terlihat kelelahan ini memiliki gairah tersembunyi yang harus segera dilampiaskan dan tak bisa menunggu bahkan saat dirinya hanya tinggal menunggu beberapa jam lagi
"akh~"
Desahan Luhan lolos begitu saja dari bibirnya, hal itu membuat Sehun semakin kalap hingga tanpa sadar dia mengunci pintu ruang kerjanya, mengangkat Luhan dalam gendongannya dibalas lingkaran kaki Luhan yang semakin menginginkan untuk disentuh.
Sehun tidak bisa disalahkan, begitupula Luhan, keduanya memiliki hormon gairah yang sama besar setiap kali bertemu, mereka selalu menahan diri dan jangan salahkan jika dimanapun mereka berada akan terdengar suara yang sedikit intim karena pastilah mereka sedang menyentuh satu sama lain.
"Layani aku sebentar."
Seperti saat ini misalnya, tatkala suara bariton Sehun tak bisa dibantah, Luhan pun tidak mengelak, dia hanya mengangguk membiarkan apapun yang diinginkan Sehun terjadi hingga Sehun mendudukan tubuhnya di meja tempat biasa dirinya berkonsultasi kini akan menjadi tempat mereka memadu kasih.
"Kau yakin?" tanyanya parau dengan mata dipenuhi keinginan untuk disentuh, hal itu membuat Sehun tersenyum hanya untuk melucuti bagian bawah Luhan mengingat ini bukan tempat yang tepat untuk melucuti seluruh pakaiannya "Ya."
Setelah menjawab, Sehun kembali memagut panas bibir Luhan yang mulai terlihat bengkak, tak sampai disitu tangannya menyusup kedalam mantel, mengusap perutnya lalu beralih pada dua tonjolan kecil sementara Sehun tak menyia-nyiakan kesempatan dengan sedikit mendorong tubuh Luhan dan mulai memposisikannya di atas meja "Aku tahu ini gila, tapi bertahanlah sebentar."
Kemudian terjadilah hal yang cukup membuat Luhan tegang karena cemas dan karena ingin, dia bisa merasakan sesuatu mulai memasuki tubuhnya lagi dibawah sana, rasanya begitu penuh dan besar namun Luhan familiar dengan sensasinya.
"nghh~"
Terlebih saat milik Sehun sepenuhnya masuk kedalam tubuhnya dengan mudah, menyatukan tubuh mereka bahkan dengan posisi yang membuat Luhan sedikit tidak nyaman karena dia harus membuka lebar-lebar kedua kakinya sementara Sehun mulai bergerak menggunakan tempo yang membuatnya gila.
Kadang dia akan mencium, kadang akan mengecupi lehernya, kadang dia menghentak seirama dan lembut tapi kadang tak beraturan dan kasar, hal itu lebih disukai Luhan saat Sehun tiba-tiba menghentak semakin dalam dan kasar, tak sadar dia membekap bibirnya saat tatapannya berubah menjadi putih samar karena nikmat, dia ingin mendesah, memanggil nama Sehun walau berakhir berteriak diciuman Sehun saat dirinya mencapai klimaks disusul Sehun yang juga mengerang tertahan di bibir Luhan seraya mengeluarkan cairan hangat yang memenuhi lubang Luhan dibawah sana.
"ngggh—aah~"
Nafas keduanya bersahutan seirama, bibir mereka masih saling mengunci sampai Luhan tersenyum dan mulai sedikit mendorong bahu Sehun, Sehun pun mengerti, tanpa melepas penyatuan tubuh mereka dirinya kini membantu Luhan untuk duduk sementara Luhan kembali melingkarkan kakinya di pinggang Sehun.
"Apa kita sudah selesai?" tanyanya malu sedikit menggigit bibir
"Apa kau mau melanjutkan lagi." balas Sehun menggoda dan Luhan memukul asal pundak lebar lelakinya, keduanya kini tertawa dan Luhan mulai merasa risih dengan penyatuan tubuh mereka untuk berbisik pada Sehun "Bisa kau mengeluarkannya?"
"Apa?"
"mmh…Itu."
Saat Luhan menggoyangkan pinggulnya barulah Sehun mengerti, lelaki itu tertawa untuk meminta maaf "ah, maafkan aku. Kita tidak pernah melakukannya secepat ini sebelumnya, jadi aku merasa seperti tidak mengambilmu."
Luhan sedikit tegang saat milik Sehun ditarik keluar dari dalam tubuhnya, oh ayolah, posisinya terlalu dalam saat mengeluarkan beberapa saat lalu, jadi saat Sehun menariknya menjauh, Luhan hanya bisa mengerang seraya mencakar pundak Sehun hingga sempurna diri mereka tidak menyatu lagi dan kini Sehun sedang merapikan dirinya sebelum mengambil tissue dan membersihkan sisa cairan yang mengotori tubuh Luhan.
"Aku akan lebih menahan diri lain kali." Katanya memberitahu sementara Luhan hanya bisa duduk pasrah saat Sehun membersihkan tubuhnya "Biasanya kau menahan diri." Ujarnya menimpali dibalas senyum kecil Sehun yang mengatakan "Akhir-akhir ini aku tidak bisa menyentuhmu lagi."
Sontak ucapan Sehun membuat Luhan memiliki perasaan buruk, jadi ketika Sehun selesai membersihkan tubuh dan merapikan pakaiannya, Luhan minta dibantu turun dari atas meja untuk berbicara serius dengan Sehun "wae?"
Tak mengerti, kini Sehun bertanya "Apa?"
"Kenapa kau takut tidak bisa menyentuhku lagi, apa kau akan pergi? meninggalkan aku dan anak kita?"
"aniya….tentu bukan itu, aku tidak pernah berniat untuk pergi meninggalkanmu dan anak kita."
Luhan mencakar dada Sehun cukup kuat, dia tertunduk mencari nafas menyadari bahwa kecemasannya tidak beralasan karena nyatanya Sehun memang tidak akan pergi darinya "kalau begitu, berhenti mengatakan hal yang membuatku takut."
"hmh?"
"Aku tidak ingin ditinggalkan, aku tidak bisa ditinggalkan lagi."
"Aku tidak akan melakukannya Lu."
Luhan menyandarkan keningnya ke bahu Sehun seraya mencakar kuat dada ayah dari anaknya, sejujurnya dia bisa sedikit bernafas dan tak ingin mendengar apapun lagi "syukurlah….haah~"
Setelahnya dia menjauh dan terlihat gugup saat mengatakan "Aku harus segera pergi." katanya cemas dan Sehun menyadari perubahan wajah Luhan untuk bertanya "Ada apa? kenapa kau terlihat cemas?"
"Aku baik Sehun—maaf, aku harus pergi."
Dan tepat saat Luhan melewatinya, Sehun kembali menahan kepergiannya, memastikan sesuatu "Apa kau mengetahui sesuatu?"
Luhan melepas pegangan di tangan Sehun untuk memberitahu dengan gugup "Mengenai apa? Aku tidak mengetahui apapun, aku tertidur saat Kyungsoo menghubungimu, jadi aku-…."
"Luhan…."
"Aku tidak mengetahui apapun, karena aku tertidur saat Kyungsoo-…."
Barulah Luhan menyadari kesalahan terbesarnya, dia mengatakan hal yang tidak dikatakan Sehun sebelumnya, rona pucat terlihat jelas di wajahnya, memberanikan diri untuk melihat Sehun dan benar saja, Sehun mengatakan hal yang menjadi kesalahan terbesarnya hari ini.
"Aku tidak pernah mengatakan padamu jika Kyungsoo menghubungi malam tadi."
Luhan memalingkan wajahnya sekilas, tidak berniat menjawab dan hanya terburu-buru pergi meninggalkan Sehun "sudahlah." Katanya putus asa lalu lantang suara Sehun bertanya "Apa kau mengetahuinya?"
Luhan tetap berjalan menuju pintu ruangan Sehun, tak berniat menjawab sampai pertanyaan terakhir membuat Luhan sulit untuk mengelak "Jika aku sudah menemukan keberadaan Myungsoo?"
Tap!
Rasanya lega mendengar Sehun benar-benar bertemu dengan Myungsoo, tapi disaat yang sama Luhan merasa begitu tertekan karena sepertinya Sehun mulai memikirkan hal yang akan membuat mereka bertengkar hebat.
Jadilah dia menoleh, menatap Sehun untuk berkata jujur "Aku mendengarnya, percakapanmu dengan Kyungsoo malam tadi, aku mendengarnya."
"Luhan."
Sehun cukup terkejut mengetahui kenyataan hari ini, ini semua tidak sebanding dengan apa yang dibayangkannya setelah menjenguk Myungsoo di rumah sakit, awalnya dia bertanya-tanya bagaimana reaksi Luhan saat dirinya siap memberitahu keberadaan Myungsoo, mungkin dia akan menjerit bahagia atau menangis segera ingin bertemu.
Bukan seperti ini yang dibayangkan Sehun, dia tidak menyangka Luhan akan setakut ini mengetahui kenyataan bahwa Myungsoo telah berada diantara mereka, hal ini membuat Sehun tak mengerti harus menawarkan apa selain "Ikutlah denganku."
Gugup, Luhan menjawab "Kemana?"
"Kita bertemu dengan Myungsoo."
Perubahan wajah Luhan menjadi keras, dia terlihat marah untuk mengatakan dengan tegas "Aku tidak akan menemuinya, tidak untuk saat ini, tidak saat hatiku belum cukup meyakini apa yang aku rasakan, maaf, tapi jangan memaksaku melewati keadaan yang sama lagi, aku tidak akan sanggup bertahan kali ini!"
Setelahnya Luhan setengah berlari untuk pergi meninggalkan ruangan Sehun, hatinya merasa bersalah menjawab sekasar itu pada Sehun, tapi dia tahu siapa Myungsoo, dia tahu lelaki itu selalu memiliki tujuan dalam hidupnya.
Jadi ketika tujuannya sudah tercapai Myungsoo tidak akan memiliki keinginan bertahan hidup lebih lama, dia cenderung akan merelakan segalanya termasuk hidupnya sendiri.
"jangan begini L-….Jangan."
Disela perjalanannya berlari sejauh mungkin dari tempat Sehun, seseorang menarik tangannya, Luhan menyangka itu Sehun dan siap berdebat sampai mata yang lebih bulat, yang lebih tegas namun terlihat segaris penyesalan dimata yang kini menatapnya sendu "Kyung—Kyungsoo?"
"Bicaralah denganku Lu."
.
.
.
.
.
.
.
.
Lalu keduanya berada di dalam café tak jauh dari tempat Luhan melanjutkan kuliahnya, tak ada yang berbicara, Luhan sibuk mengaduk ice Americano, sementara Kyungsoo diam memperhatikan sampai satu kalimat "Maaf." Lolos begitu saja dari bibirnya.
"hmh?"
Luhan sekilas mendengarnya, tapi terlalu pelan hingga Kyungsoo mengulang "Maafkan aku karena berkata kasar tentang dirimu dan bayi yang ada dikandunganmu."
"ah…" Luhan tidak bisa menjawan permintaan maaf itu, sebaliknya dia jutsru mengatakan "Kau tidak sepenuhnya salah tentang monster yang kau tujuan padaku, maksudku, bayiku bukan monster mengerikan, tapi aku, ibunya."
"Luhan…"
"Langsung saja, aku tahu kedatanganmu menemuiku bukan hanya untuk meminta maaf, aku tahu kau juga sedang berusaha melakukan hal yang sama dengan yang kau lakukan pada Sehun."
"Apa yang kau-…."
"AKU TIDAK BISA BERTEMU DENGAN MYUNGSOO! TIDAK SAAT INI!"
Luhan berteriak, beruntung teriakannya tertahan didalam kerongkongan sehingga tidak terlalu mencolok perhatian pengunjung lain, tapi sama dengan reaksi Sehun, Kyungsoo juga membulatkan mata tak percaya dengan apa yang dikatakan Luhan, dia ingin bertanya tapi Luhan lebih dulu mengatakannya "aku tidak bisa."
"Tapi kenapa? Bukankah kalian semua mencarinya?"
"Ya, tapi aku tahu kondisi Myungsoo, aku tahu dia sekarat tapi tetap bertahan hidup karena ingin bertemu denganku, lalu apa setelah kami bertemu? Setelah dia tahu aku mengandung anak Sehun? Dia hanya akan tersenyum seperti biasanya, dia tidak akan marah tapi akan kehilangan motivasinya untuk bertahan hidup lebih lama! Itu yang kau inginkan? Melihat sahabatmu menyerah hanya karena dia melihatku?"
Kyungsoo diam karena penuturan Luhan sepenuhnya benar, Myungsoo memang tidak ingin bertemu dengan Luhan sebelum kondisinya mengalami kemajuan, tapi pagi tadi sahabatnya tiba-tiba menghubungi untuk mengatakan terimakasih karena Sehun sudah datang menemuinya.
Lalu tak lama kalimat terimakasihnya berlanjut menjadi keinginan "Aku ingin menemui Luhan." Secara tiba-tiba, itu seperti Myungsoo sudah kehilangan harapannya dan Luhan benar, untuk bertemu dengan Luhan dia harus bertahan lebih lama karena jika mereka bertemu, Myungsoo akan kehilangan tujuan hidupnya.
"Saat ini aku tidak bisa bicara lebih lama denganmu atau dengan Sehun, aku pergi."
"Luhan."
Luhan memang benar, tapi dia tidak sepenuhnya benar, Myungsoo memang ingin bertemu dengannya, tapi tidak hari ini, hari ini sahabatnya hanya ingin menyapa lewat telfon genggam milik Kyungsoo.
Kyungsoo pun sengaja menghubungi Myungsoo dan meletakkan ponselnya di atas meja, dia ingin Myungsoo mendengar permintaan maafnya pada Luhan, ingin berbincang layaknya teman namun gagal
Pip!
Kyungsoo bisa melihat sambungannya dengan Myungsoo terputus tanda sahabatnya mendengarkan seluruh ucapan Luhan, kini yang bisa dilakukan Kyungsoo hanya tertawa lirih menyadari ini salahnya memberitahu kondisi Myungsoo pada Sehun lebih awal, harusnya dia menahan diri sedikit lebih lama sampai mereka bertiga siap untuk saling bertemu dan menyalahkan di waktu yang tepat.
Lalu lihatlah perbuatannya saat ini, dia membuat Luhan marah, dia membuat Sehun merasa besalah dan paling buruk dia menghianati harapan Myungsoo, semua adalah salahnya hingga tak tahu lagi harus melakukan apa, Kyungsoo menyandarkan kepalanya di meja, menghela dalam nafasnya "haah~ Apa yang sudah kulakukan, haha, aku tidak pernah sebodoh ini sebelumnya."
.
Sementara itu
.
Pip!
Seseorang menyerahkan ponselnya setelah mendengar suara lelaki cantik yang begitu dia rindukan, tidak menampilkan ekspresi, dia hanya tersenyum kecil dan beralih menggerakan kursi roda dengan kedua tangannya sendiri.
"Bagaimana tuan muda, apa Luhan akan datang berkunjung?"
Lelaki yang diberi pertanyaan sensitif itu hanya terus tersenyum seraya melihat keluar jendela kamarnya, sesekali terlihat mengambil dalam nafasnya untuk berkata "Paman."
"ya?"
"Aku akan melakukannya."
"Apa?"
"Operasi pencangkokan sum-sum tulang belakang."
"be-Benarkah?"
Bahkan paman Lee tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya dibalas tatapan singkat Myungsoo yang kini tersenyum untuk mengatakan "Ya, aku ingin pulih, aku harus memiliki tujuan hidupku setelah ini, walau gagal, setidaknya aku mencoba."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Yes, I've been through all this before, But I have never been beyond it
.
.
.
.
Five months later…
.
Hari ini adalah hari pertama salju turun di Seoul, hari dimana seseorang seharusnya berada di rumah bersama keluarga mereka, membuat cokelat panas atau sekedar bercerita banyak hal sementara butiran salju yang turun menjadi latar pemanis di setiap percakapan dengan orang terkasih yang disebut keluarga.
Ya, hal itu juga terjadi di kediaman keluarga Oh dan Wu, mereka semua berkumpul saat salju pertama turun di Seoul, tapi bukan dirumah, bukan pula ditemani cokelat panas, melainkan di rumah sakit dan ditemani rasa cemas karena saat ini, keluarga termuda dan satu-satunya adik dari Yifan sedang menjalani proses persalinan seorang diri didalam sana sementara mereka harus menunggu dan ayah dari bayi yang dikandung Luhan hanya bisa duduk pasrah di pojok kursi seraya menundukkan kepala, tak henti berdoa.
Dia tidak ingin diganggu dan mereka semua menghormati keinginan Sehun untuk tetap berada disana seorang diri, tanpa perlu ada yang menguatkan disaat hati mereka dilanda cemas yang sama dengannya.
"Ge, minum ini."
Tapi beruntung mereka memiliki Jaehyun, karena disaat seluruh keluarga cemas menanti, remaja yang akan segera dipanggil paman oleh keponakan nomor duanya itu berusaha menjadi cokelat panas yang menenangkan, sejujurnya itu hanya kiasan, karena memang Jaehyun membelikan beberapa cup cokelat panas untuk keluarganya dan keluarga Luhan.
"gomawo Jae…"
Jaehyun hanya membalas seperlunya, matanya sembab karena menemani kekasihnya yang masih berada di ruang kakaknya, ya, semua termasuk Taeyong kini sudah mengetahui kondisi Myungsoo yang tidak mengalami kemajuan bahkan setelah melakukan operasi pencangkokan sum-sum tulang belakang.
Bahkan kabar terbaru yang didengar Jaehyun sebelum pergi menemui keluarganya adalah permintaan Myungsoo untuk melepas seluruh alat bantu di tubuhnya karena tidak bisa bertahan lebih lama lagi dengan penyakitnya.
Entahlah, sejenak dia ingin melupakan semuanya, mencari ketenangan sesaat karena jujur hatinya sesak mendapati Taeyong terus meraung dan terisak di tempat yang hanya berjarak dua lantai dari kamar operasi Luhan.
Remaja yang memiliki lesung di pipinya kini beralih pada ibu dan ayahnya lalu memberikan masing-masing cup cokelat untuk kedua orang tuanya "Ma, pa…minum dulu."
"Papa tidak nak." Ayahnya membalas terdengar cemas ditimpali ibunya yang sedari tadi hanya melipat tangan berdoa, seraya entah menggumamkan apa lalu memberitahunya singkat "Mama juga tidak Jae." Katanya hingga membuat si bungsu mengambil dalam nafasnya untuk menarik tangan sang ayah dan memberikannya satu cup cokelat "Sayangnya papa harus meminumnya, ini tradisi yang papa buat sendiri, setiap salju pertama turun kita semua harus meminum cokelat panas dan berkumpul bersama keluarga, dimanapun, kapanpun."
"Diluar salju turun?"
Sang mama yang bertanya, lalu Jaehyun berjongkok didepan ibunya, menghapus surai cemas itu lalu bergumam "Ya, sangat banyak dan sangat indah." Katanya memberikan satu cup coklat hangat disambut senyum tak kalah hangat dari ibunya "Terimakasih sayang."
"Tidak masalah ma, aku hanya menjaga tradisi-…." Ucapan Jaehyun berhenti sesaat saat tak sengaja menoleh ke samping kanan, dia memperhatikan dengan seksama sampai lesung pipinya terlihat tanda dia tersenyum "Ada apa nak?"
"Selain aku sepertinya seseorang juga menjaga tradisi di keluarga kita ma."
"Apa yang kau bicarakan?"
Jaehyun mengerling ke samping kanannya, membuat Jihyo ikut menoleh untuk menangis bahagia melihat putra sulungnya berada disana, sedang memeluk sahabatnya seolah memberi dukungan dan meyakinkan bahwa Luhan akan baik-baik saja.
"Terimakasih sudah datang, aku tahu kau sangat sibuk."
"omong kosong, keluarga tetap prioritas."
Jihyo bisa mendengar Yunho mengatakan hal itu dengan bangga pada Yifan, membuatnya benar-benar lega karena minggu lalu saat jadwal persalinan Luhan ditentukan oleh dokter yang tak lain sahabat Yunho, putra sulungnya itu meminta maaf karena tidak bisa pulang di akhir tahun, banyak hal yang harus dikerjakan dan mendesak, tapi lihatlah saat ini, putranya tetap menjadi putra yang bertanggung jawab tak hanya pada keluarga kecilnya tapi pada keluarga besarnya.
"Yunho."
Kedua pria dewasa yang menyandang status sebagai putra sulung itu sama-sama menoleh saat suara satu-satunya wanita di keluarga mereka memanggil, membuat keduanya menatap lembut sampai Yifan lebih dulu menyenggol bahu Yunho seraya berbisik "Sepertinya telingamu akan ditarik." Katanya mengingatkan kebiasaan ibu Yunho hingga membuat si sulung terkekeh pasrah "Kau benar, aku kesana dulu."
Setelahnya Yunho menghampiri ibunya, sekilas dia bisa melihat adiknya hanya duduk tertunduk dan terlihat sangat menderita, membuatnya sedikit tersenyum mengingat dirinya juga pernah berada di posisi Sehun dan memaklumi adiknya yang terlihat cemas dan tak bisa berkata-kata.
"Ma, aku pulang kan?"
"ish! Mama pikir kau benar-benar tidak datang natal tahun ini."
Jihyo memukul pelan lengan putra sulungnya sampai Yunho membuat gerakan lebih cepat dengan menarik lengan san mama dan memeluknya erat, melepas rindu karena memang sejak dirinya dan Jaejoong memutuskan untuk pindah dan tinggal ke Jepang mereka tidak memiliki banyak waktu dengan keluarga masing-masing.
"Aku juga rindu mama." Katanya percaya diri hingga membuat Jihyo mendengus marah lalu bertanya "Dimana istri dan anakmu?"
"Mereka tiba besok, tiga tiket dalam satu malam tidak mudah didapatkan ma."
"baiklah, apa cucu mama sehat?" tanyanya, dan Yunho melepas pelukan ibunya untuk beralih pada sang ayah "Selama aku ayahnya, tentu Haowen sehat." Timpalnya percaya diri untuk menyapa lelaki tertua di keluarganya "Hay pa.."
"Nak." Jiho memeluk sekilas putranya, merasa bahagia karena sekarang ketiga darah dagingnya berkumpul di tempat yang sama dengannya, dia mungkin akan merayakan pesta jika tidak melihat putra keduanya benar-benar diam sejak Luhan dibawa kedalam ruang operasi hingga saat ini ketika waktu sudah empat jam hampir berlalu "Yunho."
"hmh?"
"Bicara dengan adikmu."
Yunho juga menatap Sehun cukup lama sampai dia menarik bibirnya untuk mengangguk dan memanggil adik bungsunya "Jaehyun."
"Apa hyung?"
"Masih ada cokelat untukku?"
Sejujurnya Jaehyun sudah kehabisan cokelat, dia ingin mengatakan tidak ada namun tatapan Yunho memaksa harus ada "Ambil milikku saja."
"Bagus." Katanya menerima satu cup cokelat hangat milik Jaehyun lalu beralih mendekati adik keduanya, sejujurnya ini adalah pemandangan yang cukup langka terjadi, saat dimana Sehun si arogan yang akan mendapatkan apapun di hidupnya terlihat cemas dan mengkhawatirkan sesuatu.
Membuatnya tersenyum menyadari bahwa kedatangan Luhan empat tahun lalu benar-benar membuat Sehun berubah tak hanya caranya bersikap, tapi caranya berfikir bahkan penampilannya saat ini benar-benar layak dipanggil sebagai seorang "ayah."
"Minum ini."
Yunho tanpa ragu memberikan satu cup cokelat, disambut diam oleh Sehun lalu tangan kasarnya memukul pelan kepala adiknya "hyung sudahlah!" Sehun mengelak dan Yunho tetap bersikeras memberikan cokelat hangat milik Jaehyun "Yang merusak tradisi keluarga tidak akan mendapatkan hadiah natal."
Menoleh sekilas, Sehun membalas malas "Aku sudah besar."
"Tapi anakmu belum, jika yang dihukum sudah dewasa seperti kita maka yang akan menerima hukuman adalah generasi selanjutnya, itu artinya jika kau merusak tradisi keluarga, anakmu tidak akan mendapat hadiah natal dari keluarga-…"
Sret…!
Buru-buru Sehun mengambil cokelatnya, bukan karena anaknya tidak akan mendapat hadiah natal, sungguh itu kekanakan, dia hanya ingin hyungnya berhenti berceloteh dan dia berhasil, setidaknya dengan meminum cokelat yang diberikan dirinya juga merasa lebih relax sampai dia merasa pergerakan Yunho duduk disampingnya, menepuk bahunya lalu merangkulnya.
"haah~ Senang mengetahui kau masih mendengarkan aku."
"Berhenti bicara omong kosong."
"Baiklah, satu peraturan baru menjadi seorang ayah, tidak boleh berkata kasar."
"wae?"
"Karena anakmu akan meniru segala sesuatu yang kau lakukan, yang kau katakan dan itu berbahaya jika sampai dia meniru caramu membalas kakak tertua bukan?"
"hrrhh~"
"hahaha…..Baiklah akan kuhentikan omong kosong ini, bagaimana denganmu?"
"Apa?"
Yunho semakin merangkul pundak adiknya, mencoba untuk membuat Sehun merasa lebih baik dengan terus memaksa "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dan Sehun menggeleng sebagai jawaban "Rasanya aku ingin mati saja." Timpalnya lirih hingga membuat Yunho tertawa kecil "Tenang saja, sebentar lagi salah satu dari mereka akan keluar dari dalam sana dan mengucapkan selamat padamu."
"Selamat untuk apa?"
"Karena sudah resmi menjadi seorang ayah."
Rasanya kalimat Yunho membuat Sehun tersihir rasa damai, tiba-tiba dia tidak menginginkan apapun selain kalimat selamat yang dikatakan kakaknya, dia ingin mendengarnya secara langsung bahwa dunia mengakui status barunya sebagai seorang ayah.
Membuatnya berdebar sangat bahagia walau tak dipungkiri hatinya masih memikirkan Myungsoo karena beberapa jam saat operasi Luhan berlangsung, Kyungsoo memberi kabar bahwa
Myungsoo kritis, dokter bilang dia tidak akan bertahan lebih lama lagi, datanglah.
Hingga membuat Sehun urung untuk merayakan kebahagiaan karena ketiga pria yang berharga di hidupnya sedang mempertaruhkan nyawa mereka masing-masing.
"Bagaimana jika mereka tidak pernah mengucapkan selamat padaku? Bagaimana jika terjadi sesuatu? Bagaimana jika-…."
"Maka kau akan berhadapan denganku."
Ucapan Sehun terpotong saat Yifan tiba-tiba berdiri didepannya, dia mendongak, melihat raut kecemasan yang sama di mata satu-satunya keluarga yang dimiliki Luhan, disana ada tatapan seorang kakak yang berharap bahwa tidak terjadi sesuatu pada adiknya atau semua orang didunia ini akan menanggung kemarahannya jika sesuatu yang buruk terjadi pada Luhan, Sehun terutama.
"Ge…."
"Sebelum bertemu denganmu dia hanya bayi kecilku yang tak pernah dewasa, lalu kau memberikan benihmu padanya dan memaksanya untuk menjadi bayi yang memiliki bayi kecil? Sungguh Oh Sehun, aku benar-benar ingin memukul wajahmu selama Sembilan bulan ini."
"maafkan aku ge…"
"Jika kau benar-benar menyesal berhenti terlihat cemas, sikapmu membuatku takut terjadi sesuatu yang buruk pada adikku didalam sana."
Sehun hanya diam lalu diam-diam Yifan serta Yunho terkekeh untuk sama-sama menepuk pundak Sehun yang semakin terlihat menyedihkan bersamaan dengan tuduhan sedikit kasar dari Yifan "Sudahlah, Luhan akan baik-baik saja." Yunho berbisik ditimpali Yifan yang berkata "Keponakanku juga akan baik-baik saja."
Pip
Lalu bersamaan dengan ucapan sangat menenangkan dari kedua kakaknya, lampu di ruang operasi berubah menjadi hijau tanda operasi sudah selesai dilakukan, tak lama pintu terbuka dan menampilkan Seunghyun yang masih memakai masker serta sarung tangan namun sudah terlihat steril siap bertemu dengan kedua keluarga yang sedang menanti.
"Bagaimana?"
Adalah Yunho dan Yifan yang kali pertama beranjak dan meninggalkan Sehun, keduanya sama-sama bertanya pada dokter yang tak lain adalah teman kuliah Yunho untuk bertanya "Siapa ayahnya? Kenapa kalian berdua yang datang padaku?"
Buru-buru Sehun berdiri, terlihat gugup dan tak berani bertanya, dia tidak mendengar suara tangis bayi dan itu sangat menyiksa terlebih wajah dokter yang sudah membantu Luhan selama enam bulan ini terlihat serius hingga terpaksa Sehun bergumam "Aku ayahnya."
"Baiklah kalau begitu Tuan Oh Sehun-….."
Sehun terlihat semakin pucat, tak sanggup berjalan lebih dekat sampai suara Seunghyun terdengar "Selamat kau sudah menjadi seorang ayah sekarang."
"hhaa-aahh~"
Satu hela nafas lega terdengar dari seluruh keluarganya, tapi Sehun belum bisa sepenuhnya bernafas karena saat ini hanya Luhan yang memenuhi pikirannya "Lalu bagaimana dengan Luhan?" tanyanya berat dan semua wajah bahagia yang sedang bersyukur itu kembali dibuat tegang, kali ini Seunghyun seperti menggoda mereka dengan wajah seriusnya lalu tiba-tiba tersenyum hangat untuk mengatakan
"Ibu dan bayinya sehat, mereka baik-baik saja dan saat ini Luhan sedang menunggumu di dalam, temui dia sebelum dipindahkan ke ruang perawatan."
"YEAAHH~~~~"
Itu suara Jaehyun yang sedang memekik, sedang berpelukan dengan ayahnya sementara Sehun hanya bisa menitikkan air mata yang sedari tadi ditahannya kuat-kuat, dia begitu cemas selama empat jam lalu sangat bahagia hanya dalam dua menit.
Jadilah dia menatap semua keluarga dengan ucapan terimakasih karena sudah mendukungnya dan Luhan untuk berpamitan "Kita bertemu di ruang perawatan." Katanya beranjak masuk dan tak lupa memakai pakaian khusus di ruang operasi untuk menemui Luhan yang sedang menunggunya.
"Dua menit waktu anda."
Setelah menggunakan baju khusus lengkap dengan masker wajah serta penutup rambut, Sehun melangkah masuk ke dalam ruangan yang bernuansa remang dipenuhi dengan benda tajam, pikirannya mulai menggangu membayangkan hal mengerikan apa yang sudah dilalui Luhan diruangan ini.
Hatinya resah dipenuhi rasa bersalah namun semua itu sirna saat melihat seorang perawat menggendong bayinya ke dekapan Luhan, ini sebuah pemandangan yang berhasil membuat Sehun takjub entah untuk keberapa kalinya selama Sembilan bulan ini.
Dimulai dari berita kehamilan Luhan beberapa bulan yang lalu hingga saat ini, saat dimana dia melihat Luhan sedang mengecupi surai putra mereka dan membuat Sehun menyadari bahwa kini tak hanya Luhan, tapi bayi lelaki mereka adalah kedua orang yang akan dipujanya seumur hidup.
"Silakan mendekat pada bayi anda tuan."
Buru-buru Luhan menoleh untuk mencari tahu siapa yang sedang diajak berbicara oleh perawatnya, hatinya berharap itu Sehun dan benar saja, kini keduanya saling memandang penuh arti dengan air mata kebahagiaan Sehun sama-sama terlihat di wajah mereka.
"Sehunna."
Sungguh, rasanya sangat berbeda saat Luhan baru saja memanggilnya, seperti ada rasa lega yang tak bisa diungkapkan dan kebahagiaan yang tak bisa dikatakan, matanya hanya terus memandang Luhan dan kakinya tanpa perintah berjalan mendekat.
Awalnya hanya Luhan yang mengisi seluruh pandangannya, tapi saat suara tangis khas bayi terdengar barulah hati Sehun bergemuruh, menyadari bahwa hari ini, dirinya benar-benar telah merubah status dari seorang bajingan menjadi seorang ayah.
Langkahnya pun seolah tak sabar datang mendekat untuk melihat Luhan menenangkan bayi mereka dan berakhir melihat wajah kecil itu berwarna merah namun sangat menggemaskan dalam tangis dan tidurnya "Lu…"
Luhan pun seolah tak sabar mempertemukan bayi mereka dengan ayahnya, dia meminta Sehun mendekat dan menyerahkan bayi mereka "Ini anakmu, anak kita."
Sedikit canggung dan dengan bantuan perawat, Sehun berhasil membawa bayinya ke pelukan, sungguh, bayinya datang seperti keajaiban di tengah rasa bersalahnya, dia seolah tak rela menatap ke tempat lain dan hanya tertuju pada bayinya.
Entah anak dalam pelukannya akan bertumbuh menyerupai siapa, Luhan atau dirinya, dia bahkan berharap dia tidak menyerupai Luhan karena tentu hatinya tidak akan rela menyerahkan bayi mungilnya kepada orang lain di masa depan.
"Anakku sangat indah Lu."
Dan Luhan bisa melihat tatapan yang sama yang selalu ditujukkan padanya kini juga diberikan Sehun pada bayi mereka, ada sedikit rasa cemburu menyadari dia harus membagi perhatian Sehun pada bayi mereka, tapi bersyukur menyadari bahwa sampai kapan pun, malaikat kecil mereka akan mendapat banyak cinta yang begitu besar darinya dan Sehun, entah sebagai orang tua yang sempurna atau hanya sebagai orang tua bersandag status.
"Apa sekarang kau akan memberitahu namanya padaku?"
Sehun mengangguk dengan mata yang tetap memuja bayinya, lalu tak lama perawat yang sedang menyiapkan box bayi datang mendekat untuk meletakkan bayi merah mereka ke dalam box yang sudah dilengkapi penghangat agar bayi mereka tidak semakin merah nantinya.
"Hati-hati." Sehun berpesan diiringi anggukan lembut dari perawat yang mengurus Luhan dan bayinya "Kami akan membawa bayi dan istri anda ke kamar perawatan."
"hmmh…Bawalah bayiku lebih dulu, aku ingin bicara dengan istriku." Katanya gantung lalu menatap Luhan sedikit merasa bersalah "Aku mendaftarkanmu sebagai Oh Luhan, jadi wajar jika mereka mengira kau istriku."
"aku berterimakasih kalau begitu."
Luhan memejamkan mata saat Sehun membungkuk mencium keningnya, lalu turun pada bibirnya untuk memberi kecupan hangat penuh cinta dan tak ada gairah didalamnya, hanya seperti ucapan terimakasih, dan itu membuat Luhan sangat bangga pada dirinya.
"Terimakasih sudah bertahan dan baik-baik saja."
"Aku harus bertahan karena satu hal."
"Apa?"
"Beritahu dulu nama bayi kita."
Sehun mengecupi jemari Luhan beberapa saat, menenangkan dirinya sejenak, menguatkan hatinya lalu memutuskan bahwa nama yang akan diberikan pada anak pertama mereka adalah kombinasi dari nama Luhan dan nama sahabat yang sudah dikhianatinya dengan kehadiran malaikat kecil mereka.
"Hansoo."
"hmh?"
Sehun menghapus air mata rasa bersalahnya lalu dengan lantang mengatakan "Oh Hansoo, itu nama putra kita."
"Hansoo?"
"mmh…Dia akan tumbuh menjadi anak yang penyayang seperti ibunya, dan akan menjadi anak yang baik hati seperti pamannya, Myungsoo, kau suka?"
Dan tebakan Luhan sepenuhnya benar jika nama putra mereka tidak akan lepas dari Myungsoo, entah dia harus merasa berterimakasih atau merasa bersalah pada Sehun karena pastilah sulit untuknya menyerahkan nama anak pertama mereka untuk lelaki lain dan bukan dirinya.
"Aku menyukai apapun nama yang kau berikan untuk bayi kita, kau tahu kenapa?"
Sehun hanya diam sementara Luhan mengusap lembut wajahnya untuk mengatakan "Karena dia akan tumbuh menjadi lelaki pemberani seperti ayahnya."
Sontak ucapan Luhan berhasil membuat Sehun merasa begitu tersanjung, kini keduanya berbagi pelukan seolah mengucapkan selamat kepada diri mereka masing-masing karena bisa sampai pada hari ini, hari dimana mereka akan terbiasa dipanggil "Mama dan Papa." Oleh bayi kecil yang seiring waktu akan menjadi besar dan mendapat cinta yang banyak dari kedua orang tuanya maupun orang sekitarnya.
"Aku mencintaimu Sehun." Bisiknya pilu dan tak lama dia merasa Sehun mengangguk di pelukannya untuk kembali mengatakan "Temui aku dengan Myungsoo."
Sehun berhenti bergerak di pelukannya, buru-buru dia melepas pelukan Luhan untuk menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan "Lu, Luhan apa yang kau yakin?"
"eoh, Ini sudah waktunya."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Waktu yang dimaksud Luhan adalah kenyataan bahwa dia sudah menolak kehadiran Myungsoo selama empat bulan sejak keberadaannya ditemukan Sehun, selama empat bulan berlalu itu pula Luhan tak kuasa untuk menahan rasa rindu dan cemasnya pada lelaki yang sudah meninggalkannya di hari pernikahan mereka.
Bukan tanpa alasan dia enggan bertemu dengan Myungsoo, dia hanya takut kondisinya yang sedang membawa bayi Sehun hanya akan membuat Myungsoo semakin tertekan, jadilah dia terus mencari alasan yang kejam hanya untuk mengindari paksaan Sehun bertemu dengan Myungsoo walau itu artinya…..
Dia terlambat…
Karena ketika Sehun mendorong kursi rodanya menuju ke ruang intensive tempat dimana Myungsoo berada, Luhan samar bisa mendengar isak tangis yang begitu familiar dan memilukan, dia enggan melihat tapi suara itu begitu familiar itu seolah terdengar untuk menyapa kedatangan Sehun.
"Myungsoo hyung sudah memutuskannya."
"Apa?"
"Dia ingin seluruh alat bantu penunjang hidupnya dilepaskan malam ini."
Luhan bisa melihat tangan Sehun bergetar di ujung kursi roda, lelaki yang dicintainya seolah tidak memiliki kekuatan lebih banyak untuk mengantarnya, oleh karena itu sengaja dia menggenggam lengan lelaki yang baru memberitahu keputusan Myungsoo yang tak lain adalah adik kandung Sehun, Jaehyun.
"Jaehyunna.."
Buru-buru Jaehyun berjongkok didepan Luhan, tersenyum tapi air matanya terlihat karena mau bagaimanapun disana, kekasihnya sedang menangis dan menolak keputusan besar Myungsoo untuk hidupnya "hyung, Selamat untuk kelahiran little Hansoo, kau menakjubkan."
"Kau tahu namanya Hansoo?"
"Semua orang di ruangan ini tahu nama bayi kalian Hansoo."
Yang menjawab adalah Kyungsoo, sahabat Sehun yang sempat membencinya karena kehadiran bayinya dan Sehun, hal itu membuat Luhan tersenyum canggung sampai Kyungsoo memegang pundaknya untuk mengatakan "Masuklah kedalam."
Kemudian saat matanya dan mata Kyungsoo bertemu, Luhan bisa melihat kesedihan yang begitu dalam, tak ada lagi kemarahan dan hanya sekedar ucapan "Menemuimu adalah hal terakhir yang dia inginkan."
Luhan mengangguk lalu Jaehyun menawarkan "Aku rasa satu-satunya orang yang bisa mengantarmu adalah aku hyung, Sehun dan Kyungsoo hyung tidak akan sanggup melakukannya."
Luhan hanya mengangguk, lalu dalam satu langkah perlahan, Jaehyun mengambil alih kursi roda untuk berbisik pada kakaknya "Biar aku saja."
Seetelahnya Luhan bisa merasakan kursi rodanya bergerak semakin ke dalam ruangan, dia terus mendengar suara isak tangis dan terlihatlah Taeyong sedang menangisi keputusan kakanya dan tak beranjak sedikit pun dari sisi Myungsoo yang terbaring tak sadarkan diri.
"hyuuungg…jebal, bertahanlah sedikit lagi."
Luhan masih belum berani melihat wajah Myungsoo yang sedang ditangisi Taeyong, pandangannya masih tertuju pada kekasih Jaehyun yang kini sedang meraung seolah memohon untuk tidak ditinggalkan.
Jadilah pergerakan Jaehyun terasa, bukan mengantar Luhan tapi Jaehyun menghampiri kekasihnya setengah memeluk untuk berbisik "Luhan hyung datang." Dan kalimat Jaehyun rupanya sukses membuat Taeyong menoleh, antara lega dipenuhi rasa sesak terlihat sampai remaja itu terhuyung berlari kehadapannya dan menggenggam erat kedua tangannya.
"hyung….Hyung terimakasih kau datang, cepat bicara dengan kakakku, katakan padanya untuk tidak menyerah, katakan padanya—kumohon hyung…hksss.."
Barulah Luhan menatap sosok lelaki yang dulu selalu ada menemaninya disaat sulit bahkan saat dirinya di Beijing, lelaki yang selalu tersenyum dan mengatakan "tenang saja, aku akan selalu ada di sekitarmu, melindungimu." Kini terbaring tak berdaya seolah menyerah pada tekadnya untuk menjadi seorang pelindung.
Dan semakin diperhatikan, hati Luhan semakin tergores menyadari bahwa setelah hampir satu tahun berlalu Myungsoo benar-benar berjuang hingga akhirnya dia menyerah pada kondisi dirinya sendiri.
"hha-aah~"
Luhan tertunduk, dia tidak memiliki keberanian tersisa datang dan melihat langsung wajah kesakitan Myungsoo yang tak berdaya, dia hanya ingin kembali pada bayinya, tapi saat tangan yang terasa familiar memegang pundaknya, dia seperti memiliki kekuatan terlebih saat suara beratnya menguatkan "Temuilah dia, mungkin ini kali terakhir kalian bisa berbicara."
Luhan menangis tersedu karena ucapan Sehun, hatinya sesak, dia kesulitan bernafas dan merasa tidak memiliki kekuatan hanya untuk menatap Myungsoo disana, tapi saat Sehun, Taeyong dan Kyungsoo memohon padanya, dia tidak memiliki pilihan lain selain mengangguk hingga perlahan Sehun mendorong kursi rodanya mendekati Myungsoo.
"L, kau harus membuka mata, lihat siapa yang datang."
Riangnya suara Sehun terdengar sangat dipaksakan, terlebih saat alat bantu ditubuh Myungsoo benar-benar telah dilepaskan dan hanya tersisa slang di hidungnya sebagai satu-satunya alat bantu yang diizinkan Myungsoo untuk terpasang.
"hey bajingan, kau bilang ingin bertemu dengannya, ini kesempatan terakhirmu sebelum aku membawanya pergi."
"….."
Myungsoo tetap tidak bergeming sementara Sehun terus menyapa dengan riang walau tak mendapat respon, lalu bagaimana dengan Luhan? Lelaki cantik itu tak bisa berhenti menangis tersedu, tangan kanannya mencakar lengan Sehun sementara tangan kirinya membekap erat bibir yang terisak, pikirannya terbagi hingga terlalu sesak menyadari setelah hampir sepuluh bulan berlalu, ini adalah kali pertama dia benar-benar bisa melihat wajah Myungsoo sedekat ini.
"Lu, panggil namanya."
Sehun memeluknya sesaat sebelum akhirnya Luhan menenangkan diri untuk perlahan menggenggam jemari Myungsoo yang terasa sangat dingin, dia juga bisa merasakan Myungsoo sudah benar-benar bernafas karena alat bantu bukan karena bagian dalam tubuhnya masih berfungsi dengan baik.
Sekuat hati dia menenangkan dirinya yang hancur untuk memanggil lirih nama mantan kekasih yang hingga saat ini menempati tempat khusus di hatinya "Myung—rrgghh—Myungsoo."
Belum ada respon apapun dari lelaki yang tergeletak tak sadarkan diri didepannya, kemudian Luhan semakin ingin melihat kedua mata Myungsoo terbuka, tekadnya bulat untuk meminta maaf hingga menciumi jemari tangan Myungsoo adalah satu-satunya hal yang dilakukan Luhan saat ini.
"L-….ini aku, Luhan."
Awalnya Luhan memasrahkan diri menyadari tak ada respon apapun yang didapat, dan tangisannya semakin terdengar tatkala jemari Myungsoo terasa semakin dingin sementara Sehun mengusap tengkuknya untuk berbisik "Luhan."
Luhan ingin mendongak, bertanya ada apa sampai gerakannya terhenti melihat kedua mata Myungsoo perlahan membuka, semua yang berada di ruangan itu menanti keajaiban, termasuk Luhan yang kini beralih dari kursi roda untuk duduk tepat disamping Myungsoo dengan Sehun yang menjaganya.
"L-…."
Lelaki tampan itu akhirnya tersenyum, air mata yang menetes dari kedua matanya hanya menunjukkan keinginan terakhir sebelum benar-benar pergi terpenuhi, dia ingin melihat Luhan, ingin sekali memeluknya lalu lelaki cantik yang dicintai olehnya dan Sehun kini benar-benar datang sesuai dengan dugaannya selama Sembilan bulan menanti.
"Lu-han…"
"eoh, ini aku-…Ini aku." Luhan bergetar disegala ucapannya, air matanya tak henti menetes sementara bibirnya sibuk mengecupi jemari Myungsoo yang benar-benar dingin dan mati rasa di genggamannya "akhirnya, kau datang padaku."
Sempat memejamkan mata tanda penyesalan, Luhan akhirnya terisak hebat disela hangat senyum Myungsoo untuknya "Myungsoo maafkan aku baru datang kepadamu, aku menyesal tidak segera datang padamu, aku berharap kau yang datang padaku, menemuiku di rumah dan tidak dirumah sakit sialan ini, maafkan aku L—aku benar-benar."
"gomawo." Lirihnya singkat, kesadaran Myungsoo perlahan menurun dan itu terlihat dari detak jantungnya di monitor yang semakin melemah, Luhan ingin berteriak sejadinya namun ditahannya kuat-kuat karena sepertinya ada banyak hal yang ingin dikatakan Myungsoo padanya.
"Kau sangat mudah ditebak Lu."
"huh?"
Tak mengerti Luhan bertanya "Apa maksudmu?"
"Alasanku meminta semua alat bantu dilepas adalah karena aku tahu hari ini akan datang, hari dimana kau melahirkan Hansoo dan kemudian berlari menemuiku, aku menebaknya dengan sempurna dan benar saja kau sudah ada didepanku, di hari terakhirku."
"L…jebal."
"Aku bahagia mengetahui kau dan bayimu sehat, aku benar-benar ingin melihatmu, Luhan."
Luhan menangis, meletakkan tangan Myungsoo diwajahnya sementara Myungsoo terus tersenyum lalu tak lama terisak pilu untuk mengatakan "aku tidak ingin dilupakan, aku benar-benar ingin kalian mengingatku selamanya."
"L-…"
Sehun yang merespon, hatinya tergores melihat air mata Myungsoo hari ini jauh lebih banyak dari hari sebelumnya, dia bahkan tidak harus berhadapan dengan benda tajam tapi tetap menangis dan itu adalah hal paling menyakitkan untuk mereka "aku tidak ingin pergi, tapi aku harus, aku kesakitan dan aku sudah tidak bisa bertahan."
"aarghh!"
Luhan menangis sejadinya, disusul tangis tak bersuara Myungsoo sementara Sehun membuang wajahnya dan kemudian memukul dada karena hatinya begitu sakit tak tega melihat kondisi sahabatnya saat ini "Luhan, Sehun…" panggilnya lirih, terpaksa keduanya menoleh dengan kesedihan di raut wajah masing-masing.
Ya, melihat Sehun menderita dan Luhan menangisinya entah mengapa membuat Myungsoo sangat bahagia, wajah mereka yang meneteskan air mata seolah menjadi bukti bahwa dirinya benar-benar berarti untuk kedua orang yang berarti pula di hidupnya.
"Berjanjilah satu hal padaku."
"…."
Tak ada yang menjawab, lalu setengah sadar Myungsoo memanggil "Luhan."
"hmh?"
"Berjanjilah satu hal padaku."
"ya?"
"Hari ini, hari dimana Oh Hansoo lahir kedunia akan menjadi hari yang sama dimana Kim Myungsoo menghembuskan nafas terakhirnya, jadi bisakah—jadi bisakah kalian datang ke pemakamanku pada tanggal Satu Desember setiap tahunnya?"
"aarhghh-rrrghh….Myungsoo kau sangat kejam."
"jebal….Aku tidak ingin dilupakan, aku takut dilupakan."
Luhan kehabisan kata untuk menjawab, membuat Myungsoo terlihat cemas untuk beralih pada Sehun, setengah sadar karena nafasnya semakin berat setiap detiknya "Sehunna, maukah kau-…."
"Baiklah, baiklah kami akan datang, bajingan."
"rrghhh~!"
Jawaban Sehun seolah merelakan kepergian Myungsoo, menyatakan bahwa dirinya akan datang berkunjung ke pemakaman seolah benar ini adalah hari terakhir yang dimiliki Myungsoo untuk bersama dengan keluarganya.
Dia benar-benar tersenyum seperti Kim Myungsoo, bajingan sialan yang memilih waktu kematiannya sendiri hanya karena dia takut di lupakan, bajingan yang selalu tersenyum walau kesulitan bernafas serta kesakitan, dua lesungnya masih terlihat begitu indah sampai akhirnya kalimat syukur diucapkan karena Sehun bersedia datang untuk mengunjunginya setiap tahun
"haah~ gomawo, aku sangat bersyukur, setidaknya sampai Hansoo berusia sepuluh tahun, teruslah datang."
"Kami akan datang sampai anak itu menjadi dewasa, menikah lalu membuatmu dipanggil kakek oleh anak-anaknya."
"haha…"
Hanya tawa lemas yang terdengar, perlahan namun pasti Luhan juga bisa merasakan pegangan tangan Myungsoo di jemarinya melemah, tubuhnya benar-benar dingin hingga perhatian tertuju lagi padanya "Luhan…."
"hmh?"
"Boleh aku mengatakan sesuatu padamu?"
"y-Ya?" jawabnya lirih lalu Myungsoo mengatakan hal yang tidak ingin didengarnya saat ini "Aku menyesal meninggalkanmu hari itu,"
"jangan-…."
"Aku benar-benar menyesalinya."
"cukup-…."
"Jangan membenciku, ya?"
Luhan tertunduk terisak jadinya, bibirnya tak kuasa mengeluarkan suara yang sepenuhnya tercekat tak bisa dikeluarkan, isakan Luhan bersahutan dengan tangisan Taeyong yang juga menyadari bahwa kesadaran Myungsoo perlahan menurun seiring berlalunya detik yang membuat mereka sesak sulit bernafas, semua menahan isakan masing-masing sampai mata Myungsoo kembali terbuka dan memanggil lirih adiknya.
"Taeyonga, uljima."
Semakin diminta untuk tidak menangis, adik kecilnya justru semakin menderita dan terisak dipelukan kekasihnya, isakannya benar-benar mengganggu Myungsoo hingga tangannya berusaha terangkat untuk mengatakan "Kemarilah, temani hyung."
"shirheo! Aku tidak bisa menemanimu lagi."
"terakhir kali, Taeyong."
Kemudian Jaehyun berbisik "Hyung akan baik-baik saja sayang, cepat temui dia." Walau ucapannya menguatkan nyatanya suara Jaehyun bergetar tak tega melihat kondisi Myungsoo, dia menuntun kekasihnya untuk datang menghampiri dan menggenggam jemari sang kakak.
"hangat…"
Dan Taeyong merasakan sebaliknya, tangan Myungsoo benar-benar dingin, matanya seolah tak kuat untuk terbuka lebih lama karena saat dia memejamkan mata butuh sedikit teriakan agar matanya tetap terbuka "hyung!"
Taeyong melakukannya, dia sedikit berteriak sementara Luhan tak bisa berkata lagi, dia membiarkan Taeyong berbicara pada kakaknya dan Myungsoo tersenyum sebagai respon atas teriakan adiknya "bodoh, hyung masih disini, tidak perlu berteriak." Lirihnya tertawa seraya berusaha menggenggam jemari Taeyong walau gagal dilakukan karena tangannya tidak memiliki tenaga tersisa.
"Mulai hari ini Jaehyun hanya mempunyai Yunho sebagai kakaknya."
Entah racauan apalagi yang coba dikatakan Myungsoo, kali ini dia mengatakannya cukup jelas untuk melanjutkan "Karena nanti, setelah aku benar-benar menutup mata, Sehun adalah kakak yang akan menggantikan posisiku, Sehun berjanji untuk menjagamu sampai Jaehyun benar-benar dewasa dan siap untuk menikahimu."
"andwae! Apa yang hyung bicarakan—hkss…Hanya kau kakakku, hyung!"
"aku tahu….mianhae."
Dan kini sama seperti Luhan, Taeyong tak lagi menuntut banyak hal dari kakaknya, dia tidak sanggup lagi melihat Myungsoo menderita lebih lama hanya untuk mengatakan "Baiklah, mulai hari ini Sehun hyung adalah kakakku juga, kau bisa tenang karena tidak perlu menjagaku hyung, hanya—hanya beristirahatlah jika kau lelah."
"gomawo Taeyonga."
Ucapan kerelaan Taeyong memicu isak tangis yang lebih banyak lagi untuk Luhan, hal itu membuat Sehun menyandarkan kepala Luhan di pelukannya dengan tangan masih bertautan dengan tangan Myungsoo , getaran tangannya semakin terasa dan itu membuat Myungsoo sekuat tenaga menggerakan tubuhnya sekali lagi untuk memanggil sahabatnya.
"Sehunna."
Sedari tadi hal yang dilakukan Sehun hanya mendongakan kepalanya menahan tangis, namun terpaksa menoleh saat Myungsoo memanggilnya dengan wajah berkeringat dan jelas sekali dia sedang menahan sakit yang luar biasa "hmh?"
"Jangan biarkan orang lain merebut hati Luhan lagi, kau harus segera menikahinya, tebus kesalahanku dulu dengan membahagiakannya, aku merestui."
Myungsoo sudah tidak bisa menatap fokus pada siapapun, suaranya semakin perlahan nyaris tidak terdengar, genggamannya di kedua tangan Luhan dan Taeyong juga terasa lemas tak bertenaga sampai akhirnya dia bergumam kali terakhir untuk mengatakan
"Aku masih ingin berbicara banyak hal, tapi aku lelah." lirihnya tersenyum, sekuat tenaga dia melihat satu persatu keluarga dan teman-teman yang ada di ruangannya saat ini sampai matanya tak kuasa lagi untuk terbuka, samar, semua tampak gelap, Myungsoo juga tidak bisa mendengar suara selain tangisan hinga matanya terpejam menyisakan kali terakhir senyum dengan lesungnya terlihat "Aku pergi."
Seolah berpamitan, mata Myungsoo kali ini benar-benar terpejam, nafasnya sudah tidak teratur dan satu hembusan kasar nafasnya Luhan bisa melihat tubuh mantan kekasihnya kejang diiringi suara
Piiiiiiiiip~
Dari monitor yang kini bergaris lurus menandakan tak ada lagi tanda kehidupan organ vital milik Myungsoo, Taeyong berteriak histeris
"HYUUUNG!"
"Myungsoo."
Sehun yang mendekati sahabatnya, mengguncangkan tubuh Myungsoo namun tidak ada jawaban, wajahnya begitu panik karena suara monitor disamping Myungsoo sungguh mengganggu dengan tanda lurus terlihat.
"HYUUNG! / MYUNGSOO!"
Sehun terus mengguncang tubuh sahabatnya, namun saat tak kunjung mendapat respon seperti menampar wajah mereka untuk menerima kenyataan bahwa hari ini, tepat di hari kelahiran Hansoo adalah hari yang sama dimana Myungsoo memilih untuk menghembuskan nafas terakhirnya, menyudahi rasa sakitnya.
"L-…."
Hari dimana pada akhirnya mereka bisa melihat Myungsoo melepas beban sakitnya dan hanya beristirahat dengan wajah yang begitu tenang, Luhan tidak bisa mengatakan apapun, air matanya membanjiri tapi hatinya terlalu sakit untuk bersuara.
Dia bisa mendengar suara pilu Sehun dan Taeyong bersahutan memanggil nama Myungsoo, lalu disampingnya Kyungsoo menangis tersedu dipelukan Kai sementara dirinya…..dirinya hanya bisa menatap wajah tampan yang dulu selalu tertawa untuk membuatnya tenang, yang selalu mengatakan semua baik-baik saja, walau kenyataannya tidak.
Luhan sedang merekam sebanyak mungkin senyum khas Myungsoo dengan lesung di pipinya, dia tidak ingin melupakan apapun tentang mantan kekasihnya, memperhatikan tanpa mau melepas jemari tangan Myungsoo yang sudah terasa dingin di genggamannya, enggan untuk berkedip diiringi air mata duka, haru namun penuh cinta mengantar kepergian Myungsoo untuk mengatakan.
"Selamat jalan, kekasihku."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dan tidak terasa, empat tahun telah berlalu
.
.
Namun rasa bersalahnya masih begitu sulit untuk dilupakan
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"OH HANSOO SAENGIL CHUKAEEE!"
Yang berteriak adalah paman dari dua keponakan yang masing-masing kini berusia 12 tahun dan 4 tahun, Haowen, keponakan pertamanya terlihat malas melihat tingkah pamannya yang terlihat sangat bahagia daripada sepupunya yang berulang tahun hari ini, Hansoo.
"HANSOO-yaaa….Samchoon banyak membawa hadiah, cepat kemari, buka hadiahnya."
Yang dipanggil sejujurnya senang karena rumahnya dipenuhi balon dan hadiah, tapi jangan salahkan dirinya yang tidak terlalu bersemangat karena sang ibu melakukan black list pada cemilan kesukannya, ice cream.
Jadilah anak bayi yang sudah bertumbuh semakin besar dan tampan seperti ayahnya itu hanya menggelengkan kepala melayangkan protes tidak ingin hadiah sebelum bisa memakan ice cream.
"Ice cream, Samchoon, ice cream!"
Jaehyun yang sudah bersusah payah membawa bungkusan besar berisi sepeda roda tiga dibuat bingung karena keponakannya seperti marah akan sesuatu, lalu matanya mencari tahu pada keponakannya yang lebih besar untuk bertanya "Haowenna, adikmu kenapa?"
"Ice cream, Lulu melarang Ice cream hari ini."
"Kenapa dilarang?"
"Hansoo flu."
"oh….."
Diam-diam Jaehyun, paman yang men-cap dirinya sebagai paman yang mencintai keponakan dan loyal terhadap anak-anak dari kedua kakaknya tersenyum memperlihatkan lesung pipi, seperti tanda bahwa dia memiliki ide untuk kekesalan si keponakan bungsu.
"Hansoo-ya, kemari."
Anak balita yang kini tumbuh besar dan memiliki mata ibunya serta bentuk wajah ayahnya itu datang menghampiri sang paman "Kau mau ice cream?" dia menawarkan, dibalas senyum bahagia keponakannya dan jika Hansoo sudah tersenyum seperti saat ini akan terlihat dua lesung pipi seperti milik Jaehyun namun lebih dalam.
Jaehyun mengatakan ini perpaduan genetik miliknya dan mendiang calon kakak iparnya, Myungsoo, ya, mau bagaimanapun nama yang diberikan untuknya adalah perpaduan dua nama dari lelaki cantik dan tampan seperti Luhan dan Myungsoo.
Jadi tidak heran jika Hansoo benar-benar tumbuh seperti harapan Sehun, menjadi anak yang baik hati seperti pamannya dan menjadi penyayang seperti ibunya, walau terkadang dia menuruni sifat keras dan tak mau dibantah seperti ayahnya, Hansoo adalah anak yang mudah dirayu dan terkadang Luhan cemas karena sifat anaknya benar-benar patuh dan terlalu percaya pada pamannya yang jahil, Jaehyun dalam hal ini.
"Setelah tiup lilin kita akan pergi ke kedai ice cream sambil melihat salju, bagaimana?"
"BENALKAH?"
"sstt…." Jaehyun menutup pelan bibir keponakannya lalu berbisik "Nanti mama dengar, sebaiknya kita tidak berisik." Katanya memberitahu Hansoo dibalas anggukan semangat dari keponakannya "Haowen hyung ikut?"
"Tidak, aku tidak mau Lulu berteriak, itu sangat berisik."
Mendengarkan ucapan sepupu yang selalu bertindak sebagai kakaknya, Hansoo sedikit ragu lalu melihat lagi pada Jaehyun "Kalau mama belteliak bagaimana paman?"
"Tenang saja, hanya berteriak sebentar, paman melindungimu."
"Jangan percaya paman, dia selalu melarikan diri jika kita dimarahi mama."
Hansoo memicingkan mata lalu membenarkan ucapan Haowen hyungnya "Hyung benal, paman selalu melalikan diri."
"eyy…Oh Haowen, itu terlalu kejam." Katanya mencubit gemas hidung Haowen dibalas tatapan tak suka dari keponakan pertamanya yang begitu kaku persis seperti kedua kakaknya "Paman memang selalu melarikan diri dan terus mengatakan itu salah kami, kan?"
"ha..ha..ha.."
Kenyataannya memang suara teriakan Luhan dan Jaejoong sangat mengerikan, keduanya cenderung akan mengadu pada suami mereka lalu dimalam hari tak hanya Yunho dan Sehun, tapi ayah beserta ibunya ikut memarahi dan menyalahkan bahwa memberi jajanan tidak sehat pada anak dan cucu mereka adalah sebuah kesalahan.
"rrhhhh…"
Setiap mengingatnya Jaehyun selalu kesal, dia hanya terlalu menyanyangi Haowen dan Hansoo tapi kedua kakaknya memiliki istri dan pasangan super protektif hingga selalu sulit untuknya memiliki quality time bersama Haowen dan Hansoo.
Pasangan disini adalah Sehun-Luhan, ya karena memang, hingga empat tahun berlalu keduanya belum memutuskan untuk menikah walau seribu bujuk rayu sudah dicoba oleh seluruh anggota keluarga, termasuk Hansoo, putra mereka yang ingin melihat pernikahan kedua orang tuanya.
"Jadi Hansoo mau atau tidak ice cream?"
"Mau."
"Kalau begitu patuh pada paman, hanya tiup lilin dengan cepat dan kita akan pergi ke kedai ice cream terdekat, deal?" katanya menawarkan pinky promise disambut kelingking kecil Hansoo dan kini mereka terikat janji "deal!"
"HANSOO TEMAN-TEMANMU SUDAH DATANG NAK!"
Kedua paman dan keponakan itu menjauh karena refleks suara Luhan yang memenuhi ruangan, keduanya tampak salah tingkah sementara satu orang saksi yang melihat perjanjian mereka, Haowen, hanya menatap malas dan berharap bisa tidur nyenyak malam ini.
"IYA MAA…."
Hansoo berteriak membalas, langkah kecilnya berlari menghampiri ruang utama tempat pesta diadakan untuk menemukan si kembar Park Baekhee-Park Baekyeol yang masih berusia satu tahun ada di gendongan Baekie dan Taeyong sementara paman Kai sedang menggendong Taeoh teman yang terpaut satu tahun dari usianya baru terbangun setelah tidur di sepanjang perjalanan.
"TAEOYAAA!"
Taeoh yang mendengar suara Hansoo seketika membuka mata lalu berteriak "HYUUUNG!" balasnya dan kini minta diturunkan, semua yang ada di ruangan ini tertawa karena sepertinya Hansoo dan Taeoh selalu benar-benar bahagia jika bertemu.
"Nah, ayo grup lesung pipi, berkumpul semua kita ambil foto!"
Grup lesung pipi yang dimaksud Jaehyun adalah dirinya, Hansoo dan Taeoh, entah mengapa masing-masing dari putra Sehun-Luhan dan Kyungsoo-Kai memiliki lesung pipi serupa yang begitu dalam dan terlihat, keduanya juga sangat akrab hingga membuat kedua hati orang tua mereka, terutama Sehun dan Kyungsoo seperti bisa melihat bayangan mendiang Myungsoo di senyum dan tatapan anak-anak mereka.
"LITTLE SEHUN-LITTLE MYUNGSOO! AYO BERKUMPUL!"
"Astaga sayang, kau benar-benar mengatakannya."
Taeyong memekik tak percaya sementara Sehun yang sedang mengambil Baekyeol di pelukan Taeyong bertanya "Apa maksudnya?"
"Jaehyun mengambil kesimpulan jika Hansoo dan Taeoh menggambarkan Sehun hyung dan mendiang kakakku."
"Lalu siapa yang menjadi Sehun?" Chanyeol bertanya dibalas singkat oleh istrinya "Tentu saja Hansoo."
"Dan kenapa anakku harus menyerupai mendiang Myungsoo? Kenapa tidak mirip denganku?"
Kini suara Kai terdengar tidak terima, terlebih saat Taeoh setuju dirinya dipanggil little Myungsoo dan bukannya little Jongin "Ya karena kau dan Sehun kecil tidak seharmonis Hansoo dan Taeoh seperti sekarang sayang."
"oh ayolah sayang! Bahkan kau juga setuju jika anak kita dikatakan mirip dengan mendiang Myungsoo?"
"Siapa yang tidak setuju jika anak mereka tumbuh menjadi anak yang pengertian, lembut dan tampan seperti mendiang kakakku, ya kan hyung?"
Taeyong mengerling Kyungsoo dan Luhan disambut anggukan antusias dari keduanya "ya tentu saja." hingga membuat Kai benar-benar dongkol mengutuk lesung manis di pipi Taeoh yang entah berasal darimana.
Baiklah, jika itu Hansoo adalah wajar karena kakek dan pamannya memiliki lesung di pipi mereka, sekalipun Jaehyun mengatakan itu seperti gambaran Myungsoo yang terpenting adalah Hansoo memang memiliki bakat genetik lesung pipi sejak dalam kandungan.
Tapi bagaimana dengan Taeoh? Tidak satupun darinya dan Jaejoong hyung memiliki lesung, begitupula Kyungsoo tapi anaknya berakhir memiliki lesung pipi yang begitu dalam persis seperti milik Jaehyun dan parahnya terkadang Taeoh sangat mirip dengan Hansoo dan mendiang Myungsoo.
"ish! Kenapa kau sangat tampan nak?"
Kai menggerutu marah sementara disana, Jaehyun, Taeoh dan Hansoo sibuk mengambil foto sampai akhirnya Chanyeol ikut bergabung dan mengatakan "Paman juga masuk dalam grup ini, sepertinya Baekhee juga akan bergabung." Katanya membawa si bungsu dari si kembar untuk membuatnya tertawa dan benar saja, Baekhee memiliki lesung di pipi kanan seperti Chanyeol, tidak terlalu jelas memang tapi karena terlihat Jaehyun pun meresmikan
"Selamat datang di grup, Baekheeya…"
Semua tertawa melihat bagaimana kelima orang disana mengambil selca atas kelebihan masing-masing di wajah, ada yang melihat gemas, Sehun, Luhan dan Kyungsoo, ada juga yang melihat iri, Baekhyun dan Kai, meninggalkan Taeyong yang tersenyum kecil seraya bersyukur karena setelah empat tahun berlalu, keluarga besar ini tidak pernah sekalipun melupakan mendiang kakaknya, tidak sekalipun.
"HANSOO…"
Kemudian ditengah keramaian terdengar suara teriakan khas yang sangat disukai Hansoo hingga membuat balita empat tahun itu refleks berlari karena tahu siapa yang datang.
"PAMAN YIFAAAAN!"
Yap, paman kesayangannya selain Yunho dan Jaehyun akhirnya tiba, terkadang Sehun begitu cemburu melihat interaksi putranya dan kakak dari kekasihnya itu begitu dekat, bahkan ketika dia sudah memberikan semua yang dilarang Luhan, Yifan tetap nomor satu untuk putranya.
"Sheng ri kuai le, anak tampan."
"xiexie da jiu…"
Dan bukanlah hal yang mengejutkan jika setiap kali bertemu dengan Yifan, Hansoo akan berbicara mandarin dengan fasih, hal yang jarang sekali diajarkan Sehun dan Luhan ternyata diam-diam selalu diajarkan Yifan hingga akhirnya putra pertama Sehun dan Luhan itu fasih dalam dua bahasa, Korea dan Mandarin.
"Hansoo menunggu paman?"
"YA!"
"Atau hadiah dari paman?"
Anak empat tahun itu tersenyum malu lalu memeluk pamannya, tak lupa dia berbisik "Hadiah dari paman." Dan itu membuat Yifan gemas lalu berakhir menggendong satu tangan keponakannya untuk berbisik "Panggil kakek Kwangsoo." Katanya memberitahu dan si anak balita segera berteriak "KAKEK KWANGSOO!"
Lalu masuklah Kwangsoo beserta hadiah yang diinginkan Hansoo, sebuah kucing persia russian blue bermata biru yang sudah ditaksir Hansoo hampir tiga bulan lamanya "BLUEEYAAAA…"
"Apa itu?"
Sehun bertanya, merangkul pinggang Luhan dibalas kekehan Luhan memberitahu "Sepertinya Vivi akan memiliki teman bertengkar mulai hari ini."
"wae?"
"Lihat putramu, dia meminta hadiah seekor kucing dari kakakku."
"oh tidak…."
Sehun menatap horor lalu tak lama Yifan mengeluarkan kucing bermata biru itu dan memberikannya pada Hansoo "Dia jantan, jadi siapa namanya?"
"Blue."
"Oke Blue? Karena matanya biru?"
"YA! YA! AKU SUKA MATANYA SEPERTI MATA MAMA!"
Yifan mengerutkan kening, lalu melihat adiknya sebelum kembali bertanya pada keponakannya "Tapi warna mata mama cokelat."
"aniya….Warnanya biru."
Yifan mengerutkan lagi keningnya, menoleh lagi pada adik dan adik iparnya untuk menyadari kedua orang tua Hansoo itu sedang bergerak salah tingkah "Kapan kau melihat warna mata mama berwarna biru?"
"Malam hari paman, saat itu mama menduduki paha papa diatas tempat tidur, mama memakai kostum kucing, dan papa menepuk-nepuk bokong serta pinggang mama."
"astaga….."
Wajah Luhan semerah tomat mendengar penuturan polos putranya, dia kemudian bersembunyi di pelukan Sehun sementara sang ayah sedang mendapat tatapan mematikan dari Yifan yang mulai menahan diri untuk tidak memukulnya.
"Kapan kau melihatnya sayang?" tanyanya memastikan, lalu dengan polos Hansoo menjawab "Hampil setiap malam mama belganti kostum, tapi paling sering memakai kostum kucing lengkap dengan ekor dan mata bilunya."
"hahahaha…."
Sehun tertawa canggung sementara Luhan benar-benar tidak menyangka jika putra polos mereka sudah ternodai dengan kostum kucing sialan yang biasa dia gunakan di setiap kali mereka bercinta, hal itu membuat kepala Sehun sakit terlebih saat Yifan mulai beralih dari putranya mendekati dirinya dan Luhan.
"Serius Lu?"
"apa?"
Luhan enggan melihat kakaknya sementara Sehun merasa tidak enak hati karena ulahnya Luhan harus ditegur langsung oleh sang kakak, oh ayolah, mereka bukan remaja delapan belas tahun lagi, mereka sudah memiliki seorang anak berusia empat tahun yang sangat menggemaskan, jadi jangan batasi mereka untuk mencari suatu cara sebagai kepuasaan saat mereka bercinta.
"Ge…"
Sehun mulai mengambil alih percakapan namun sayang Yifan sedang tidak berbaik hati untuk memberi peringatan "Mulai malam ini pisahkan kamar Hansoo dengan kamar kalian, dengar?"
"Tapi perjanjian pisah kamar adalah saat usia Hansoo lima tahun."
"Ya, dan tahun depan anak kalian sudah mengenal gaya bercinta milik kedua orang tuanya."
"eyy…Ge, itu terlalu kasar."
"Dan sebaiknya kalian juga segera pisah kamar."
"Ge!"
Luhan menggerutu kesal dibalas tatapan tak kalah Yifan yang melihat tingkah adiknya sama sekali tidak berubah jika itu menyangkut dipisahkan dengan Sehun "Menikahlah, jika tetap ingin tidur dalam satu kamar, lagipula mau berapa lama lagi kalian menjadi orang tua Hansoo tanpa ikatan, hah?"
"ish! Dia membicarakannya lagi!"
"Gege serius Lu! Jika kalian terus mengelak gege akan membawa Hansoo ke Beijing."
"mwo? Bagaimana bisa gege membawa anakku?"
"Tentu saja bisa! Apa yang tidak bisa gege lakukan,hmh?"
"Lelaki licik."
""Apa kau bilang?"
Buru-buru Luhan melepas tangan Sehun yang melingkar di pinggangnya untuk mendekati sang kakak seraya menggodanya dengan candaan mutlak yang tidak akan bisa dibantah oleh kakaknya sekalipun.
"Aku memang tidak menikah, tapi Sehun sangat mencintaiku, aku memang tidak menikah, tapi aku memiliki anak tampan seperti ayahnya, jadi Ge….."
"Luhan jangan-…."
Baik Sehun maupun paman Kwangsoo memperingatkan namun diabaikan si lelaki cantik yang semakin tak sabar menyerang kesombongan kakaknya dengan mengatakan "Jika salah satu diantara kita harus menikah maka gege adalah orangnya."
"Kenapa aku?"
"Karena jika gege tidak Segera menikah, gege akan menjadi perjaka tua seperti paman Kwangsoo, haha…."
Setelah mem-bully kakaknya dengan kalimat verbal menyakitkan, Luhan melenggang pergi layaknya Miss Korea, hal itu membuat masing-masing dari Sehun dan Kwangsoo memekik takut untuk berdiri di samping kanan-kiri Yifan dan menenangkan si big boss, yang baru dilecehkan adiknya sendiri.
"Tenang Ge…" Sehun menepuk takut pundak Yifan sementara Kwangsoo sedikit menjaga jarak kalau-kalau Yifan akan bertingkah gila dengan mengejar adik kandungnya "Adikmu tidak berubah, dia masih sangat kekanakan." Katanya menenangkan walau nyatanya kini tangan Yifan terkepal erat, matanya memangsa dimana Luhan berada untuk bertanya sekali lagi, memastikan.
"apa-…..Apa baru saja Luhan mengatakan aku perjaka tua?"
"Tidak / Ya!"
Jawaban tidak kompak Sehun dan Kwangsoo hanya membuat Yifan semakin marah lalu tanpa sadar menggeram marah "anak itu-….Dia benar-benar" dan seketika berteriak "—LUHAN KEMARI KAU!"
.
.
.
.
.
.
.
"Hansoo buat harapan sebelum tiup lilin."
Mengikuti instruksi dari paman pihak ayahnya, anak empat tahun itu seketika memejamkan mata, dia terlihat serius meminta beberapa hal sementara seluruh keluarga besar serta teman dekatnya berkumpul memperhatikan dan bertanya-tanya apa yang diinginkannya.
"Selesai!"
Hansoo bersorak senang diikuti tepuk tak sabar dari Taeoh serta si kembar Baekhee dan Baekyeol yang semangat melihat lilin, semua pun bersiap mendekat ke arah kue ulang tahun lalu meniup bersama dan tepuk sorai terdengar dari para orang dewasa, Jaehyun yang paling bersemangat.
"Yey…..Apa keinginan Hansoo? Katakan pada paman?"
"hmh?"
Seolah memberi tanda dengan matanya Jaehyun membuat gerakan mulut ice cream pada sang keponakan lalu bertanya lagi "Apa yang Hansoo inginkan."
"ah…" Hansoo terlihat bingung pada awalnya, namun segera mengatakan keinginannya setelah diingatkan sang paman "Aku berdoa pada Tuhan agar Mama dan Papa segela melangsungkan pelnikahan."
"mwo?"
Luhan terkejut sementara Sehun mengerang "oh ayolah, Jaehyun kau mengajarinya lagi kan?"
"Aku tidak-….ya kan Hansoo? Samchoon tidak mengajari apapun kan?"
"Papa tidak pernah mengajarimu berbohong sayang,"
Buru-buru Sehun menatap tegas putra kecilnya dibalas tundukan dari si kecil yang resah setiap kali ayahnya marah, jadilah Hansoo mengangguk lalu mengatakan "Samchoon yang mengajari Hansoo."
"Haha…!"
Sehun tertawa mengerikan lalu hendak memukul kepala Jaehyun sebelum adiknya berlari ke belakang Taeyong, bersembunyi disana "Kemari kau!" dan benar saja, setidaknya sudah empat tahun sejak kematian Myungsoo, Sehun selalu memperlakukan Taeyong lebih dari siapapun termasuk anaknya dan Luhan, jadi ketika dia ingin memukul Jaehyun dan adiknya bersembunyi di belakag Taeyong, maka hanya geraman terdengar sementara yang lain terkikik geli melihatnya.
"haha, Sini pukul aku kalo berani."
"Oh Jaehyun-…."
Taeyong pun ikut menghalangi gerakan Sehun memukul kekasihnya untuk memberitahu "Aku juga terlibat dalam pembuatan keinginan Hansoo, hyung."
"huh?"
"Ya mau bagaimana lagi? Mama tidak merestui kami menikah jika kau dan Luhan hyung tidak kunjung menikah."
"Itu benar sayang, kau menghambat pernikahan adikmu sendiri."
Sehun menatap frustasi pada Taeyong, lalu ibunya dan kini semua menatap seolah memaksanya menikahi Luhan, hal yang sangat dia inginkan tapi belum berani dikatakan karena rasa bersalahnya pada mendiang Myungsoo hingga saat ini.
"oh ayolah Ma…." Katanya putus asa lalu tiba-tiba Jaehyun memeluk kekasihnya dari belakang seraya mengusap perut rata Taeyong, entah apa maksudnya tapi sepertinya sesuatu berada didalam sana dan benar saja, Jaehyun sangat menyebalkan saat memberi pengumuman "Semakin kau menunda untuk menikah, semakin aku tidak bisa menikahi Taeyong dan anak kami akan berakhir seperti Hansoo, apa kau tega membiarkan anakku lahir dengan orang tua tanpa ikatan pernikahan?"
"apa….Apa yang sedang kau bicarakan?"
"Taeyong hamil." Singkat memang, tapi jawaban Jaehyun sukses membuat Sehun tercengang untuk bertanya sekali lagi "Taeyong apa-….?" Dia menatap Taeyong, lalu Jaehyun dan tak lama Luhan merangkul lengannya seraya berbisik "Kau tidak bisa disini, ayo pergi, ini serangan untukmu."
"huh?"
"Tapi Taeyong apa-…katakan padaku."
"Hansoo ambil mantel papa dan mantelmu nak, kita pergi sebentar."
"iya ma…."
Buru-buru si kecil mengambil dua mantel yang sukses menutupi kepalanya karena terlalu besar, memberikannya pada sang mama lalu dengan cekatan Luhan mengambil dua mantel di lengannya untuk menarik Sehun sementara Hansoo mengikuti di belakang "Kami pergi dulu."
"Hyung! Kita harus selesaikan pembicaraan ini!"
"Jangan sekarang, kau hanya membuat kakakmu terkejut."
"ish! Hanya dia yang belum tahu, biar saja."
"Apa yang tidak aku tahu?" Sehun bertanya pada Luhan dibalas senyum Luhan seadanya untuk megatakan "Nanti kuberitahu."
"Tidak, aku mau sekarang, kenapa harus nanti?—Jaehyun apa yang tidak aku ketahui?"
"YANG TIDAK KAU KETAHUI ADALAH TAEYONG HAMIL ANAKKU—JADI CEPAT MENIKAH KARENA AKU AKAN MENDESAKMU MENIKAHI LUHAN HYUNG DENGAN SEGALA CARA, KAU TIDAK TULI KAN HYUNG? KAU DENGAR AKU KAN?!"
"Jaehyun mulutmu benar-benar menyebalkan!"
"Apa dia bilang Lu? Taeyong hamil?"
"Jangan dengarkan adikmu-…"
"YA! TAEYONG HAMIL, SEMUA SUDAH MENGETAHUINYA KECUALI HYUNG!"
"OH JAEHYUN BERHENTI!"
Kali ini Luhan yang mendesis kesal, dia kemudian memaksa Sehun pergi sementara ayah dari putranya tertawa gemas antara ingin memukul Jaehyun atau bahagia karena adik kandung mendiang sahabatnya juga akan segera memiliki kebahagiaannya sendiri.
"benarkah?—haha, Taeyong kecil kami hamil? Anak si bodoh itu? haha—miris sekali nasibmu L!"
.
.
.
.
.
.
"Jadi benar?"
"Ya, kandungan Taeyong sudah memasuki minggu kedelapan."
"haha…."
"Kau baik-baik saja?"
Saat ini mereka sudah berada di area pemakaman tempat dimana Myungsoo beristirahat, sudah menjadi tradisi mereka selama empat tahun setiap kali selesai merayakan ulang tahun Hansoo mereka akan berkunjung ke pemakaman Myungsoo karena memang itu yang diinginkan sahabat mereka, tidak dilupakan bahkan setelah kepergiannya.
"Ma, dingin-…."
Hari ini salju turun, wajar jika putranya kedinginan karena memang cuaca sedang pada suhu terendahnya, jadilah Luhan sedikit tergesa mengambil Hansoo di gendongan Sehun, dia berjongkok agar tinggi mereka sejajar lalu memakaikan topi mantel yang menggantung serta sarung tangan yang belum dipasang karena mereka terburu-buru "Sebentar sayang, sekarang sapa paman Myungsoo lebih dulu, mama ingin bicara dengan papa."
"ndeeee….."
Lalu langkah sepatu boots Hansoo terlihat diantara tumpukan salju yang mulai memenuhi area pemakaman, Luhan gemas melihat cara jalan Hansoo seperti bebek karena popok yang sepertinya sudah penuh tanda putranya banyak buang air karena memang cuaca sangat dingin
"Aku rasa kita tidak bisa berlama-lama disini, Hansoo kedinginan."
"….."
"Sehun—astaga, apa kau masih kesal?"
"tsk….Bajingan itu berjanji tidak akan menyentuh Taeyong apalagi membuatnya hamil sebelum pernikahan, dasar sialan! Apa yang harus aku katakan pada Myungsoo." Katanya menggerutu disambut tawa renyah Luhan yang kini menautkan jemari mereka, rasanya seketika hangat terlebih saat mereka melihat bagaimana Hansoo kesulitan membawa sebuket bunga yang lebih besar darinya.
"Katakan selamat padanya."
"huh?"
"Mau bagaimanapun Myungsoo akan menjadi paman sesungguhnya dari anak Taeyong, jadi wajar kan kau mengucapkan selamat?"
"ah, kau benar, tapi tetap saja-….aku malu padanya."
"wae? Myungsoo mengenal keluargamu lebih baik dirimu sendiri, lagi pula jika diingat kembali, Jaejoong hyung, aku, lalu kini Taeyong, kami bertiga dibuat hamil oleh Oh bersaudara sebelum pernikahan, bukankah itu seperti tradisi?"
Terkekeh, Sehun menjawab "Terdengar bajingan untukku."
"Tapi kami bertiga menyukainya, lagipula kalian adalah ayah yang baik untuk anak-anak kami, jadi tidak ada bajingan yang bisa membuatku memiliki anak sepintar dan setampan Hansoo, kan?"
Kalimat Luhan sukses membesarkan hati Sehun, jadi wajar jika senyum itu terlihat berbangga hati untuk mengucapkan "ya, terimakasih sudah menghiburku."
"ish! Itu bukan penghiburan, itu kenyataan!"
"Papa-…kemari!"
Kedua orang dewasa yang tengah asyik bertukar cerita di depan pemakaman Myungsoo pun teralihkan saat putra mereka berteriak, kemudian Sehun dan Luhan perlahan mendekati putra mereka untuk bertanya "Ada apa nak?"
Hansoo tersenyum jahil, lalu sengaja pindah ke sisi batu nisan untuk mengeja "Kim-Myungsoo." Seolah memamerkan kalau dia sudah bisa membaca "astaga! Kau bisa membacanya nak?"
"hehe…tidak, kemarin Yongie yang mengajarkan, Hansoo masih ingat."
Tetap saja Sehun dan Luhan tersenyum bangga, karena lambat laun dan pasti, putra mereka menjadi lebih dekat dengan mendiang paman yang tak pernah ditemuinya, jadi Sehun mengusak bangga surai putranya lalu beralih menatap batu nisan bertuliskan nama sahabatnya disana "Hey bajingan, kami datang." Katanya menyapa dengan cara khas, hingga membuat Hansoo takut-takut menarik mantel ibunya dan Luhan berjongkok persis disampingnya "Ada apa?"
"Papa bicala kasal!"
"hehe…tidak sayang, itu cara papa dan paman biasa berinteraksi."
"Benalkah? Apa meleka musuh sewaktu paman masih hidup?"
"aniya…." Luhan terdiam sejenak, diam-diam dia mencuri pandang pada Sehun yang sedang berbicara banyak hal, lalu beralih pada batu nisan bertuliskan nama mantan kekasihnya untuk memberitahu Hansoo bahwa Myungsoo dan ayahnya adalah "Mereka sahabat sejati."
"whoa….Hansoo juga ingin sahabat sejati."
Luhan hanya tertawa menanggapi komentar si kecil, ditariknya Hansoo ke pangkuannya lalu menciumi gemas wajah putranya "Mama sahabat Hansoo, papa juga, Samchoon juga, semua sayang anak kecil mama."
"hahaa….mama geli….mama…"
Kedua anak dan ibu itu masih saling mencium satu sama lain, memberi kesempatan Sehun untuk melepas rindu pada sahabatnya sampai satu kalimat "Aku ingin menikahi Luhan." sukses membuat Luhan terdiam sementara putra mereka masih tertawa karena terlalu bahagia jika bermain bersama ibunya.
"Aku tidak memiliki keberanian langsung untuk mengatakan padanya, jadi bisakah kau merestui kami?"
"Sehun…"
Yang dilakukan Sehun hanya menoleh sekilas, menangkap raut tegang di wajah Luhan hingga membuat bibir peach nya kini nyaris berwarna putih karena memucat, dia tahu ini adalah pengakuan yang tidak pernah dibayangkan Luhan sebelumnya, maka dari itu hanya sekilas senyum yang bisa ditunjukkan sebelum tangannya yang gemetar menggenggam jemari tangan Luhan yang terasa sangat dingin.
"Menikahlah denganku."
Bahkan saat butiran salju turun semakin lebat diiringi suara angin yang tak kalah membuat cuaca semakin dingin, Luhan bisa merasakan hangat dari sebaris kalimat tulus yang diucapkan Sehun, rasanya seperti mimpi tapi kemudian senyum lirih Sehun hanya membuat hatinya sakit menyadari satu hal.
"Tidak perlu memaksakan diri, jika karena keluarga besar kita mendesak, aku akan menunggu sampai rasa bersalahmu berkurang sepenuhnya."
"Rasa bersalahku tidak pernah berkurang sedikit pun."
Luhan tertunduk, namun jemari Sehun menautkan semakin erat untuk berbisik "Tapi jauh sebelum keluarga besar kita mendesak, aku memang akan melamarmu di hari ulang tahun Hansoo, hari ini."
"huh?"
Luhan seolah tak percaya, lalu Sehun beralih pada putra mereka untuk mengatakan "Hansoo, keluarkan barang yang kita beli minggu lalu."
Tak mengerti, Hansoo bertanya "Dimana pa?"
"Di mantelmu sayang."
"ah-…."
Barulah si kecil mengerti, buru-buru dia merogoh mantel hangatnya untuk mengambil kotak kecil berwarna hitam dan menyerahkannya pada sang papa "Ini pa…."
Sehun mengerling lagi pada putranya lalu mengingatkan "Lakukan dengan cara yang papa ajarkan."
Hansoo terlihat bingung lagi, sepertinya anak balita yang baru saja merayakan ulang tahun keempatnya itu sedang mengulang memori dimana ayahnya mengajarkan sesuatu sampai dia memekik "aha-…! Hansoo ingat."
Dia kembali tergesa, bangun dari pangkuan nyaman sang mama untuk berdiri di belakang ayahnya, entah apa yang sedang dilakukan Hansoo tapi balita kecil Sehun dan Luhan itu kini berlutut dengan tumit kanan menyangga kaki kiri sementara tangan kecilnya membuka kotak hitam tanpa kesulitan "Ma…." Luhan mendengarkan sang mama, lalu putranya menyodorkan kotak hitam kecil berisi cincin yang diinginkan Luhan beberapa waktu lalu saat mereka menemani Jaehyun membeli cincin untuk Taeyong.
"Maukah mama menikah dengan Hansoo?"
"nak…"
Suara Sehun memperingatkan dari belakangnya dibalas cengiran polos Hansoo yang kini menggaruk malu kepalanya "hehe….Maksudnya, maukah mama menikah dengan papa? Pasti mau kan? Mama harus mau!"
Sehun sedikit terkejut dengan dua kalimat terakhir yang ditambahkan putranya, sementara Luhan hanya terdiam entah terkejut entah menahan tawa sampai suara Hansoo kembali memaksa "Kalau mama menikah dengan papa, nanti Jae samchoon akan membelikan pablik mainan robotuntuk Hansoo."
Dan diluar dugaan, bukan merasa tersinggung Luhan justru tertawa gemas meladeni tingkah putranya, dia mengusap asal surai Hansoo untuk menggoda satu-satunya putra yang dimilikinya saat ini "Apa hanya ada ice cream dan mainan robot di kepalamu, nak?"
"eoh…Jadi mama harus menikah dengan papa, menikah."
Hansoo terus memaksa sementara Sehun mulai terlihat cemas untuk berbisik pada putranya "Jangan memaksa mama, nak." Pintanya namun tetap melihat pada Luhan untuk mengulang "Menikahlah denganku."
Kini sama dengan anak mereka, Sehun terdengar memaksa dan Luhan nyaris tertawa jika tidak melihat warna bibir Sehun dan putranya sudah berubah menjadi putih karena mereka terlalu lama berada di luar.
"maksudku, Maukah kau menikah denganku? Aku tahu jika kau perlu waktu, tapi aku sudah tidak bisa menunggu lagi-…."
"Aku bersedia."
"hmh?"
Buru-buru Luhan mengambil cincin di dalam kotak yang masih digenggam oleh si kecil, memakainya pada jari manis di tangan kanan untuk menunjukkan pada Sehun, pada putra kecilnya bahkan pada Myungsoo bahwa dirinya, tanpa keraguan akan menerima Sehun sebagai pendamping hidupnya.
"Aku bersedia menikah denganmu Oh Sehun."
Sehun terdiam sesaat, memproses jawaban Luhan sampai putranya berteriak "YEY! MENIKAH! YEAAAAYYY!" si kecil melompat bahagia seolah dia mengerti definisi pernikahan kedua orang tuanya, baiklah, reaksi epik Hansoo mengalahkan sang ayah yang masih terdiam tak mempercayai jawaban yang baru saja diberikan ibu dari putranya.
"PA!"
"ya?"
"PAPA AKAN MENIKAH DENGAN MAMA, HANSOO AKAN MEMILIKI FOTO PELNIKAHAN SEPERTI MILIK TAEOH DAN BAEKYEOL DAN BAEKHEE…YEAAY!"
Barulah Sehun dan Luhan menyadari bahwa bukan pabrik mainan yang diinginkan Hansoo, tapi memiliki foto pernikahan ayah dan ibunya, karena memang setiap mereka bermain kerumah Kyungsoo-Jongin-Taeoh atau Chanyeol-Baekhyun-Baekhee dan Baekyeol, akan terpajang foto pernihakan yang sangat besar di masing-masing rumah mereka.
Mereka bisa melihat tawa putra mereka benar-benar bahagia, seolah penderitaanya juga diakhiri, mungkin ada sesuatu yang dipendam putra mereka mengingat dia sudah masuk ke taman bermain anak-anak dan menemui banyak teman dengan keluarga yang utuh.
Jadilah sedikit rasa bersalah tersirat di wajah Sehun maupun Luhan, keduanya bertatapan cukup lama sampai akhirnya Sehun menarik lengan Luhan, menciumnya sekilas sebelum memeluk Hansoo di tengah mereka "Hey nak, sejak kapan kau ingin mama dan papa menikah?"
"Sejak paman Jaehyun bilang papa dan mama tidak memiliki foto pelnikahan."
Kompak, Sehun dan Luhan terkekeh sedikit mencibir "Jaehyun lagi." Sehun bergumam pasrah ditimpali Luhan yang mengatakan "Adikmu benar-benar mencuci otak putra kita."
"Kau benar." katanya tertawa dan tak lama mencium bibir Hansoo untuk mengatakan "Hey nak, masih ingat kalimat yang papa ajarkan saat mama menerima lamaran papa?"
"Pada paman Myungsoo?"
"mmh…"
"Ingat."
"Katakan kalau begitu."
"apa-…."
Luhan bertanya, tapi suaranya tak terdengar karena saat ini suara Hansoo lebih menarik perhatiannya "Paman Myungsoo mendengarnya? Papa dan mama akan menikah, jadi paman akan menyetujuinya, bukan? Kita semua akan melihat mama sangat cantik berjalan menuju altar, Hansoo juga akan berada disana, menggantikan paman."
"nak…"
Luhan sedikit terkejut, namun tangan Sehun memeluk calon istri dan putranya dengan erat untuk meminta izin langsung pada Myungsoo "L, aku benar-benar akan melakukannya, aku akan menikahi Luhan dan kau akan berada bersama kami disana, selalu."
.
.
.
.
.
.
"Apa kau siap?"
"hmh?"
Pertanyaan itu ditanyakan oleh satu-satunya keluarga sedarah yang dimiliki Luhan di dunia ini, saat suara berat kakak kandungnya terdengar, lengannya menawarkan sandaran untuk berjalan ke tempat dimana lelaki pilihannya menunggu, mengikat janji sehidup semati dengannya.
"Sudah waktunya, gege akan mengantarmu."
"Hansoo juga."
Diliriknya sekilas sang kakak yang berdiri di sisi kanan sementara putranya ada di sisi sebelah kiri, keduanya memasang wajah yang begitu bahagia seolah memberi kekuatan pada Luhan yang memiliki rasa "trauma" jika itu menyangkut pernikahan.
"ya, aku siap."
Lalu saat persetujuan diberikan, Luhan yang kini mengenakan kemeja putih panjang selutut dipadu dan blazer hitam senada dengan Sehun melingkarkan tangannya di lengan sang kakak, menarik nafas sebanyaknya sebelum tangan kirinya menggenggam jemari mungil Hansoo yang bersikeras menjadi pengiring di pernikahan kedua orang tuanya.
Perlahan mereka melangkahkan kaki masuk kedalam taman belakang rumah keluarga Oh yang sudah disulap begitu cantik menjadi tempat untuk mengikat janji, ya, walau salju turun tidak membuat mereka kedinginan.
Sebaliknya, semua tamu terutama kedua mempelai merasakan hangat yang menyenangkan mengingat ini adalah perjuangan yang telah mereka lalui untuk sampai di hari ini, di hari pernikahan mereka sendiri.
"PAPA!"
"ssstt…"
Jaehyun yang berdiri disamping ayah sang keponakan memberi gesture untuk diam, begitupula Yunho yang duduk di deretan keluarga hingga membuat si balita terkikik geli dan membuat gesture mengunci bibirnya.
Ya, sepertinya wajar jika Hansoo tidak bisa menahan diri melihat ayahnya sedang berdiri menunggu sang mama di depan altar, balita itu memang usianya saja yang menujukkan angka empat tahun, tapi sungguh, Hansoo benar-benar tumbuh menjadi anak penyabar dan itu bukan bagian sifat dari ayah dan ibunya, oh sungguh, sabar adalah kata yang jauh dari Sehun dan Luhan.
Keduanya keras cenderung memaksakan keinginan, hal itu diakui kedua orang tua Sehun yang membenarkan bahwa daripada kedua saudaranya yang lain, Sehun benar-benar memiliki pribadi yang kaku dan keras, begitupula Yifan, kakak kandung Luhan juga membenarkan bahwa satu-satunya adik yang dimilikinya, yang begitu dijaganya, adalah gambaran dari semua kata manja, keras kepala dan sedikit egois selama dia membesarkan lelaki cantik yang kini sedang mengalungkan tangan di lengannya.
Jadi ketika banyak yang mengatakan Hansoo begitu sabar memiliki kedua orang tua seperti ayah dan ibunya, maka jangan bertanya darimana sifatnya, karena tebakan seluruh keluarga besar Oh dan Wu adalah Myungsoo, lelaki itu tak hanya mewariskan sebagian namanya pada Hansoo tapi juga sifatnya.
"Nak, jangan membuat mama gugup."
Kini Luhan yang memperingatkan putranya, dan setelah menggenggam jemari kecil Hansoo, mengapit tangan kanan pada lengan sang kakak, Luhan memiliki sedikit keberanian untuk menatap Sehun sampai tiba-tiba kakinya berhenti melangkah
"Ada apa Lu?"
Luhan mengabaikan pertanyaan sang kakak, karena saat ini, saat matanya terkunci melihat Sehun, dia seperti melihat Myungsoo berdiri disamping Sehun, tersenyum seolah memberi restu.
"Myungsoo…"
Sontak hal itu membuat Luhan menangis, dia benar-benar bahagia mengetahui Myungsoo datang memberi restu, raganya tak terlihat, tapi senyum lembutnya selalu terkenang dan Luhan, dia bisa tersenyum setelah satu kedipan mata bayang Myungsoo kini hilang bersama angin.
"Lu-.."
"hmh?"
"Apa kita bisa kembali berjalan?"
Luhan tersenyum, semakin mengapit tangan di lengan Yifan seraya mengangguk "hmmh…"
Setelahnya Luhan kembali berjalan, merasa begitu bahagia karena didampingi banyak orang yang menyayanginya, sesekali dia melirik putra kecilnya yang bertugas membawa sebuket bunga dengan satu tangan menggenggam tangannya, anak balitanya kesulitan tapi tetap tersenyum karena instruksi dari neneknya memang, tetap tersenyum.
Anaknya sudah mengerti banyak hal.
Dan banyak hal sudah terjadi, banyak pula air mata di masa lalu, kesedihan mereka, kemarahan mereka, bahkan penghianatan mereka berbalas manis karena kebesaran hati Myungsoo saat itu.
Ah, terlalu banyak yang sudah mereka lalui, terlalu banyak yang harus mereka lewati hingga pada akhirnya, saat sang kakak menyerahkan tangannya pada genggaman Sehun, Luhan bisa mendengar sebuah pesan singkat yang disampaikan Yifan pada Sehun "Jaga dia seperti aku menjaganya selama ini, dengan hidupku."
"Ge…"
Hati Luhan sesak terhimpit rasa haru pada pesan sang kakak, artinya begitu dalam, kalimat menjaga yang menjadi pesan terakhirnya pada Sehun adalah bukti nyata bahwa selama ini kekuatan terbesar Luhan adalah Yifan, alasan dirinya bisa bertahan diatas kedua kakinya saat ini adalah karena sang kakak terus mengajarkan arti kehidupan yang keras, yang akan sulit dilalui.
Berkali-kali dia berpesan agar tidak bergantung padanya, tapi berkali-kali pula setiap kali dirinya hampir tenggelam karena rasa bersalah dan putus asa, tangan Yifan yang menyelamatkannya, menariknya keluar dari ketakutan lalu mendekapnya, membuatnya bergantung padanya bahkan setelah Hansoo lahir ke dunia.
Kini Yifan beralih pada Luhan, mengecup singkat kening adiknya untuk berpesan "Kau seorang istri dan ibu sekarang, bukan adik kecil lagi, jadilah sandaran untuk suami dan anak-anakmu nanti, hmh?"
Tangan Luhan begitu dingin digenggaman Sehun, tapi saat pesan Yifan ditujukan padanya jemari Sehun menggenggamnya erat hingga Luhan memiliki kekuatan untuk mengatakan "Ya, Aku akan menjadi seperti kakakku."
"syukurlah."
Walau wajahnya seringkali terlihat dingin, suaranya begitu lantang dan menakutkan, tapi Yifan hanya seorang kakak yang begitu bahagia melihat satu-satunya adik yang dia miliki akhirnya akan bahagia dengan keluarga kecilnya.
"Hansoo, ikut paman sebentar." Suara Yifan bergetar saat menggendong Hansoo di pelukannya, sepertinya Yifan tak kuasa lagi menahan rasa haru, dia tersenyum sangat bahagia hingga sesaat sebelum meninggalkan altar Luhan bisa melihat air matanya menetes, lalu dihapus cepat oleh putranya "Paman jangan menangis."
Bahkan suara polos Hansoo berhasil membuat Luhan menangis sebelum mengikat janji dengan Sehun, entah, sudah berapa banyak hati yang disakitinya, yang selalu mencemaskannya, Luhan sangat bersyukur karena pada akhirnya semua berbalas bahagia terlebih saat tangan Sehun menariknya, berbisik untuk mengatakan
"Apa yang sudah kita lalui selama bertahun-tahun tidaklah mudah, tapi aku bangga kita berhasil berpegangan satu sama lain, saling menguatkan untuk melewati semua kesulitan itu."
Setelah membisikan kalimat panjang yang akan diingat Luhan seumur hidupnya, Sehun membalikan tubuh mereka untuk berhadapan langsung dengan pendeta, tersenyum saat janji mulai diucapkan sementara Luhan terlalu bahagia untuk mengucapkan kalimat
"Aku bersedia."
Tepat setelah Sehun mengatakan janjinya, kini bibirnya dikecup lembut oleh bibir Sehun, dia juga bisa mendengar tepuk sorai keluarga dan kerabat terdengar tanda bahwa mereka begitu bahagia karena yang menghadiri pernikahan mereka hari ini hanya keluarga dan teman terdekat yang menjadi saksi betapa sulit dan berliku jalan yang harus dilalui Luhan dan Sehun untuk sampai pada hari ini,
hari dimana mereka mengikat janji pada Tuhan untuk saling mencintai, menjaga dalam sehat maupun sakit, sulit maupun senang, hingga mau memisahkan mereka kelak.
"Aku mencintaimu."
Sehun mengatakannya lagi disela ciuman hangat mereka Luhan tersenyum mengingat kalimat menyentuh yang diucapkan Sehun sesaat sebelum mereka mengikat janji pada akhirnya.
"Aku percaya kita akan baik-baik saja pada akhirnya, dan aku tahu kau juga memiliki kepercayaan itu, Luhan."
Luhan kini membalas kecupan lembut Sehun di bibirnya, tidak ada gairah, hanya air mata seolah dirinya sedang berterimakasih karena Sehun mempercayainya, tetap disampingnya walau rasa bersalah akan selamanya mereka rasakan.
Karena tidak peduli seberapa banyak air mata di masa lalu, kesulitan yang datang, rasa bersalah yang kita rasakan, itu hanya bagian dari Takdir Tuhan yang harus kita lewati.
Dan ya, kami sudah melewati banyak hak bersama, terlalu banyak, hingga kami memutuskan untuk melewati lebih banyak kesulitan lagi di masa depan, bersama, dalam sebuah ikatan, dan aku menyebutnya…Pernikahan
"HYUNG BERHENTILAH MENCIUM! AYO FOTO KELUARGA!"
Terpaksa Sehun melepas kecupannya di bibir Luhan, menatap tak percaya pada Jaehyun yang mengganggunya bahkan saat mereka mengikat janji namun dibalas tawa renyah seluruh keluarga
"Sepertinya pengantin kita tidak sabar untuk dikunci didalam kamar, Oh Hansoo."
Si kecil yang sedang memakan gulali diam-diam terkejut untuk menjawab panggilan Baekhyun saat memanggilnya "y-Ya Baekie?"
"APA HANSOO INGIN PUNYA ADIK?"
"huh? Adik?"
"YA! SEPERTINYA MAMA DAN PAPA AKAN MEMBUAT ADIK YANG BANYAK UNTUKMU!"
"Membuatnya dimana?"
"oh ayolah! PARK BAEKHYUN!"
Buru-buru Luhan meninggalkan Sehun di altar, dia kini membekap bibir Baekhyun diikuti cibiran Jaehyun yang memicu kemarahan sang pengantin baru "cih! Aku tidak bisa membayangkan berapa anak yang kalian buat, apa kalian tahu, kalian berdua sangat menyebalkan jika sedang membuat anak!"
"OH JAEHYUN / OH JAEHYUN!"
Bukan hanya Luhan, ternyata teriakan sembarang Jaehyun berhasil memicu amarah wanita paruh baya yang akan segera menjadi nenek dari ketiga cucunya, mereka kini memukuli kepala si bungsu sementara Sehun terkekeh tak menyangka pesta pernikahannya akan berakhir keributan tentang membuat anak dan memberikan Hansoo seorang adik.
Ya, Dia memang berencana memiliki setidaknya lima anak dengan Luhan, jadi wajar jika dia tidak marah, karena sepenuhnya ucapan Baekhyun maupun Jaehyun adalah benar dan dia kini menikmati pestanya, bersiap untuk memulai malam pertamanya sebagai suami istri dengan Luhan.
Sehun mengambil wine yang tersedia, melakukan cheers dengan teman-temannya sementara matanya terus memperhatikan Luhan yang sedang membuat ribut dengan siapapun yang mencoba mencuci otak putra mereka.
"Memang berapa rencana anak yang kau miliki dengan Luhan? Kau tahu, mereka sangat ribut disana."
"haha, biarkan saja."
Sehun beralih menuju kursi yang tidak terlalu banyak dipenuhi tamu tapi tetap bisa memperhatikan Luhan, kini dia menumpukan kaki kanan diatas kaki kirinya, menyesap wine lalu menatap langit, seolah berbicara.
Kini kita berdua tahu siapa pemenang sesungguhnya atas Luhan, L….
Sehun menyesap lagi wine nya, menikmati waktunya sendiri untuk tersenyum mengatakan
Aku dan Luhan sudah melewatinya bersama, berdua dan kini Hansoo datang sebagai penebus dosa kami padamu, L.
Lalu air matanya menetes melalui hidung dan bibirnya, Sehun menikmati waktu sendiri sesekali mengingat rasa bersalah yang tak kunjung henti dirasakan, sudah empat tahun berlalu dan ini masih begitu perih setiap kali mengingat wajah Myungsoo kali terakhir berbicara dengan mereka.
Dan kau tahu bajingan, aku dan Luhan kesulitan setiap kali menatap mata dan melihat Hansoo tersenyum, itu hanya mengingatkan kami padamu, sialan!
"PAPA!"
Buru-buru Sehun meletakkan gelas wine miliknya, merentangkan tangan, menyambut buah hatinya yang terlihat sangat tampan mengenakan tuxedo dan jas kecil yang fit di tubuhnya untuk mendekapnya erat, memeluknya penuh kasih lalu menciuminya tanda tak ada penyesalan apapun karena buah hatinya benar-benar tumbuh dipenuhi cinta dan kasih dari keluarga serta kerabat terdekat mereka.
"Ada apa nak?"
"Hansoo ingin tanya pada papa." Katanya bermain di tuxedo Sehun yang serupa dengannya, lalu menatap mata ayahnya untuk bertanya polos "Bagaimana cara membuat adik bayi?"
Hening….
Dia tahu pertanyaan seperti ini akan diajukan setiap anak pada orang tuanya, tapi dia tidak tahu jika Hansoo akan menanyakannya terlalu cepat, membuat mata Sehun sedikit membulat lalu tertawa menggigiti hidung dan bibir putranya.
"hahaha….astaga nak, jangan terlalu banyak bermain dengan Jae samchoon, hahaha…"
"waeyo…."
"Nanti biar mama yang jelaskan."
"Memang papa tidak bisa menjelaskan?"
"Tidak bisa, papa hanya bisa membuat adikmu."
"huh?"
Dan saat mata Hansoo membulat tak mengerti, Sehun mengambil kesempatan untuk menciumi wajah putranya, terdengar suara tak suka karena wajahnya diciumi sang ayah tapi sepertinya Sehun tidak menyerah sambil tertawa
"araseo….araseo…" kini dia memangku sang buah hati seraya menempelkan dagunya di kepala putranya, sesekali mereka berbincang lalu diam-diam Sehun menatap pada langit seraya mendekap erat putra kecilnya untuk berbicara lagi pada Myungsoo
Kau lihat? Anak kita bertiga sudah sebesar ini di pangkuanku
Sehun mengecup sayang surai Hansoo lalu bergumam dalam hati
Terimakasih L, untuk semua perjuanganmu, untuk restu yang kau berikan
"Pa."
"hmh?"
"Suatu saat nanti Hansoo ingin bertemu dengan paman Myungsoo."
"mwo?"
Sedikit melirik ayahnya, Hansoo tersenyum begitu lugu dengan mengatakan "Aku ingin sekali bertemu dengan paman Myungsoo."
"kenapa-…Kenapa mendadak kau membicarkan paman Myungsoo nak?"
"ah…" buru-buru si kecil merogoh saku kemejanya untuk menunjukkan selembar foto pada Sehun "Karena ini."
tes!
Tatkala foto yang menunjukkan dirinya dan Myungsoo sedang tertawa bersama mengenakan seragam sekolah mereka, air mata Sehun menetes jatuh begitu saja, itu air mata rindu melihat senyum khas Myungsoo didalam fotonya tersebut.
Bahkan Sehun tidak tahu kapan foto itu diambil, yang jelas sebelum kedatangan Luhan karena mereka masih memakai seragam penerimaan siswa baru, hal kecil namun begitu dirindukan Sehun yang diam-diam tak berkedip menatap seorang Kim Myungsoo didalam foto tersebut.
"Darimana kau mendapatkan foto ini nak?"
"Dariku."
Sehun menoleh mendengar suara lelaki yang kini resmi menjadi istrinya, untuk membiarkan Luhan duduk dipangkuan kanan kakinya sementara Hansoo masih ada di pangkuan kaki kirinya, hal itu membuat Sehun semakin gugup untuk bertanya
"Kenapa kau memberikannya pada Hansoo?"
Singkat, namun tegas, Luhan mencium bibir suaminya untuk mengatakan "Karena anak kita harus tahu betapa berharga Myungsoo untuk kita berdua, aku akan menceritakan semua padanya, perlahan, hingga dia mengerti."
Menangis dalam senyum bahagia yang tak bisa dijelaskan Sehun menjawab "Aku rasa kau berhasil, Hansoo mulai mengagumi paman yang tidak akan pernah dilihat dalam hidupnya."
"Myungsoo tidak akan pernah dilihat Hansoo, tapi cerita tentangnya, aku tidak akan bosan menceritakan siapa mantan kekasihku pada anakku."
"ya, jangan terlalu membuatnya terdengar seperti pahlawan, aku cemburu."
"bodoh, sebanyak apapun pahlawan yang dikagumi Hansoo, ayahnya tetap akan menjadi yang paling dikagumi." Katanya menenangkan Sehun, mencium suami dan putranya bergantian sementara Sehun mengangguk, membenarkan "Kau benar, aku adalah pahlawan pertama anakku."
Setelahnya mereka bertiga benar-benar berbagi rasa bahagia di satu kursi yang kini menampung satu keluarga kecil, tangis haru, tawa bahagia dan rengekan terdengar bersahutan sementara Sehun tak henti bergumam di dalam hatinya.
Ketahuilah L, dirimu, aku dan Luhan, kita akan bertiga akan selalu menjadi cerita yang tidak pernah aku sesali terjadi di hidupku.
Terimakasih sudah menjadi temanku.
Dan terimakasih sudah menyerahkan lelaki cantik ini kepadaku, aku mencintainya, dan aku menyayangimu, selamanya kau yang terbaik sahabatku, Kim Myungsoo.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
FINALLY, END!
.
.
.
.
.
,
.
Yuhuuuu…..satu rampung lagi….kkk~ berasa bisul pecah, lega bat utang berkurang kkkk~
.
.
Kenapa gue nargetin ini beberapa minggu kemudian? Karena sesuai dugaan ini bakalan jadi akhir yang panjang dan bener aja, gue gak tau kenapa kalo sekrang selalu tembus 10k terus setiap updet, makanya rada ngaret.
.
.
Nanti deh, kalo punya cerita baru gue mau stabilin di 3-5k words lagi biar nyaman bacanya dan gue gak ngaret2 amat.
.
Optional sih, lebih suka panjang apa pendek, tapi diusahakan pas dan pokoknya terimakasihhhh sudah setia setiap saat sama Hunhan dan FF-ff yang ada di akun ini
.
.
Lets end this,
.
Sekali lagi, terimakasih
.
Selamat membaca
.
Daaaan
.
.
Seeyouuuuuuu :*