Hello My Love

.

.

oOo

.

.

Hello, again!

Meanie Couple

.

.

oOo

Happy Reading

Hingar bingar musik mengalun dengan keras pada sebuah klub malam tempat berkumpul para pemuda yang sekedar mencari hiburan saat malam hari.

Choi Seungcheol, pemuda berusia 24 tahun itu rileks menggoyangkan tubuhnya mengikuti musik yang diputar oleh DJ. Dengan tangan kiri memegang gelas minumannya, ia menari dan mendekati beberapa gadis di lantai dansa.

"Benar dugaanku! Kau disini rupanya!" Teriak seorang gadis mendekati telinga Seungcheol yang sedang asyik menari dan langsung terkejut dengan kedatangan seseorang yang ia kenal.

Adalah Yoon Jeonghan, gadis cantik berusia 24 tahun. Ia adalah kekasih dari Choi Seungcheol, ia pergi mencari keberadaan sang kekasih karena ia tidak dapat menghubunginya sejak sore.

"Ah, Hanie kau datang?" Ucap Seungcheol dengan terkekeh geli pengaruh dari alkohol yang ia minum.

"Astaga! Ckckck. Ayo pulang!"

"Mau kemana? Ttunggu ini belum habis."

Jeonghan mengambil gelas yang dipegang oleh Seungcheol dan langsung menghabiskannya.

"Hanie, kenapa kamu habiskan. Tidak baik untuk kandunganmu." Ucap Seongcheol dengan masih terkekeh geli.

"Dasar pemabuk! Aku sedang tidak hamil bodoh! Ayo pulang!" Jeonghan menarik paksa tangan Seungcheol keluar klub malam setelah meletakkan gelas kosong dengan kasar.

Tanpa mereka sadari ada 3 pemuda lainnya tertawa senang melihat adegan layaknya sebuah drama. Mereka pemuda dengan paras tampan dan ditunjang dengan tubuh yang proporsional.

Adalah Wen Junhui, pemuda berusia 23 tahun. Dia berasal dari China.

Pemuda lainnya adalah Kim Mingyu dan Lee Seokmin, kedua pemuda tampan itu berusia 22 tahun.

Mereka duduk bertiga dan pandangannya sibuk melihat suasana ramai dimana banyak pemuda lainnya meliukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik yang keras.

"Apa kau tidak mau coba gadis disana?" Ucap Mingyu pada Seokmin. Seokmin mengikuti arah pandang yang ditunjukkan oleh Mingyu.

"Ah, aku tidak suka. Make up dia terlalu tebal."

Mingyu dan Seokmin terkekeh geli dan mulai minum lagi.

"Hei, ayo pulang. Besok aku ada kelas pagi." Ajak Jun pada kedua temannya. Mingyu dan Seokmin setuju dan langsung menghabiskan sisa minuman sebelum mereka keluar dari klub.

"Yak, kamu yang menyetir. Aku terlalu banyak minum." Mingyu memberikan kunci mobilnya pada Seokmin.

"Dasar pemabuk!"

"Kamu juga!" Balas Mingyu dan mereka bertiga tertawa lepas. Ketiganya menuju mobil Mingyu dengan Seokmin dibelakang kemudi, Mingyu duduk di sebelah Seokmin dan Jun di bangku belakang.

Hari telah larut, jalanan telah sepi. Seokmin yang terpengaruh alkohol tak sengaja menabrak mobil di depannya.

'Brak!'

Ketiga pemuda itu langsung terdiam.

'Plak!' Mingyu menggeplak kepala Seokmin karena berbuat masalah, bukan karena kerusakan mobil tapi kalau ketahuan ia menyetir dalam keadaan mabuk bisa panjang urusannya di kantor polisi.

"Tetap tenang, oke." Saran Seokmin dan ia langsung merubah ekspresi wajahnya agar tetap terlihat tenang.

'Tok tok tok' seseorang mengetuk jendela, Seokmin langsung menurunkan kaca dan tampak seorang gadis cantik terlihat kesal. Seokmin hanya terdiam menatap sang gadis.

Gadis itu menyuruh Seokmin keluar dari mobil. Seokmin yang masih terbius dengan kecantikan gadis itu terus terdiam namun tetap menurut untuk keluar dari mobil.

"Yak! Bisa menyetir tidak?"

"Bisa."

"Apa kamu mabuk?"

"Iya. Eh tidak!"

"Ckck." Gadis itu menggeleng dan mendekati Seokmin untuk menghirup aroma alkohol. Seokmin mendadak grogi dan sedikit menghindar.

"Yak! Jangan salah sangka! Aku bukan mau menciummu!"

"Jisoo eonnie! Kenapa lama sekali? Sepertinya mobilnya tidak kenapa-kenapa." Seorang gadis lainnya keluar dari dalam mobil dan berteriak.

"Oh! Minghao!" Jun ikut keluar dari dalam mobil setelah melihat seseorang yang ia kenal.

Adalah Hong Jisoo, gadis cantik berusia 24 tahun pemilik mobil yang di tabrak oleh Seokmin. Sementara Xu Minghao, gadis tomboy berusia 22 tahun adalah teman dari Jisoo.

"Jun gege! Oh! Mingyu-ya!" Pekik Minghao gemas.

"Kamu mengenalnya?"

"Aku kenal mereka, Mingyu dan Seokmin teman angkatanku eonnie."

"Ck, adik kelas ternyata! Besok temui aku pukul 10 di ruang BEM. Urusan kita belum selesai!" Jisoo langsung masuk ke dalam mobilnya lagi, diikuti Minghao dan mobil Jisoo langsung bergerak perlahan dan menjauh meninggalkan Seokmin yang masih diam mematung.

"Yak! Mau sampai kapan kamu disitu? Ayo kita pulang!" Teriak Mingyu dari dalam. Seokmin langsung menurut dan kembali melanjutkan perjalanan.


oOo


Keesokannya...

"Hei, bagaimana? Apa yang ia katakan?" Mingyu dan Jun penasaran setelah melihat Seokmin berjalan gontai begitu keluar dari ruang BEM.

"Yak! Kamu masih mabuk?" Mingyu semakin penasaran karena wajah Seokmin terlihat kosong.

Seokmin menarik senyumnya dan tertawa sendiri. Satu persatu ia memandang temannya dengan masih terus tersenyum. Mingyu dan Jun melihat tingkah Seokmin yang aneh hanya bisa terdiam menunggu si pemuda berhidung mancung itu menjawab.

"Kamu masih mabuk hah?" Mingyu semakin tidak sabar.

"Dia cantik sekali seperti bidadari. Matanya, hidungnya, bibirnya, wajahnya. Semua sempurna!" Ucap Seokmin tersipu malu dan langsung pergi meninggalkan Mingyu dan Jun.

"Sepertinya dia mabuk." Ucap Jun.

"Mabuk asmara." Jawab Mingyu dan mereka langsung mengejar Seokmin untuk bertanya lebih lanjut.

...

...

"Apa?!" Mingyu dan Jun kompak melongo setelah mendengar penjelasan dari Seokmin.

"Benar... aku disuruh ganti rugi." Jawab Seokmin dengan pandangan menerawang dan masih terus tersenyum.

"Dengan caramu menjadi tenaga sukarela?"

"Hemhem..." Seokmin mengangguk mengiyakan dan senyuman tak lepas dari paras tampannya.

"Tidak dibayar?"

"Hemhem..."

"Siap membantu korban bencana? Dan tidak pulang ke rumah berhari-hari?"

"Hemhem..."

"Gila!"

"Aku gila karenanya. Jisoo noona sangat cantik!" Seokmin menutup wajahnya yang bersemu merah karena malu saat mengucap nama gadis impiannya.

Mingyu dan Jun hanya menarik nafas dan menggelengkan kepalanya.


oOo


Mingyu melangkah lemas setelah jam kuliahnya berakhir, hari masih sore dan ia masih malas untuk langsung pulang. Biasanya ia akan kumpul dengan teman-temannya namun Seokmin sudah harus menjalani hukuman dengan menjadi tenaga bantuan untuk kegiatan BEM kampusnya.

Sementara Jun, masih ada kelas. Jadilah Mingyu sendirian saat ini. Pandangannya tertuju pada Seungcheol yang berjalan dengan Jeonghan. Seungcheol tampak sedang memanjakan Jeonghan, Mingyu tersenyum geli karena ia tahu penyebab Jeonghan marah.

"Semuanya berpasangan, lalu aku..." Mingyu melihat sosok gadis yang ia kenal melintas. Sangat kenal.

"Belum pulang?" Mingyu berbasa basi mendekati sang gadis yang tampak sibuk mencari sesuatu dalam lokernya.

"Hmm, aku masih ada tugas di lab."

"Pulang malam lagi?"

"Bukan urusanmu."

Mingyu tersenyum sinis mendengar jawaban dingin sang gadis.

"Hei, nikmati masa mudamu. Carilah seorang pria yang bisa mengantarmu pulang. Aku perhatikan kamu selalu pulang malam."

"Kamu selalu menungguku pulang?"

"Hah? Kenapa percaya diri sekali kamu! Pintu pagar rumah kamu kalau dibuka sangat berisik hingga terdengar sampai kamarku."

"Oh. Aku akan memperbaikinya."

"Memangnya bisa?"

"Kamu hidup di jaman apa Kim? Saat ini kalau butuh sesuatu tinggal telepon maka ada orang datang yang bekerja untukmu."

"Cih benar-benar percaya diri sekali kau."

"Aku pergi dulu."

"Ya ya lakukan sesukamu Jeon. Ingat! Cari pria yang bisa mengantar jemput kamu!"

Jeon Wonwoo sang gadis berusia 23 tahun itu hanya terdiam dan terus berjalan meninggalkan Mingyu. Mingyu sendirian lagi, keadaan kampus sore ini sudah sepi.


oOo


'Greeekk...' suara pintu pagar terdengar nyaring menandakan si penghuni rumah telah pulang disaat malam hari.

Mingyu melirik ke arah jendela kamarnya.

"Satu... dua... tiga... empat... lima... enam... tujuh... delapan... sembilan... sepuluh... lampu menyala..." Mingyu terkekeh geli karena tebakannya benar. Lampu kamar di seberang kamarnya benar menyala karena sang penghuni kamar sudah kembali.

Benar, Wonwoo adalah sang pemilik kamar yang tinggal di sebelah rumah Mingyu. Mereka bertetangga. Mingyu selalu hafal jarak langkah kaki Wonwoo sejak masuk ke dalam rumah menuju kamar. Dalam hitungan ke-sepuluh pasti Wonwoo sudah sampai kamarnya yang letaknya di lantai 2.

Letak yang sama persis dengan kamar Mingyu. Jendela kamar keduanya saling berhadapan.


oOo


Mingyu benar-benar merasa bosan, setelah Seokmin yang disibukkan kegiatan BEM karena Seokmin melancarkan pendekatan pada Jisoo dan Jun sibuk dengan jadwal kuliahnya.

Mingyu lebih sering pulang tepat waktu setelah jam kuliahnya selesai. Sesekali ia datang ke klub malam seorang diri namun ia merasa tidak nyaman karena tidak ada teman. Membosankan.

Pemuda tinggi itu berjalan santai setelah dari mini market dekat rumahnya. Pandangannya tertuju pada mobil yang di parkir dekat rumahnya.

"Aku pulang dulu ya."

"Hmm hati-hati di jalan. Bye.." ucap Wonwoo pada seorang pemuda berwajah blasteran. Mingyu hanya melirik saat mobil yang di kendarai pemuda bule itu melintas.

"Hohoho... kekasih baru ya?" Ledek Mingyu.

"Kenapa?"

"Tidak apa. Standarmu tinggi juga, sudah tidak suka rasa lokal ya?"

"Bukankah kamu yang selalu menyuruh agar aku mencari pria yang bisa mengantar jemput?" Ucap Wonwoo sinis dan langsung masuk ke dalam rumahnya.

"Aish!" Mingyu menggeram kesal, ia akui memang benar apa yang Wonwoo ucapkan. Mingyu menghentakkan kakinya dan langsung masuk ke dalam rumahnya.

...

...

Keesokannya, Mingyu bertemu dengan Wonwoo saat akan berangkat kuliah. Wonwoo yang terbiasa berjalan kaki sampai jalan besar dan menunggu bus di halte. Sementara Mingyu terbiasa mengendarai mobilnya.

Mingyu hanya melihat Wonwoo berjalan sendirian dan setelahnya ia melewati Wonwoo tanpa menawari tumpangan. Wonwoo hanya melirik dan terus berjalan santai tak peduli dengan mobil Mingyu yang baru lewat.

...

...

"Rok kamu terlalu pendek." Bisik Mingyu pada Wonwoo saat Wonwoo menaruh barang dalam lokernya.

"Bukan urusanmu."

"Yak! Kamu naik angkutan umum!"

"Memangnya kenapa? Aku mau naik bis atau taksi itu terserah aku."

"Hah!" Mingyu membuang nafas dengan kasar mendengar kalimat sanggahan dari Wonwoo.

"Yak! Lipstik kamu terlalu tebal. Wajahmu terlihat aneh!"

"Bukan urusanmu Kim Mingyu." Wonwoo melirik dengan tajam dan langsung pergi.

"Oooh aku tahu, kamu sengaja berpenampilan seperti ini karena pemuda bule itu kan?" Mingyu sengaja berjalan mendekati Wonwoo.

"Ssshhhh... maksudmu apa?" Wonwoo semakin melirik dengan tajam dan membuat Mingyu sedikit kaget.

"Kamu terlihat seperti wanita..." Mingyu menatap Wonwoo dengan ekspresi meledek.

"Apa kamu sedang bosan? Kemana teman-teman kamu?" Wonwoo langsung pergi tanpa mendengarkan jawaban dari Mingyu.

Mingyu kesal sendiri.

...

...

Mingyu berjalan menuju fakultas Ekonomi dimana tempat Seungcheol, Seokmin dan Jun berada. Ia merasa bosan karena teman-temannya selalu sibuk, mereka jarang berkumpul lagi. Pandangannya tertuju pada pasangan yang sedang bercanda. Dimana sang gadis terlihat sangat senang saat sang pemuda yang duduk di dekatnya memanjakan dengan menyuapi camilan snack.

Mingyu menatap dengan tidak percaya dengan yang ia lihat. Ia berlari menuju fakultasnya lagi dan mencari seseorang, namun ia tidak menemukannya.

"Ah ya sudahlah..." Mingyu tak peduli lagi, ia langsung pergi tanpa mencari orang itu.


oOo


Keesokannya Mingyu bertemu Wonwoo lagi.

"Naik bis lagi hah?"

"Iya." Jawab Wonwoo singkat.

"Naiklah." Tawar Mingyu, Wonwoo langsung berhenti berjalan dan menatap Mingyu tidak percaya.

"Aku? Naik? Terima kasih."

"Yak! Aku sudah berbaik hati menawarimu tumpangan!"

"Kamu gila ya! Aku pakai rok dan motor kamu ini tinggi dan joknya... Tidak! Terima kasih."

"Cepat naik! Aku ada kelas pagi ini."

"Kamu pergi saja dulu."

"Yak! Jeon Wonwoo! Cepat naik!"

"Kamu yang memaksa!" Wonwoo menghentakkan kakinya dan langsung memijakkan kakinya langsung melangkahi jok motor. Mingyu langsung tancap gas membuat Wonwoo yang belum siap langsung menarik jaket Mingyu dan berakhir menubrukkan tubuhnya pada punggung Mingyu.

"Yak! Pelan-pelan bodoh!" Wonwoo mengomel namun Mingyu tak menggubrisnya.

Disaat Mingyu melajukan motornya dengan kencang, tiba-tiba hujan turun dengan deras membasahi tubuh keduanya. Kesialan masih berlanjut dimana motor yang Mingyu kendarai kecepatannya menurun dan mendadak mati di tengah derasnya hujan.

"Turun." Perintah Mingyu.

"Kenapa?"

"Mogok."

"Aish! Kenapa bisa mogok?" Wonwoo menurut langsung turun dari motor.

"Lama tidak servis." Mingyu menepikan motornya sementara Wonwoo mencari tempat berteduh. Rambut dan pakaiannya sudah lepek. Mingyu menyusul berteduh, berdiri di samping Wonwoo. Keduanya hanya terdiam dan menatap langit yang mendung.

"Biasanya kamu membawa mobil?"

"Bosan."

Wonwoo hanya menarik nafas, andai ia tetap naik bis maka ia tetap bisa datang ke kampus. Namun dengan kondisi sekarang ini sepertinya ia akan membolos. Angin yang berhembus membuat ia kedinginan. Ia mencari tempat yang menurutnya hangat.

Sebuah gudang tua yang tidak terpakai menjadi tempat ia berteduh bersama Mingyu. Wonwoo mencari tempat yang sekiranya cukup bersih untuk ia duduk.

Mingyu hanya terdiam, dalam hatinya ia merasa bersalah pada Wonwoo. Ia duduk tak jauh dari Wonwoo.

Wonwoo duduk meringkuk, memeluk kedua kakinya. Hujan semakin deras, Mingyu dan Wonwoo terjebak tidak bisa keluar untuk sementara waktu.

Tidak ada yang berbicara, hanya suara hujan yang terdengar. Mingyu merasa bosan, ia melirik ke arah Wonwoo karena sedari tadi Wonwoo terus terdiam.

"Astaga! Kamu kedinginan?" Mingyu panik langsung mendekati Wonwoo dimana kulit Wonwoo yang putih pucat semakin pucat. Wonwoo terlihat menggigil. Bagaimana tidak kedinginan, Wonwoo saat itu memakai kemeja dan rok mini, dan semuanya basah. Kemeja yang Wonwoo kenakan berbahan katun tipis.

Telapak tangan besar Mingyu menggenggam erat tangan Wonwoo, maksud hati ingin memberi kehangatan namun Wonwoo yang kaget langsung menepisnya.

"Mau apa?!"

"Kamu kedinginan."

"Ini semua karena kamu!"

"Iya maaf."

Wonwoo kembali menenggelamkan kepalanya dengan tangannya terus mengusap-usap bagian tubuh lainnya. Rambut halus pada tangan Wonwoo meremang membuat Mingyu semakin dilanda rasa bersalah.

Mingyu melepas jaketnya dan langsung memakaikan pada tubuh kurus Wonwoo. Wonwoo menengadahkan kepala dan mata mereka saling beradu pandang. Mingyu menunduk dan menjauh kembali ke tempat semula.

Mingyu juga ikut merasakan hawa dingin setelah memberikan jaketnya pada Wonwoo. Ia melirik ke arah Wonwoo yang masih terdiam dengan terus menggosokkan kakinya agar terasa hangat. Mingyu menatapnya dengan iba, tubuh Wonwoo yang kurus dan berpakaian mini itu membuat ia ingin memeluknya dan membawanya dalam dekapan.

Mingyu mendekati Wonwoo lagi dan mengambil jaketnya. Wonwoo langsung melirik dengan tatapannya yang tajam, Mingyu hanya terdiam. Ia menjadi serba salah.

"Kamu kedinginan."

"..."

Wonwoo terus menatap Mingyu, ia memang kedinginan. Sangat. Tubuh ia cukup hangat saat Mingyu memberikan jaketnya namun kini Mingyu mengambil jaketnya kembali.

"Kaki kamu... ini untuk menutup kaki kamu agar tidak dingin." Mingyu menutup kaki jenjang Wonwoo yang terekspos. Wonwoo hanya terdiam melihat Mingyu yang menyelimuti kakinya dengan jaket.

Wonwoo merasa nyaman dengan kakinya yang terasa hangat namun tubuhnya kembali merasa dingin.

"Izinkan aku untuk menghangatkan bagian tubuhmu." Ucap Mingyu hati-hati, dan Wonwoo hanya terdiam tanpa berkomentar.

"Aku anggap iya karena kamu tidak menjawabnya." Mingyu menggeser tubuhnya agar mendekat dan menempel kemudian ia memeluk tubuh kurus Wonwoo.

Wonwoo sempat memberontak namun tenaga ia kalah kuat, Mingyu tetap memaksa untuk terus memeluk Wonwoo.

"Tenanglah, jangan banyak bergerak. Aku juga kedinginan..."

Wonwoo masih memberontak dengan memukul dan mencubit namun Mingyu terus memeluknya. Tenaga Wonwoo melemah, Mingyu mengusap lengan Wonwoo dengan lembut.

"Kenapa kau lakukan ini padaku..." ucap Wonwoo dengan sedikit terisak, ia menenggelamkan wajahnya pada dada Mingyu.

"Maafkan aku... aku hanya tidak ingin kamu kedinginan..."

"Kenapa?"

"Karena aku menyayangimu..."

"..."

"Aku minta maaf..."

"Kamu jahat Gyu..." Wonwoo tidak berontak lagi, ia membalas pelukan Mingyu.

"Iya aku minta maaf untuk kejadian yang telah lalu dan hari ini. Aku sungguh menyayangimu, aku tak bisa melupakanmu, Jeon Wonwoo."

"Aku membencimu Gyu..." Wonwoo semakin terisak dalam dekapan hangat Mingyu.

"Aku tahu... sayang..." Mingyu terus mengusap punggung Wonwoo dan mencium kening Wonwoo cukup lama. Wonwoo hanya terdiam dengan semua sikap Mingyu padanya, Wonwoo kembali menangis dalam dekapan Mingyu menyalurkan rasa perihnya yang telah ia pendam cukup lama.

...

Flashback on

5 tahun lalu

"Dari mana kamu?" Wonwoo menatap tajam ke arah Mingyu yang baru pulang, ia sudah menunggu lama di kamar Mingyu. Wonwoo memang terbiasa keluar-masuk ke dalam kamar sahabat kecilnya.

Mingyu melirik ke arah Wonwoo dengan perasaan bersalah dimana Wonwoo terlihat cukup lama menunggu kedatangan dirinya.

"Tadi kumpul dengan anak-anak, mereka minta traktir."

"Aku kan sudah bilang, jangan pergi dan langsung pulang ke rumah! Aku sudah menunggu sejak sore dan tengah malam kamu baru pulang!"

"Yak dengar! Ini sudah malam, dan aku lelah! Aku ingin istirahat! Aku hanya pergi dengan teman-teman merayakan ulang tahunku. Itu saja!"

"Gyu, aku juga ingin merayakan ulang tahun kamu bersama. Aku sudah siapkan semuanya tapi... jadi berantakan... sia-sia aku bolos jam tambahan untuk berdua denganmu tapi malah begini."

Mingyu menarik nafas dan memijat pangkal hidungnya, sementara Wonwoo mulai menangis. Ia menatap kue ulang tahun yang telah Wonwoo siapkan beserta minuman soda dan beberapa foto mereka berdua yang Wonwoo susun sebagai dekorasi. Tak ketinggalan sebuah kado untuk Mingyu sebagai hadiah ulang tahun dari Wonwoo.

"Berhentilah menangis. Aku minta maaf, oke. Lagipula kita setiap tahun juga selalu bersama merayakan ulang tahunku. Apa salahnya kalau aku ingin bersama teman-teman?"

"Kamu pikir ini hal sepele? Demi ini semua, aku rela meninggalkan kelasku! Kalau orang tuaku tahu aku membolos pelajaran, aku pasti kena hukuman! Aku sudah di tingkat akhir Gyu!"

"Lalu kenapa? Aku tidak minta kamu siapkan ini semua! Dengar, walau kita sudah kenal lama tapi aku tidak mau diatur olehmu! Aku berhak mau pergi dengan teman-temanku!"

"Aku kekasih kamu Gyu!"

"Hah! Kita baru pacaran 3 bulan saja tapi sikap kamu begini!"

"Kamu menyesal? Yang menyatakan perasaan duluan siapa? Kamu."

"Iya memang, karena aku merasa nyaman, karena kita sudah bersahabat lama. Tapi ternyata... kamu tipe orang yang suka mengatur!"

"Gyu! Salah aku apa? Hanya minta kamu pulang cepat setelah pulang sekolah karena ingin merayakan ulang tahunmu, tidak lebih."

"Ya, yang sudah aku bilang. Aku pergi dengan teman-teman."

"Kamu bosan merayakan denganku?"

"Dengar, status kita hanya pacaran. Begini saja kamu sudah menuntut lebih, bagaimana menikah?"

"Gyu! Kenapa jadi merembet ke hal yang lain? Apa selama ini aku protes kamu dekat dengan yang lain? Apa kamu tahu perasaanku melihat kamu dengan teman perempuan kamu yang kecentilan saat berada di dekatmu?"

"..."

"Gyu, andai kamu tidak mau merayakan bersamaku setidaknya beri kabar. Aku jadi tidak sia-sia menunggu kamu sampai selarut ini."

"Hah! Sudahlah, aku sudah lelah dan ingin istirahat." Mingyu tidak peduli, ia lebih memilih merebahkan diri sementara Wonwoo masih terisak.

"Malam Gyu, selamat istirahat." Wonwoo mengambil tasnya bersiap keluar kamar.

"Jangan bolos lagi, pertahankan prestasimu. Aku tidak mau disalahkan kalau peringkatmu turun hanya karena masalah malam ini. Tutup rapat pintunya." Ucap Mingyu dengan memunggungi Wonwoo, ia lebih memilih memeluk guling dibanding harus menatap Wonwoo yang masih menangis.

"Ganti bajumu, aku pulang." Wonwoo langsung pergi, pulang ke rumahnya yang berada di samping rumah keluarga Mingyu. Sesampainya di kamar, Wonwoo terus menangis mengingat sikap Mingyu padanya.

...

...

"Kita putus saja..." ucap Mingyu saat jam istirahat. Wonwoo membulatkan matanya menatap Mingyu seolah tak percaya.

"Kena..."

"Aku tidak mau jadi beban kamu, sebentar lagi kamu akan ujian. Maaf kalau aku sempat mengatakan hal bodoh yang meminta kamu jadi kekasihku. Seharusnya kita tetap bersahabat saja, tidak lebih."

Wonwoo menunduk dengan dalam dan menahan air matanya lagi agar tidak jatuh. Cukup kejadian malam itu membuat ia menguras air mata, tepat seminggu yang lalu saat ulang tahun Mingyu.

"Kamu bosan denganku?"

"Hmm, tidak bukan begitu."

"Lalu apa? Teman barumu pasti lebih menyenangkan bukan?" Wonwoo menatap Mingyu dengan terus menahan air matanya agar tidak tumpah.

"Bukan begitu..."

"Baiklah terserah kamu saja, mungkin kamu malu kalau harus jalan denganku."

"..."

Wonwoo mengatur nafasnya dan berusaha senormal mungkin untuk berbicara.

"Aku memang tidak secantik dan semodis teman-teman perempuan kamu. Siapa juga yang mau melirik gadis cupu seperti aku?"

"..."

Wonwoo tertawa perih. "Tidak ada Gyu, hanya kamu... Oke, terserah kamu saja. Bye Gyu..." Wonwoo langsung pergi meninggalkan Mingyu, air matanya jatuh lagi. Dada Mingyu sesak melihat Wonwoo yang kembali menangis karena dirinya.

"Maafkan aku... Jeon Wonwoo..." ucap Mingyu lirih.

Flashback off

...

Hujan masih terus turun dengan deras, Wonwoo dan Mingyu masih terdiam. Mereka duduk bersebelahan.

"Aku tak menyangka kalau kamu kembali dan kita bertemu lagi." Mingyu membuka suara.

"..."

"Kamu tahu? Sejak kamu pindah, banyak yang membicarakan kamu. Mereka mengatakan, Jeon Wonwoo anak kedokteran itu sangat cantik." Mingyu terkekeh geli dan melirik Wonwoo yang hanya terdiam dengan wajahnya yang datar.

"Kenapa kamu melepas kacamatamu? Apa mata kamu sudah tidak rabun?"

"Bukan urusanmu."

"Tentu saja ini jadi urusanku, kenapa sekarang kamu berani pakai rok mini? Dahulu rok sekolah kamu selalu panjang dan seingat aku kamu tidak punya rok lagi, paling beberapa dress yang biasa kamu pakai saat ada acara dan itupun selalu panjang."

"Memangnya kamu siapa?"

"Aku? Calon suami kamu."

"Dasar gila!" Wonwoo tertawa meledek. Mingyu tertawa senang bisa mengajak Wonwoo bercanda.

"Lihat! Kamu tersenyum! Astaga, aku sangat merindukan senyuman manis kamu." Mingyu menangkup wajah Wonwoo dan menatapnya dengan intens.

"Jeon Wonwoo, apa kamu menerima permintaan maafku? Saat itu aku sengaja memutuskanmu bukan karena aku bosan denganmu." Mingyu melepas tangannya dari wajah Wonwoo dan berpindah dengan mengusap lembut rambut Wonwoo.

"Saat itu, aku mendengar obrolan antara ibu kamu dan ibuku. Ibumu mengatakan kalau saat itu kamu sering tidak fokus belajar dan sering bermain ponsel. Aku tahu alasan kamu bermain ponsel adalah karena kita selalu chat setiap waktu. Bodohnya aku mencari cara agar ada kesalahan dan kamu marah padaku."

Wonwoo terdiam saat Mingyu menjelaskan cerita mereka di masa lalu.

"Kamu tahu? Aku sempat pergi ke taman belakang sekolah kita saat SD. Aku ingat kita pernah membuat time capsule. Aku melanggar janji, yang seharusnya kita buka bersama saat umur kita 20. Aku membukanya saat itu, tepat di hari ulang tahunku."

"Ah... itu... kamu membacanya?"

"Iya, aku membaca isi suratmu." Mingyu tersenyum dan menahan air matanya, ia langsung buru-buru menghapusnya.

"Apa kamu masih ingat apa yang kamu tulis?"

Wonwoo hanya menunduk, jujur ia sempat lupa. Sejak Mingyu bersikap jahat, Wonwoo berusaha melupakan semua kenangan saat bersama Mingyu.

"Kamu menulis akan menjadi seorang dokter saat dewasa nanti."

"..."

"Aku sangat tersentuh saat membacanya, aku sudah bisa menebak pasti orang tuamu menentang impianmu. Ayahmu adalah seorang pengusaha, ia pasti menginginkan putrinya meneruskan usaha tapi kenapa kamu memilih untuk menjadi dokter?"

"Karena kamu.." ucap Wonwoo pelan.

"Aku juga sempat berpikir seperti itu, sejak dulu kita selalu bersama. Aku yang tak mungkin cari profesi lain karena harus ikut jejak ayahku yang seorang dokter dan kamu yang ternyata ingin menjadi dokter juga. Maka saat itu aku putuskan agar kamu bisa mandiri. Aku pikir dengan aku bersikap seperti itu padamu akan membuat kamu berpikir ulang, mengurungkan niat dan mulai mengikuti jejak ayahmu. Tapi aku salah..."

"Kamu tetap menepati janji ingin menjadi dokter. Dan aku, semakin bersemangat agar bisa menjadi dokter juga. Saat kamu pindah, aku seperti kehilangan arah. Aku tidak lagi melihat lampu kamarmu yang menyala, aku merindukan saat kita bermain telepon kaleng dimana kita belum memiliki ponsel."

"..."

"Dan pada akhirnya, kamu datang kembali dan kita satu kampus dengan jurusan yang sama." Mingyu melirik dan Wonwoo masih menunduk. Walau dalam keadaan menunduk, Mingyu tahu kalau Wonwoo sedang tersenyum.

Mingyu menyentuh kedua telapak tangan Wonwoo dan mengenggam erat. "Lihat tangan seorang dewi ini, tangan yang akan menolong seseorang dari penyakitnya."

Wonwoo tertawa geli, ia bisa tertawa lepas setelah sekian tahun. Mingyu tersenyum melihatnya.

"Gyu..."

"Hmmm kenapa?"

"Aku lapar."

"Kamu lapar? Sebentar aku cari sesuatu di tas, tapi aku jarang membawa makanan." Mingyu mencari sesuatu yang bisa ia berikan pada Wonwoo. Wonwoo tertawa geli melihatnya.

"Aku bercanda..."

"Eih... kamu mengagetkanku, ada permen mau?" Mingyu membuka bungkusan permen dan menyuapi Wonwoo. Wonwoo tidak menolaknya.

"Gyu, aku mengantuk..."

"Apa kamu begadang?"

Wonwoo mengangguk dengan menggembungkan pipinya. Mingyu tersenyum, sudah lama sekali ia tidak melihat ekspresi imut dari Wonwoo.

"Kalau begitu aku akan memeluk dan menjagamu." Mingyu bergeser duduknya menjadi di belakang Wonwoo. Mingyu melebarkan kakinya agar bisa memeluk tubuh Wonwoo, Wonwoo menyender dengan nyaman dan berselimut jaket Mingyu untuk menutup kedua kakinya.

"Apa kamu sudah merasa hangat?"

"Hmm..."

"Tidurlah, kalau hujan sudah reda nanti aku bangunkan..."

Wonwoo langsung jatuh tertidur dengan nyaman, Mingyu terus menatap wajah tenang Wonwoo dengan terus tersenyum.

Hujan mulai reda, Mingyu membangunkan Wonwoo. Kedua mata Wonwoo saat bangun tidur terlihat sangat lucu di mata Mingyu. Ia terus menertawakan gerak-gerik Wonwoo.

Wonwoo mengangkat tingi kedua tangannya, meregangkan ototnya dan menguap. Mingyu masih terus menatapnya.

"Aku tidak menyangka, payudaramu terlihat besar sekarang. Berapa ukuran yang kamu pakai?"

"Memangnya kenapa?"

"Tidak apa, ah nanti aku juga bisa melihat saat memeriksa pasien."

"Menjijikan, apa itu tujuan utamamu menjadi dokter?"

"Kenapa? Kamu cemburu? Bagaimana kalau kamu jadi pasien pertamaku? Aku butuh bereksperimen dengan seluruh tubuhmu." Ucap Mingyu dengan terkekeh geli namun berbau mesum.

"Dasar gila! Kalau begitu kamu juga harus rela jadi pasien pertamaku."

"Aku? Kenapa? Apa kamu penasaran dengan ukuranku juga? Mau lihat sekarang?"

"Yak!"

"Barangkali kamu bosan hanya melihat gambar, jadi aku rela memperlihatkan aslinya."

"Dasar otak yadong!" Wonwoo lagi-lagi menggembungkan pipinya dan melirik dengan tajam.

Mingyu tak berhenti terus tertawa dan berakhir memeluk Wonwoo dengan erat.

"Aku sangat merindukanmu..."

"Hmm... aku juga Gyu..."

"Kita mulai dari awal?"

Wonwoo terdiam, Mingyu terus menatap Wonwoo menunggu jawaban dari sang gadis. Wonwoo tersenyum dan mengangguk. "Oke..."

Mingyu tersenyum senang langsung memeluk kembali dan mencium kening Wonwoo dengan sayang.

"Bantu aku dorong motor ya."

"Eish... ckck."

"Ayolah, nanti aku traktir udon hmm oke?"

"Baiklah, ayo."

Wonwoo ikut mendorong motor dari belakang dan Mingyu menuntun dari samping.

"Masih jauhkah?" Wonwoo mulai mengeluh karena ia merasa lelah ikut mendorong motor Mingyu yang berat setelah hujan benar-benar berhenti.

"Sudah dekat, itu sebelah sana bengkelnya." Mingyu tak kalah lelah menuntun motornya. Setelah perjalanan yang lumayan membuat kaki pegal akhirnya mereka telah sampai di sebuah bengkel.

"Ya ampun, ini mogok dimana?" Tanya sang pemilik bengkel.

"Disana dekat gudang tua."

"Wah lumayan jauh juga ya, kenapa tidak telepon saja? Kita ada layanan antar-jemput."

Wonwoo membuka mulutnya dan menatap Mingyu yang hanya terdiam. Kalau saja Mingyu mau berusaha cari tahu via internet, mereka tidak akan kesulitan mendorong motor jauh-jauh.

Mingyu hanya tersenyum pada Wonwoo, sementara Wonwoo melirik tajam pada Mingyu. Keduanya berjalan meninggalkan bengkel.

"Jangan bilang kalau kamu sebenarnya sudah tahu, sebelumnya kamu mengecek alamat bengkel itu kan?"

"Aku hanya ingin berdua denganmu agak lama."

"Tapi kan tidak begini juga."

"Tapi romantis..."

"Kaki aku pegal..."

"Nanti aku ke rumah kamu untuk memijat, mau kaki saja atau seluruh tubuh. Aku siap."

"Dasar modus!"

"Biar! Karena aku cinta kamu."

"Untung sayang."

"Tentu saja kamu harus sayang padaku."

"Tapi suka mesum."

"Wajar, aku normal. Mesumnya juga sama kamu saja."

"Aku benci kamu Gyu."

"Tapi aku sangat mencintai kamu."

Keduanya berhenti berdebat setelah sampai di depan kedai udon. Setelah hujan deras dan masih berasa hawa dingin, makan makanan hangat adalah pilihan terbaik.

Mingyu menyuruh Wonwoo mengambil tempat di pojok sisi kanan kedai. Mingyu duduk di sebelah Wonwoo dengan alasan menutup kaki Wonwoo dari pandangan pelanggan lain.

"Besok jangan pakai rok mini lagi."

Wonwoo hanya mengulum senyum merasa geli.

"Eih diberi tahu malah tertawa, kalau masih di pakai nanti aku gunting agar tidak bisa di pakai lagi."

"Tapi sepertinya tangan kamu lebih nyaman menyentuh pahaku kalau aku pakai rok mini."

Mingyu melirik tangan kanannya yang ia taruh diatas paha mulus Wonwoo.

"Aku takut kamu masih kedinginan." Mingyu mengusap paha Wonwoo lagi.

"Berikan saja jaketmu lagi, aku lebih nyaman menggunakan itu."

Mingyu menurut dan langsung menutup paha Wonwoo dengan jaketnya.

"Kamu marah ya?" Wonwoo menempel dan memeluk lengan Mingyu.

"Cium dulu." Mingyu menyodorkan pipinya.

"Ish! Masa disini!"

"Ya sudah nanti ya, janji lho!"

Wonwoo gemas langsung menggigit bahu Mingyu.

"Eih, jangan yang disini. Kalau gemas dengan yang disini, enak." Mingyu menunjuk ke arah celananya, Wonwoo langsung melirik tajam membuat Mingyu tertawa senang bisa meledek sang gadis. Tak lama pesanan mereka datang, keduanya sibuk menikmati semangkuk udon.

"Aku lupa mau mengatakan ini, jangan dekati si bule itu lagi. Kamu tidak ada hubungan apa-apa kan?"

"Bule? Oh... memangnya kenapa?"

"Dia player, aku melihat dia sedang bermesraan dengan seorang gadis."

Wonwoo tertawa geli, beruntung ia sedang berhenti makan.

"Kenapa kamu tertawa?"

"Vernon maksud kamu? Pasti gadis itu Boo Seungkwan, mereka memang sepasang kekasih."

Mingyu hanya terdiam dengan mulutnya masih mengunyah, pandangannya terus tertuju pada Wonwoo.

"Aku tidak ada hubungan apa-apa, saat bertemu malam itu, dia membantuku membawa banyak barang. Aku dan Lee Jihoon temanku menumpang mobilnya. Saat itu ada Kwannie di dalam mobil dan Jihoon juga ada."

Mingyu masih terdiam, ia agak malu telah berburuk sangka. "Syukurlah..."

"Kamu cemburu?"

"Sedikit..."

Wonwoo tersenyum dan mengusap punggung Mingyu dengan lembut. Mingyu membalas dengan tersenyum dan melanjutkan makan. Keduanya menjalin kasih lagi setelah lama berpisah.

.

.

.

TBC / END

Annyeong,

Hello Hello, entah mengapa aku membawa cerita baru disaat cerita yang lama masih on going belum diupdate. Awalnya buat ini ingin ala-ala cinta-cintaan FTV yang ringan dan mudah ditebak, dan mengambil cast selain dari Meanie sesuai judul lagu Hello yang dibawakan Mingyu, Seokmin dan Jun.

Kalau nanti dilanjut bakal ada cerita lainnya, tapi sesuai mood dan alurnya suka-suka aku sendiri hehe...

Ditunggu repiu dari kalian semua 😘😘😘

Saengil Chukkae Kim Mingyu 06 April 2018