Author's Note : Ga berasa cerita ini hiatus dua tahun lamanya. Kalian pasti udah lupa banget ceritanya tentang apa karena saja juga lupa sampai harus membaca ulang lagi. Yang mengharap banyak adegan romance, uwu atau mature content saya minta maaf dulu karena belum ada. Ino masih sibuk mikirin Deidara jadi pacarannya entar saja. nikmati saja jalan ceritanya meski pelan-pelan.

Chapter 10

"Apa kalian sudah siap?" Tanya Kakashi pada anggota pack-nya. "Ingat kita tidak mencari masalah." Sang Alfa berdiri bersedekap menatap lima orang yang akan dia bawa ke dalam pertemuan. Naruto, Kiba, Kurenai dan Azuma. Mereka adalah petarung terbaik dalam kelompoknya. Lebih dari itu mereka cukup bijaksana untuk tidak lepas kendali dan termakan dendam lama hanya karena melihat vampire.

"Kami mengerti, Mereka mengundang kita untuk bernegosiasi." Jawab Azuma.

"Aku rasa mereka tak punya maksud buruk karena berani meminta kita datang saat bulan purnama." Kurenai menengadah melihat bulan penuh berpendar dengan cahaya keperakan. Gelombang yang dipancarkan membuat insting dan kekuatan warewolf meningkat pesat. Kurenai mempercayai pertemuan ini memang karena hal yang mendesak, Apa lagi Naruto dan Kiba sudah melihat sendiri bagaimana Iblis muncul di kota-kota manusia dan mulai mengambil alih.

"Naruto, Kiba. Aku ingin kalian menjaga sikap. Kalian anggota termuda dan sama sekali tak pernah berinteraksi dengan Vampire. Mereka pada dasarnya suka bersikap angkuh. Bila ada yang mencela kalian, tolong menahan diri."

"Aku tidak janji." Balas Kiba pada pemimpin mereka. "Bila mereka memprovokasi aku akan membalas. Aku tidak akan diam saja bila manusia-manusia kelelawar itu meremehkan kita."

"Aku juga, tapi tenang saja. Kami akan mencoba untuk tidak berulah."

"Apa kalian siap?" tanya Kakashi pada anggotanya. Pertemuan dilaksanakan di tempat netral. Mereka harus sampai di sana sebelum tengah malam.

Melihat mereka berempat mengangguk, Kakashi memutar badan dan mulai berlari menembus hutan dengan kecepatan yang sulit dipercaya oleh manusia. Kiba, Naruto, Kurenai, Azuma menyusul sang pemimpin. Langkah mereka diiringi lolongan sekelompok serigala yang ikut berlari di belakang mereka.

.

.

"Kakak, Apa kau pikir mereka akan datang?" Tanya Sasuke pada Itachi.

Angin berembus dingin di padang rumput tanpa nama nan jauh dari keberadaan manusia. Lima makhluk dalam balutan pakaian serba hitam berdiri dengan gagah. Udara dan embun sama sekali tak mengganggu mereka. Wajah-wajah pucat nan elegan, satu lebih indah dari yang lainnya. Vampire mahluk terkutuk, tapi dikaruniai keindahan absolut dan saat ini mereka sedang menanti kemunculan sang musuh bebuyutan.

"Kakashi tak akan mengabaikan pesanku." Sang Lord menatap jauh melewati perbukitan yang mengitari area terbuka yang dia dipilih untuk pertemuan ini. Dia merasakan pergerakan tidak normal di antara pepohonan tinggi.

"Urgh.. Mereka bau seperti anjing." Komentar Anko, Satu-satunya wanita yang menyertai Itachi.

"Hush, Anko. Jangan tunjukan ketidak sukaan mu pada mereka. Saat ini kita semua harus bersatu." Hardik Utakata pada rekannya. Ia menghabiskan beberapa saat di dunia Iblis mengumpulkan Informasi. Dia melihat sendiri kehancuran yang diakibatkan Incubus Deidara dan kroni-kroninya. Ia tak ingin membayangkan dunia mereka sekarang menjadi target kehancuran. "Aku melihat sendiri apa yang terjadi. Kita harus mengambil semua kesempatan yang kita miliki untuk melindungi dunia tempat kita hidup."

"Utakata benar. Saat seperti ini kita harus mengesampingkan dendam dan kebencian satu sama lain." Ucap Sai yang kali ini harus meninggalkan sisi Ino. Succubus itu sendiri akan datang bersama Temari ke pertemuan ini. Pembicaraan Ino dengan Sabaku Gaara meninggalkan rasa sepat di mulutnya. Jika Ino memenangkan perang ini, maka dia harus kembali ke dunianya untuk menjadi ratu. Sebagai Vampire dia tak akan bisa mengikutinya ke sana. Dunia Iblis hanya diperuntukkan untuk iblis. Utakata adalah pengecualian sebab dia adalah Vampire Hybrid. Mengapa ia merasa perasaannya pada Ino sepertinya akan sia-sia? Masa depan tak terbayang kan. Jika saja Ino seorang manusia, gadis biasa. Ia bisa membuat nya menjadi Vampire dan mereka akan bersama selamanya, tapi kenyataannya Ino adalah seorang ratu yang kebetulan ada di dunia manusia karena harus melarikan diri. Sai mengutuk dirinya. Mengapa dia harus jatuh cinta? Padahal ia tak merasakan emosi ratusan tahun lamanya.

Angin kencang menyertai kedatangan kaum Warewolf. Kakashi yang mengenakan jaket biru Navy dan kaus kelabu berjalan dengan santai mendekati Sang Lord. Penampilan kedua kubu sungguh kontras. Itachi bersikap dan berpenampilan bak seorang bangsawan, sementara meski terlihat sangat kasual sang pemimpin Warewolf tak kalah menawan.

"Lama tak jumpa, Kawan." Kakashi menjabat tangan Itachi tanpa rasa permusuhan.

"Dua abad atau lebih. Apa kau masih memikirkan siapa di antara kita yang lebih kuat?"

"Sekarang bukan saatnya. Apa kau menangkap anggotaku yang bernama Genma?"

"Benar, Kami masih mengurungnya. Kau tak punya niat untuk menyerang kami, bukan?"

"Apa yang dilakukan Genma tidak mencerminkan sikap kami. Aku sangat menghargai upayamu menciptakan kestabilan."

"Hal ini yang aku ingin bicarakan padamu. Kestabilan sedang terancam."

"Iblis bukan? Satu menyelinap ke teretoris ku."

"Apa pendapatmu?" Tanya Itachi pada rivalnya.

"Seberapa buruk situasinya?"

"Sangat buruk. Bila kita kalah dunia ini akan kiamat."

Percakapan mereka terhenti lantaran mereka merasakan keberadaan makhluk lainnya. Kakashi, Itachi para warewolf dan vampire lainnya langsung bersiaga. Sosok bersayap seperti burung menukik ke arah mereka. Itachi tahu itu bukan Ino lantaran sayap itu berwarna gading dan berbulu, terlihat seperti gambaran sayap malaikat, tapi aura yang dipancarkan begitu sinis. Azuma dan Kurenai berniat menyerang, tapi Sai berteriak duluan

"Jangan menyerang. Dia bukan musuh." Sai tahu Ino akan datang dengan Temari dan mereka belum memberitahu Itachi dan yang lain.

Temari mendarat tanpa menimbulkan suara. "Heh, ini aliansi yang Ino bicarakan? Kalian semua tampak lemah." Iblis wanita itu memberikan tatapan meremehkan pada mereka semua. Kiba, Naruto dan Anko langsung tersulut. Mereka memasang kuda-kuda bersiap menyerang.

"Apa maumu iblis?" Tanya Naruto garang.

"Menawarkan bantuan, Ino bilang kalian ingin bertempur melawan Deidara. Kebetulan kita memiliki musuh yang sama."

"Kami belum menyetujui apa-apa." Ucap Kakashi.

"Dengar. Kalian makhluk bumi bersatu pun tidak akan memiliki kesempatan menang melawan Iblis. Deidara lebih kuat dari Ino dan memiliki pasukan dengan jumlah luar biasa. Beruntung portal dimensi tak akan sanggup menyeberangkan mereka semua sekaligus ke dunia ini."

"Siapa kau?" Tanya Itachi pada wanita Iblis asing berambut pirang itu.

"Aku Temari. Komandan kedua suku Iblis angin."

"Apa kau mengenal Kankuro?" tanya Utakata, sebab dia tahu Kankuro adalah komando utama suku Iblis angin.

"Jadi kau yang bertemu adikku? Di mana kau melihatnya?"

"Dia menyelamatkan ku di sekitar perkampungan Gargoyle."

"Apa yang dia lakukan di antara makhluk-makhluk batu?"

Utakata mengangkat bahu. "Aku tidak tahu, setelah menyelamatkanku ia dan pengikutnya langsung pergi, sepertinya mereka tengah dikejar."

Temari menggigit bibirnya resah. "Aku tak punya banyak waktu. Kalian dengar aku akan kembali ke dunia iblis dan membawa sebanyak mungkin petarung bersamaku. Sementara itu sembunyikan Ino."

"Siapa Ino?" Tanya Kakashi.

"Biang masalah semua ini." Balas Anko kesal.

Sungguh sebuah kebetulan ketika sedang dibahas Ino muncul di sana. "Kau terbang terlalu cepat." Keluh wanita pirang itu pada sang Iblis angin. Ia mengibaskan poni yang menutupi wajahnya.

"Sai, Mengapa kau tak memberitahuku Ino akan kemari?"

"Maaf Lord, Ini mendadak. Anda tahu Temari berniat bicara dengan anda. Mengetahui Anda akan bertemu dengan para warewolf. Temari berpikir untuk menemui kalian semua."

Itachi menarik nafas. "Maaf, Kakashi. Pertemuan kita akan di tambah orang ketiga dan sebenarnya kita masih punya sekutu lagi."

"Nona Hinata?" Tanya Naruto.

"Kakashi, Sepertinya anggotamu sudah mengenal sang priestess."

"Yep, Nona Hinata lah yang menjelas kan pada kami situasi terkini, keterlibatan iblis dan vampire."

"Apa anda Yakin orang gereja akan membantu kita? Dari dulu kita diburu oleh mereka." Tanya Azuma.

"Aku tidak begitu yakin, tapi Nona Hinata Hyuuga sedang berusaha membuat mereka melihat ancaman ini sebagai hal serius yang akan membahayakan manusia." Lanjut Itachi.

"Bodoh bila mereka tidak bertindak. Manusia adalah titik paling lemah. Mereka dengan mudah dirasuki iblis." Komentar Temari. Dia tak berharap banyak pada manusia. Mereka tak akan bisa lebih kuat dari Vampire atau Warewolf.

"Ngomong-ngomong mengapa Iblis memintaku menghancurkan kaum Vampire?" Tanya Kakashi.

"Itu karena kaum Vampire melindungiku. Deidara kakak kembarku mengangkat dirinya menjadi Demon Lord, dia menginginkan aku menyerahkan LiIth agar dia menjadi lebih kuat. Saat ini dia telah menguasai dunia Iblis dan sebentar lagi ia akan merambah kekuasaannya ke dunia manusia sebelum menantang Malaikat dan pasukan surga." Jelas Ino.

"Dia Iblis yang ambisius dan berbahaya. Dia sudah merencanakan semua ini sejak beratus tahun yang lalu. Kaum ku dan Iblis api telah kalah. Kini sebagian besar Iblis tunduk padanya. Deidara sebenarnya tidak kuat. Ia hanya menang licik dan penuh tipu daya. Berkali-kali adikku dengan mudah mempermalukannya dalam pertarungan."

"Sabaku Gaara, Bila dia sehebat itu mengapa dia tak berada di sini untuk membantu kita?" tanya Sai kesal.

"Kau tahu sendiri Gaara dikutuk menjadi mortal. Meski masih bisa bertarung di sini dia tak akan bisa melindungi dirinya sendiri bahkan dari Hidan. Apa kau ingin dia mati?" balas Ino kesal dengan sikap Sai.

"Bila dunia jatuh ke tangan Iblis, toh dia juga akan mati. Bila dia bisa bertarung, sebaiknya dia membantu kita."

Ino terdiam. Sai memang benar. Bila Deidara menang tak satu pun yang akan selamat. Sucubuss itu makin berniat menang, ia harus menyelamatkan semua orang. "Gaara ikut perang ini atau tidak. Itu pilihannya sendiri."

"Aku sendiri berharap dia berpartisipasi, untuk saat ini aku tak tahu jalan pikirannya. Kau vampir yang di situ." Temari menunjuk Utakata. "Bagaimana kau bisa tinggal di dunia iblis?"

"Sai dan Utakata adalah dua Vampir unik. Utakata awalnya adalah warlock yang memiliki kontrak dengan iblis. Kontrak berakhir bila Utakata mati, tapi dia telah menjadi vampir yang tak bisa mati dengan begitu Iblis terjebak dan menyatu dengan dirinya dan Sai adalah seorang excorcist, dia masih terberkati oleh kekuatan suci meski dia berubah menjadi vampire."

"Kalau begitu bisa ku bawa Utakata ke dunia Iblis? Aku butuh bantuan untuk menemukan Kankuro dan menjadi intel. Kita butuh semua informasi dan memprediksi pergerakan Deidara."

"Tapi Utakata baru saja pulih."

"Sasuke-sama, terima kasih sudah mengkhawatirkan saya, tapi Temari benar. Kita membutuhkan jaringan penghubung antara dunia Iblis dan manusia. Saya akan melakukannya."

"Kalau begitu ikut denganku. Aku akan membuka portal terdekat."

"Temari, Jangan sampai orangku terbunuh."

"Aku tak bisa berjanji. Kita semua dalam bahaya." Temari membuka sayapnya dan meluncur vertikal membelah angkasa. Utakata mengikutinya.

"Kakashi aku harap kita bertempur bersama kali ini."

"Tak usah khawatir. Kami siap. Aku akan pergi sekarang menyiapkan kawananku. Bisakah aku meninggalkan Kiba dan Naruto bersamamu?"

"Tentu saja. Aku menyambut mereka berlatih dengan orang-orangku."

Pertemuan mereka berakhir. Sementara ancaman lain sudah muncul dan berjalan di atas bumi.

.

.

Deidara dan Sasori muncul di taman Miwa yang masih tampak di renovasi akibat ledakan bom, Mereka mengelilingi taman yang tampak kosong. Keduanya terlihat seperti manusia normal dengan kelebihan wajah tampan dan tatapan dingin.

"Ini tempat Hidan mati." Jelas Sasori pada temannya.

"Apa kau pikir Ino ada di sini?"

"Waktu itu aku merasakan percikan gelombang aura milik Ino, tapi sekarang tidak ada lagi. Iblis bayangan yang di kontrol Hidan juga hancur, tapi sebelum musnah aku sempat menerima gambar dua orang yang sering berada di sekitarnya. Seorang vampire dan Manusia."

"Manusia." Deidara tertawa. "Dia sepertinya sedang berusaha mengumpulkan energi dengan membunuh Manusia. Menyedihkan."

"Aku berasumsi, setiap lelaki yang didekati Succubus pasti akan mati."

"Benar Sasori."

"Tapi anehnya, Manusia yang ditemui Ino tidak mati. Untuk apa Ino berkeliaran di sekitar manusia lemah tanpa menyerap energi kehidupan nya?"

"Jika benar begitu. Kita harus menemukan manusia itu. Mungkin kita bisa tahu di mana Ino bersembunyi, tapi bagaimana kita bisa menemukan satu manusia di antara miliaran."

Sasori menyeringai. "Kita Iblis, Kita bahkan bisa mempengaruhi pimpinan umat manusia kalau kita mau. Mencari satu orang perkara mudah."

"Lakukan apa yang kau bisa, Sasori. Berhubung kita sudah di sini. Ayo kita bersenang-senang." Deidara melangkah menuju jalan diiringi Sasori. Sebuah mobil sport merah berhenti tepat di depan Incubus tampan itu. Ia membuka pintu dan menarik tubuh pengemudi yang tampak linglung dan melemparkannya ke jalan.

Sasori ikut masuk ke mobil dan Deidara mengemudi seperti orang gila.

"Kau seorang demon Lord sekarang dan masih melakukan hal-hal tak penting yang mortal suka lakukan." Iblis berambut merah itu menggelengkan kepala.

" Berbuat bodoh sedikit menyenangkan. Ke mana kita harus pergi?"

"Tempat yang manusia sebut dengan Kantor polisi."

Setelah itu kedua iblis mencuci otak semua orang yang mereka temui di gedung itu. Mereka baru selesai mengacaukan pikiran orang-orang ketika kepala kepolisian memerintahkan pencarian dan akhirnya menemukan wajah Sabaku Gaara terpampang di layar komputer.

"Jadi ini manusia yang berada di sekitar Ino dan tidak mati? Dia terlihat jahat."

"Laporan ini menyebutkan dia memang penjahat."

"Oh.. Dia akan suka membuat kesepakatan dengan Iblis."

Setelah ke duanya melangkah ke luar dari gedung mendadak terdengar suara ledakan dahsyat. Seketika gedung kepolisian pusat Konoha diamuk api. Deidara tertawa melihat perbuatan kecilnya.

"Seni adalah ledakan. Bila aku memiliki kekuatan Lilith kita bahkan bisa meledakkan surga. Aku ingin mandi darah mereka, Mahluk yang menganggap dirinya di atas segalanya."

"Dei, Jika kau menghancurkan dunia dan mengeliminasi manusia di mana Iblis akan bermain? Akan jadi sangat membosankan nantinya."

"Kau benar juga, tanpa manusia eksistensi iblis akan menghilang. Di antara kita berdua memang kau yang lebih pintar."

"Tanpa rencanaku kau tak akan bisa menjadi Demon Lord."

"Yah, Kau dengan efektif menyingkirkan batu penghalang yang besar."

" Pazuzu terlalu bodoh sebab itu dia mati. Iblis terkuat dikalahkan oleh wanita."

"Bagaimana dengan kawanan Vampire?" Tanya Deidara.

"Mereka bisa diatasi dengan mudah. Kita harus mulai memindahkan pasukan ke mari secara bertahap. Portal tak akan sanggup membawa mereka semua sekaligus." Sasori memberi saran. Merobek dimensi bukan hal yang mudah dilakukan. Entah bagaimana sekat antar dunia selalu bisa beregenerasi bahkan semakin sering di sobek. Barrier yang merapat akan semakin lebih kuat seolah suatu sistem berusaha untuk menjauhkan Iblis dari dunia manusia. Sasori menyalahkan Tuhan untuk itu.

"Kita hanya butuh beberapa ribu. Penghuni dunia ini tak akan memberikan perlawanan. Yang paling penting bagi kita adalah membangkitkan Lilith. Jiwa ku bergetar membayangkan bila kita berhasil menemukan fragmen tujuh Iblis kuno lainnya."

"Iblis akan berjaya."

.

.

Setelah urusan pertemuan usai, Sai kembali mengawal Ino. Mereka berdua telah sampai di apartemen Sai yang kini juga rumah Ino. Melihat wanita pirang itu mengambil kunci mobil. Sang Vampire bangkit dari kursinya.

"Mau ke mana lagi?"

"Menemui Sakura. Apa kau harus ikut?"

"Aku tak bisa mengabaikan perintah Lord. Kalau tak suka anggap saja aku tak ada."

Dia mengikuti Succubus itu bagaikan bayangan dan tak pernah merasa jenuh. Asal dia berada di dekat Iblis itu dia sudah senang, tapi ia tak tahu pikiran Ino. Di tengah perang yang akan segera berkecamuk mungkin bukan saat yang tepat untuk memprioritaskan perasaan.

"Sai, Aku tak sejahat itu menganggapmu tak ada. Jujur saja perasaanmu padaku membuat hubungan kita semakin canggung. Aku memilih kita menjadi rekan untuk saat ini."

"Ino aku seratus persen yakin kau tertarik padaku sebelum Gaara muncul. Hari itu kau meninggalkannya tanpa jawaban bukan? Bila kau memang mencintai Gaara bukankah kau pasti ingin bersamanya?"

"Kau! Aku tak memintamu untuk menguping. Apa yang Gaara bicarakan padaku bukan urusanmu."

"Aku tidak menguping. Salahkan pendengaran Vampire ku yang luar biasa."

"Bila kau berniat mengikutiku aku harap kau akan diam. Saat ini aku lebih memikirkan bagaimana menjadi kuat."

Ino membanting pintu mobil. Prioritasnya sudah jelas. Apa ada acara baginya untuk memanfaatkan kekuatan Lilith tanpa membuat dirinya dikuasai oleh Ibu dari semua Succubus itu? Ia tak ingin membangkitkan kekuatan yang tak bisa dia kontrol. Ino berencana menemui Sakura karena ia perlu berbicara dengan Tsunade. Ia tak ingin memikirkan Vampir di sampingnya atau Gaara sebab kebahagiaannya saat ini adalah melihat Deidara lenyap.

"Aku tak akan menanyakan masalah pribadimu lagi." Putus Sai menyerah. Dia tak ingin membuat Ino menghindarinya karena dia bersikap memaksa. Pertempuran sudah di depan mata. Bisa saja mereka akan lenyap dari eksistensi. "...tapi, Aku mengharapkan afeksimu di sedikit waktu yang tersisa."

Ino menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Dia merasa frustrasi, semua penjelasannya tak sanggup menembus kepala Sai. Ia Mencondongkan tubuhnya ke kursi penumpang di sebelahnya dia meraih wajah sang Vampire dan melumat bibirnya dengan kasar. Ciuman singkat seorang Sucubuss cukup untuk menarik energi kehidupan dari makhluk lainnya.

Sai menutup mata gairahnya terbangunkan, tapi di saat yang sama ia merasa melemah. Energinya seakan menguap, terlepas darinya. Vampire itu mengerang pelan. Ino tak main-main, ia menyerap energi Sai dengan cepat. Tiba-tiba Sai tersentak lantaran Ino menghentikan ciumannya dan mendorongnya menjauh.

"Apa kau mengerti sekarang, Ini adalah afeksi seorang Succubus. Aku tak keberatan memberikannya padamu, tapi mungkin aku akan menpercepat kematianmu." Ino melangkah tanpa memberi perhatian pada Sai yang bahkan jadi terlalu lemah untuk berjalan.

Sai bersender di pintu mobil. Butuh beberapa saat baginya untuk bisa bergerak. Ino secara eksplisit memberikannya sebuah ciuman mematikan. Jatuh cinta dengan Succubus bukan hal mudah. Pada akhirnya mungkin dia akan patah hati.

.

.

"Tunjukan padaku uang-nya dan kau boleh mengambil barang pesananmu." Gaara meletakkan pistol yang dia bawa di atas meja menanti rekan bisnisnya membuka koper. Meski menyadari kemunculan Iblis Gaara bersikap seperti biasa, Menjalani hidupnya sebagai manusia. Selama mereka tidak mengganggunya ia tidak akan melakukan apa-apa. Dia harus berada di bawah radar mereka. Tidak terlacak, tidak terdeteksi. Dunia Iblis percaya Pazuzu sudah mati dan demi keselamatannya lebih baik begitu.

Melihat tumpukan uang Gaara tersenyum. Ia meraih koper itu dan menutupnya lalu memberikan koper berwarna perak yang dia bawa pada pelanggannya. "Itu sample barangmu. Sisanya ada di pelabuhan. Anak buahku akan mengantarmu ke lokasi." Gaara berdiri, tapi kemudian ia merasakan gelombang teror yang dia kenal.

"Sial...Apa mereka tahu tentangku?" Gaara teringat dengan pertempuran dengan Hidan. Mungkin dia terekspos gara-gara itu.

Pintu baja yang menutup ruang rahasia itu meleleh. Seperti yang Gaara duga. Sosok bermata biru dingin dan rambut pirang berdiri dengan seringai menakutkan.

"Siapa kau?" Tanya Gaara pura-pura tidak tahu.

"Ah, Kau manusia yang kerap berada di sekitar Ino. Apa benar dia Sasori?"

"Ya, Sabaku No Gaara."

"Bukankah pria ini menarik? Dia memiliki aroma iblis." Ujar Deidara menimpali.

"Iblis, Orang-orang memanggilku begitu, tapi kalian semua tahu Iblis itu tidak nyata. Yang nyata hanya orang-orang jahat seperti aku." Gaara menembakkan pistolnya ke arah Deidara. Ia tahu iblis itu akan menghindar dengan mudah. Dia harus bertindak sebagai manusia. Bila Deidara dan Sasori tahu siapa dia, hidupnya akan tamat.

Peluru baja yang terlontar dengan kecepatan tinggi pecah sebelum menghantam target. Dua orang manusia lainya terkaget-kaget.

"Tuan Sabaku, Siapa mereka?"

"Aku sendiri tidak tahu."

Deidara berjalan mendekat dan Gaara berinisiatif untuk mundur. Pistol masih tergenggam erat di tangannya.

"Apa yang kalian inginkan?"

"Kau mengenal Ino, Di mana wanita itu." Tanya Deidara mengancam.

"Aku tak tahu."

Tiba-tiba terdengar jeritan memekikkan telinga di arah belakang. Dua orang yang baru saja bertransaksi dengan Gaara saling mencekik. Mata mereka melotot dengan wajah mulai membiru kehabisan oksigen. Gaara tidak bereaksi meski kedua manusia itu mati.

"Siapa sebenarnya kalian?"

"Kami iblis. Jika kau membuat kesepakatan dengan kami. Aku akan memberikanmu kekuatan."

"Benarkah?"

Sasori menyela "Dei, Kenapa kau tidak hipnotis saja dia. Begitu lebih mudah."

"Coba kau lakukan sendiri."

Sasori melancarkan bisikan Iblis pada Gaara dan mencoba masuk ke dalam pikirannya tapi tidak bisa. Sebuah dinding tinggi menghalangi.

"Manusia ini menarik, Sekarang aku mengerti mengapa dia masih hidup setelah bertemu Ino. Trik Succubus nya tidak bekerja."

"Apa maksud kalian. Ino bukan manusia?"

"Dia Succubus yang menargetkanmu sebagai makanan. Aku tahu jelas selera adikku. Manusia-manusia yang berbau darah."

Gaara terlihat sangat kecewa. "Aku pikir dia menyukaiku."

Deidara hanya tertawa. "Ayo buat kesepakatan. Kau bawa Ino padaku dan setelah urusanku selesai dengannya. Kau bisa menjadikannya budakmu."

"Kalian memintaku menangkap Iblis? Mustahil."

Sasori menyerahkan borgol berwarna hitam ke tangan Gaara. "Gunakan ini, dia tidak akan bisa mengakses kekuatan iblisnya."

"Kalian menaruh harapan terlalu besar padaku." Gaara tergelak.

"Kami tahu kau bertemu Ino beberapa kali. Ia tak pernah berkeliaran di antara manusia yang bukan mangsanya."

"Apakah tak terpikirkan oleh kalian aku yang mengejar Ino?"

"Tentu dan Bila Ino kesal dengan itu dia pasti sudah membunuhmu dan kau masih hidup sampai sekarang yang hanya berarti satu hal."

"Dia mempercayaimu, Mortal." Sasori menyambung ucapan rekannya. "...dan itu penting."

"...Tapi, Berhati-hatilah Vampire juga berada di sekitarnya." lanjut Sasori lagi.

"Bila aku tak membawa Ino pada kalian apa yang terjadi?"

"Sederhana, Kami akan membunuhmu." Tegas Sasori.

Gaara menimbang posisinya. Ketika ia bertanya apa Ino mau kembali bersamanya, Succubus itu hanya diam dan berlalu. Ino menghindar dan menjauh. Hal itu membuat Gaara merasa makin kesal. Mungkin di mata Ino sekarang dia tak berguna dan tak bisa melindunginya dan sekali lagi Ino mengabaikannya. Gaara menatap borgol dalam genggamannya. Ino mengkhianatinya sekali dan kali ini wanita itu akan merasakan hal yang sama.

.

.