Ruang bawah tanah Golden Vam High sore ini kembali dipenuhi oleh 11 penghuni yang tengah sibuk.

Daehwi sedang sibuk membantu Jinyoung memberikan supply darah pada kakak kesayangan merek, Park Woojin. Woojin sendiri masih terbaring lemah. Tenaga Woojin memang belum juga kembali, namun ia sudah dapat menggerakan bagian tubuhnya.

Di sudut lain Guanlin sibuk dengan beberapa cairan untuk menormalkan kembali Jihoin yang masih merintih lembut. Daniel dan Sungwoo ada di sana mengunci tubuh Jihoon yang meronta karena ia benci jarum suntik.

Sedangkan Minhyun tengah berkutat dengan Seungwoon dan Jisung meracik darah yang tepat untuk mengembalikan stamina teman mereka itu.

"Berapa kantong lagi yang harus kuhabiskan?" Woojin menatap tumpukan kantong darah kosong di sisinya.

"Satu lagi hyung. Setelah itu kau perlu minum darah dari Minhyun hyung," jawab Jinyoung sambil menggenggam erat lengan Daehwi.

"Kuatkan dirimu Lee Daehwi."

Daehwi menutup matanya mendengar suara Jinyoung. Bau darah yang sangat menyeruak ini sungguh memabukan. Membuatnya seketika haus.

"Aku bisa melakukan transfusi sendiri. Kau bawa saja Daehwi keluar," Woojin mengambil alih pipet pengatur katup infus dari tangan Jinyoung membiarkan salah satu duta Golden Vam High pergi menenangkan vampire muda di sisinya.

Setengah jam berlalu dan Woojin sudah bergabung di sekitar Jihoon yang masih terbaring.

"Sudah lebih baik?"

"Hm-m," gumam Jihoon pada sang kembaran.

"Sebenarnya apa yang ada dipikiranmu? Aku kan sudah memperingatkan sebelumnya Jihoon."

"Kalau bukan karna Guanlin berlutut memohon, kau pasti sudah mati," timpal Jaehwan yang tengah bersandar pada sofa hitam.

Jihoon hanya diam. Ia menyesal, tapi bukan Jihoon namanya jika ia terlihat menyesal.

"Dia sudah tidak perlu suntikan hyung, kalian bisa melepaskannya."

Seungwoo dan Daniel spontan melonggarkan genggaman mereka. Membiarkan Jihoon mencari posisinya sendiri.

"Lin-lin, ini apa?" Seungwoon mengangkat sebuah surat merah yang sebelumnya mencuat dari saku coat Guanlin membuat semua vampire menoleh penuh tanda tanya.

"Milik Woojin hyung dan Jihoon hyung. Aku hanya diminta menyerahkannya," Guanlin membereskan peralatannya dengan tenang, menyembunyikan rasa khawatir yang begitu besar.

Minhyun di sisi Woojin segera menggenggam erat jemari pemuda tan yang gemetar itu. Woojin cukup pandai untuk tahu bahwa itu adalah surat peringatan.

"Jihoon?" Daniel memandang khawatir ke arah Jihoon yang tengah mengigiti bibir bawahnya setelah Sengwoon menyerahkan surat merah itu.

"Ini baru peringatan pertama, mereka belum membuat keputusan apa pun. Benarkan Guanlin?" ucap Seungwoo berusaha menurunkan ketegangan.

Guanlin diam. Ingin menjawab namun ia tidak sanggup mengatakan bahwa pimpinan kaum mereka bahkan telah menunjuk eksekutor untuk vampire yang sangat ia sayangi.

Waktu terus berlalu. Ruang bawah tanah yang fancy semakin kehilangan penghuninya. Menyisakan si kembar dan Guanlin. Sudah menjadi kebiasaan Guanlin untuk tinggal hingga Jihoon pergi. Namun kali ini berbeda. Jihoon yang biasanya sangat tak acuh dengan keberadaan Guanlin, kini melemparkan sebuah tatapan yang sangat jarang diterima sang pemilik nama belakang Lai itu.

Mulanya Jihoon hendak mengikuti Woojin untuk kembali ke kediaman mereka. Namun seketika langkah kakinya terhenti, jemarinya meraih sang kembaran dan membisikan sesuatu.

"Ku tunggu di halaman sekolah," ucap Woojin sebelum meninggalkan Jihoon di sana.

"Ada apa hyung?" Guanlin akhirnya beranjak mendekati pemuda yang lebih mungil darinya.

Jihoon tak bersuara. Ia menundukan kepalanya dan secara tiba-tiba menarik tubuh Guanlin. Merapatkannya dan menjadikannya sandaran wajah cantiknya. Tangan Jihoon meraih punggung Guanlin dan meremas kuat kemeja putih yang membalut tubuh maskulin itu.

Tubuh Jihoon sendiri mulai gemetar. Isakan halus terdengar di sela dada bidak Guanlin.

Meski sejujurnya terkejut, Guanlin memilih diam dan mengusap surai Jihoon. Guanlin paham bahwa sekuat dan setegar apa pun Jihoon, masih ada sisi lembut di hatinya. Sisi dimana Jihoon bisa merasa takut dan sedih. Sisi yang tidak terlihat oleh orang lain selain Woojin dan Guanlin.

Guanlin tidak mengerti dan tidak ingin mengerti mengapa Jihoon yang selalu dingin bisa menunjukan sisi lain kepadanya. Bagi Guanlin fakta bahwa Jihoon memilih tubuh jenjangnya sebagai sandaran adalah suatu hal yang sangat berharga dan Guanlin tidak ingin hal ini hilang karna rasa penasaran.

Setelah Jihoon mulai tenang Guanlin mengangkat wajah itu.

"Aku sudah tidak bisa melindungimu lagi hyung, maafkan aku," ucap Guanlin menatap dalam-dalam wajah rentan di hadapannya.

Jihoon menggeleng lembut.

"Kau sudah banyak melindungiku Guanlin. Kau dan Woojin selalu melindungiku."

Guanlin meraih tubuh itu dan memeluknya sesaat.

"Pulanglah. Woojin hyung sudah menunggumu."

Dan Jihoon pun menghilang dari pandangan sesosok Lai Guanlin.


PLUK

SSbuah tepukan membuat pemuda bersurai ungu tersentak.

"Sudah?"

"Hm-m. Kau memikirkan apa? Ahn Hyeongseob?"

Jihoon tahu kembarannya itu sedari matahari masih tinggi tak pernah berhenti menggumamkan satu nama dalam pikirannya.

"Aku merasa ada yang janggal denggannya."

"Kekuatannya? Memang. Tidak sesuai dengan wajahnya, kan?"

"Bukan itu. Hanya... ada yang berbeda dengan auranya," ujar Woojin yang lalu memacu mobil merahnya cepat meninggalkan sekolah megah tersebut.

Jihoon hanya mampu mengerenyit bingung. 18 tahun mereka bersama, tapi Jihoon masih saja pusing ketika kembarannya membicarakan soal aura. Alasannya mudah, Jihoon tak punya kekuatan yang berhubungan dengan aura jadi ia tidak pernah paham mengenai hal itu.

Oh sedangkan Woojin punya kelebihan itu. Kelebihan untuk membaca aura. Ia bisa membedakan aura setiap vampire.

Sejak berhadapan dengan anggota keluarga pimpinan vampire itu, menurutnya ada yang janggal dengan aura mengintimidasi Hyeongseob. Aura itu mengintimidasi namun sekaligus menarik bagian terdalam Woojin dengan sangat kuat. Dan itu sangat mengganggunya karna selama ini tak satu pun aura vampire yang ia temui mampu menariknya.


Di tempat lain...

"Aku kembali," Hyeongseob dengan tenang memasuki pintu utama rumah besar bak istana, menyapa para penghuni tampan di dalamnya.

Sesosok vampire memandang Hyeongseob dengan seksama. Memperhatikannya dari ujung rambut hingga kaki.

"Kenapa tidak kau bunuh saja sekalian?" tanya pemuda itu santai.

"Bisa apa aku kalau Guanlin sudah memohon?"

"Aku sungguh tidak habis pikir dengan Guanlin. Kenapa dia bisa menyukai makhluk seperti itu," ujar pemuda tampan bersurai merah yang tengah merebahkan tubuhnya di pangkuan vampire lainnya.

Oh mereka sedang membicarakan kejadian yang dialami Hyeongseob saat meninggalkan kelas. Iya betul, kejadian dimana Hyeongseob terpaksa menggunakan kekuatannya.

Hyeongseob memang belum mengatakan apa pun mengenai insiden itu. Karena memang tidak perlu kata-kata dan tidak perlu telepati. Cukup melihat Hyeongseob saja dan seisi ruangan sudah mendapatkan visualisasi jelas dari kejadian yang ia alami. Bagaimana caranya?

Kekuatan salah satu dari merekalah yang membuat semua ini mungkin. Kekuatan melihat masa lalu, kekuatan untuk melihat dan menyimpan bahkan menutup memori seseorang. Kekuatan yang sangat langka. Dalam tiap generasi hanya ada satu vampire yang bisa melakukannya. Dan hanya keluarga kerajaan Yuehua yang memilikinya.

"Kenapa tidak terbaca oleh Justin?"

"Aku membacanya Zeren-ge. Maka dari itu aku diam. Aku sudah tahu Hyeongseob hyung tidak akan berbuat lebih. Oh dan aku juga melihat kau membagikan pandangan masa lalu. Daripada akhirnya kau marah karna aku merusak peranmu, lebih baik aku diam saja kan?" jelas Justin secara rinci tanpa beranjak dari posisi duduknya.

"Eunki hyung sudah membaik?" Hyeongseob segera mengganti topik pembicaraan begitu bergabung di sisi sang ketua.

"Sudah. Dia ada di kamarku sekarang. Aku tidak bisa membiarkannya sendiri lagi."

"Oh! Hyeongseob!" seru vampire lain dari lantai kedua yang dalam hitungan detik sudah berpindah di tengah mereka.

"Ada apa Wenjun-ge?"

"Aku akan mengirim Euiwoong ke kelasmu. Dia mulai masuk besok."

"Zeren gege mari bertaruh!" Justin segera merangkul gege kesayangannya.

"Aku bertaruh 4 bulan," Chengcheng angkat bicara meski tubuhnya sedang diseret gemas oleh sang ketua.

"Aku... 3 bulan?" Justin berpikir ragu.

"Kalau Wenjun-ge sudah sampai mengirim Euiwoong. Paling lama dua bersaudara itu bertahan dua bulan," timpal Zeren.

"Siapa eksekutornya?"

"Aku malas. Kau saja hyung!" Chengcheng berteriak dari sudut ruangan dan mulai berdiri untuk mendekat.

"Zhengting-ge sudah menunjukmu pula," sahut Wenjun.

"Aku muak melihat mereka. Apalagi yang muda. Siapa namanya? Woojin? Dia terus menatapmu dengan mata kelaparan hyung. Sangat menjijikan," Chengcheng menggumam dengan wajah yang jelas merasa terganggu.

"Wah jangan bilang dia tertarik padamu Seob," goda Zhengting.

"Cih. Aku tidak sudi bersanding dengan makhluk rendahan seperti mereka."

TBC

Rurulala,

Terima kasih sebesar-besarnya untuk yang udah review, add fav dan follow FF ini.

Hamzzi akan sharing singkat kenapa bisa dapet pikiran untuk bikin character Hyeongseob kayak gini. Jadi Hyeongseob seketika di mata Hamzzi keliatan kayak vampire genius gitu. ㅋㅋㅋㅋ

Jangan lupa review ya supaya next chapter lebih baik lagi. Gomawoyong

Review jjuseyong~