Disclaimer : All Characters belong to Masashi Kishimoto.

The Glass Half Empty.

.

Chapter 11

.

Secret.

.

.

Sai melangkah menjauh dari keramaian. Ia tak ingin menghadiri acara ini dan menyaksikan kemesraan Ino dan Sasuke secara langsung, tetapi ia tak punya alasan kuat untuk tidak menghadiri acara premier film yang dia tulis naskahnya . Selama tujuh bulan proses produksi dia berusaha untuk tidak berpapasan dengan pasangan itu. Hatinya sakit. Ia tahu ini salahnya karena ia tak berusaha lebih keras dan melepaskan Ino begitu saja tapi ia harus mengakui Sasuke Uchiha lebih cocok dengannya. Ia meyakinkan dirinya berkali-kali kalau keputusannya sudah benar. Ini yang terbaik bagi mereka semua.

Pria anti sosial itu berdiri di sudut ruangan bersembunyi menghindari keramaian, berharap tak seorang pun akan menyapanya. Matanya tak bisa berhenti mengikuti sosok Sasuke yang menggandeng Ino dengan bangga. Wanita itu mengenakan gaun berwarna emas. Sinar lampu yang dipantulkan butiran kristal yang tersemat di pakaiannya membuat Ino tampak bersinar. Sai senang Ino benar-benar menjadi bintang. Wanita itu telah mewujudkan impiannya dan dia hanya akan memandangi Ino dari jauh seperti ini, Mengagumi hal yang tak bisa ia raih. Dia tak memungkiri merasakan kepahitan di ujung lidahnya tatkala melihat mereka bersama, begitu mesra dan serasi. Sekilas ia berpikir bila ia memutuskan untuk berusaha sekarang, masihkah ada kesempatan untuk bersama Ino? Apakah belum terlambat baginya untuk mendapatkan wanita itu. Wanita pertama yang berkata mencintainya.

Itachi melihat pria berkulit pucat itu menatap adiknya dengan rasa iri, Ia pun melangkahkan kakinya untuk menemui sang penulis. Entah bagaimana, sepanjang pembuatan film ini Itachi kerap bertemu dan berbicara dengan Sai. Mereka menjadi seperti seorang teman. Dia mengerti kebisuan Sai dan keengganannya untuk bersosialisasi karena pada dasarnya dia dan pria itu hampir mirip. Bila saja pekerjaannya tak membutuhkan dirinya untuk berkomunikasi dengan orang lain, dia akan menjadi seperti Sai. Mereka berdua minim emosi, tapi mereka memiliki passion yang tinggi dalam menjalani pekerjaan dan menggali kreativitas mereka.

" Sai, apa tak cukup kau menatap mereka dari tadi?"

Suara itu membuat Sai menoleh, lalu pria itu melayangkan senyum sopan pada Itachi Uchiha. "Apa aku terlihat begitu jelas mengamati mereka?"

"Aku bisa merasakan kau sangat ingin berada di posisi Sasuke saat ini. Pandanganmu tak pernah lepas dari Yamanaka Ino." Mata onyx Itachi ikut menatap ke arah adiknya. Ino bergelayut mesra pada Sasuke dan Itachi tak pernah melihat ekspresi adiknya begitu lembut. "Ini pasti berat bagimu. Melihat mereka dari sini, Aku merasa mereka berdua benar-benar sedang kasmaran."

Sai menyesap minumannya, berharap cairan itu bisa melegakan kerongkongannya yang terasa kering dan lidahnya yang kelu saat ia melihat Sasuke sedikit membungkuk dan Ino berbisik di telinganya kemudian mereka tersenyum seolah berbagi rahasia. "Aku melakukan apa yang harus aku lakukan. Kini Ino telah menjadi bintang. Aku tak menyesalinya." Kalimat terakhir Sai hannyalah sebuah kebohongan. Kebohongan yang ia ceritakan berkali-kali pada dirinya sendiri bahwa ia tak menyesal kehilangan Yamanaka Ino.

"Aku senang kau memaksaku untuk mengaudisinya, terbukti Ino memiliki bakat luar bisa. Dia dan Sasuke bagai Yin dan Yang, saling melengkapi. Ino bisa membuat penampilan Sasuke maksimal dan Sasuke membuat semua potensi Ino tergali. Aku tak ragu, banyak produser lain yang akan memasangkan mereka. Mereka memilik chemistry yang tinggi."

"Aku setuju dengan pendapatmu, bahkan media mencintai dan menyanjung mereka," komentar Sai datar. Dia tak membenci Sasuke karena pria itu juga punya andil besar dalam karier Ino. "Aku rasa aku akan pergi sekarang. Tak ada lagi yang bisa aku lakukan di sini," sambung sang penulis.

"Oke, Aku tak akan menahanmu. Aku tahu kau benci pesta dan keramaian. Aku sarankan kau keluar dari pintu belakang. Tidak ada wartawan di sana"

"Terima kasih atas kerja samanya selama ini, Itachi."

Putra sulung keluarga Uchiha itu menepuk bahu Sai dengan rasa solidaritas. "Aku yang berterima kasih. Mungkin kita bisa bekerja sama untuk proyek berikutnya."

"Masalah itu, kau bicarakan saja pada Shikamaru. Aku permisi dulu." Dengan langkah gontai dan kepala tertunduk Sai meninggalkan ruang pesta tanpa menyadari sepasang mata aquamarine mengikuti punggungnya yang menghilang di antara keramaian.

.

.

Ino menatap Sai yang menyelinap di antara para tamu. Dari tadi ia sibuk menyapa orang-orang. Berpose di karpet merah dan tersenyum pada wartawan. Ia tak punya kesempatan untuk menyapa pria itu. Ino juga ragu untuk mendekatinya karena Sai menghindarinya sejak insiden ciuman itu. Tanpa ia sadari bibirnya merenggut, Ia tak punya alasan untuk tidak terlihat bahagia. Di sini dia berada, di tengah gemerlapnya dunia bintang. Ia telah menapaki kesuksesan dan menjadi salah satu pesohor yang paling dicari, Mewujudkan impiannya menjadi artis terkenal. Film ini baru saja diluncurkan, tetapi Ino telah mendapatkan berbagai tawaran. Iklan, film, modeling, Ia berutang banyak pada Sai, Gaara dan Uchiha bersaudara telah melambungkan namanya.

Ayah dan Ibunya merasa bangga padanya. Mereka bahkan ingin mengunjungi Ino di Tokyo, tetapi masihkah mereka merasa bangga bila tahu apa yang ia sembunyikan. Segala kebobrokan dan cara kotor yang ia lakukan hingga bisa mendaki ke tempat ini. Kenyataan kalau dia telah menjual tubuh, jiwa dan harga dirinya hanya untuk sebuah ketenaran. Para wanita iri dengannya, lihat saja Sakura yang masih tak menerima kenyataan Sasuke memilih bersama Ino. Meski Ino sudah menjelaskan berkali-kali mantan sahabatnya itu tak mau mengerti, Sakura memperlakukannya seperti hama. Ino tahu, semakin banyak orang yang menyanjungnya, semakin banyak pula orang yang membencinya. Ia sudah belajar menerima konsekuensi dari sebuah ketenaran. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Keramaian ini, Orang-orang ini, Semuanya penuh kepalsuan terbalut dalam keglamoran. Ia tak akan menemukan hubungan yang dalam dan berarti. Sosok Sai telah menghilang dari ruangan dan Wanita pirang itu merasa dingin dan sendirian, Meski lengan Sasuke memeluk erat pinggangnya. Dia telah kehilangan satu-satunya kepingan cinta yang berharga. Satu-satunya perasaan riil yang pernah ia biarkan tumbuh dan menguasai hatinya kini tercabut dan sekarat. Sekarang semuanya terlambat, sudah terlambat. Mereka berdua melangkah di jalan yang berbeda. Ino menatap pintu tempat pria itu menghilang. Hampir setahun berlalu dan ia masih tak bisa melupakannya.

"Ino, Ada apa? Kau terlihat pucat."

"Aku baik-baik saja, Sasuke. Hanya sedikit lelah." Ino menjawab pertanyaan kekasihnya dengan singkat.

"Kita akan pergi dari sini setelah press confrence," usul Sasuke. Sama seperti Ino, ia tak ingin berlama-lama di tempat ini. Dia memilih untuk berada di tempat lain berduaan saja dengan kekasihnya.

"Baiklah, Sejujurnya aku malas menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para wartawan itu."

"Aku juga, Mereka tak henti-hentinya mengulik kehidupan pribadi kita, tapi ini bagian dari pekerjaan."

"Yah, Aku bosan mereka bertanya kapan kita akan menikah."

"Apa kau tak berpikir untuk menikah denganku Yamanaka Ino?"

"Kau? Sang playboy akut berpikir untuk menikah? Itu hal terakhir yang bisa aku pikirkan. Aku rasa kita berdua bukan tipe yang akan bahagia berumah tangga."

"Aku telah menemukan wanita yang tepat untukku dan aku ingin mengumumkan pada dunia dia adalah milikku."

Ino merasa bersalah, Dia berusaha untuk menumbuhkan rasa pada Sasuke, tetapi ia tidak bisa. Pada akhirnya ia hanya memanfaatkan pria itu dan rasa cintanya untuk keuntungannya sendiri. Seperti yang dilakukan Kasane pada klien-kliennya.

Ia tak mungkin melepaskan Sasuke karena pria itu merupakan telur emas yang bisa membuatnya memanjat lebih tinggi. Siapa lagi pria yang lebih layak dari seorang Uchiha? Bila Ino menikahi Sasuke ia akan menjadi bagian dari sebuah dinasti yang memimpin dunia hiburan. Dia akan mendapatkan lebih banyak uang, kemewahan dan ketenaran plus suami yang tampan. Dia bisa melupakan kehidupannya sebagai lady escort yang mengemis kesempatan untuk audisi dan sebuah peran kecil dalam drama. Ino memutuskan bila Sasuke melamarnya ia akan berkata iya.

.

.

Ino menanti Sasuke dengan sabar di apartemennya. Ia tak mengerti mengapa pria itu menyuruhnya berdandan ekstra untuk acara kencan mereka hari ini. Apa mereka akan menghadiri acara spesial? Suara bel pintu menandakan kemunculan pria itu. Ino tak terkejut menemukan pasangannya berdiri dengan membawa buket mawar merah. Sudah menjadi kebiasaan Sasuke memberikannya hadiah dan bunga untuk setiap hari spesial, tapi Ino sangat bingung. Ia tak menemukan alasan untuk merayakan sesuatu hari ini.

Sasuke terlihat tampan dalam balutan jas biru gelap dan celana dengan warna senada. Ia memberikan Ino rangkaian bunga itu dan mencium bibirnya singkat.

"Boleh tahu apa yang spesial malam ini?" Ino tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Aku punya kejutan untukmu."

"Kau membuatku semakin penasaran saja," ucap wanita itu sembari meletakan bunga dalam vas besar yang terletak di atas meja makan.

"Sebaiknya kita pergi sekarang. Aku tak ingin kita terlambat."

Ino meraih clucth hitam yang senada dengan gaunnya dan mengamit lengan sang kekasih. Sasuke memperhatikan wanita itu dengan saksama. "Kau terlihat cantik malam ini," ucap pria berambut raven itu dengan tulus. Ia menggandeng Ino menuju mobilnya.

"Terima kasih, Sayang. Tak perlu memujiku karena aku tahu aku terlihat cantik setiap hari," balas Ino dengan nada angkuh dibuat-buat.

"Merasa angkuh karena sudah terkenal sekarang?" Sasuke masih suka bertukar sindiran dengan Ino. Baginya, bersilat lidah dengan wanita itu selalu menjadi kesenangan tersendiri.

"Aku rasa keangkuhan itu menular, Apa kau setuju Tuan Uchiha? Aku rasa sifat burukmu menempel padaku karena kita sering bersinggungan."

"Oh, Aku tak pernah keberatan bersinggungan denganmu, Sayang. Aku malah menikmatinya." Tangan Sasuke yang tadinya di pinggang Ino meluncur ke bawah. Meremas bokong wanita pirang itu dengan nakal.

"Oh..." Ino memekik dengan refleks memukul pundak Sasuke. "Kau nakal sekali, bagaimana bila ada paparazi di sekitar sini." Ino mengamati sekelilingnya dengan waspada.

"Biar saja, Biar mereka tahu betapa mesranya kita." Sasuke membuka pintu mobil dan mempersilahkan kekasihnya masuk. Dia pun duduk di kursi kemudi, menjalankan mobilnya menuju sebuah hotel termewah di Tokyo.

Ino berdecap kagum. Sasuke membawanya ke sebuah restoran yang berlokasi di atap salah satu gedung pencakar langit yang merupakan bangunan hotel mewah di Tokyo. Seorang pelayan membawa mereka ke luar di mana meja untuk dua orang telah di siapkan di tengah-tengah kebun buatan. Ino duduk dan ia bisa melihat kerlip cahaya lampu-lampu kota dari tempatnya. Beberapa rangkaian bunga segar terletak di sekeliling meja mereka dan kelopak mawar terhampar di sekitarnya. Ino dengan senang menghirup aroma wangi bunga yang melayang di udara.

Sasuke hanya diam memperhatikan wajah wanita yang membuatnya berpikir ulang mengenai kehidupannya. Cahaya lilin yang berkerlip ditengah-tengah gelas kristal memberikan bias lembut dan menambah suasana romantis yang memang di harapkan oleh putra bungsu Fugaku Uchiha itu. Dia ingin malam ini berjalan dengan sempurna.

"Jadi, apa alasan dibalik makan malam romantis kali ini?"

Sasuke membuka botol Dom Perrignon berharga ratusan ribu yen dan menuangkannya dalam gelas-gelas tinggi di meja mereka.

"Sebaiknya kita bersulang dulu, untuk kesuksesan kita dalam film ini dan film-film lainnya yang sedang menunggu. Aku juga mendengar berita dari asosiasi kau dinominasikan sebagai artis pendatang baru terbaik."

Mata Ino membulat besar, "Benarkah? Oh aku tak percaya."

"Sekarang orang-orang mengakui kemampuan aktingmu, Ino. Kau tak perlu meragukan bakatmu lagi."

Ino meminum champagne-nya. Gelembung-gelembung dalam minuman itu membuat perutnya terasa agak geli dan dia merasa senang. " Aku masih tak percaya aku jadi begini populer dalam waktu singkat. Aku ingat hari-hari menyedihkan di akademi akting, melihat satu per satu siswa lainnya debut dan aku bahkan tak pernah terpilih."

"Para pengajar mengakui kemampuanmu, hanya saja memang susah menembus Industri ini tanpa ada koneksi yang membuka jalan untukmu. Kau berhutang banyak padaku untuk itu." Sasuke menyeringai degan menyebalkan mengingatkan Ino betapa besar pengaruhnya dalam menentukan kesuksesan wanita itu.

"Ya..Ya, tapi jangan lupa kau juga membutuhkanku untuk mewarnai hidupmu yang membosankan itu. Jadi aku rasa aku tak akan membayar utangku padamu."

Air muka Sasuke berubah menjadi serius. "Ino, Selama ini kau tak pernah berkata kalau kau mencintaiku. Haruskah aku khawatir?"

"Yang tidak pernah diucapkan belum tentu tidak dirasakan. Apa kau juga pernah mengakui kalau kau mencintaiku? Aku hannyalah mainanmu, bukankah begitu." Jawab Ino dengan santai.

"Oh ya?, entah bagaimana kaulah sekarang yang menyetir diriku. Aku selalu saja menuruti keinginanmu."

"Kau menurut padaku hanya ketika aku memberikan apa yang kau mau. Aku rasa kita impas."

"Aku tentunya tak mau rugi, Ino. Aku punya satu permintaan padamu. Sebenarnya aku ingin melakukannya di tempat lain, tapi kau dan aku sibuk hingga enam bulan ke depan dan aku tak ingin menunda-nunda."

Tiba-tiba saja muncul seorang pria membawa biola. Nada-nada syahdu mengalun dari gesekan senar instrumen tersebut. Sekarang ia punya ide apa yang akan terjadi. Sasuke berdiri dan menarik Ino dari kursinya. Pria itu berlutut menggenggam tangan kanan artis berambut pirang yang tampak terpaku dan menahan nafas.

"Yamanaka Ino, Maukah kau menikah denganku?"

Mulut Ino membuka lalu menutup lagi. Ia sudah tahu jawabannya tapi lidahnya terasa kelu. Ia sebenarnya tak menduga Sasuke begini serius dan begitu cepat memutuskan ia menginginkan Ino sebagai istrinya. Sudah jelas lamaran ini bukan lamaran yang bisa ia tolak. Ini adalah hal terbaik yang bisa terjadi padanya, Menjadi seorang Uchiha. Hanya saja bayangan sosok Sai Shimura masih mengganggu benaknya. Ia menguatkan hati, Ino melanjutkan hidupnya dan berhenti menangisi pria yang memilih melepaskannya. Dia meyakinkan dirinya kalau dia telah memiliki segalanya. Semuanya sempurna.

"Tentu saja aku mau." Ino berusaha terdengar antusias. Semoga keraguannya tidak dibaca oleh sang kekasih.

Sasuke mengambil cincin yang ia simpan di saku kemudian menyematkannya di jari manis Ino. Cincin berlian yang besar dan berkilau kini melingkar di jarinya. Ino bisa membayangkan rasa iri wanita-wanita lainnya. Seharusnya ia bersyukur dilamar oleh bujangan paling dipuja se-Jepang, tetapi Ino tak merasa senang. Ia merasa amat sangat bersalah pada Sasuke yang kini tersenyum bahagia. Dia merengkuh Ino dan mencium bibirnya mesra.

"Terima kasih, Ino. Kau satu-satunya wanita yang membuatku tertantang dan memikirkan ulang gaya hidupku."

"Aku rasa kau tak banyak berubah, Kau tetap saja angkuh dan sombong."

"Paling tidak, aku tak mempermainkan wanita lagi. Aku cukup puas dengan apa yang kau tawarkan dibalik rokmu. Lebih baik kita cepat makan dan pulang."

"Ya...Ya, Dengan memberikanku cincin berlian sebesar ini aku rasa kau akan menagih balasan yang setimpal."

"Tentu saja, Aku ingin menikmatimu sepanjang malam dan Ino, tolong pikirkan untuk pindah ke rumahku sebab aku ingin melihatmu setiap hari."

"Baiklah, Aku akan tinggal bersamamu."

.

.

Sai merogoh sakunya mencari pemantik. Ia berdiri di balkon menyalakan rokok yang terselip di bibirnya. Ia menyandarkan tubuhnya di tembok. Padangan matanya begitu jauh. Pria itu berusaha mencari ketenangan dalam kelamnya malam, emosinya tak berhenti bergejolak setelah mendengarkan berita itu.

Mengapa ia harus terkejut, Mengapa ia merasa sakit hati? Wanita itu tak pernah menjadi miliknya. Segala pemikiran dan alasan logis telah ia lontarkan tapi otaknya menolak untuk mengerti. Tak menemukan jawaban di antara sepoian angin dingin. Pria itu membuang puntung rokok yang telah habis ke tempat sampah dan melangkah gontai ke dalam studionya.

Ia ingin terbebas dari obsesinya pada wanita itu. Dia ingin lepas dari emosi menakutkan yang sama sekali tidak bisa kontrol. Ia mengutuk wanita pirang itu karena telah membuatnya mengingat bagaimana rasanya menjadi seorang manusia. Membuatnya merasakan kehangatan yang mustahil untuknya. Ino membangkitkan kebutuhannya akan manusia lain dan sekarang ia merasa menderita. Tak mudah baginya kembali seperti dulu, Saat Ketika ia tak membutuhkan siapa-siapa. Ketika ia tak tahu makna cinta. Ketika ia puas hanya dengan dirinya dan Imajinasinya.

Wanita itu datang ke dunianya, mengoreskan corak dan warna pada hidupnya yang tenang dan suram. Saat Ino pergi, Wanita itu juga membawa semua cahaya dan warna yang sempat menodai kanvas gelap persembunyiannya. Dia merasa lebih hancur dari sebelumnya, bahkan kesunyian tak lagi menenangkan hatinya.

Sai menarik kain yang menutupi kanvas besar di hadapannya. Ia ingin menyingkirkan semua tentang Yamanaka Ino dari kehidupannya. Ia ingin berhenti memikirkannya tapi ia tak mampu. Ia telah membuang lukisan Ino yang lainnya tapi ia tak sanggup berpisah dengan lukisan pertama yang ia buat.

Kasane sang lady escort. Seorang wanita penghibur. Awalnya Sai berpikir ia hanya membuat sebuah potret telanjang wanita seksi. Ketika ia memperhatikannya berkali-kali. Ia baru menyadari tangan dan matanya melukiskan ekspresi lelah dan gundah pada tubuh yang terlalu kurus. Ino seperti halnya dirinya menyimpan sisi gelap, tapi wanita itu tak membiarkan rasa putus asa dan pesimis menelannya. Wanita itu bahkan tak menyerah untuknya hingga Sai memutuskan ia bukan pria yang tepat bagi Ino dan meninggalkan wanita itu.

Betapa bodohnya dia. Dia yang meninggalkan dan ia yang merasa sakit. Ino akan menjadi milik pria lain dan sudah sepantasnya Sai berhenti memikirkannya. Ia menyalakan pemantik dan membakar ujung lukisan itu. Dengan cepat api menghanguskan setiap jengkal menjadi abu. Ia ingin semuanya sirna. Tiba-tiba saja pria itu panik. Ia mengambil kain penutup dan mencoba mematikan api yang telah melalap setengah lukisannya. Alarm kebakaran menyala dan air mengucur dari plafon apartemennya. Api padam dan Lukisan Ino yang setengah terbakar jatuh ke lantai. Sai berlutut. Rambutnya yang kini panjang menutupi wajahnya. Tubuhnya basah begitu pula ruangan studio itu, Air masih mengucur tapi ia tak peduli. Sai tak mendengar gedoran panik dan pintu yang didobrak dengan paksa. Ia telungkup di atas lukisan yang menghitam. Menangis menyadari ia tak bisa menyingkirkan lukisan ini dari kehidupannya.

"Ino, Mengapa Ini begitu menyakitkan?" Gumam Sai lirih.

Apa yang tertinggal hannyalah kenangan dan dia akan selamanya hidup dihantui bayangan wanita bermata aquamarine.

.

.

Ino menikmati kehidupan artisnya. Ia suka bekerja. Ia suka berakting dan Sasuke selalu berusaha membuatnya bahagia. Hidupnya terasa nyaris sempurna. Berita pertunangannya begitu menghebohkan. Sampai-sampai ayah dan Ibunya datang dari Chiba ke Tokyo hanya untuk menemuinya. Keluarganya langsung menyukai Sasuke. Bagaimana tidak, Pria itu punya kharisma yang membuat orang-orang terpikat padanya, tetapi keluarga Uchiha tampaknya tidak menyukainya. Fugaku terang-terangan berkata Ino tak pantas untuk putranya.

Sesekali ia berpapasan dengan mantan pelanggannya, tapi tak ada yang berkata apa-apa. Kebisuan itu menjadi angin segar bagi Ino karena sepertinya mereka juga tak ingin kegiatan bejat mereka dengan seorang wanita penghibur terkuak.

Ino baru saja selesai melakukan pemotretan untuk sebuah majalah. Dengan santai ia melangkah ke luar gedung. Di lobby ia berpapasan dengan Kakashi Hatake.

"Kasane!" Kakashi sengaja memanggil Ino dengan nama aliasnya agar mendapatkan perhatian wanita itu.

Ino mendekati pria itu kemudian berdiri bersedekap mencoba menunjukkan kalau ia tak merasa terancam. "Tolong, Jangan panggil aku dengan nama itu."

Pria berambut perak itu menyeringai. "Aku tahu, Aku hanya mencoba meraih perhatianmu. Mau minum kopi? Aku kangen bercakap-cakap denganmu."

"Aku sudah tidak bekerja menjadi escort lagi. Aku tak mau menemanimu," ucap Ino dengan suara rendah hampir berbisik. Ia tak ingin orang lain bisa mendengarnya.

"Oh, Bagaimana kalau aku membeberkan rahasiamu?" Ancam pria itu setengah tersenyum.

"Apa yang kau inginkan?" Ino tampak gusar.

"Ouch, Jangan marah Ino. Aku hanya bercanda. Aku hanya ingin kita bercakap-cakap sebagai teman."

"Ok baiklah, Sebaiknya kita pergi ke tempat yang sepi. Aku tak ingin tertangkap paparazi." Ino menggulung rambutnya lalu memakai topi dan kaca mata hitamnya. Ia mengikuti Kakashi berjalan satu blok dari gedung itu.

Cafe itu tampak sepi. Ino membiarkan Kakashi memesan kopi untuknya. Terasa sangat aneh berinteraksi dengan mantan pelanggan. Ino tak mau mengingat-ingat apa yang pernah mereka lakukan dulu. Ia membatin Kasane bukanlah Ino Yamanaka. Ia selalu mencoba memisahkan kedua nama itu seolah-olah mereka dua orang yang berbeda.

Kakashi sudah kembali duduk di hadapannya. Ia menyodorkan secangkir kopi bercampur krim dan gula. Tatapan mata kelabunya menyelidik seolah ia ingin tahu sebuah kebenaran.

"Ceritakan padaku, bagaimana kau bisa menjadi artis?" tanya sang jurnalis.

"Apa ini adalah wawancara? Aku tahu kau seorang jurnalis. Bila ini untuk bahan publikasi aku tak akan menjawab." Jawab Ino lugas.

"Kau tahu, Aku bukan penulis kolom gosip. Aku tak tertarik untuk menulis dan mengomentari kehidupan selebriti. Aku hanya penasaran."

"Aku tak akan bilang ini sebuah keberuntungan. Aku mengasah kemampuan beraktingku dan menjual tubuhku pada orang-orang penting dengan harapan mereka akan membuka pintu untukku."

"...dan Kau akhirnya menemukan seseorang yang memberimu kesempatan?" Sela pria berambut perak itu.

Ino mengangguk, " Aku membayar semua ini dengan mahal."

"Tak ada jalan yang mudah. Untuk mendapatkan sesuatu kau harus memberikan sesuatu. Begitulah dunia bekerja. Aku ikut senang kau telah keluar dari jalan nestapa, tetapi aku jadi sedih kehilangan Kasane-chan."

"Dengan wajah tampanmu kau bisa mendapatkan banyak wanita."

"Mungkin, tapi sulit bila aku tak bisa beranjak dari memikirkan orang yang telah mati. Pria macam diriku tak pantas dicintai."

"Siapa Rin?" Dari dulu Ino ingin bertanya tapi ia tak berani, tapi saat ini mereka duduk sebagai teman jadi Ino merasa wajar bila bertanya.

"Tunanganku, Dia meninggal dalam kecelakaan mobil bersama sahabat baikku dan yang aku sesali aku tak tahu mereka berdua saling mencintai."

"Sampai saat ini kau tak bisa melupakannya?"

"Bagaimana bisa, ketika kau menjadi penyebab orang lain tidak bahagia dan kau tak menyadarinya. Aku merasa menjadi bajingan egois karena akulah penyebab kematian mereka."

"Aku mengerti, Luka hati sulit disembuhkan. Seseorang yang aku cintai dengan alasan altruis melepaskanku begitu saja. Sangat menyakitkan, tapi aku tak mendendam atau membencinya. Aku menerima keinginannya dan belajar memaafkan. Yang dia harapkan aku mendapatkan hal yang terbaik dan pria itu tak sadar dia adalah hal terbaik yang pernah ada dalam hidupku. Rasa rendah dirinya menyebabkan kami terpisah."

"Bukankah kau bertunangan dengan Sasuke Uchiha?"

"Ya, Kami akan segera menikah."

"Mengapa aku merasa kau tak bahagia?"

"Entahlah, Aku memiliki segala hal yang aku impikan tapi rasanya masih ada yang kurang. Apa manusia memang tamak? Selalu ingin yang lebih."

"Kau wanita ambisus, Ino dan tak pernah puas. Apa kau yakin menikah akan membuatmu bahagia?"

"Mungkin, Aku tak akan tahu bila tak mencoba."

"Biar aku tebak, Kau tak mencintai tunanganmu meski kalian mengumbar kemesraan dimana-mana."

"Mengapa kau tahu?"

"Mengapa? Itu karena kau tak tampak antusias. Aku akan memberi saran gratis padamu. Sebaiknya ikuti kata hatimu. Bila kau terus melanjutkan kebohongan ini, Kau hanya akan membuat Sasuke terluka dalam."

"Aku tak berniat meninggalkannya. Dia cocok dengan tujuan hidupku."

"Terserah kalau begitu dan jangan menyesal nanti. Satu lagi hal penting Ino. Aku memperingatkanmu, sekelompok wartawan tabloid gosip sedang mengulik latar belakangmu. Mereka melakukan investigasi tentang dirimu dan aku khawatir kebenaran akan terkuak."

"Aku tinggal menyangkalnya saja kan?"

"Andai saja semudah itu. Ketenaranmu yang begitu mendadak dan sosokmu yang misterius memancing keingintahuan orang-orang. Persiapkan mentalmu untuk menghadapi publikasi negatif."

Wajah Ino menjadi muram, tak mungkin rahasianya terkuak dengan mudah. "Terima kasih sudah memperingatkanku."

"Aku peduli padamu, Ino. Kau memiliki sisi lembut yang selalu kau coba sembunyikan. Kau selalu mencoba menenangkanku."

"Aku dibayar untuk menemaimu tuan Hatake."

"Aku tahu, Aku hanya merasa kau menunjukkan kehangatan dan ketulusan pada pelangganmu."

"Hanya bila mereka menghargaiku sebagai manusia, bukan seonggok daging yang mereka bisa gunakan seenaknya."

Pria itu berdiri dan melangkah pergi."Jaga dirimu Ino."

"Terima kasih, Kakashi."

.

.

Ino merasa khawatir, kehancuran macam apa yang akan dia hadapi bila rahasianya terbongkar. Ino menatap langit malam dari teras kondominium dan menyesap teh hangat yang dia buat. Wanita pirang itu hanya mengenakan gaun tidur berenda dari Satin. Dia memang akan segera tidur, tapi ia masih belum menemukan kantuknya.

Sasuke melihat tunangannya merenung. Ia mendekatinya dan memeluk wanita pirang itu dari belakang. Langsung saja ia mendaratkan kecupan ringan di leher dan bahu Ino.

"Apa yang kau pikirkan?" bisiknya di telinga sang kekasih.

"Aku hanya membayangkan apa yang terjadi bila media menguak rahasiaku."

"Kasane? Aku ragu bagaimana mereka akan mencari tahu. Data-datamu sudah di hapus oleh agensi dan klien-klienmu pastinya tak akan buka mulut."

"Aku takut Sasuke, Bila semua yang aku rintis tiba-tiba hancur. Aku sangat menikmati pekerjaanku."

"Aku tahu, Jangan khawatir apa pun yang terjadi aku akan bersamamu."

"Aneh, Padahal kau dulu mengancam akan membeberkan siapa aku dan sekarang kau mau membelaku?"

"Maaf aku memang pria brengsek. Aku hanya mencari cara agar kau mau bersamaku."

"Meski dengan pemerasan?" alis Ino terpaut dalam ekspresi tak senang. Sasuke banyak berubah tapi itu tak bisa mengubah kenyataan dialah yang memisahkan Ino dari Sai.

"Kau tak tahu aku tergila-gila padamu." Pria itu kembali menciumi tengkuk Ino dengan bernafsu. Tangannya merayap di balik gaun Ino dengan malas mengelus-elus paha wanita itu. "Ino, Izinkan aku untuk menghapus rasa khawatirmu itu."

Dalam hati Ino mengerang, Sasuke sulit sekali dipuaskan. Wanita itu pura-pura tersenyum. "Bawa aku ke tempat tidur kalau begitu!" perintah Ino

"Siap, Madam" Sasuke mengendong tunangannya bridal style ke kamar tidur mereka.

.

.

.

"Kau...Aku tak menyangka kau akan melakukan ini padaku," ucap Ino pada pria tak dikenal sambil mengacungkan pistol padanya. Tangannya gemetar ia ketakutan dan tak terbiasa memegang senjata.

"Relaks, Aku tak berniat menyakitimu." Pria itu mengangkat tangan pura-pura menyerah.

"Menjauh dariku!" teriak Ino dengan kencang. Dia tersudut di tembok ruangan itu.

Tiba-tiba saja, Sang pria menerjang ke arahnya memukul pergelangan tangan Ino dan membuat pistolnya terjatuh. Wanita itu mengernyit dengan cepat pria itu menguncinya di tembok. Nafasnya menyentuh leher Ino. Dia pun bergidik.

"Tolong lepaskan aku, Kikuchi." Ino memohon dengan memelas.

"Kau pikir aku akan diam saja setelah kau mempermalukan aku begitu saja? Aku tak bisa terima!" bentak pria berambut coklat itu.

Ino meronta-ronta ingin melepaskan diri dari cengkeramannya. Dia membeku ketika mulut pria itu melumat bibirnya. Ino langsung menjadi pucat.

"Cut!" Teriak sutradara menyelesaikan adegan itu."Kerja bagus Ino, Kau menyelesaikannya hanya dalam satu take." Lanjutnya memuji sang artis.

"Terima kasih." Ino meraih handuk yang diberikan oleh staf studio.

"Oke, Kita break sebentar dan lanjut dengan adegan 45."

Setelah pengumuman dari sang sutradara. Para kru mulai membereskan studio dan menyiapkan set dan prop baru untuk adegan berikutnya. Ino melipir ke ruang ganti. Ia menegak sebotol air mineral. Pencahayaan di studio membuatnya merasa gerah. Dia butuh touch up dan berganti kostum tapi make up artisnya tidak terlihat.

Ino memutuskan untuk mengecek ponselnya. Ia membuka akun sosial medianya dan terkejut menemukan ratusan komentar negatif tentang dirinya. Rata-rata menyebutnya sebagai pelacur dan tak bermoral. Ino bingung apa yang menyebabkan ujaran kebencian memenuhi akunnya.

Lalu ia melihat pesan dari Gaara. Sudah lama ia tak melihat pria itu dan anggota teater Royal.

The Rebels: Aku menemukan artikel tak sedap ini beredar di internet. Aku harap kau akan baik-baik saja. Jangan hiraukan rumor yang ditulis wartawan abal-abal.

Ino membuka tautan yang dikirimkan Gaara padanya. Mata Ino terbelalak dan mulutnya mengaga tidak percaya. Apa yang Kakashi peringatkan padanya menjadi kenyataan.

Ino membaca judul artikelnya.

"Artis pendatang baru terlibat prostitusi."

Ino langsung menjatuhkan ponselnya. Wajahnya pucat memucat. Apa yang akan dia lakukan sekarang? Belum sempat Ino berpikir, Make up artisnya sudah datang.

"Kau pucat. Ada apa Ino? Kau terlihat syok."

"Iya, Aku baru saja membaca pemberitaan tak sedap di Internet."

"Yah, Berita tentang dirimu baru diluncurkan dua jam yang lalu sudah menjadi trending topik sekarang. Artinya orang-orang penasaran pada dirimu."

"Aku tak tahu harus senang atau sedih dengan berita ini." Ino mengembuskan nafas panjang."

"Ino, Apa pemberitaan itu benar Kalau kau dulu seorang lady escort?"

Ino hanya bisa menyangkal. "Mana mungkin, kau tahu berita seperti ini sering dibuat-buat."

Ino melanjutkan pekerjaannya dan ia menyadari bisik-bisik di antara para kru dan tatapan-tatapan menghakimi mereka membuat Ino merasa tak nyaman.

Ia pulang dengam rasa gundah, Sasuke sedang syuting di luar kota, pria itu hanya memintanya untuk tenang dan Ia sudah meminta orang untuk menyelidiki siapa yang menulis artikel itu. Wartawan terus menerus mencecarnya dengan pertanyaan yang sama dan Ino menyangkal. Hingga keesokannya foto-foto ia tengah berkencan dengan pelanggannya beredar di internet. Ino menghapus akun sosial medianya. Ia berhenti menonton televisi. Ia tak tahan dengan hujatan-hujatan para haters dan bahkan fans nya berbalik memusuhinya.

Ino mengunci dirinya di rumah. Dia ketakutan, untuk pertama kalinya ia merasa begitu rendah dan buruk. Kepercayaan dirinya lenyap tertekan oleh berita-berita negatif tentang dirinya. Semua orang meninta penjelasan. Ponselnya tak berhenti berbunyi, tapi ia tak menjawab. Managernya, Agensinya, dan ketika Ino melihat nomor telepon ayahnya ia menangis. Apa yang bisa ia jelaskan pada sang ayah? Orang-orang benar, She is just a fake.

Ino tak menyangka kejatuhannya datang begitu cepat. Sebagian besar kontraknya dibatalkan hanya dalam hitungan hari. Dengan alasan tak ingin Ino merusak Image mereka. Dia kehilangan segalanya.

Sasuke mendengar apa yang terjadi dan ia juga di kejar-kejar wartawan untuk meminta klarifikasi. Ia ingin segera pulang ke Tokyo, tapi produser tak mengizinkannya. Dia terjebak disini sementara Ino membutuhkannya. Ia bahkan semakin khawatir karena Ino tak bisa dihubungi. Sampai sekarang ia tak tahu siapa yang berniat menjatuhkan Ino. Ayahnya gusar dan mendesak Sasuke untuk membatalkan pertunangan mereka. Fugaku dengan tegas mengatakan tak akan pernah menerima pelacur dan social climber sebagai menantu.

Ino merasa ingin bersembunyi. Apa ini rasanya menjadi tenar? Satu kesalahan dan mereka menghancurkanmu. Ino mencoba menyelinap keluar dari apartemennya. Sudah beberapa hari wartawan siaga di sana. Mengharapkan Interview. Ino ingin lari, tapi tak tahu ke mana. Ia perlu menjauh dari semua ini dan dia merasa sangat kesepian. Siapa yang bisa ia tuju. Hanya ada Gaara, Temari, dan Naruto dan Ino tak ingin melibatkan mereka. Sasuke pun tak lepas dari masalah gara-gara pemberitaan ini.

Hujan tiba-tiba turun, Ino yang merasa frustrasi dan tertekan melangkahkan kakinya ke satu tempat di mana dia mungkin akan merasa aman. Dia hanya berharap pria itu tak akan menolaknya lagi. Mimpinya sudah hancur dan tak ada lagi yang tersisa dari dirinya. Ino menekan bel pintu apartemen itu.

Sai sedang menulis dan ia mendengar bel rumahnya berbunyi. Siapa yang mencarinya malam-malam begini? Ia membuka pintu dan menemukan Ino berdiri di sana. Pakaiannya basah, kulitnya pucat dan dia gemetar kedinginan.

"Sai, Karierku telah hancur. Tak ada lagi yang tersisa," ujarnya dengan suara terisak.

Melihat wanita itu begitu terpukul dan gundah. Sai merasa sedih. Ia sudah mendengar beritanya. Masa lalu Ino terbongkar. Ia menarik wanita itu dalam pelukannya tanpa memedulikan ia akan ikut basah. Ia memeluk Ino dengan erat. "Meski dunia menghujat dan memusuhimu, aku akan selalu mendukungmu."

Wajah Ino tersuruk di dada pria itu. Dia melingkarkan tangannya di pinggang Sai, bertumpu dan bersandar dalam dekapan hangat pria yang tak pernah dia jumpai selama nyaris dua tahun. Ia tak tahu mengapa ia mencari Sai tapi sekarang ia merasa aman.

"Bawa aku pergi dari sini, Aku ingin lari dari mimpi buruk ini."

"Tenanglah Ino, Ini semua akan berlalu."

"Sai, Jangan pergi lagi. Kau tak punya alasan untuk menghindariku sekarang. Aku telah meraih mimpiku dan kandas."

"Aku minta maaf, Aku sangat menyesal tak berusaha untukmu. Aku hanya ingin kau bahagia."

"dan lihat aku sekarang, Apa aku bahagia?"

Sai menarik Ino masuk ke apartemennya dan menutup pintu. Mereka berdua memang perlu bicara. Di balik semua ini, Sai merasa senang Ino datang mencarinya. Jadi selama ini Ino tak melupakannya, seperti halnya ia tak bisa melupakan wanita itu.

.

.

.

A/N : Akhirnya saya mengerjakan ff yang sudah lama terlantar ini. saya sendiri lupa ceritanya karena tidak dikerjakan beberapa bulan. Chapter ini alurnya memang kecepetan, maafkan saya karena memang buru-buru ingin masuk ke konflik terakhir. Saya harap pembaca masih menyimak dan excited.

Leave like and review ya. Thank you.

HAPPY READING!

AnnA