Sherlock, John, Rosie dan Popok

By Nakashima Eru

Sherlock BBC © Mark Gatiss and Steven Moffat

Sherlock Holmes © Sir Arthur Conan Doyle

Rate T

General/ Family

Please, Enjoy!

.

.

.

.

Aku terkejut saat terbangun dari tidurku. Di sampingku ada sesosok pria sedang tidur pulas. Saat kukerjap-kerjapkan mataku dan membelalakkannya, aku sadar bahwa dia adalah John, mantan teman satu flatku sebelum dirinya menikah dan tinggal bersama Marry, mendiang istrinya. Aku tidak heran dia bisa memasuki flatku karena satu kunci cadangan memang masih ia bawa. Kuperhatikan dirinya lekat-lekat sembari mengingat-ingat peristiwa yang mungkin terlewatkan olehku yang kini membuat diriku kebingungan bagaimana bisa dia yang dulunya sangat menghormati privasi dan tidak pernah memasuki kamarku tanpa mengetuknya terlebih dulu, kini sedang menempati tempat tidurku tanpa izin dariku.

"Ngh." Oh, John sedikit mengigau saat aku mencoba menarik selimutku. Dia telah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutku, menariknya dariku, dan itulah yang membuatku tadi terbangun. Suhu dingin kota London di waktu subuh adalah suatu hal yang mengerikan tatkala kau tidak punya penghangat tubuh. Aku mencoba mempermainkan John, menarik selimutku dari tubuhnya dan ia menarik balik. Kutarik-tarik lagi dan ia juga terus menarikinya dengan mata masih terpejam rapat. Mungkin ia bermimpi sedang berebut sayuran diskon dengan ibu-ibu di supermarket seperti yang biasa ia lakukan saat kami masih tingggal bersama.

"Huwaaaa. Huwaaaaa."

Tunggu. Apa itu? Suara anak kecil menangis? Oh, John membawa serta Rosie ke mari?

"Huwaaaaa. Huwaaaaa." Suara tangisan itu terdengar dari bekas kamar John.

Jadi, kusimpulkan saja John mungkin datang ke mari saat larut malam dengan alasan tertentu lalu menginap di sini. Ia menidurkan Rosie di tempat tidurnya karena ya, semua tahu bahwa kau tidak pernah memiliki ranjang bayi. Lalu ia tidur bersamaku karena aku juga tahu bahwa tempat tidur John tidak lebih luas dari tempat tidurku dan ia khawatir tidak akan memberikan kenyamanan pada anaknya jika mereka tidur berdua.

"Huwaaaaaa." Oh ayolah, si ayah ini tidak juga mendengar suara tangisan keras anaknya.

"John?" kucoba membangunkan John karena aku tidak terlalu suka dengan suara tangisan berisik anak-anak.

"Ngh. Marry."

Dari rintihan John barusan aku menyadari kalau ia masih beranggapan tidur dengan Marry dalam mimpinya. Dan aku juga tahu kalau dia tidak pernah mau mengalah untuk menidurkan Rosie lagi saat anaknya terbangun di tengah malam. Aku jadi bisa membayangkan betapa letihnya Marry.

Jadi, kurasa sebagai seorang ayah, John tidak sehebat ayahku karena Mycroft pernah bercerita bahwa dulu hampir setiap malam aku terbangun dan menangis, lalu ayahku selalu membantu ibu untuk kembali menidurkanku.

"Huwaaaaa." Kuhampiri Rosie. Aku tidak begitu mengerti seluk beluk tentang merawat anak, jadi kuanalisis anak itu, mencari tahu apa penyebab ia menangis dengan keras.

"Oh!" aku mendapatkan poin. Kusadari popok anak itu terisi penuh oleh cairan dan aku tahu pasti bahwa itu adalah air pipis.

Aku sempat bingung sebentar tentang bagaimana cara menanganinya namun kemudian aku teringat pernah melihat Lastrade mengganti popok anaknya saat istrinya tengah liburan ke Dubai. Namun permasalahan baru muncul. Aku tidak punya dan tidak pernah punya persediaan popok anak.

DUK

Aku menyandung tas besar. Kurasa tas itu yang dibawa John saat datang ke mari. Aku membukanya, berharap menemukan popok baru di sana dan− voila! Aku menemukannya.

Segera kuganti popok Rosie sesuai cara yang kuingat seperti yang telah dilakukan Lastrade. Tak kusangka aku cukup cekatan dalam hal ini.

"Tunggu. Kenapa aku mau repot-repot melakukan ini?" aku baru menyadarinya setelah selesai mengganti popok Rosie.

Setelah permasalahn popok terpecahkan, kini Rosie kembali tertidur pulas. Sebelum memejamkan mata aku melihat anak itu sempat tertawa kepadaku. Kulambaikan tanganku dan membalas senyum kepadanya lalu ia langsung tertidur.

Aku kembali menghampiri tempat tidurku. Kulihat John kini telah menguasai selimut tebalku sepenuhnya. Kubiarkan dia seperti itu karena aku sepertinya sudah memahami permasalahannya hingga ia datang ke flatku. Ia pasti sudah terlalu kesakitan−maksudku perasaannya− setelah kepergian Marry. Maka dari itu, untuk kali ini aku mengalah dan mengambil mantel tebalku yang tersampir di samping lemari dan mengenakannya. Kemudian aku meringkuk di samping John.

Namun suhu dingin ternyata semakin menjadi-jadi, kakiku bahkan terasa hampir membeku. Secara reflek aku semakin mendekatkan tubuhku kepada John untuk memintanya berbagi kehangatan. Aku merasakan ia menggeliat, dan juga berusaha menempelkan tubuhnya padaku. Lalu ia merengkuhku, menarik tubuhku dalam pelukannya. Mungkin ia mengira diriku sebagai Marry dan bermimpi sedang memeluk istrinya.

Namun aku tidak berusaha melepaskan diri karena ini kuanggap sebagai kondisi darurat dan aku juga tidak ingin mati beku di atas tempat tidurku sendiri. Mycroft pasti akan menertawakan mayatku sampai seperti orang gila. Tanpa kusadari aku semakin larut dalam tidurku dengan kehangatan John menyelimuti tubuhku.

END

Terima Kasih Banyak Telah Membaca