Naruto mendongak perlahan saat merasakan tangan Sasuke di pipinya dan jawaban Sasuke atas permintannya. Ia agak malu diperlakukan seperti itu, apalagi ada berberapa orang dikelas namun hal itu hanya beberapa saat. Senyum Sasuke membuatnya mematung dengan wajah yang begitu merah.

Tangan diturunkan, Sasuke memperhatikan Naruto yang tidak bereaksi. Detakan jantungan sedikit lebih cepat, dan rasa aneh itu masih ada. Tapi yang jelas, dia merasa bahagia dapat berteman dengan seseorang.

-02-

"Hee? Shika, apa yang Naruto lakukan disitu?" Pemuda berisik bertato merah dipipinya itu menggumam heran, Sasuke juga tidak menanggapinya.

"Diamlah Kiba, aku benar-benar mengantuk." Shikamaru, si rambut nanas itu mencoba tidak peduli, kepalanya ia tenggelamkan pada kedua lengannya yang ia tekuk diatas meja. Sementara Kiba, masih memperhatikan Naruto yang berdiri dengan wajah merah didepan Sasuke yang juga diam menatap Naruto.

"Arigato." Sasuke kembali bersuara, dan Naruto tersadar dari lamunannya kemudian memalingkan wajahnya malu. Setelahnya Sasuke kembali duduk di bangkunya, menulis sesuatu di buku catatannya. Disobeknya kertas itu dengan rapi, lalu ia berikan pada Naruto.

"Kau, adalah teman pertamaku. Aku, merasa senang." Naruto membacanya baik-baik, ia dapat menyimpulkan bahwa Sasuke memang juga kesulitan untuk menjalin sebuah pertemanan dengan seseorang. Tapi Naruto berhasil, ia juga merasa sangat senang. Lalu dilipatnya kertas itu dan ia selipkan di buku catatannya.

Naruto tersenyum menatap Sasuke sebelum membungkukkan badannya beberapa-detik dan kembali duduk dibangkunya dengan perasaan bahagia. Mereka kembali bertatapan, Naruto sangatlah menyukai senyum Sasuke dan Sasuke sangatlah menyukai mata Naruto. Remaja berkulit putih itu memutus tatapannya, ahh.. ini benar-benar aneh.

Kelas kembali riuh saat siswa-siswi kembali dari kantin setelah bel masuk berdering keras. Tidak lama setelah itu Ibiki-sensei masuk ke kelas dan memberikan materi baru. Naruto tampak asik dengan buku catatannya, ia menulis banyak hal yang ingin ia sampaikan pada Sasuke, ia ingin menjadi teman yang baik, ia juga ingin tau apa makanan favoritnya, apa hobinya, dan banyak lagi. Senyum kembali terulas.

"Baiklah, Naruto? Bisa kau baca sub-bab halaman 43?" Ibiki-sensei berujar menunjuk salah satu muridnya secara acak, dan Naruto membeku, tangannya tiba-tiba menjadi begitu dingin. Orang-orang didepannya menoleh heran karena ia tidak juga membacanya. "Naruto? Kau mendengarku kan?"

"Sensei!" Sasuke mengangkat tangan kanannya, semua pandangan beralih pada Sasuke, termasuk Naruto yang hampir menangis karena takut. "Aku ingin membacanya." Diliriknya Naruto sekilas, "Jangan khawatir."

"Ah, baiklah.. Uchiha-kun, silahkan."

Naruto menghela nafas lega.

*

Pelajaran selesai, siswa-siswi berhamburan keluar kelas. Naruto mengemasi buku-bukunya, ia harus segera pergi bekerja. Dan baru saja ia berdiri, Naruto mengurungkan langkahnya mendapati anak perempuan berambut pink berdiri didepannya.

"Apa kau sibuk, Naruto? Aku akan pergi karaoke dengan teman-temanku, bisa kau gantikan aku piket hari ini?" Ujarnya sembari menunjuk teman-teman perempuannya yang sudah menunggu didepan pintu. Naruto tertunduk, ia tidak bisa menolak, ia mengangguk begitu saja.

"Oi, kerjakan tugasmu sendiri. Kau pikir Naruto itu babumu, huh?" Sakura dengan cepat menoleh kebelakang, didapatinya Sasuke dengan wajah angkuhnya mendekat kearah mereka. Naruto agak terkejut dengan apa yang Sasuke lakukan untuknya.

"A-ah, Sasuke-kun.. tapi N-naruto sendiri tidak keberatan, kan Nar-"

"Dia ada janji denganku. Dan jika kau punya banyak waktu untuk karaokean dengan teman-teman tololmu itu, tentunya kau juga bisa melakukan apa yang sudah menjadi kewajibanmu. Ayo Naruto." Tanpa memperdulikan Sakura yang tidak bisa menjawab ucapannya, Sasuke menggandeng tangan Naruto keluar kelas.

Telapak tangan Naruto terasa dingin, mungkin sedikit lebih dingin dari telapak tangan Sasuke. Mereka masih bergandengan, Sasuke berjalan cepat dengan Naruto yang berjalan sedikit tertunduk dibelakangnya. Beberapa siswa-siswi memperhatikan mereka. Naruto merasa malu sekalipun Sasuke tampak tidak peduli dengan orang-orang itu. Dan genggaman tangan dilepaskan begitu mereka sampai di depan gerbang sekolah. Sasuke mendengus terlihat kesal.

"Sudah berapa lama kau dimanfaatkan seperti tadi?" Sasuke bersedekap, menatap Naruto yang memalingkan wajah dan enggan menjawab. "Haa.. Naruto, jika kau tidak melawan, kau akan tetap ditindas, kau akan selalu dianggap rendah. Kau tidak perlu peduli dengan tahta mereka, mereka juga makan nasi sepertimu. Kau harus melawan jika kau tidak suka, atau kau memang suka dianggap seperti sampah?"

Sasuke menyesali kalimat terakhirnya seperti malam itu. Naruto tampak menunduk sedih dengan kepalan tangan yang bergetar. Tidak, Naruto harus mendengarkannya. "Aku tidak akan minta maaf untuk saat ini. Kau tidak seharusnya takut." Jeda, Naruto masih diam ditempatnya dengan reaksi yang tidak berubah. "Kau tidak perlu membentak mereka. Kau bisa gunakan tangan atau kakimu, bahkan kepalamu."

Naruto menatap sepatunya yang terlihat kabur karna air matanya yang menetes. "…atau kau memang suka dianggap seperti sampah?" Dan dapat Naruto lihat Sasuke melangkah pergi. "Sa-ssu.." Panggilnya dengan suara bergetar. Sasuke menghentikan langkahnya namun tidak berniat berbalik.

"A-riga..tto.."

"Pulanglah. Hati-hati."

Sasuke melangkahkan kakinya kembali. Ia ingin berbalik dan memeluk bocah pirang itu tapi hatinya terlalu sakit untuk melihatnya menangis.

Sasuke itu baik. Naruto menatap sobekan kertas yang terselip di buku catatannya, sebelum menutupnya kembali dan memasukkannya kedalam tas. Ia tau, Sasuke bermaksud memotivasinya dengan caranya sendiri, ia juga tidak pernah suka dengan si gadis pink yang selalu memintanya untuk menggatikan piket, ia tidak mau dianggap sampah. Tapi pada kenyataannya ia tidak bisa melawan.

*

Restoran tutup lebih awal, syukurlah, dengan begitu Naruto bisa belajar dan istirahat dengan cukup. Hari ini Naruto tidak mengambil makanan sisa, ia masih punya roti dan sekarton susu dari Sasuke yang pasti cukup untuknya selama 3-4 hari kedepan.

Naruto berhenti didepan gerbang kecil berkarat rumahnya, tangan kirinya menggenggam salah satu batang besi bau itu. Pintu rumahnya masih tertutup rapat, apa ayahnya pergi lagi?. Naruto segera saja masuk. Dibukanya pintu depan rumahnya, tidak dikunci, dan ayahnya duduk disofa, memakan semua roti susu miliknya.

"Ah, kau pulang? Aku sangat lapar, dan darimana kau dapat makanan ini?" Minato melirik Naruto yang diam menatap sampah yang berserakan diatas meja. Persediaannya untuk beberapa hari kedepan lenyap. Naruto menahan dirinya untuk tidak menangis lagi.

"Oi..! Apa kau tuli juga sekarang?" Naruto menggeleng cepat. "Kau mencuri?" Menggeleng. Minato mengangguk-anggukkan kepalanya. "Dan kau menyembunyikan makanan sebanyak ini, tanpa membaginya denganku, anak macam apa kau ini, huh?" Minato berdiri, mengambil sekarton susu 1,5L kemudian membuka tutupnya yang masih tersegel.

Naruto memejamkan matanya erat merasakan cairan beraroma sedikit manis itu membasahi kepalanya, turun membasahi seragam sekolahnya. Terbuang sia-sia.

"Kenapa? Aku baru tau kalau kau sangatlah pelit." Minato terkekeh, dibuangnya secara sembarang karton susu yang sudah kosong itu. Badan Naruto bergetar pelan, ia menangis saat matanya terbuka untuk melihat genangan susu dibawah kakinya.

BRAKK!

Naruto didorong sekuat tenaga, terpleset hingga tubuhnya jatuh menabrak meja. Nyeri dan ngilu dapat ia rasakan pada lengan kanannya. Naruto berteriak tanpa suara. Ayahnya itu masih sempat menjambak rambutnya dan mendorongnya kasar dan hampir terbentur pinggiran meja. Melenggang meninggalkan Naruto, keluar, lalu membanting pintu.

*

Naruto mencoba berdiri, air matanya berderai tidak karuan menahan sakit pada lengannya, mungkin retak. Dengan langkah terseok dan tubuh yang basah, Naruto naik ke lantai atas, menuju kamarnya. Dan lagi-lagi hati Naruto berdenyut nyeri melihat kamarnya sangat berantakan seperti kapal pecah. Mengesampingkan hal itu, kaki gemetarannya ia seret masuk kedalam kamar mandi setelah ia letakkan tasnya yang basah sebagian ke lantai kamarnya.

"I-itaii.." Lengannya lebam, sakit sekali. Dibilasnya seragam sekolahnya dengan air, ia masih harus menggunakan seragam itu untuk besok pagi. Naruto masih terisak merasakan tangannya yang berdenyut-denyut nyeri, tetes-tetes air shower tidak membantu apapun. Setelah sekiranya bersih, Naruto keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan tangan kanannya. Seingatnya ia masih punya obat penghilang lebam, semoga saja belum expired.

Dibukanya laci meja belajarnya, ketemu. Naruto sangat bersyukur obat salep itu masih cukup banyak dan masih bisa digunakan. Ia oleskan pelan pada bagian yang lebam dengan perlahan, ia masih bisa menggerakkan tangannya meskipun masih terasa sangat sakit dan tampak sedikit bengkak.

"Sakit.." Naruto mengusap airmatanya kasar dengan punggung tangan kirinya. Ia tidak tau harus bagaimana. Naruto beranjak dari meja belajarnya, berniat membersihkan kasurnya sedikit. Diliriknya jam dinding di kamarnya. Jam 9, sepertinya Naruto mengurungkan niatnya untuk belajar dan memilih untuk istirahat saja.

Tapi manik biru itu tampak melebar teringat sesuatu. Tas sekolahnya basah. Dengan tergesa Naruto membuka tasnya dengan tangan kirinya. Bagian dalam tasnya terasa lembab, masih untung buku-buku pinjaman perpustakaan sekolah tidak basah, tapi tidak dengan buku catatan kecilnya. Sebagian besar basah.

"Tulisan Sasuke.." Diambilnya sobekan kertas yang setengah basah dan lengket, Naruto menyisihkannya. Kemudian ia keluarkan barang-barangnya yang lain agar bisa kering dengan sendirinya. "Kumohon, jangan sobek.." Naruto membawa kertas dengan tulisan Sasuke itu keatas kasurnya, meniup-niupnya berharap segera kering.

"Aku ingin menyimpannya.." Menyimpan hal sepele dari teman barunya.

[..] Bunga Matahari kesepian

*

Awalnya seberti biasa, Naruto datang dan duduk dibangkunya dengan tenang, tapi tidak menyapa Sasuke seperti sebelumnya. Sasuke sendiri tidak begitu ambil pusing, mungkin Naruto merasa tidak nyaman dengan ucapan Sasuke kemarin sore. Tapi tidak setelah pelajaran dimulai. Naruto menulis dengan tangan kirinya. Sasuke diam tak memperdulikan ocehan senseinya didepan kelas, dan lebih memilih menatap Naruto yang tampak kesulitan dengan apa yang sedang dia lakukan.

"Apa yang dia lakukan." Gumamnya. Shikamaru yang duduk didepannya tanpa sengaja mendengar, ia menoleh menatap Sasuke dan mengikuti arah pandangnya. Naruto. Sejak kapan dia kidal? Shikamaru berfikir sejenak.

"Mungkin tangan kanannya terluka."

Sasuke menatap si pemilik suara. "Apa maksudmu?" Sasuke berbisik, tidak ingin dimarahi senseinya.

"Aku tau kalian baru saja menjalin pertemanan, dan aku percaya kau bisa menjaga hal ini." Shikamaru memelankan suaranya, sebelum membenahkan posisi duduknya. Ia ambil pensil mekanik di meja Sasuke, kemudian menulis sesuatu pada halaman terakhir buku catatan Sasuke.

"Nara!" Tulisan selesai, Shikamaru berbalik menghadap papan tulis sesaat setelah ditegur Asuma-sensei.

"Maaf."

Sasuke, membaca tulisan itu.

"Dia adalah korban kekerasan, oleh ayahnya sendiri. Aku pernah melihatnya sekali dipukul dengan tongkat baseball. Dan jika kau bisa melihatnya, ada banyak luka dari tatapan matanya. Dan aku rasa, hanya kau dan aku yang tau bahwa Naruto kesulitan berbicara. Aku dapat menyimpulkan, hal itu bisa terjadi karena tekanan yang sangat besar." Sasuke tidak berkutik, menatap tulisan yang sedikit berantakan karena ditulis terburu-buru.

Naruto? Kekerasan? Diliriknya lagi Naruto yang masih menulis dengan tangan kirinya dan sesekali meremas perutnya. Tunggu, jika Shikamaru tau bahwa Naruto adalah korban kekerasan, tidak seharusnya dia diam saja. Ya, tidak seharusnya seperti itu.

Diremasnya buku paket matematika setebal 3cm di depannya. Seperti seringan ranting, Sasuke mengayunkannya kuat-kuat. BRAK!. Semua menatap Sasuke. Shikamaru memegangi kepalanya yang terasa pening, nyaris pingsan karena kuatnnya pukulan yang Sasuke berikan.

"UCHIHA! Apa yang kau lakukan!" Asuma berjalan cepat kearahnya, terlihat lebih mengkhawatirkan Shikamaru yang masih memegangi kepalanya tanpa bicara apapun.

"A-apa yang kau lakukan, HAH!" Kiba tersulut emosi begitu dirinya melihat Shikamaru yang tampak kesakitan juga buku matematika yang sobek setengahnya. "Shika! Kau tidak papa?" .. "Apa yang kau pikirkan!-"

"Kiba! Bisa kau tenang!" Asuma membentak, kelas begitu hening dan hanya terdengar suara rintihan Shikamaru. "Bisa kau jelaskan?" Kembali membuka suara, Asuma menatap Sasuke penuh introgasi. "Jika kalian ingin berkelahi, silahkan, tapi jangan dikelasku." Jeda, Sasuke masih berdiri dengan tangannya yang dingin dan gemetaran. Kenapa ia begitu marah?, "Kau murid baru disini, aku tidak peduli asalmu darimana, tapi jaga etikamu."

Sasuke menulikan dirinya, kemudian diliriknya Naruto yang juga terlihat sangat terkejut atas kelakuannya. "Maaf. Aku hanya berfikir dia terlalu bodoh dengan membiarkan seseorang tersiksa tanpa berniat menolongnya." Tanpa permisi, Sasuke berlari keluar melalui pintu belakang kelas, melewati Naruto begitu saja.

"SASUKE!" Asuma sama sekali tidak dipedulikan.

"Oi! Mau kemana kau sialan!" Kiba makin emosi dengan kelakuan Sasuke yang tiba-tiba seperti itu, ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Kemudian ia berjongkok disamping meja Shikamaru, berniat mengusap punggungnya. "S-shika, kau mimisan!"

*

Sasuke menatap kedua telapak tangannya yang terlihat memerah. Ia merasa sangat tolol dengan kelakuannya barusan. Shikamaru terlalu bodoh, pikirnya. Ia sampai di atap sekolah, dan saat itu juga angin menyambutnya dengan lembut.

"Dan jika kau bisa melihatnya, ada banyak luka dari tatapan matanya."

Tubuh jakungnya merosot, bersandar pada tembok gudang kecil tempat menyimpan alat-alat kebersihan yang sudah tidak terpakai. Tatapannya kosong, sama sekali tidak tertarik dengan langit biru dengan sedikit awan disana. Rambut hitam diremas kuat. Apa Naruto sudah seperti itu sejak lama?, kenapa tidak ada yang menolongnya?

Sasuke mendongak, Naruto menyusulnya kesini.

"Kenapa kau kesini?" Naruto duduk sebelahnya, tidak menjawab apapun dan hanya menatap langit. Sejujurnya Naruto diam-diam kesini saat Asuma-sensei dan beberapa anak laki-laki yang lain membantu Shikamaru pergi ke UKS.

Hening.. Naruto melirik Sasuke yang terlihat memikirkan sesuatu. Apa Sasuke mempunyai masalah dengan Shikamaru? Tapi, mengingat Sasuke masih baru disini.. itu sedikit tidak mungkin meskipun tidak menutup kemungkinan mereka adalah teman semasa kecil, begitulah apa yang dipikirkan Naruto.

"S-sasu..ke, tt-ti-" Naruto menyerah, tangan kirinya meremas ujung seragamnya sedikit kecewa tidak bisa mengatakan sesuatu.

"Aku tidak apa. Kau tidak perlu memaksakan dirimu Naruto." Keduanya terdiam, Sasuke membenahkan posisi duduknya, menatap Naruto yang duduk disebelahnya. "Bukankah kita teman?" Ucap Sasuke tiba-tiba, Naruto yang awalnya bingung kemudian mengangguk. "Kalau begitu kau bisa menjelaskan apa yang terjadi denganmu selama ini. Paling tidak.. kau ceritakan apa yang terjadi dengan tangan kananmu."

Dapat Sasuke lihat Naruto memalingkan wajahnya dan tertunduk, ia tidak tau bagaimana cara menyampaikannya pada Sasuke sementara tangan kanannya saja sangat sakit untuk menulis. Naruto tau Sasuke masih menunggunya, kemudian diambilnya buku catatannya yang masih sedikit lembab dari kantong celananya, ia letakkan dibawah kemudian mulai menulis dengan tangan kirinya.

Sasuke membungkuk, memegangi buku Naruto yang bergeser sewaktu Naruto menulis. Cukup lama, Sasuke menatap wajah Naruto yang tampak pucat dan kusam hingga Naruto mengangkat wajahnya, kedua mata safirnya bertemu dengan mata onyx Sasuke. Dan yang Sasuke lihat hanyalah bayangan wajahnya, ia belum bisa membaca apapun dari tatapan Naruto. Seberapa banyak lukanya, seberapa banyak bebannya.

Sasuke mengambil buku catatan itu, membaca tulisan Naruto yang terlihat cukup parah. "Kemarin sore aku jatuh, tanganku terbentur meja dan sekarang bengkak."

"Hanya ini? Naruto.. Shikamaru bilang padaku kalau dia pernah melihatmu dipukul ayahmu dengan tongkat baseball, apa itu benar? Dan yang membuatku marah padanya adalah dia tiak melakukan apapun sementara dia tau kau dianiaya." Wajah Naruto menampakkan ekspresi keterkejutan. Shikamaru mengetahuinya?

*

"Ibu meninggal saat melahirkanku, karena itulah ayah tidak menyukaiku. Ayah sering marah jika aku berbuat salah dan dia tidak akan segan untuk menghukumku, aku takut kepadanya. Aku sering dipukul, ayah sering membentak dan memakiku, aku takut jika ibu memang benar-benar membenciku seperti ayah, dan aku tidak tau kenapa suaraku hilang.. Kemarin sore, aku ketahuan menyembunyikan makanan yang Sasuke berikan. Aku barusaja pulang dari bekerja saat itu.. ayah marah kemudian mendorongku, aku jatuh dan tanganku terbentur pinggiran meja.. munkin sedikit retak.

Sasuke.. aku mohon jangan katakan ini pada siapapun.. aku tidak ingin ayah marah kepadaku. Aku mohon.." Sasuke hanya diam setelah membaca tulisan itu, ia kemudian menatap wajah Naruto yang sekarang terlihat sedih dan menahan diri agar tidak menangis. Melihat itu Sasuke mengeraskan rahangnya, dadanya terasa sesak sampai-sampai air matanya mengalir begitu saja. Ia tau Naruto hanya menceritakan sedikit dari semuanya. Tapi Sasuke mendapat semua gambarannya.

Tangan kanan Sasuke terangkat, mengusap kepala Naruto kemudian turun ke pipi bergaris itu. Naruto masih tidak menatapnya, kemudian Sasuke menarik tengkuk Naruto, memaksa kepala pirang itu agar bersandar di dadanya. Sasuke memeluknya.

Hangat dan nyaman, itulah yang Naruto rasakan. Sangat nyaman sampai-sampai ia menangis. Dapat Naruto rasakan detakan jantung Sasuke yang sedikit cepat, dapat ia rasakan juga tubuh Sasuke bergetar. Beberapa tetes air menetesi rambutnya, dan Naruto baru menyadari, Sasuke menangis.

"Aku akan menolongmu.. aku janji." Naruto mengangguk pelan, tangan kirinya mengusap punggung Sasuke sebelum pelukan di lepas. Sasuke mengumpat pelan sambil mengusap wajahnya.

Tiba-tiba Naruto teringat dengan sapu tangan Sasuke yang tertinggal dirumah, ah.. ia akan mengembalikannya besok.

"A-..riga.. -tto"

"Oi sialan." Sasuke dan Naruto menoleh kesumber suara, Kiba berdiri tidak jauh dari mereka. "Kau dipanggil Kakashi-sensei, dia menunggumu diruang bimbingan konseling." Lanjut Kiba dengan nada datar.

Sasuke berdiri, bersiap menanggung hukuman. "Kembalilah kekelas, jangan khawatir." Diliriknya Naruto yang berdiri disampingnya, kemudian Sasuke berjalan melewati Kiba yang masih terlihat sangat kesal padanya, kedua tangannya terkepal erat.

"Jika terjadi sesuatu yang lebih buruk kepada Shikamaru, aku akan memukul kepalamu dengan balok kayu." Desisnya pelan, Sasuke dapat mendengarnya.

*

Murid-murid menatapnya sambil berbisik-bisik, saling menceritakan apa yang terjadi dan melebih-lebihkan hal yang bahkan tidaklah benar. Dalam sekejap satu sekolah tau, murid pindahan dari Amerika memukul ketua kelasnya dengan buku matematika setebal 3cm sampai mimisan dan pingsan.

Sasuke sampai didepan ruang BK, diketuknya pintu kayu itu.

"Masuk!" Pintu dibuka, Kakashi-sensei terlihat barusaja menutup sambungan telepon. Sasuke kemudian masuk, menutup pintu kemudian berdiri dihadapan Kakashi-sensei menunggu dipersilahkan duduk. "Kau bisa duduk. Asuma-sensei sudah menjelaskan semuanya padaku. Kau bisa tunggu disini sampai kakakmu datang. Aku akan memanggil Iruka-sensei dulu." Ujarnya.

"S-sensei menelpon kakakku?! Tapi dia sedang tugas di Amegakure!" Sasuke sedikit syok saat kakakknya ikut dilibatkan. Kakashi berdiri dari tempat duduknya,

"Ya, kakakmu mengatakan hal yang sama tadi, tapi dia bersedia datang. Kau tunggu saja. Dan sedikit informasi untukmu, Shikamaru harus dibawa kerumah sakit. Karena itulah kau juga harus mendoakannya semoga dia baik-baik saja. " Kemudian Kakashi keluar dari ruangan itu.

Sasuke kembali mengusap wajahnya kasar, ia kemudian duduk dan menunggu kakaknya datang. Ah, Itachi pasti sangat marah padanya. Tapi, perjalanan dari Ame sampai Konoha juga memakan waktu cukup lama, sekitar tiga jam dengan mobil, itupun jika tidak macet. "Kuso."

Tidak lama setelah itu, ponselnya bergetar. Sasuke merogoh saku celananya, kemudian ia tatap layar ponselnya yang aktif.

Baka Itachi is Calling..Sasuke menggeser tombol answer, kemudian mendekatkan ponselnya itu ketelinganya. "Apa?"

"Aku sangat rindu padamu otouto.. dan akhirnya kita bisa bertemu lebih cepat, hahahaha.." Sasuke hanya memutar bola matanya jengah, ia tidak menjawab apapun setelah itu.

"Haah.. beruntung senseimu itu menelponku dan bukan menelpon ayah, jika iya maka kau akan dikirim ke Amerika lagi, Sas. Lagi pula apa yang membuatmu bertingkah bodoh seperti itu.. kenapa kau memukulnya dengan buku? Kau bisa menggunakan tangan atau kakimu, bahkan kepalamu." Sasuke masih diam, tapi kalimat terakhir kakaknya mengingatkannya pada sesuatu, seperti pernah mendengarnya.

"Lalu?"

Itachi diam beberapa saat, dapat Sasuke dengar sedikit keramaian diseberang sana. Sepertinya Itachi sudah dalam perjalanan. "Lalu, aku akan menyekolahkanmu di SMA khusus perempuan. "

Sasuke makin jengah dengan candaan kakaknya. Ia memutus sambungan telepon begitu saja lalu kembali memasukkan ponselnya kedalam saku celana. Sasuke sendiri tidaklah begitu yakin kakaknya akan marah padanya, mungkin hanya menceramahinya selama berjam-jam dan mengungkit masalah itu selama beberapa hari sampai ia benar-benar bosan.

*

Dan Sasuke merasa sangat bosan sekarang. Diliriknya jam dinding bundar yang menunjukkan pukul sebelas. Detik berikutnya, pintu dibuka. Iruka-sensei masuk bersama dengan kakaknya. Itachi tersenyum kecil pada Sasuke. Itachi datang lebih cepat dari perkiraannya.

"Maaf membuatmu lama menunggu, otouto.." Itachi menepuk bahunya dua kali, sementara Sasuke sendiri hanya bergumam kecil.

"Silahkan duduk, Itachi-san.." Iruka duduk berseberangan dengan Sasuke dan Itachi. Laki-laki dengan luka horizontal di hidungnya itu juga tampak tersenyum hangat. "Sebelumnya maaf telah membuat Itachi-san datang jauh-jauh dari Amegakure.."

"A.. tidak masalah, lagipula ini juga demi kebaikan Sasuke." Dapat Itachi rasakan Sasuke yang meliriknya bosan, tapi ia mengabaikannya dan tetap tersenyum kecil pada Iruka.

"Baik, terimakasih banyak.. jadi seperti yang sudah Kakashi-san jelaskan, Sasuke melanggar salah satu peraturan sekolah, yaitu melakukan tindak kekerasan. Karena hal itu, Sasuke-kun harus menerima sanksi berupa skorsing selama satu minggu.." Iruka menjelaskan, dapat Sasuke dengar Itachi berbicara panjang lebar, tapi Sasuke hanya menunduk dan tidak ingin mengatakan sesuatu.

"Kuso." Sasuke mendengus pelan mengabaikan Iruka-sensei dan kakaknya yang entah membicarakan apa. Ia baru masuk ke SMA Konoha ini selama dua hari dan ia harus mendapat hukuman skorsing selama satu minggu. Jika ayahnya tau, mungkin ia akan dikutuk.

Sekilas, Sasuke teringat dengan tangan kanan Naruto yang terluka, ia bahkan belum sempat melihat seberapa parah luka di tangannya itu, hanya jari-jari tangannya saja yang terlihat kaku. Ia harus membawanya ke rumah sakit sepulang sekolah nanti.

"Kau mengerti, Sasuke?"

"Soal apa?"

*

"Haaa.. bagaimana bisa kau tidak mendengarkanku dan senseimu itu.. Sebelum pulang, kita harus menjenguk temanmu itu dulu.. kau juga harus minta maaf kepadanya atas perilakumu, Sasuke. Apa kau juga perlu aku awasi selama masa skorsing?" Itachi menyejajarkan langkahnya dengan langkah kaki Sasuke yang sedikit lebih cepat darinya. Saat ini mereka sedang menuju ke kelas Sasuke.

"Itachi, aku akan mengajak temanku ke rumah sakit." Ucap Sasuke, ia berhenti didepan pintu depan kelasnya begitu mereka sampai. Itachi terdiam beberapa detik menatap Sasuke, teman?

"Te-man? Kau punya teman?" Tanya Itachi dengan tampang mengejek dan sedikit menahan tawa. Sasuke mengabaikannya lagi sebelum akhirnya mengetuk pintu. Menunggu beberapa saat sampai Kakashi membukakan pintu.

"Ah, Sasuke-kun, Itachi-san." Kakashi tersenyum dibalik maskernya. "Bagaimana? Apakah sudah selesai?" Tanyanya kemudian.

"Ya, sekali lagi maaf atas kelakuan Sasuke, Hatake-san.. Setelah ini aku akan mengajak Sasuke menjenguk Shikamaru ke rumah sakit." Jawab Itachi, Sasuke tidak mengucapkan apapun saat Kakashi menatapnya sambil menghela nafas.

"Baiklah, Sasuke.. kau bisa ambil tasmu.." Ucapnya Kakashi kemudian.

"Sensei, aku akan mengajak Naruto ke rumah sakit." Ucap Sasuke. Kakak dan senseinya itu terlihat bingung.

"Naruto? Apa Naruto juga terlibat masalahmu dengan Shikamaru?" Tanya Kakashi. Sasuke menggeleng pelan, ditatapnya Kakashi dan Itachi secara bergantian. Mau tidak mau Sasuke menjelaskan semua dengan sedikit bumbu kebohongan.

"Aku mengerti, kau bisa mengajak Naruto." Sasuke mengangguk lalu masuk kedalam kelas. Semua menatapnya dalam diam termasuk Kiba yang masih terlihat sangat kesal dan juga Naruto yang terlihat khawatir.

Buku-buku dan alat tulisnya ia masukkan kedalam tas. Setelah selesai, "Kau ikut aku Naruto."

Siswa-siswi yang lain menoleh kearahnya, terlihat heran dan mulai mengasumsikan hal-hal bodoh yang lainnya. Sasuke berjalan kearah Naruto, membantunya mengemasi buku.

"Apa Naruto terlibat?"

"Entahlah, sebenarnya apa yang terjadi? Aku sama sekali tidak paham."

"Tanganmu harus diobati." Lirihnya, berharap tidak ada yang dengar kecuali Naruto. "Jangan khawatir, okey?" Naruto menatap mata kelam itu, ia merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan Sasuke yang benar-benar seperti malaikat untuknya. Kemudian Naruto mengangguk setuju. Sasuke benar-benar malaikatnya.

["Aku ingin menolongnya."]