ACTA EST FABULA
SVT & MONSTA X
YAOI, bahasa acak-acakan, OOC
Cast milik Tuhan YME, ortu dan agensi. Saya hanya meminjam nama mereka
.
.
.
Setiap orang selalu memiliki gambaran hidupnya di masa depan. Mungkin di umur ke 18 ini kau sudah merencanakan akan melanjutkan pendidikanmu, atau ingin bekerja untuk menambah pengalaman. Jurusan yang begitu banyak pun sudah dipilih dengan apik. Ketika lulus nanti pun, kau siap melangkah maju dengan bekerja dan menikah. Lalu di saat yang tepat matamu akan menutup dengan tenang.
Tapi takdir senang bermain-main. Tanpa sepengetahuan siapapun, masa depanmu sudah dipilihkan dengan acak. Mungkin kini kau masih asyik mengerjakan segala tugasmu, tapi esoknya? Atau 3 jam setelahnya? Mungkin kau sudah memasuki kehidupan yang berbeda sama sekali.
"Saya mohon, anak itu saja..."
Suara bernada bermohon itu dihiraukan, dengan kasar tangan yang mencoba menggapainya ditendang. "Menyedihkan," decih pria itu. Wanita itu masih mencoba menggapainya, air matanya bercucuran. "Jangan... Saya mohon... Jangan dia..."
Tangan itu kembali ditampik, kini disertai tendangan telak ke wajahnya.
"Ini salah suami-mu, kebiasaan tolol kalian yang telah menjerumuskan anak kalian sendiri."
Kalimat bernada dingin itu tidak mendapat sahutan, jelas saja karena pria lain yang babak belur sekarat dan istrinya hanya bisa menangis. Di ruangan itu masih ada seorang pemuda yang masih dipukuli. "Aku tak peduli, anak bungsu-lah yang akan kuambil."
Wanita itu kembali menangis, dia takkan pernah rela. "Jangan... Kumohon, ambil aku saja..." isaknya yang menimbulkan tawa sinis. "Kau sudah tua, dan anak itu jauh lebih menggoda."
Pria yang babak belur itu -setelah akhirnya mendapat suaranya- berkata, "mengapa tidak keduanya?" Pertanyaan yang membuat istrinya melotot sempurna.
Sang antagonis tertawa lagi. "Tidak, tidak. Yang terpilih hanyalah Jeon Wonwoo, satu-satunya dan mutlak," jawabnya yang membuat Jinwoon -sang kakak- mengerang sedih.
"Lepas!"
Tuan dan Nyonya Jeon langsung menengok ke asal suara, dan ternyata anak kesayangan mereka sudah tertangkap. Kelihatannya para penyerang benar-benar mencarinya sampai ke gudang rahasia keluarga Jeon.
"Wonwoo, jangan berbuat yang tidak-tidak!" teriak Jinwoon dengan tenaga yang tersisa. Dia meihat adiknya bersiap mengigit lidahnya sendiri, dan demi apapun Jinwoon tak mau adiknya pergi. Wonwoo harus selamat. "Dengarkan perkataan pria itu, ok?"
"Namaku Shownu, aku bertugas mengambilmu untuk para tuan mudaku. Karena kaulah penjamin hutang keluargamu sendiri, Jeon Wonwoo."
Wonwoo menatap keluarganya dengan terluka. Mengetahui isi pikiran Wonwoo, Shownu kembali berkata dengan tenang. "Ya. Dengan mengikutiku, hutang keluargamu dianggap lunas. Mudah kan? Atau kau lebih suka melihat seluruh anggota keluargamu mati di hadapanmu?"
Pilihan yang sulit. Wonwoo tahu bahwa ada kemungkinan dia dijual ke pelelangan manusia, atau dijadikan budak. Dengan mulut yang kini disumpali kain, dia hanya bisa mengangguk atau menggeleng. Lagipula sebenci apapun dia dengan keluarganya saat ini, Wonwoo tidak akan tega melihat keluarganya dibantai detik ini juga. Apa dengan mengorbankan dirinya...
Wonwoo mengangguk pasrah, dan Shownu tersenyum melihatnya. Wajah dinginnya malah menghangat dengan cara yang aneh. "Bawa dia ke mobil!" Para bawahannya pergi dengan patuh, dengan tubuh kecil Wonwoo yang dipaksa berjalan.
Shownu yang ditinggal dengan sisa keluarga Jeon menggelengkan kepalanya. "Anak kalian polos sekali, kalian tahu?"
Suara pistol itu sama sekali tidak terdengar oleh Wonwoo yang sibuk mengasihani dirinya sendiri.
ACTA EST FABULA
Ruangan tempat Wonwoo dibawa bergaya klasik, dengan lemari megah dari kayu jati yang memenuhi sisi kiri dan kasur di tengah-tengah ruangan. Di sisi lain ruangan ada pintu yang Wonwoo asumsikan berisi kamar mandi, dan tirai raksasa. Ruangan itu luas, dan dengan didorongnya dia ke sini berarti bahwa penyekapannya akan berfokus di sini.
Wonwoo bergerak cepat saat melihat adanya kemungkinan jendela di situ, dihempaskannya tirai itu dengan kuat. Sayangnya yang ada di balik tirai hanya tembok.
Wonwoo menghela nafas, kamar dengan dominan cokelat ini tampak semakin depressing karena dia tak melihat satu pun jendela. Seperti penjara.
Kenapa dia bisa terlibat hal-hal seperti ini? Apa dia pernah berbuat jahat dulu? Walau kemewahan kamar ini sedikit menyindirkan status kaya dari penculiknya, Wonwoo tidak bisa tenang. Dan dia kembali khawatir akan satu hal, Shownu bilang bahwa dia mengambil Wonwoo untuk 'para tuan mudanya'. Itu berarti dia akan melayani banyak orang?
Wonwoo menampar dirinya sendiri, kata 'melayani' berkonotasi negatif. Tapi dengan dirinya berada di sini, kemungkinan dia akan dijadikan budak semakin tinggi. Tidak terlalu buruk, bukan pelelangan manusia setidaknya.
Dia melirik ottoman yang berdiri anggun, keengganan yang tetap ada memaksanya untuk duduk di situ saja. Kasur itu tampak terlalu lembut, besar dan dingin untuknya. Tapi keinginannya terhenti saat melihat ruangan ini punya terusan. Ternyata ruangan ini -yang diklaim sepihak sebagai kamarnya mulai sekarang- besar juga. Wonwoo pun berbelok, dan ada tangga untuk ke bawah.
Meneguk ludah kasar, Wonwoo memutuskan untuk terus berjalan. Untungnya ruangan di ujung tangga itu terang, dan anak tangga ini tidak terlalu banyak.
Ruangan itu berisi beberapa rak buku, ada sebuah kursi dengan meja kecil dan lampu meja untuk membaca. Wonwoo menengok ke kanan, dan ada sebuah pintu lagi.
Ini kamar atau rumah versi kecil?
Wonwoo mencoba membuka pintu itu, sayangnya pintu itu terkunci. Dia masih sempat mengamati ruangan itu sebelum memutuskan untuk naik ke atas. Jiwa petualang Wonwoo tidak berkurang saat melihat pintu di kamar utama, diputuskannya untuk membuka pintu itu.
Cklek.
Wonwoo kembali terpukau, kamar mandi ini luas dan mewah. Walau tidak ada jam, TV atau barang elektronik lainnya, setidaknya shower di sini bisa disetel menjadi lebih panas.
Di kamar mandi ini ada sekat untuk bagian kering dan basah. Bagian kering berisi meja rias dengan sebuah cermin besar, sementara bagian basah ada bathup, shower, dan beberapa peralatan mandi.
Di atas bathup berbentuk bulat besar itu terdapat tirai dan sebuah lampu gantung kecil. Ada tirai yang di tempel di dinding, dan seperti yang dia duga tidak ada jendela. Kenapa di kamarnya tak ada jendela begini? Memangnya pemilik rumah ini alergi sinar matahari?
Kalau begitu 'para tuan muda' yang dimaksud itu vampire?
Wonwoo tertawa sendiri memikirkan humor satir-nya, dan tepat saat dia kembali dari kamar mandi, pintu utama ruangan itu terbuka.
Shownu menyernyitkan keningnya saat melihat Wonwoo keluar dari ruangan yang tak disangka-nya, tapi tidak berkata apa-apa. Di sampingnya ada 2 pria lain yang berpakaian rapi. Salah seorang yang lebih pendek darinya memulai pembicaraan.
"Namaku Yoo Kihyun, pasti Shownu hyung tidak mengatakan apa yang akan kau lakukan di sini kan?"
Wonwoo mengangguk, sejujurnya dia sedikit lega karena aura cerah dari Kihyun membuatnya rileks. "Sudah kuduga! Kenapa kau selalu membuatku melakukan hal semacam ini sih?" keluh Kihyun yang tidak ditanggapi Shownu. "Aish, sudahlah. Kalau begitu biar kujelaskan sedikit."
"Peranmu di sini adalah pelayan dan ruangan ini akan menjadi kamarmu. Di dalam lemari di belakangmu -Wonwoo ikut menengok ke arah tangan Kihyun menunjuk- sudah tersedia seragam untukmu. Kami bertiga akan mengajarimu segala sesuatu yang kau butuhkan."
Wonwoo bukan orang yang peka, tapi dia menyadari cara bicara Kihyun yang bertele-tele seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi Wonwoo memutuskan untuk mengabaikannya, dan menambahkan catatan bahwa dia harus waspada di sini.
"Boleh saya bertanya?"
"Tentu, tentu. Aku baru mau mengatakannya, apa yang membuatmu penasaran?" sahut Kihyun santai. Apa ada pelayan sesantai ini? Wonwoo baru tahu. "Ini dimana? Para tuan muda yang kau..."
"Panggil kami hyung, kami lebih tua darimu," potong seorang pria berambut merah yang dari tadi hanya diam. Wonwoo buru-buru minta maaf, tapi Kihyun menepisnya. "Salah kami yang tidak bilang lebih dulu," katanya. "Coba teruskan yang tadi kau katakan."
"Para tuan muda yang hyungdeul katakan, kapan saya bisa mulai melayaninya? Maksud saya, bagaimana saya melayani orang yang wajah dan kebiasaannya tidak saya ketahui?"
Pria berambut merah tadi melangkah maju. "Daerah ini masih bagian dari Korea Selatan, dan para tuan muda yang akan kau layani akan kami beritahui nanti. Kau bahkan tak punya dasar sebagai pelayan..." Wonwoo mengangguk patuh, itu artinya dia akan dibekali dengan beberapa keterampilan sebagai pelayan. "Tapi lebih baik kita ajak berkeliling dulu, lagipula pelayan mana yang tidak mengetahui tempat kerjanya sendiri. Bagaimana, Shownu hyung?"
Shownu mengiyakan saran Kihyun, dan Wonho langsung mengajak Wonwoo untuk berkeliling. "Para tuan muda tidak akan kembali untuk waktu yang lama, jadi kau punya cukup banyak waktu."
"Huh?"
Wonwoo langsung menghentikan langkahnya, tapi Shownu tidak memerlihatkan tanda-tanda akan menjelaskan lebih lanjut. "Mereka pergi untuk suatu urusan, karenanya hanya ada kami di rumah ini," jelas Wonho. Wonwoo kembali mengangguk paham dan mengikuti Wonho yang memimpin.
Tapi Shownu dan Kihyun tidak bergerak dari tempatnya, Wonwoo baru ingin menanyakannya saat Wonho kembali berbicara. "Tidak apa-apa. Biarkan saja mereka."
"Dear..."
Wonwoo menoleh cepat, dia yakin mendengar suara Kihyun yang entah kenapa terdengar begitu menyedihkan. Dia ingin melakukan sesuatu, tapi Wonho telanjur menyuruhnya untuk mempercepat langkahnya.
Satu-satunya hal yang Wonwoo lihat sebelum berbelok adalah lengan kekar Shownu yang melingkar erat di pinggang Kihyun.
ACTA EST FABULA
Wonwoo tidak tahu harus senang karena tebakkan benar atau sedih, karena rumah tempat dia akan bekerja ini cukup besar. Walau tidak banyak ruangan, tapi satu ruangan saja sudah sangat besar.
"Di sini ruang laundry, biasanya ini tugas Kihyun tapi nanti kau akan membantunya," kata Wonho sambil berjalan. Wonwoo bersyukur karena ada mesin cuci di sana, jadi dia takkan mencuci dengan tangannya. "Di sebelahnya ada ruang untuk menyetrika. Setelah pakaian semua rapi, taruh saja di sana sampai para tuan muda pulang."
Wonwoo menghentikan langkahnya. "Maksud hyung, kita tak bisa masuk ke ruang tuan muda? Sekalipun untuk merapikannya?" tanyanya tak percaya. Wonho mengangguk santai, dia membuka ruang berisi pakaian yang sudah disetrika itu. "Bisa kau lihat, semua pakaian masih ada di sini. Sekalipun Shownu hyung sudah senior di sini, dia takkan berani memasuki ruangan para tuan muda. Itu termasuk ketentuannya. Kau bisa memasukkan semuanya bila tuan muda sudah mengizinkan atau ada di kamarnya."
Wonho menutup pintunya dan terus berjalan. "Di kiri ada pantry dan dapur. Ruang teratas berisi ruangan tuan muda, lalu kamarmu ada di paling ujung. Perpustakan mini yang terhubung dengan kamarmu bukannya lebih rendah dari kamarmu, tapi kamarmu yang sedikit lebih tinggi. Paham?"
Wonwoo mengangguk, dan kembali takjub dengan rumah ini. Mulutnya membentuk huruf 'o' sambil melihat-lihat. Tapi sebesar dan semewah apapun rumah ini, kesan dingin dan kelam tetap terasa, apalagi di dapur. Dapurnya seperti tidak pernah digunakan, begitu dingin.
Wonho menuju pintu belakang di dekat dapur dan membukanya. "Dan ini, jalan tikus untuk menuju labirin."
Tunggu...
"LABIRIN?" tanya Wonwoo tanpa sengaja berteriak. Wonho agak berjengit, tapi tetap kalem saat menjawab. "Iya, labirin. Tempat kesukaan salah satu tuan muda."
Wonho menunjuk sebuah dinding dari tanaman rambat. "Taman bergaya eropa harus dijaga kerapiannya, karena itulah jika ada tanaman yang tumbuh terlalu lebat, harus langsung dipotong. Lalu tiap pagi dan sore harus disiram, karena tanaman berjenis seperti ini membutuhkan banyak air. Dan tidak perlu khawatir, ada sprinkle taman di sini."
Taman itu sangat luas, jelas karena taman bergaya eropa memang perlu lahan seluas itu. Di sekelilingnya terdapat pohon perdu yang rapi, rumput yang Wonwoo injak sendiri sangat empuk. Mereka berjalan mengikuti dinding terluar labirin dan sampai pada bagian lain dari taman tersebut.
Di tengah terdapat air mancur yang besar, dan Wonwoo sempat melihat ke arah rumah tempatnya bekerja. Terdapat banyak pilar dan warnanya dominan cokelat-putih gading. Di jalan menuju rumah sendiri juga terdapat pilar yang menampung suatu patung yang mengerikan. Seperti wanita yang memiliki wujud ular.
"Itu apa, hyung?" tanya Wonwoo sambil menunjuk patung tersebut. Wonho turut melihat dan menyipitkan matanya. "Patung itu Lamia. Lamia adalah ratu Libya, yang kecantikannya membuat Dewa Besar Zeus jatuh cinta. Mereka pun berhubungan dan Lamia hamil. Hera yang marah lalu membunuh setiap anak Lamia yang lahir, kemudian Lamia menjadi gila dan memakan anak orang lain. Dia pun akhirnya menjadi monster setengah ular," katanya dengan nada datar. "Itu menurut mitologi Yunani, ada juga versi yang menyatakan Lamia adalah penyihir atau vampire."
Wonwoo menatap patung itu dengan penasaran. Di luar wujudnya yang mengerikan, mata patung itu seperti menahan kesedihan. Mata yang tidak Wonwoo ketahui warnanya apa karena patung itu keseluruhannya berwarna putih gading, tapi bisa dia bayangkan warna kelam pualam. Lalu kakinya yang berubah menjadi ekor ular mengkhianati apa yang ada di atasnya. Jika tubuh bagian atas Lamia adalah seorang wanita cantik, bagian bawahnya seperti siap menyabet bila mangsa melarikan diri. Patung itu tampak megah, sedih dan menghipnotis Wonwoo. Patung itu...
"WONWOO!"
Wonwoo tersentak dan langsung menatap Wonho. Dia mengerjab bingung pada Wonho yang tampak kalut. "Kenapa kau menatapnya sampai seperti itu? Ayo kita lanjut berkeliling!"
Mereka tidak mengelilingi taman, karena sekali lagi taman itu sangat luas. Tapi Wonho memberi gambaran atas tugas gardener di sini. Menyalakan sprinkle, memotong tanaman, membersihkan kolam seminggu sekali, dan sebagainya yang membuat Wonwoo ingin menangis. Siapa pula yang sanggup mengurus taman ini?
Wonwoo tersentak, dia teringat untuk menanyakan sesuatu. "Hyung, ada berapa pelayan di rumah ini?" tanyanya yang membuat Wonho kembali terdiam. "Ada 6 termasuk kau," jawabnya. Dan Wonwoo kembali mengejar dengan bertanya. "Tapi kemana 2 orang lainnya?"
Wajah Wonho yang cerah menggelap. "Seorang sedang sakit, yang lain ikut dengan para tuan muda. Gardener rumah terpaksa ikut karena Shownu hyung harus berada di rumah," jawabnya singkat. Wonwoo ingin sekali kembali bertanya, tapi aura Wonho benar-benar membuatnya mati kutu.
Memangnya ada apa dengan kedua pelayan yang lain?
ACTA EST FABULA
Tentu saja 1 jam berkeliling di rumah megah takkan membuat Wonwoo tahu banyak, untuk itu sudah disepakati bahwa Kihyun akan datang ke kamarnya untuk mengajarinya berbagai hal.
Wonwoo sendiri tidak mengganti pakaian saat turun untuk makan malam, dan yang cukup mengagetkan adalah fakta Kihyun ada di depan kamarnya.
"Kau pasti akan tersesat," kata Kihyun kalem saat Wonwoo bertanya. "Makanya aku ke sini, aku sangat baik kan?" Wonwoo pun mengiyakan.
Perjalanan menuju pantry cenderung tenang, Wonwoo memang bukan tipe orang yang akan banyak bertanya. Kihyun sendiri tidak mau memberitahunya apa-apa, dan hal ini cukup membingungkan Wonwoo. Sesampainya di pantry, ternyata Wonho dan Shownu sudah menunggu. Kihyun mendudukkan diri di salah satu kursi, sementara Wonwoo mengikuti dalam diam.
"Maaf, apa tidak masalah kita duduk di sini?" tanya Wonwoo sambil berbisik pada Kihyun di sebelahnya. Masalahnya meja makan ini jelas-jelas bukan untuk pelayan, dan Wonwoo malah berpikir bila para pelayan di sini menggunakan fasilitas di rumah ini sembarangan. Kihyun menengok sambil menyernyit. "Tidak ada masalah, memang diizinkan kok."
Makan malam dimulai saat Shownu makan, Wonwoo sendiri yang tidak terlalu bernafsu makan hanya mengambil sedikit. Berbeda jauh dengan ketiga orang lainnya yag memakan lahap hidangan yang ada. Wonho yang melihat itu semua, bertanya dengan sedikit sakit hati. "Tidak enak ya?"
Wonwoo buru-buru menggeleng. "Bukan, hyung. Aku hanya tak nafsu makan," katanya yang mulai takut karena Shownu meliriknya. "Karena hari ini kacau ya?" tanya Kihyun sambil menepuk pundak Wonwoo dengan gaya simpatik. Wonwoo yang tidak terbiasa dengan skinship hanya terlonjak. "Wonwoo kaget sepertinya. Jangan terlalu aktif, Kihyun," tegur Shownu. Kihyun hanya nyengir mendengarnya.
"Kau harus terbiasa pada Kihyun, dia sangat suka melakukan skinship," kata Wonho yang mood-nya kembali naik. Kihyun tidak membantah, cuma tersenyum sambil memakan kembali makanannya. Wonwoo hanya mengangguk paham, Kihyun memang sangat terbuka padanya. Dan dia sangat bersyukur karena hal itu.
Makan malam yang Wonwoo rasa singkat itu akhirnya selesai, dia pun menawarkan diri untuk mencuci piring-pring yang sayangnya ditolak Wonho. Katanya hari ini tugas Shownu dan dia tak mau membuat Wonwoo terhambat. "Bukannya Kihyun akan mengajarimu? Cepat kembali!" katanya yang membuat Wonwoo mengangguk saja. Walau begitu Wonwoo mendapat kesan bahwa ada pembicaraan khusus antara mereka berdua.
Tidak perlu membuang waktu untuk Wonwoo dan Kihyun kembali ke kamar Wonwoo. Mereka langsung menuju perpustakan kecil di sana dan duduk dengan nyaman di kursinya. Kihyun sendiri memilih sebuah buku.
"Jadi apa yang harus kita lakukan ya?" tanya Kihyun bingung sendiri. "Bagaimana jika kau bertanya dulu? Terlalu banyak hal membuatku pusing."
"Ada berapa tuan muda di sini? Lalu..." Wonwoo berpikir untuk menanyakan tentang para pelayan, atau atmosfer rumah ini yang kelabu, tapi dia rasa itu tidak terlalu penting. "Saya rasa itu saja."
"Ada 3 tuan muda. Yang pertama Tuan Seungcheol, paling ramah dan tenang. Yang kedua Tuan Jun, sedikit sinis dan pemarah. Yang terakhir Tuan Mingyu, dia..." Kihyun terdiam sebentar. "Agak sulit dijelaskan, ketiga tuan muda memang memiliki aura misterius dan angkuh, tapi menurutku yang paling misterius Tuan Mingyu."
Wonwoo menatap balik Kihyun dengan serius, dan Kihyun cukup paham untuk lanjut menjelaskan. "Kau lihat labirin di luar? Itu tempat kesayangan Tuan Jun, Tuan Seungcheol menyukai perpustakan sementara Tuan Mingyu lebih sering di ruang musik. Kami sebagai pelayan harus tahu kapan masuk ke ruang kesayangan mereka, kalau kami tiba-tiba masuk mereka akan sangat murka. Walau kami sudah cukup lama bekerja di sini, rasa-rasanya kami tak bisa menebak mood mereka dengan baik. Shownu hyung paling sering kesulitan karena hal itu, dia kan butler mereka. Harusnya dia yang ikut para tuan muda ke Yunani, tapi Tuan Jun memilih Hyungwon jadi..."
"Hyungwon itu gardener rumah ini ya?" tanya Wonwoo setelah Kihyun sengaja tidak melanjutkan pembicaraan. Kihyun mengangguk, lalu lanjut berkata. "Anak itu padahal ceroboh, bukan tipe yang bisa mengatur segala sesuatu sepeti Shownu hyung. Kuharap dia tak kesulitan, watak ketiganya sangat kacau belakangan ini." Wonwoo merasa aura Kihyun tampak melembut setelah sebelumnya menegang, seperti seorang ibu yang membicarakan anak kesayangannya.
"Dia benar-benar sulit dibangunkan, lebih mudah membangunkan Wonho malah. Walau tugasnya lebih banyak di luar, tubuhnya lemah sekali dan sangat mudah sakit. Wonho juga seperti itu, stok obat-obatan lebih sering dia habiskan. Harusnya dengan posisi setinggi itu Shownu hyung yang bangun pagi, tapi malah aku yang ganti membangunkannya. Lalu tugas para pelayan di sini bisa bercampur karena terlalu sedikit, untung ada Joshua yang bisa mengaturnya. Kalau dipikir-pikir, jabatan butler memang lebih cocok untuk Joshua."
Tiba-tiba Kihyun terkesiap, kelihatannya baru sadar bahwa dia mengatakan sesuatu yang harusnya tidak perlu dikatakan, dan itu membuat Wonwoo cukup senang. "Jadi Joshua itu nama pelayan yang sakit? Dan dia butler sebelum Shownu hyung?" kejar Wonwoo yang diangguki Kihyun. Kihyun agak gemas karena ketahuan, tapi kecemasannya hanya berlangsung sebentar.
"Memang agak terlambat, tapi kau benar. Shownu hyung hanya menggantikannya sementara, lalu kau yang menggantikannya. Waktu kita tidak banyak."
"APA?!" pekik Wonwoo heboh. "JADI AKU AKAN MENJADI BUTLER? HYUNG BERCANDA KAN?"
Tapi tatapan teguh Kihyun tidak bergetar sedikit pun, Wonwoo terhenyak di kursi saat menyadarinya. "Hyung, aku tidak bisa..."
"Harus," kata Kihyun tegas. "Ingat kan, tujuanmu ke sini untuk apa?"
Wonwoo yang masih terhenyak, hanya bisa berteriak frustasi. Dia ingat, nyawa keluarganya ada di tangannya sekarang. Tapi dia masih tak bisa menerima kejutan demi kejutan lagi sekarang. Setengah bengong, dia bertanya. "Ada lagi yang belum aku ketahui?"
Kihyun tersenyum kecut. "Malam ini, aku baru ingat tak bisa lama-lama di sini," katanya sambil setengah berdiri. Wonwoo mengikuti dan berpikir ingin bertanya lagi, tapi dia mengurungkan niatnya. "Jangan keluar dari kamar ini, kau takkan sanggup menghadapi kejutan lainnya."
Setelahnya pria itu keluar dari kamar Wonwoo. Wonwoo yang lambat hanya terduduk di kasurnya sambil merenung. Terlalu heran, takut dan khawatir.
Mungkin beban pikiran yang berat membuatnya langsung tertidur, walau begitu dia bukan orang yang mudah terlelap. Karena saat dia terjaga, suara lolongan serigala terdengar bergema di rumah ini. Dan itu semakin membuatnya takut.
Apa-apaan rumah ini?
ACTA EST FABULA
Wonwoo menjalani hari sebagai pelayannya dengan terseok-seok. Bagaimana tidak, di hari pertama dia sudah membantu Kihyun untuk membersihkan rumah besar ini. Mungkin bagian paling menyebalkannya adalah fakta bahwa Kihyun adalah seorang perfeksionis.
"Belum bersih, jariku masih merasakan debu. Lalu jendelanya, pastikan kau mengelapnya perlahan. Aku akan kembali lagi dalam 10 menit."
Wonho yang membantunya membersihkan isi showcase hanya menggeleng prihatin. "Biasakan dirimu ya, Kihyun memang seperti itu. Shownu hyung pun tidak luput dari omelannya." Biarkan Wonwoo menangis, karena dia sangat yakin lantai yang dia sapu sudah bersih.
Belum termasuk Shownu yang dengan datarnya memberitahu untuk memasak. Demi apapun, Wonwoo hanya pernah memasak ramen yang airnya sampai kering karena terlalu lama dimasak. Di saat dia berdiri kebingungan di depan kompor yang belum menyala, Kihyun menawarkan diri untuk membantunya. Teringat kejadian bersih-bersih tempo hari, Wonwoo berhati-hati mendengar instruksinya. Untung dia lumayan bisa membantu Kihyun, walaupun dalam hal rasa masih kalah jauh dengan masakan Kihyun.
Jika dia merasa kedekatan batin dengan Kihyun dan Wonho dan ingin sebanyak mungkin melakukan tugasnya dengan mereka, maka Wonwoo berharap terlalu banyak. Shownu malah mengawasinya mencuci piring, karena katanya dia tak mau menanggung perabotan pecah. Wonwoo agaknya tersinggung, dia juga membantu ibunya mencucui piring. Dan untung lagi, dia bisa melakukannya dengan baik.
"Wonwoo, kau adalah pelayan yang bisa dipanggil kapan saja. Jadi tingkatkan kecepatanmu saat bekerja, mengerti?" Petuah Shownu diterima Wonwoo bulat-bulat, jadi dia harus mengutamakan kecepatan di samping ketepatan bekerja.
Dalam hal laundry, Wonwoo masih mendapat pengawasan ketat dari Shownu dan kadang Kihyun. Karena para tuan muda menyukai kebersihan pakaian mereka, mereka takkan menerima pakaian rusak atau belum bersih. Dan tentu saja harinya takkan lengkap tanpa omelan Kihyun.
Wonho membantu untuk menjaga keapikan taman dan sekitarnya. "Walau gardener yang biasa melakukannya, tak ada salahnya kan kau tahu sedikit?" Dan Wonwoo paling mentok tahu cara menyalakan sprinkle taman dan merawat tanaman tulip di sebuah petak kecil. Wonho juga berbaik hati memberi tips untuk membersihkan ruang musik yang memiliki banyak peralatan mahal.
Dengan segala rutinitas itu, wajar jika Wonwoo terlena dan hampir melupakan percakapan tempo hari dengan Kihyun. Yang bersangkutan sendiri tak mau membahas lagi, atau malah lupa sama sekali. Begitulah 1 bulan pertamanya di rumah besar tersebut, bekerja sebagai pelayan yang bahkan tak mengetahui wajah majikannya.
Di hari yang begitu beruntung, Wonwoo mendapat tugas membersihkan ruang musik. Memang tak berantakkan, tapi debu dan lainnya tetap harus dibersihkan. Untuk pertama kalinya juga dia pergi sendirian karena biasanya ada pelayan lain yang menemaninya. Hal yang buruk pun terjadi, dia lupa ruang musik dimana.
Wonwoo berusaha mematri ingatan jalur-jalur di rumah itu. Tapi karena dia cukup mudah tersesat, dia malah berdiri kebingungan di lorong-entah-apa ini. Rumah ini sangat besar, tapi bukan tak mungkin dia tak ditemukan pelayan lainnya kan? Wonwoo kembali berjalan dengan keyakinan seperti itu, dia mencoba mengingat-ingat jalan mana yang dia lalui. Tapi gagal, sayangnya.
"Uh, bagaimana ini?" kata Wonwoo sambil menengokkan kepalanya ke kanan-kiri. Tidak mungkin dia berteriak minta tolong, itu terlalu konyol. Kalau dia tidak menemui pelayan lainnya bagaimana? Wonwoo jadi ketakutan.
"Siapa itu?"
Wonwoo berbalik dan mendapati seorang pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Pria itu sangat tinggi, cenderung cantik dan nampak kurus. Kalau bukan karena pakaian pelayannya, Wonwoo akan mengira pria itu adalah tuan muda-nya.
"Saya pelayan baru," kata Wonwoo sambil mendekati pria itu. "Nama saya Jeon Wonwoo. Maaf, saya tersesat..."
"Oh!" seru pria itu paham. "Aku Hyungwon, gardener rumah ini. Kau mau kemana?" tanyanya.
"Em, ruang musik. Harusnya..." Wonwoo malah kembali histeris. "Tunggu, berarti para tuan muda sudah kembali?!" Hyungwon mengerjab. "Iya, tapi mereka pergi lagi untuk suatu urusan. Mereka bilang supaya aku kembali terlebih dahulu."
Wonwoo menghela nafas, setidaknya dia takkan dikira pelayan yang tak becus karena melupakan kepulangan majikannya. "Bukannya kau bilang mau ke ruang musik? Ayo kuantar!" ajak Hyungwon yang langsung diikuti Wonwoo. Sepanjang jalan, Hyungwon mewanti-wantinya soal kemungkinan tersesat.
"Mungkin terdengar berlebihan, tap lebih baik kau membuat peta. Sudah? Kalau begitu bawa saja kemana pun kau pergi, bertemu denganku tadi tidak akan terjadi lagi lho. Aku pernah salah masuk ruangan, aku mau ke perpustakan malah membuka pintu ruang Tuan Jun! Dia cukup marah waktu itu, tapi untung bagiku karena itu kesalahan pertama dan terakhirku."
Setelah mengantarnya, Hyungwon langsung pergi. Wonwoo sendiri sedikitnya bertekad takkan tersesat lagi, lagipula di film horor pemeran utamanya sering mengalami hal aneh karena tersesat kan?
Tapi, Hyungwon hyung tampak pucat sekali. Darahnya seperti sudah diminum sampai habis.
ACTA EST FABULA
Sepertinya keberuntungannya sudah habis. Beberapa hari kemudian, Wonwoo malah ditugaskan Shownu untuk membantu Hyungwon membersihkan taman. Wonwoo yang tampak syok, diseret paksa Hyungwon dan Wonho ke luar rumah.
"Besar sekali," kata Wonwoo dengan agak memelas. Dia melirik Hyungwon yang mengambil perlengkapannya. "Hyung, kenapa kau kuat mengerjakan ini semua?" tanyanya yang mendapat tatapan malas Hyungwon. "Kan ini pekerjaanku, tentu saja aku harus kuat."
Wonho hanya tertawa. "Kalau begitu, para visual, aku pamit untuk membeli bahan makanan~" katanya sambil berbalik. Badannya yang bagus membuat Wonwoo berdecak kagum, dan tentu saja itu tidak luput dari penglihatan Hyungwon.
"Kau menyukainya?"
Wonwoo terlonjak mendengar kesinisan itu, dia buru-buru menggeleng. "Fans tubuhnya yang bagus, aku takkan bisa memiliki hal seperti itu," kata Wonwoo sambil menghela nafas. Hyungwon memberikan gunting tanaman padanya sambil mengangguk. "Yah, dia pernah bilang ingin bertukar tubuh denganku untuk sehari. Kukira dia meledekku, badan kurus seperti ini kenapa diinginkan? Aku malah iri dengannya."
Wonwoo mengangguk. Dia ikut memotong tanaman dibantu Hyungwon. "Tapi hyung cukup tinggi, can... tampan juga. Seperti model."
Hyungwon yang tahu bahwa Wonwoo nyaris berkata 'cantik', menatapnya sebal. "Sudahlah, banyak kok yang bilang aku cantik."
Lalu hening kembali melanda karena mereka terfokus pada pekerjaan masing-masing. Tanaman di sini kelihatannya cepat sekali bertumbuh, karena banyak sekali cabang yang tak perlu muncul. Walau agak terbiasa karena sering membantu ibunya dulu, Wonwoo tetap butuh arahan Hyungwon.
"Jangan digunting begitu, arah guntingnya malah akan merusak polanya. Dimiringkan sedikit, nah begitu. Setelah ini, kita akan ke bagian labirin."
Wonwoo yang baru saja lega karena berhasil melakukan bagiannya dengan baik, ternganga. "Kita akan ke labirin? Bagaimana kalau kita tersesat?" tanya Wonwoo yang mendapat gelengan kepala dari Hyungwon. "Kan aku sudah lama bekerja di sini, makanya..."
Tiba-tiba angin semilir berhembus kencang, suara gemerisik pohon sekitar membuat suasana makin mencekam. Wajah Hyungwon memucat, dan entah kenapa dia mundur sedikit dari tempatnya.
"Hyung? Kenapa?"
Wonwoo kembali terdiam. Ada orang di belakangnya, dan orang itu mencekal tangannya sedemikian rupa sehingga dia tak bisa bergerak. Gunting tanamannya jatuh sejak tadi.
"Si... siapa ini?"
Orang itu malah memeluknya dengan erat. Perlawanan Wonwoo malah sia-sia di hadapan kekuatan orang itu. Kakinya melemas, dia berusaha meminta tolong pada Hyungwon yang termangu.
"Kau sudah datang?"
Suara berat itu membatalkan niatnya. Suara itu seperti menyuruhnya untuk diam dan patuh, dan autoritas seperti itu bahkan tidak dia temukan dari Shownu.
"Ah, salvator kami yang indah."
"Mingyu!"
Seperti tersadar, Wonwoo ikut menengokkan kepalanya ke arah suara. Dia mendapat 2 pria asing lain menatap orang di belakangnya marah.
"Selamat datang kembali, tuan muda sekalian," kata Hyungwon sambil membungkukkan badannya. Wonwoo terkesiap, jadi mereka 'para tuan muda'?
"Hyungwon, seperti sudah berabad-abad kami tidak melihatmu. Kau tetap indah, huh?" tanya seorang yang dari tadi diam saja. Hyungwon tetap menjaga pandangannya. "Tentu, Tuan Jun."
"Tuan muda sekalian, saya sudah menyiapkan keperluan anda sekalian."
Wonwoo membulatkan matanya saat tiba-tiba Shownu sudah ada di belakang mereka. Sejak kapan Shownu ada di sana? Dan kenapa semua yang ada di sini bergerak secepat angin? Tanpa suara juga.
"Mingyu, lepaskan dia!"
Mingyu tetap memertahankan posisinya sambil menggeleng. "Tidak mau," katanya bandel. Wonwoo sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Dia ingin menampar Mingyu, tapi Mingyu majikannya. "Maaf, Tuan Mingyu. Anda bisa melepaskan saya, saya takkan kemana-mana," kata Wonwoo akhirnya. Dia tak tahu jika kedua pelayan lainnya tercengang mendengarnya.
"Kau dengarkan? Dia akan berada di sini selamanya, jadi lepaskan dia sekarang!"
Perintah yang lebih keras itu membuat Mingyu mundur. Wonwoo bisa melihat lebih jelas majikannya sekarang.
Mingyu memiliki kulit tan, wajahnya jelas yang paling tampan dan tinggi di antara ketiganya, saat tadi menyerigai gigi taringnya yang terlihat tampak menakutkan. Tuan Jun yang Hyungwon panggil tadi memiliki kulit putih dan tatapan meremehkan sedangkan seorang lagi memiliki bibir tipis seolah selalu tersenyum, rahang tegas dan mata besar yang dingin. Mereka bertiga sangat tampan, tapi tampak sangat misterius dan tak terjangkau.
"Namamu Jeon Wonwoo kan? Aku Seungcheol, di sampingku Jun dan yang dengan sembrononya memelukmu Mingyu. Kau baru kan?" kata Seungcheol ramah. Wonwoo mengangguk sambil mencicit, "iya, tuan. Maaf."
"Nah, nah! Kau tak perlu setakut itu, memang saat digigit akan sakit tapi..."
Tatapan Wonwoo yang tadinya membayangi Mingyu langsung menatap Seungcheol. Kebingungan di wajah Wonwoo membuat senyum Seungcheol semakin dingin. "Kau belum mengatakannya?"
Shownu tetap tertunduk, sementara Hyungwon gemetar. "Kuanggap itu sebagai belum," kata Mingyu dengan datar. "Sudah satu bulan, dan kau tak melakukan apa-apa?"
Para pelayan terdiam, dan itu membuat Jun menyerigai. "Yah, ini akan membuat segalanya menjadi dramatis. Seperti film yang kau tonton, Seungcheol hyung."
"Kuberi waktu untuk memberitahunya, malam nanti bawa dia ke kamarku!" perintah Seungcheol telak. Setelahnya, dia pergi dengan Jun dan Mingyu. Shownu pun mengikuti dalam diam.
"Hyung! Apa..."
"Pergi ke dalam, Wonwoo. Ini penting," kata Hyungwon agak terbata. Wonwoo yang ingin mencecar Hyungwon pun terdiam, mau tak mau mengikuti perkataan Hyungwon. Dia segera berjalan cepat ke arah rumah kelam itu.
"Hyungwon!"
Wonwoo menengok saat mendengar suara Wonho yang panik. Wonho sudah berdiri di tempatnya tadi sambil menggendong Hyungwon yang lemah.
Sejak kapan Wonho hyung di situ? Aku yakin tadi hanya ada kami berdua.
ACTA EST FABULA
Wonwoo duduk tak nyaman di tengah, sementara keempat pelayan lainnya memandanginya seolah-olah dirinya alien. Kihyun terus berbisik dengan Shownu, Shwonu kadang menimpali dan Kihyun hanya menghela nafas. Wonho dan Hyungwon datang agak terlambat, tapi wajah Hyungwon tidak pucat lagi dan Wonho tetap merangkul Hyungwon. Wonwoo kehilangan kesabarannya sekarang.
"Maaf," katanya lantang. "Jika hyungdeul tidak mau memberitahu apapun, aku benar-benar akan keluar dari sini!"
Keempatnya terdiam, tapi tak mengeluarkan suara. Wonwoo semakin emosi melihatnya. "Aku tak peduli lagi! Ini sudah cukup aneh, dan kenapa kalian tak mengatakan apapun? Apa alasan sebenarnya aku dibawa ke sini? Hutang keluarga? Aku tak pernah tahu mengetahui hal semacam itu! Aku diam saja karena keluargaku yang dijadikan taruhan, tapi ini sudah cukup!" katanya nyaris berteriak. Wonwoo sengaja berkata non-formal, karena dia sudah tak peduli lagi pada image-nya.
"Kau takkan berani," kata Shownu datar. "Sekali kau berkata akan pergi, mereka akan memerlakukanmu sebagai budak. Harusnya kau bersyukur mereka masih bisa mengendalikan diri."
"Mereka? Para tuan muda? Memangnya ada apa dengan mereka? Dan apa itu salvator? Digigit? Kalau seandainya kalian benar-benar menyembunyikan hal yang kupikirkan..."
"Jaga bicaramu, Jeon Wonwoo!"
Suara tegas dari Wonho membuat Wonwoo mengkerut, sementara Hyungwon dan Kihyun tampak terkesiap. Mereka bertiga ketakutan, dan suasana itu memang cocok dengan pembicaraan mereka yang penting. Aura Wonho yang biasanya hangat menjadi mencekam dan ada autoritas yang berbeda sedikit dengan Shownu, tapi cukup membuat mereka bertiga patuh.
"Jika kau mau tahu kebenarannya, akan kami beri tahu. Dan kukatakan ini, manusia kurang ajar, kau tak punya hak mengatur apa yang akan terjadi padamu!"
"Wonho," panggil Shownu. "Tenangkan dirimu, kau membuat Kihyun dan Hyungwon ketakutan."
Kihyun sudah memegang lengan baju Shownu erat, sementara Hyungwon gemetar di sampingnya. "Maaf," gumam Wonho. Diletakkannya kepala Hyungwon di pundaknya, lalu membelainya.
"Jeon Wonwoo, tugasmu di rumah ini bukan hanya sebagai butler. Tapi juga sebagai salvator ketiga tuan muda."
Wonwoo yang berusaha menenangkan dirinya tidak mampu menyahut, dia merasakan pil pahit saat mengetahui sifat asli Wonho. Shownu yang melihat itu meneruskan perkataannya.
"Kuharap kau masih mampu mengerti perkataanku. Ketiga tuan muda benar adanya bukan manusia, mereka bertiga vampire."
"APA?!" teriak Wonwoo spontan. Dia langsung menutup mulutnya, takut diomeli Wonho. Tapi yang bersangkutan tidak peduli lagi.
"Benar. Jika kau menyadari tidak adanya jendela di sini, atau dapur yang nyaris tak pernah dipakai, itu semua karena mereka tak perlu makan seperti manusia dan lemah pada cahaya matahari. Lalu tadi kau mendengar perkataan Tuan Mingyu soal salvator? Salvator artinya penyelamat, kau adalah makanan mereka."
"Makanan? Maksudnya, darahku?" tanya Wonwoo yang makin panik. Dia tahu memang ada yang salah dengan mereka, dan ternyata dia benar. "Para vampire spesial seperti mereka tak bisa meminum darah sembarangan, jika mereka melakukan itu kemampuan mereka seperti terkunci. Karena itulah, mereka akan memilih seseorang yang pantas."
"Kenapa aku?" tanya Wonwoo dengan sedih dan marah. "Kenapa orang biasa-biasa sepertiku? Memangnya aku memiliki darah suci yang diperebutkan supaya peminumnya menjadi kuat? Aku hanya manusia biasa."
"Justru hal seperti itu yang kadang membuat manusia spesial," kata Kihyun. "Mereka memiliki apa yang makhluk lain tidak punya, lalu hal itu diperebutkan dan manusia lagi-lagi menjadi korban. Jadi intinya, ketiga tuan muda memilihmu bukan tanpa pertimbangan."
Kihyun tidak menjelaskan lebih lanjut, dan itu membuat Wonwoo marah. "DI SAAT SEPERTI INI PUN KALIAN TAK MAU MENJELASKANNYA?! DAN PENJELASAN SEPERTI INI SEMAKIN MEMBUATKU INGIN PERGI DARI SINI! AKAN KUTEMUKAN CARA MEMBAYAR HUTANGNYA!"
"JEON WONWOO!"
Kali ini bukan Wonho yang mendesaknya patuh, tapi orang lain yang tak disangka-sangka, Jun.
"Begitu beraninya kau berteriak, dan menyuarakan kekesalanmu? Bukankah kau pelayan?"
Wonwoo merasa tubuhnya bergetar takut, nafasnya ikut tercekat saat dia mencoba bersuara. Suaranya pun tidak keluar, hanya ada rintihan yang tak terdengar. Tatapan Jun yang angkuh dan kejam terus membayanginya sekalipun dia menunduk.
"Salvtor kali ini pemberontak ya?" katanya dengan nada bosan. Ketukan sepatunya bergema dan membuat suasana semakin mencekam. "Yah, kepatuhan Joshua kadang membuatku muak. Mendapat yang sepertimu pasti menyenangkan."
Dagu Wonwoo diangkat paksa oleh Jun. "Benar, justru yang seperti ini membuatku tertantang. Sayangnya salvator sepertimu harus diajari sedikit tentang kepatuhan, jika tidak kau akan membangkang."
Jun langsung menarik Wonwoo, dan kekuatannya lagi-lagi tak dapat ditandingi Wonwoo. Lagipula ketakutannya menelan semua rasa perlawanannya, jadi tak ada yang dia lakukan saat Jun terus menariknya ke sebuh ruangan yang tak pernah Wonwoo tahu.
Wonwoo nyaris berteriak saat tubuhnya dihempaskan ke sebuah kasur. Dia langsung menatap Jun yang sibuk mengunci pintunya. "Dengar, aku tak peduli bila mereka belum mengatakan semuanya padamu. Tapi aku sangat lapar."
Dan selanjutnya dia menerjang Wonwoo dengan kekuatan penuh. Wonwoo yang berusaha memberontak ditamparnya kuat. "Diam!" perintah Jun yang lagi-lagi membuat Wonwoo mengkerut. Dengan cepat, Jun membuka kerah baju Wonwoo dan menatapnya senang.
"Putih sekali," gumamnya. Sebelum Wonwoo memproses apa yang dikatakannya, Jun mengigit kuat lehernya.
"AKH!"
Taring Jun benar-benar mengoyak leher Wonwoo, dan bibir Jun yang dingin menempel di lehernya. Wonwoo berusaha menahan tangisnya saat dia mencium sedikit bau amis yang bisa dipastikan dari lehernya. Tangan Jun memegang dagu dan pundaknya kuat hingga Wonwoo yakin Jun bisa mematahkannya dalam sekejab. Tanpa sadar, kedua tangan Wonwoo memegang baju Jun kuat.
"Tuan... Sakit..."
Rintihan Wonwoo seolah-olah angin lalu bagi Jun. Jun terus menghisap darah Wonwoo, hingga ke titik dimana pegangan Wonwoo mengendur. Nafas Wonwoo yang menderu karena ketakutan makin lama tak terdengar. "Tuan..." bisik Wonwoo, yang entah kenapa membuat Jun berhenti.
Jun menjauhkan dirinya dari Wonwoo, dan dia bisa melihat sang salvator memucat dengan tatapan sayu. Dia memegang kepalanya kuat. "Akh! Aku melakukannya lagi! Shownu, kemari!"
Ketukan pintu itu adalah hal terakhir yang Wonwoo dengar, sebelum kesadarannya terenggut.
ACTA EST FABULA
Saat Wonwoo tersadar, dirinya bisa merasakan ikatan kuat di kaki dan tangannya. Wonwoo panik, tentu saja. Dia tak bisa bergerak, dan suara gemericing makin keras terdengar saat dia mencoba melepaskan diri.
"Jangan bergerak."
Wonwoo yang tidak memerhatikan sekitar, mulai menyadari apa yang kemungkinan besar akan terjadi.
"Aku tak mau memakai cara ini, tapi karena Jun bilang kau tipe pemberontak jadinya terpaksa."
"Kau menyukainya, Seungcheol hyung. Kita semua maniak BDSM."
"Benar, tapi ini akan lebih menyenangkan karena salvator kita bukan penurut."
Wonwoo menggenggam kedua tangannya pada rantai masing-masing. "Apa yang akan tuan lakukan?" tanyanya ketakutan. "Saya... Bukankah kalian hanya memerlukan darah saya saja? Kenapa hal ini diperlukan?"
"Oh lihat." Mingyu tampak bersemangat. "Dia ketakutan, ini semua karena Jun hyung kasar tadi! Kerja bagus!"
Jun dan Mingyu tampak melakukan high-five, dan Seungcheol menghela nafas. "Ya, tapi kau tak pernah berpikir bahwa vampire spesial seperti kami tak perlu seks untuk memulihkan diri sendiri?"
Perkataan Seungcheol benar-benar menamparnya, dan Wonwoo merasa berada di titik terendah dalam hidupnya. "Tidak akan sakit," kata Seungcheol sambil tersenyum. "Tapi kalau Jun dan Mingyu, aku tak tahu."
Wonwoo nyaris berteriak karena bibir Seungcheol tepat di permukaan lehernya, dia menggenggam rantainya erat. Dan hal itu berhasil menahan rasa sakit yang dia rasakan saat taring Seungcheol mengoyak leher Wonwoo. Tapi berbeda dengan Jun, Seungcheol seolah tak ingin melukainya. Perlakuannya lebih lembut, dan tidak banyak darah yang dihisapnya. Wonwoo ingin menghela nafas lega, tapi sayang dia mendapat kejutan lain.
"AKH!"
Mingyu menggigit lehernya dari arah lain, dan Wonwoo kehilangan pengendaliannya. Dengan segala ketakutan dan kesakitan dia mulai meneteskan air mata. "Sakit," desisnya yang hanya berpengaruh pada Seungcheol. Mingyu malah sibuk menyesap darahnya, dan sebelum Wonwoo kehilangan kesadaran dia berhenti.
Wonwoo tidak bisa merasa lega karena Seungcheol malah menargetkan tubuhnya sebagai sasaran gigitannya, Mingyu sendiri mencium bibirnya.
Ini adalah pengalaman pertamanya dicium, jadi dia tak tahu bagaimana caranya menghindar selain menggerakan kepalanya. Mingyu malah menekan kepala Wonwoo agar diam dan menciumnya dalam, seperti menyuruhnya untuk menghentikan perlawanan yang sia-sia. Dan Wonwoo benar-benar pasrah sekarang.
"Persiapkan dirimu!" seru Jun lantang. Seungcheol menatapnya, lalu berkata, "kau terlalu bernafsu, berikanlah kami kesempatan!"
Jun menatap acuh Seungcheol. "Kau boleh melakukannya pertama, hyung. Aku akan menilai apa yang mulutnya bisa lakukan, menyingkir Mingyu!"
Mingyu yang masih mencium Wonwoo hanya memberi tanda pada Jun dan menyelesaikan ciumannya. Dia menatap Wonwoo yang menahan tangisnya dan hal itu menyentuhnya sedikit, diciumnya kedua kelopak mata Wonwoo, pipi, hidung dan rahangnya. Wonwoo yang bernafas tak teratur menatapnya nyaris menangis.
"Tuan..." katanya dengan gemetar. "Saya... tidak bisa..."
Tubuh Mingyu terlempar, dan wajah dingin Jun mengganti wajah kasihan Mingyu. Wonwoo menggigit bibirnya, takut. "Buka mulut dan kakimu," kata Jun datar. "Kau pelayan kan? Turuti kata-kataku."
Nyaris terisak, Wonwoo susah payah membuka kedua kakinya. Sangat sulit karena kakinya diikat kuat, dan segera setelahnya tangan Seungcheol menahan kakinya. Mulutnya yang dibuka pun bergetar karena Jun mulai membuka celananya. Wonwoo menatap sekelilingnya, mencoba meminta tolong pada siapapun dan tak ada yang menyambut keresahannya. Mingyu menatapnya sambil melipat kedua tangannya.
"AKH! TUAN!"
Hanya teriakan itu yang terdengar sebelum milik Jun memenuhi mulutnya. Dengan mata berair, dia mencoba melakukan apa yang dia bisa dan tahu. "Pakai lidahmu!" Perintah itu dituruti Wonwoo bulat-bulat. Seungcheol sendiri susah payah, karena Wonwoo masih sangat sempit. Keduanya kembali melakukannya secara bersamaan karena mereka masih belum puas.
"HNGG!"
Teriakan tertahan itu terus terulang. Wonwoo merasakan sakit baik di bokongnya maupun mulutnya. Keduanya keras dan masuk terlalu dalam, badannya terus bergetar karena tidak tahan. Dia merasakan sakit saat Jun menarik keras rambutnya. "Konsentrasi!" perintahnya. "Apa kau terlena dengan Seungcheol hyung? Gunakan lidahmu!" Dan bersamaan dengan perintah itu, milik Jun masuk makin dalam ke kerongkongannya.
Wonwoo nyaris cegukan, dia sudah sulit bernafas karena Mingyu dan sekarang Jun. Seungchoel menyerangnya terus-menerus, tubuhnya makin lama makin sensitif. Dia seperti akan klimaks sekarang dan kepalanya semakin mengosong.
"Mingyu, lakukan tugasmu!"
Selanjutnya dia merasa miliknya berada di mulut seseorang, dia merasa sedikit tenang sekarang tapi sampai kapan ini akan terjadi?
Setelahnya dirinya menjadi lebih baik, Jun melepaskan miliknya dari mulut Wonwoo. Wonwoo langsung bernafas tak beraturan, tapi kejutan seolah tak berhenti saat sebuah jari menyentuh bagian bokongnya.
Itu milik Mingyu.
Wonwoo langsung menangis. "Saya..." Dia cegukan. "Tidak bisa.. Cukup..."
Pipinya ditampar Mingyu. "Diam saja, jalang. Kau menikmatinya kan? Klimaksmu berlangsung lama, kau tahu?"
Wonwoo kembali menangis saat milik Mingyu menyerang bokongnya, gerakan pinggulnya sangat kuat dan Wonwoo tidak bisa mengikuti itu semua. Setidaknya Mingyu melakukannya sebentar, tapi desahan Wonwoo cukup keras terdengar.
Ketiga tuannya terus mengulang perlakuan mereka sampai pagi menjelang, meninggalkan Wonwoo yang terus mendesah dan menangis dengan pilu.
.
.
.
TBC
Sebenarnya Panda pengen buat 1shoot tapi kepanjangan dan yg req udah ga sabar *lirik tajam samwan. Dan tolong jangan dendam karena Panda membuat utang baru ya~
Apa cerita ini bagus atau membosankan? Menarik dan kalian mau tahu kelanjutannya? Review, fav dan follow ya ^^