A SINNER

Jika mencintai saudara kandung adalah sebuah perbuatan dosa, maka aku memang ditakdirkan untuk menjadi seorang pendosa –Park Chanyeol. Chanbaek. Chanyeol. Baekhyun. YAOI. Boy x Boy. Semi-PWP. NC. Rate M. Mature Content. EXO. Smut. DLDR. Baekyeol. FUJO.

.

.

This is my first YAOI CHANBAEK

Incest things

Semi-PWP

NC scene for sure

.

.

Need feedback

Enjoy~

.

.

Chanyeol mengetukkan sepatunya dengan gusar ke lantai berlapis marmer putih. Ia berdiri di depan sebuah pagar pembatas berwarna perak. Pagar yang membatasi tubuhnya dengan tempat dimana orang-orang banyak yang berjalan keluar dengan menenteng koper-koper besar. Beberapa diantara mereka tampak kebingungan, seolah sedang mencari sesuatu yang masih belum kelihatan. Sama seperti yang sedang dilakukan Chanyeol sekarang.

Mencari sesuatu –tepatnya, seseorang.

Ia juga mengedarkan pandangan, matanya seolah menelusuri wajah demi wajah yang muncul dari pintu keluar itu. Ia berusaha mencari seseorang di tengah kerumunan, tapi sejak tadi hanya mendapati wajah-wajah yang tak dikenalnya sama sekali.

Ia menghela napas berat, cukup keras hingga membuat seorang gadis di sampingnya menoleh.

"Kau mencari seseorang?" suara gadis itu terdengar mengalun lembut.

Suara itu cukup membuat Chanyeol sedikit terkejut, menoleh dengan cepat, dan tersenyum canggung. Ia tidak terlalu senang diajak bicara oleh orang asing, terlalu malas untuk berpura-pura baik dan berbasa-basi. Yah, meskipun mungkin gadis itu memang berniat membantunya.

Melihat penampilannya yang tampak seperti seorang siswa sekolah, mungkin, karena dia jauh lebih pendek darinya –atau mungkin Chanyeol yang terlalu tinggi. Gadis itu tersenyum padanya, menunggu jawaban. Matanya tampak sedikit bersinar dan rambutnya yang diikat satu sedikit berantakan tertiup angin musim dingin yang berhembus sedikit tidak sopan sore ini.

Chanyeol mengerjap, merasa bodoh karena diam terlalu lama. "Ah, iya," ia menambahkan satu senyuman canggung. "Adikku datang dari Shanghai sore ini, dan kurasa penerbangannya benar," sekali lagi, ia mengecek papan tulisan di atas pintu keluar dan mengangguk yakin pada gadis itu.

Sang gadis tidak menjawab lagi, ia hanya menganggukkan kepala beberapa kali dengan satu senyuman selamat tinggal. Selanjutnya, kembali, seolah menganggap Chanyeol tak ada disana.

Kadang ia bertanya, mengapa orang hanya mengajaknya bicara satu kali, kemudian berhenti. Apa ia terlalu menyebalkan saat diajak berbicara atau bagaimana. Ini bukan terjadi sekali, sering kali, Chanyeol mendapati dirinya sendiri diabaikan oleh sekitar.

Ia juga tidak tahu.

"Chanyeol,"

Sebuah suara yang sangat ia kenal dengan baik terdengar, membuatnya dengan cepat menoleh ke sumber suara. Dan ia tersenyum, lega karena yang ditunggunya sejak tadi sudah tampak di depan mata.

Jauh disana, sambil menenteng dua koper besar dan berjalan terhuyung-huyung ditengah kerumunan, adiknya tersenyum. Sweater hangar dan syal melingkar manis di lehernya, sementara rambut kemerahannya terlihat berantakan seperti orang yang baru saja bangun tidur.

Chanyeol tersenyum, berusaha berjalan mendekat dan menerima uluran koper dari adiknya itu.

"Kenapa kau tampak kurus sekali," bisiknya, mengamati tubuh adiknya dari ujung kepala sampai kaki, sementara yang dipandangi hanya merengut kesal. "Mom tidak memberimu makan ya?"

"Apasih," balasnya kesal, mendorong kedua kopernya ke depan sementara bibirnya mengerucut. "Jelas saja, aku baru saja lulus kuliah dan berusaha lulus dari kampus sungguh membuatku gila,"

"Ah iya, aku lupa," Chanyeol nyengir, kemudian mulai berjalan dan diikuti langkah adiknya. "Maaf aku tidak bisa datang ke acara wisudamu, Baekhyun,"

Baekhyun mendesah ringan. "Aku tahu kok, kau kan sibuk. Pebisnis mana yang tidak sibuk bekerja di musim dingin," ucapnya sarkas.

"Yang penting kan aku sudah memberimu hadiah dan mengucapkan selamat," debatnya.

Baekhyun menjulurkan lidah, menyenggol tubuh kakaknya dengan siku. "Mom sangat merindukanmu, mengapa kau jarang sekali berkunjung?"

Bahu pria itu terangkat sedikit. "Aku sibuk," katanya, kemudian menekan tombol kunci mobil dan mulai memasukkan koper Baekhyun ke bagasi.

"Chanyeol meskipun kau membenci Mom, harusnya kau lebih sering berkunjung,"

"Baekhyun," ia bersuara dengan nada mengingatkan, menutup pintu bagasi agak keras dan menatap adiknya tanpa senyum. "Masih terlalu awal untuk membahas hal ini,"

Baekhyun mengangguk satu kali, menatap kilatan kesal dalam mata kakaknya, dan memutuskan untuk berhenti bicara lebih jauh.

"Oke," cicitnya singkat, kemudian mengikuti Chanyeol untuk masuk ke dalam mobil, duduk di samping Chanyeol. "Sorry," tambahnya saat pria itu baru saja menjalankan mobil menuju jalan raya.

Chanyeol mendesah ringan, ia melirik adiknya sekilas. Pria yang lebih muda empat tahun darinya itu sedang memutar-mutar ponsel di tangan, pandangannya menatap jalanan kosong di depan sana, tampak melamun dan juga agak sedih.

Sungguh, ia juga tak bermaksud membuat Baekhyun merasa bersalah seperti itu, tapi tetap saja ucapan adiknya barusan itu bisa membuatnya kesal dengan cepat.

Semenjak kedua orang tuanya bercerai karena ibunya selingkuh dengan pria lain, Chanyeol sudah membenci ibunya dengan sepenuh hati. Ia memilih tinggal dengan ayahnya di Korea sementara ibunya pindah ke Shanghai dan menikah dengan orang lain. Sedangkan Baekhyun, adik satu-satunya, harus tinggal dengan ibunya sampai selesai kuliah.

Baekhyun terlalu menyayangi ibunya hingga ia memutuskan untuk tinggal bersama wanita yang melahirkannya itu.

"Aku tidak marah kok, Baekhyun," bisiknya, tipis, sadar bahwa Baekhyun masih saja diam sejak tadi. "Hanya saja, kau tau kan, aku belum bisa memaafkan Mom,"

"Ya, aku tau," suaranya terdengar nyaring, Baekhyun menggeser tubuh, menatapnya dengan pandangan iba. "Dia merindukanmu, Chanyeol,"

"Aku tau," sahutnya. "Aku sudah mengunjunginya saat natal tahun kemarin, kan?"

Baekhyun mendesah tipis, menyandarkan punggungnya pada jok mobil yang hangat. Chanyeol meliriknya sekilas, melihat adiknya itu memejamkan mata. Ia mengigiti bibir pucatnya, seolah-olah sedang merasa gugup sekarang.

"Chanyeol," panggilnya, masih dengan mata terpejam.

Enggan, Chanyeol hanya menjawab dengan dehaman singkat. Butuh waktu beberapa detik bagi Baekhyun untuk kembali bernapas berat, berdeham beberapa kali, sebelum berusaha menemukan suaranya sendiri.

"Apa kau bisa menampungku tinggal disini?"

"Apa maksudmu?" tanyanya dengan dahi berkerut dalam. "Selama kau disini kan kau selalu tinggal di rumahku,"

Baekhyun mengangguk beberapa kali. "Rasanya aku tidak akan kembali ke Shanghai,"

Chanyeol nyaris menginjak pedal rem dan menghentikan laju mobil karena ingin mendengar ucapan itu lebih jelas lagi dari bibir adiknya. Tanpa bicara, ia melirik kaca spion, kemudian perlahan menepikan mobil ke bahu jalan.

Ia menarik tuas rem tangan, membuat Baekhyun mengerjap bingung karena mendadak saja Chanyeol menatapnya dengan tajam.

"Ada apa?" cicit Baekhyun, terdengar penuh keragu-raguan.

"Katakan sekali lagi, kau bilang apa?"

Baekhyun menelan ludah kasar, balas menatap mata kakaknya itu. "Kurasa aku akan tinggal di Korea dan mencari pekerjaan disini,"

"Bagaimana dengan Mom, kau tidak bisa pisah dengan Mom selama ini,"

"Aku tau," ia mendebat, meninggikan suara, membuat Chanyeol sedikit mengernyit bingung. "Mom sudah memiliki anak lain dan rasanya sekarang aku sudah bisa hidup sendiri tanpa Mom,"

"Kau akan tinggal dengan Dad? Aku bisa mengantarkanmu ke Busan dan mencari pekerjaan disana. Bahkan kau bisa bekerja di perusahaan Dad,"

"Tidak, Chanyeol. Aku tidak mau," rengeknya. "Aku tidak mau tinggal dengan ibu tiri. Aku bisa mencari pekerjaan sendiri disini. Aku bisa mengunjungi Dad atau Mom bergantian, yang jelas aku ingin hidup mandiri,"

"Baekhyun," ia mengela napas panjang, berusaha sabar menghadapi adiknya. "Kau belum bisa hidup sendiri. Kau tidak pernah tinggal sendiri sebelumnya. Bukannya meragukanmu, tapi kau belum terlalu dewasa untuk hidup sendiri,"

"Apa bedanya?" suaranya lebih tinggi, ia menatap Chanyeol dengan berani, dengan kerutan di kening yang menandakannya sedang kesal. "Aku hanya beda empat tahun denganmu, dan kau bisa hidup sendiri dengan baik. Aku juga bisa,"

Satu hembusan napas berat keluar dari bibir Chanyeol, ia mengusap wajahnya satu kali, berusaha menenangkan diri sendiri agar tidak membuat rengekan adiknya itu semakin parah saja. Ia sangat menyayangi Baekhyun karena pria mungil itu adalah adik satu-satunya, dan ia tak mau Baekhyun hanya semakin kesal padanya.

Jujur saja, karena anak terakhir, kelakukan adiknya itu memang sedikit lebih manja.

"Oke, selama kau tinggal disini, kau bisa tinggal di rumahku. Aku tak bisa langsung membiarkanmu tinggal sendiri, kau paham?"

"Kau hanya punya satu apartemen,"

Chanyeol menghela napas lagi, berusaha tidak meremas wajah Baekhyun. "Itu cukup untuk kita berdua," ia memaksakan seulas senyum. "Aku akan berbicara dengan Dad tentang masalah ini,"

"Oke," sahut Baekhyun, final.

Kemudian membiarkan pikiran keduanya melayang sementara Chanyeol kembali menekan pedal gas menelusuri jalanan ibukota.

.

.

"Ah ya, Dad, aku sudah bersama Baekhyun," ucapnya saat menerima panggilan telepon malam harinya. "Dia baik-baik saja, kurasa sudah tidur sekarang," dustanya.

"Syukurlah kalau begitu. Aku meneleponnya sejak tadi tapi nomornya tidak aktif," di seberang sana, suara ayahnya terdengar sangat khawatir.

"Ah itu, kurasa nomornya tidak bisa digunakan disini. Dad bisa menghubungiku dulu sementara,"

"Oke Chanyeol, kapan kau akan kesini?"

Chanyeol menimang-nimang, mulai membayangkan kegiatan apa saja yang akan ia kerjakan selama beberapa hari ke depan dan mulai mencari waktu kosong dimana ia bisa mengunjungi ayahnya selama beberapa hari.

"Secepatnya, mungkin, Dad. Ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan. Dan sekarang, pekerjaanku bertambah lagi satu," ia terkekeh ringan.

Di seberang sana, suara tawa ayahnya terdengar nyaring. "Aku paham sekali, tolong jaga Baekhyun. Aku akan berusaha membujuknya untuk tinggal bersamaku disini,"

"Jangan khawatir, Dad," balasnya, memutuskan sambungan telepon sepihak saat ia melihat Baekhyun keluar dari kamar mandi.

"Siapa?" tanya Baekhyun, ia berusaha mengeringkan rambut dengan handuk kecil, sementara kaus tipis dan celana pendek membalut tubuhnya.

"Dad," balasnya singkat, nyengir.

"Kalian membicarakan aku, ya?" kening Baekhyun berkerut, memandangi kakaknya dengan tatapan curiga.

Chanyeol mengangkat bahu acuh, mengindari pertanyaan Baekhyun dengan kembali memperhatikan layar ponselnya. Membiarkan Baekhyun menghentak-hentakkan kaki sebal, kemudian melemparkan tubuh di samping tubuhnya di atas sofa.

"Aku tidak mau ke Busan. Pokoknya tidak mau tinggal dengan Dad," Baekhyun kembali merengek dan Chanyeol memutar bola mata sebal.

"Kalau kau bisa mencari pekerjaan yang layak disini, kubiarkan kau tinggal,"

"Kenapa jahat sekali sih," ia merengut kesal sementara Chanyeol menahan tawa. "Aku adik kandungmu sendiri, Park Chanyeol,"

"Aku tahu, siapa bilang kau bukan adikku," sahutnya, setengah terkikik. "Hanya saja, aku ingin bukti kau mampu menghidupi dirimu sendiri,"

"Oke, akan kubuktikan," balasnya, masih dengan bibir mengerucut sebal. Chanyeol bertepuk tangan riuh, menambah kesal pria itu. "Ngomong-ngomong, selama aku tinggal disini, kalau kau mau mengajak pacarmu kemari katakan saja, aku bisa pergi dulu beberapa saat hingga kalian selesai melakukan urusan kalian,"

Chanyeol mengernyit, memandangi adiknya aneh. "Aku tidak punya pacar,"

"Oh ya?" ejek Baekhyun. "Masa tidak ada gadis yang mau dengan pria mapan dan tampan sepertimu?"

Chanyeol tertawa keras. "Aku memang tampan, sangat tampan," Baekhyun mencibir jijik. "Tidak ada pacar, hanya ada, bagaimana aku mengatakannya, ya?"

"Partner sex?"

"Kau gila?" Chanyeol nyaris menjerit, merasa kesal sementara Baekhyun cekikikan sambil mengangkat bahu acuh. "Aku tidak pernah berkencan dengan seorang gadis hanya untuk menidurinya,"

"Wow, terdengar seperti seorang gentleman,"

"Memang," sahutnya acuh. "Kau sendiri bagaimana? Tidak ada hubungan spesial dengan seseorang di Shanghai?"

Baekhyun mengernyit, menggelengkan kepala perlahan. "Hanya hubungan yang rumit,"

"Kau dicampakkan?"

"Enak saja," balasnya kesal, menendang lengan Chanyeol dengan sebelah kaki, kemudian mendengus keras. "Hubungan tak selamanya berakhir bahagia, kan?"

"Ya, kau benar," ia menyetujui.

"Sepertinya kau yang sedang dicampakkan, ya?"

Chanyeol tertawa kecut menanggapi perkataan adiknya. "Ada gadis yang sudah lama kukenal dan kukagumi," ia berhenti sebentar untuk memandangi Baekhyun yang sedang menatapnya dengan mata membulat, sangat memperhatikan. Chanyeol berdiri dari duduknya, kemudian menghela napas berat. "Dan dia, sekarang, menikah dengan orang lain,"

Tawa Baekhyun meledak dan Chanyeol menendang-nendang tubuh adiknya itu dengan kasar.

"Ya Tuhan, kau benar-benar dicampakkan, ya?" ucapnya disela tawa, bahkan Baekhyun mengusap air mata karena tertawa terlalu keras hingga menangis.

"Diam kau, sialan," ia menyesal sudah mengatakan hal itu pada Baekhyun. "Aku menyesal bercerita padamu,"

"Kasihan sekali, Chanyeol," masih saja terbahak, ia berusaha mengusap air matanya lagi, memandangi punggung Chanyeol yang sudah menjauh menuju kamar mandi. "Eh Park Chan, boleh kupinjam laptopmu?"

Chanyeol tertawa mengejek. "Tidak boleh,"

"Aku tidak bawa laptop dan ada email yang harus kuperiksa,"

"Tidak ada laptop untuk adik tidak sopan sepertimu," ia menjulurkan lidah. "Kau harus tahu bagaimana cara yang benar memanggil kakakmu sendiri,"

Baekhyun tersenyum lebar, membentuk tanda hati dengan kedua tangan, mengedipkan mata lucu pada pria itu. "Chanyeol hyung, please," ucapnya dengan suara yang terdengar seperti cicitan anak kucing terjepit pintu.

Chanyeol mendecih jijik. "Hentikan itu kau manusia menjijikkan," ia sedikit bergidik saat melihat Baekhyun kembali tertawa.

Adiknya itu memang gila.

.

.

"Selamat pagi," Baekhyun nyaris berteriak dari dapur sementara Chanyeol baru saja turun dari tangga untuk sarapan.

"Kenapa kau semangat sekali. Tidak biasanya," balasnya malas, menyesap susu cokelat hangat dari atas meja makan dan memandangi Baekhyun dengan tatapan menyelidik.

"Tentu," Baekhyun kembali berteriak, ia membalik telur di atas penggorengan masih dengan senyuman menghias wajah. "Kau kan sedang patah hati, aku harus membuatmu cepat move-on,"

"Sial," ia mendengus, melemparkan tempat tisu pada Baekhyun dan mengenai kaki adiknya yang sedang terbahak itu. "Bisa kita berhenti membahas ini?"

"Oke, oke, akan kucarikan beberapa teman dan mengenalkannya padamu," Baekhyun tertawa lagi, kali ini mengangkat telur dari penggorengan dan meletakkannya diatas piring. "Aku punya banyak teman yang cantik di Shanghai,"

"Kau berisik sekali sih," ucapnya malas, menerima uluran piring dari Baekhyun dan mulai memasukkan potongan telur ke dalam mulut.

Baekhyun masih saja terkikik geli, ia duduk tepat di depan Chanyeol, memandangi kakaknya yang sedang makan dengan tenang. Melirik kakaknya yang sudah berpakaian jas rapi dan juga dasi yang bertengger manis di leher, membuat Baekhyun yakin hari ini Chanyeol akan menghabiskan waktu seharian di kantor untuk bekerja.

"Sampai jam berapa kau kerja hari ini?" tanya Baekhyun dengan mulut nyaris penuh.

"Kenapa kau tanya?"

Baekhyun mengangkat bahu acuh. "Bertanya saja,"

"Entahlah, sepertinya sampai sore. Kalau lembur, mungkin sampai malam,"

"Wow," Baekhyun nyaris berseru. "Kau bekerja seharian setiap hari?"

Chanyeol memutar bola mata malas, mencebikkan bibir. "Kenapa? Kau tidak bisa bekerja selama itu?" ia menyipitkan mata memandangi Baekhyun yang seolah mengabaikannya sekarang. "Kalau kau tidak bekerja keras di kota ini, kau tidak akan bisa hidup dengan nyaman,"

"Oh ya?"

"Sudah kubilang kan, hidup sendiri itu susah,"

"Berhenti menakut-nakutiku, aku tidak akan tinggal bersama Dad meskipun kalian memohon padaku untuk melakukan itu," rengek Baekhyun lagi, menjejalkan potongan telur dan roti terakhir ke dalam mulut dengan kasar.

"Aku tidak berbohong,"

"Sudah sudah, pergi sana. Kau bisa terlambat,

Chanyeol menghela napas panjang, membiarkan Baekhyun mengambil piring kotor di depannya. "Mau apa kau seharian ini?"

Baekhyun tidak menjawab, ia hanya mengangkat bahu acuh, kemudian meletakkan piring kotor ke atas tempat cuci piring. Membiarkan Chanyeol menunggunya bicara sementara ia masih menatap dinding kosong dihadapannya –dengan pandangan kosong pula.

"Aku tak tahu, mungkin mencari pekerjaan,"

"Jangan terlalu memaksakan diri, aku mungkin bisa membantumu mencari pekerjaan,"

"Tidak perlu," ucap Baekhyun, berjalan kearah Chanyeol dan tersenyum singkat. "Aku bisa sendiri, terima kasih,"

Sedangkan Chanyeol hanya membalas dengan cibiran dalam diam.

.

.

Baekhyun tersentak dari tidurnya saat tiba-tiba saja suara bentakan terdengar keras dari luar kamar tempatnya terlelap setelah pergi main seharian. Ia bahkan mendengar suara pintu yang dibanting kasar dri luar sana. Berusaha membuka mata, mengumpulkan nyawa dan menguap lagi, ia bisa melihat Chanyeol membuka pintu kamarnya dengan kasar.

Kakaknya itu berdiri disana dengan sorot mata berkilat penuh amarah, dan cukup membuat Baekhyun bergidik ngeri karena itu. Tanpa tahu apa yang sedang Chanyeol permasalahkan sekarang, ia berusaha bangkit dan duduk bersandar pada bantalan ranjang.

Memandangi Chanyeol harap-harap cemas.

"Kau sudah gila, ya?" bentakan kasar Chanyeol membuatnya seratus persen terjaga sekarang.

"Ada apa, Chan?" bisiknya dengan suara parau, tanpa sadar meremang mendengar suara mengerikan kakaknya itu.

Ditambah lagi ekspresi wajah Chanyeol benar-benar berkilat marah, penuh emosi, meledak-ledak seperti hendak membunuhnya sekarang juga. Mungkin juga pikiran itu sempat terlintas dibenak Chanyeol.

Chanyeol mendekatinya dengan langkah panjang, kemudian mengangkat melayangkan satu tamparan keras pada pipinya. Ia mengerang, nyaris tersungkur ke samping ranjang, kemudian memegangi pipinya yang berdenyut nyeri setelah Chanyeol menamparnya dengan kasar, kuat, dan penuh tenaga.

"Ada apa?" ia beringsut mundur, menarik sedikit tubuhnya menjauh dari Chanyeol.

Ia memang belum pernah berkelahi dengan Chanyeol sebelumnya, tapi hanya dengan melihat postur tubuh kakaknya –membandingkannya dengan diri sendiri, peluang Baekhyun untuk bisa menang melawan Chanyeol sangat sangat kecil.

Chanyeol mencengkeram pergelangan tangannya, membuatnya gagal menghindar. Satu-satunya hal yang ia bisa sekarang hanya berdoa dalam hati berharap kemarahan kakaknya –yang masih belum jelas sebabnya itu, bisa reda.

"Katakan apa yang selama ini kau lakukan di Shanghai?" bentak Chanyeol lagi, menarik kerah bajunya keatas, nyaris mencekiknya.

Baekhyun menelan ludah kasar, berusaha mencari suara. "Aku tidak mengerti, Chan," suaranya terdengar parau karena cengkeraman di lehernya, sementara ia menggenggam tangan Chanyeol, menahan pria itu agar tidak mencekiknya terlalu kencang.

Ia nyaris kehabisan napas.

Dan mati konyol di tangan Chanyeol benar-benar mengerikan.

"Kau benar-benar kehilangan pikiran, Baekhyun. Aku tidak menyangka kau melakukan hal sehina itu,"

"Apa maksudmu?" debatnya, berusaha melepaskan tangan Chanyeol dari lehernya, tapi ia gagal.

"Kau seorang gay,"

Dan dunia Baekhyun berhenti berputar.

Bagaimana Chanyeol bisa tahu?

Ia berhenti berusaha menghentikan tangan Chanyeol yang mencekiknya. Seluruh tubuhnya melemas dan ia kehilangan keberanian untuk sekedar menatap mata kakaknya itu. Ia menundukkan kepala, memandangi kemeja Chanyeol yang berantakan dengan tatapan kosong, membiarkan hembusan napas berat pria itu terdengar mengerikan ditelingannya.

Baekhyun berusaha mengabaikan semua ini sementara otaknya perlahan tak bisa berpikir lebih jauh lagi.

"Jawab aku, Baekhyun," bentak Chanyeol lagi, kali ini menarik wajah adiknya keatas hingga mata mereka kembali bertemu.

"Chan, aku tidak–,"

"Seseorang mengirimkan file di emailmu –dan sialnya, aku mendapat notif dari email itu. Bagaimana bisa kau menjual diri kepada orang lain,"

"Aku tidak menjual diri," sergahnya, sama berteriaknya sekarang. Ia menarik tangan Chanyeol yang mencengkeramnya dan beruntung itu berhasil lepas kali ini. "Aku tidak menjual diri," ia mengulangi ucapan itu dengan penekanan kuat, sekarang menatap mata Chanyeol dengan berani.

"Kau merekam kegiatan ranjangmu dengan seorang pria, mengunggahnya dalam sebuah web dan mendapatkan uang dari video itu. Bagaimana bisa kau menyebut itu bukan menjual diri?"

"Kau tidak punya bukti orang dalam video itu adalah aku,"

"Oh ya, aku punya," sahut Chanyeol cepat.

Dengan kasar, Chanyeol menarik tubuhnya hingga Baekhyun terlentang di atas ranjang. Jemarinya merobek kemeja tipis Baekhyun dengan sekali sentak, kemudian menarik celana pria itu sedikit ke bawah.

Baekhyun terbelalak melihat kelakuan kakaknya sekarang.

Chanyeol yang sedang marah benar-benar gila.

"Ini apa?" ia menunjuk sebuah tattoo di perut Baekhyun, tepat diatas kejantanan pria itu. "Ini apa, Baekhyun?" ia berteriak kasar, membuat Baekhyun memejamkan mata.

Benar-benar takut Chanyeol akan membunuhnya sekarang.

"Mom pernah bilang padaku kalau kau melakukan protes dengan membuat tattoo. Kau sangat membenci Dad dan juga Mom sesaat setelah perceraian itu. Kau bilang hanya punya aku, dan kau membuat tattoo ini," Chanyeol berhenti sebentar, terengah-engah menatap adiknya yang sedang menghindari tatapannya itu. "Aku tidak terlalu bodoh untuk bisa membaca namaku sendiri dalam bahasa Mandarin," ia menunjuk perut Baekhyun lagi, letak dimana tattoo dengan tulisan namanya itu tergambar rapi disana.

"Masih bisa kau bilang orang dalam video itu bukan dirimu?" ia kembali membentak, mengguncang tubuh Baekhyun dengan kasar. "Tidak ada orang lain yang menuliskan namaku, Park Chanyeol, selain adikku sendiri. Kau pikir aku tidak tahu itu, Baekhyun?"

Baekhyun tidak menjawab, tanpa sadar matanya basah. Perasaannya campur aduk karena ini terlalu mendadak, otaknya tidak bisa memikirkannya lebih jauh lagi. Kepalanya pening hingga rasanya seperti nyaris pecah.

Ia tak bisa mengatakan apapun untuk membela diri di depan Chanyeol.

"Jawab aku, Baekhyun," tanpa sadar, suara Chanyeol terdengar lebih pelan dari sebelumnya.

"M-ma-af," cicitnya dengan suara seperti orang sekarat.

Chanyeol mengela napas berat, mengumpat keras dan kemudian mengerang. Ia duduk di samping tubuh Baekhyun yang masih terlentang tanpa baju. Terlihat seperti putus asa, Chanyeol mengacak rambutnya sendiri dengan kasar, sama-sama kehilangan kata untuk melanjutkan pembicaraan ini.

"Aku tidak bisa membiarkan ini, Baekhyun," ia berhenti sebentar untuk mengambil napas. "Sampai kapanpun aku tidak bisa membiarkan adikku sendiri menjual diri seperti ini,"

"Aku tidak menjual diri, sungguhan, Chanyeol," rengeknya dengan suara menyedihkan.

Chanyeol tertawa, terdengar mengejek, kemudian kembali menatapnya dengan pandangan mata tajam menusuk, membuatnya kembali beringsut, bergerak tanpa sadar menjauhi Chanyeol. Jujur saja, ini kali pertama melihat Chanyeol semarah itu, bahkan sebelumnya, pria itu sama sekali belum pernah menyakitinya –fisik maupun mental.

Tapi bahkan sekarang, Baekhyun tak bisa membenci Chanyeol dengan apa yang baru saja dilakukannya. Ia salah dan Chanyeol benar.

"Aku memang seorang gay, apa yang harus kulakukan dengan itu? Aku tidak bisa mengubahnya," tambah Baekhyun, kali ini memberanikan diri mengeluarkan apa yang ada dipikirannya. "Aku tidak bisa menjadi normal,"

Chanyeol mengerang kasar, ia menarik tubuh Baekhyun hingga duduk, membuat mata keduanya bertemu.

"Persetan dengan menjadi normal. Aku tak peduli kau menjadi seorang gay atau apapun," ia berhenti sebentar untuk mencengkeram bahu Baekhyun kuat-kuat. "Aku hanya tidak akan pernah membiarkan ada pria lain di luar sana yang menyentuh tubuhmu, kau mengerti?"

Dan Baekhyun hanya menelan ludah kasar mendengarnya.

Apa maksudmu?

.

.

TBC

.

.

ADA SARAN?

Tidak adil rasanya lolipopsehun sebagai ChanBaek Shipper jika tidak menulis YAOI CHANBAEK. Jadi ini YAOI CHANBAEK PERTAMA, INCEST, DAN JUGA SEMI-PWP HAHAHA

Biar sekalian dah jadi satu mesum-mesumnya.

Semoga ada yang baca ini FF dan memberikan komentar hehe. Author butuh SARAN.

Ini pendek ya emang karena masih awal dan pengenalan yekan, jadi jangan panjang-panjang.

Mohon maaf jika FF ini kurang berkenan atau kurang greget karena Author sendiri baru belajar nulis YAOI, jadi minta dukungan dari seluruh readers untuk bisa nulis lebih bagus lagi ke depannya.

Akhir kata, silahkan sampaikan kritik dan saran di kolom review. Author sangat menghargai setiap komentar untuk memperbaiki penulisan FF YAOI LOLIPOPSEHUN kedepannya.

Untuk FF lainnya, jangan khawatir, pasti dilanjut, tapi gantian hehe.

Sekian.

Terima kasih sudah membaca dan mereview.

Lanjut?

Author lihat dulu ya respon masyarakat hehe.

See ya.

With love,

lolipopsehun