-o-0-o-

This break it'sn?

-o-0-o-

"Teme.."

Yang dipanggil hanya melihat kearah langit yang beranjak senjak.

Naruto mendekat dan menghampiri Sasuke, sekedar ingin menyapanya terlepas mereka adalah rekan bisnis.

"Selamat atas pernikahanmu.."

"Uhm"

Jeda sejenak, mata kelamnya masih fokus kearah langit, tidak kepada lawan bicaranya.

"Bagaimana keadaan kalian?"

"Baik"

"Maksudku… bagaimana hubungan kalian?"

"Kau tak perlu memperjelas pertanyaamu dobe"

"Tunggu Sasuke"

Sebelum Sasuke pergi, mereka saling bertatapan.

"Aku tau yang kau maksud baik itu justru sebaliknya"

"Tau apa kau tentang pernikahanku?"

Naruto mendecih, sifat menyebalkan temanya ini memang tidak pernah berubah.

"Kau tau.. aku ingin membantumu"

"Bisa kau mengembalikan anakku untuk hidup dobe? "

".."

Sasuke maju menatap Naruto

"Bisa kau bantu aku mengembalikan anakku hidup?"

Pertanyaan Sasuke jelas tidak mungkin Naruto kabulkan..

"Aku.."

"Kau tidak bisa bukan? Tidak usah peduli terhadapku brengsek!"

BUAGH!

Sasuke menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya dan tersenyum sinis.

"Segini sajakah kemampuanmu eh? Lemah sekali.."

"Aku tau kau sedang kacau teme! Tapi bukan seperti ini cara menghadapinya! Kau lari dari masalahmu eh? Kau pengecut!"

"Lari dari masalah katamu?"

Sasuke bangkit, kemudian menatap Naruto dengan tatapan dingin.

"Biar aku tanya padamu dobe.."

Sasuke menunduk, dan langsung menatap Naruto dengan pandanganya yang menusuk

"Bagaimana rasanya menikah dengan seseorang yang tidak mencintaimu? Bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tidak menghormatimu sebagai suami?"

Sasuke mencerca Naruto dengan berbagai pertanyaan luapan emosinya

"Bagaimana rasanya kau kehilangan satu-satunya alasanmu untuk menikah dan berumah tangga?"

".."

"Aku tanya padamu dobe"

"Heh.."

Naruto tersenyum licik

"Akhirnya kau meluapkan emosimu teme.."

Naruto menepuk pundak Sasuke,

"Kalau aku tidak menghajarmu.. kau tidak akan pernah menceritakan permasalahanmu padaku bukan?"

"Ck"

Yang Naruto lakukan hanyalah memancing sampai Sasuke berada diambang batas untuk menahan emosinya, Naruto tau Sasuke membutuhkan seseorang untuk berbicara. Karena itulah dia disini.

-o-0-o-

Dalam gerimis rintik hujan, suara tangisan bayi itu menggema.. buru-buru Hinata menuju box bayi. Mengambil bayi itu dan menggendongnya penuh dengan kasih sayang.

"Sssttt.. jangan menangis sayang"

Lalu datang Sasuke memeluknya dari belakang dan mencium anak mereka.

Saat rintik hujan, Hinata duduk di depan rumah sambil menyusui anaknya. Hinata menggenggam tangan mungil bayi itu yang lambat laun tertidur pulas bagai sosok malaikat.

"Dia mewarisi senyum indah milikmu Hime.."

"Dan dia mewarisi rambut hitam milikmu, Sasuke-kun"

Hinata menina bobokan bayinya dalam buaian kasih sayang seorang ibu. Surga bagi seorang anak adalah telapak kaki ibunya, tapi surga sang ibu adalah ketika mencium ubun-ubun anaknya yang saat ini sedang tertidur pulas. Hinata merapikan anak rambutnya, tersenyum kearah bayinya, bayi yang keluar dari rahimnya.

Ada rasa haru ketika memandangi bayi kecil yang tidak berdosa ini, lihatlah wajah polosnya mampu menghilangkan segala lelah dan beban.

Lalu…

Hinata terbangun tanpa ada sosok Sasuke disampingnya, kenapa itu semua Cuma mimpi?

Kenapa itu semua hanya angan-anganya saja? Setengah mati Hinata menahan rindu, dan anaknya muncul ke dalam mimpinya.

Hinata memeganggi dadanya yang teramat sesak menahan rasa rindunya. Sasuke, dimana saat ini dia sekarang?

Tidak taukah dia bahwa Hinata membutuhkanya sekarang ini?

Hinata menangis dalam ketidakberdayaanya, dan jam menunjukan pukul dua dinihari. Hinata memegangi lututnya mencoba mengingat-ngingat kembali mimpinya tersebut.

Apakah bila Hinata tidur kembali mimpinya itu akan hadir lagi dalam tidurnya?

Hinata tidak tau, dia mencoba memejakan matanya kembali namun terasa sesak…

Sesak kalau dia tau, anaknya tidak mungkin secara ajaib hidup kembali. Hinata dapat bermimpi bertemu dengan anaknya saja sudah merupakan suatu keajaiban.

Dan dinihari ini.. dia hanya ingin kembali mengingat jelas itu semua, wajah anaknya… tangan mungilnya, dan bagaimana polosnya dia saat tertidur di pangkuan Hinata.

-o-0-o-

"Pulanglah Teme.. aku yakin saat ini Hinata membutuhkanmu"

Mereka berdua masih berbicara, dan melihat kearah langit yang cerah di restaurant tepi pantai yang menjorok kearah laut.

"Apa aku harus melepaskan Hinata?"

Tanyanya ragu..

"Dia istriku, tapi dalam hatinya.. dia hanya mencintaimu"

Naruto mendesah pelan…

"Aku tidak mengerti jalan fikiranmu Teme…"

"…."

"Sejujurnya.. jika kau mau, kau bisa saja lari dari tanggung jawabmu. Dan membiarkan Hinata untuk menggugurkan darah dagingmu. Tapi kau lain, aku yakin karena kau memang bukan lelaki brengsek yang kabur begitu saja dari tanggung jawabmu bukan.."

"Ne, teme…"

Naruto menatap Sasuke yang memandangi lautan lepas

"Sejujurnya alasan terkuatmu menikahi dan mempertahanakan Hinata atas dasar apa?"

Sasuke terdiam. Ah, pertanyaan itu. Sasuke sendiri bingung harus menjawabnya seperti apa. Mungkinkah hanya karena sesal dan harus bertanggung jawab saja? Lantas semua itu tidak pernah cukup di mata Hinata.. Tidak akan pernah sampai di mata Hinata.. disinilah Sasuke, kembali menjadi dirinya dulu. Workaholic, businessman seperti yang dulu. Sengaja Sasuke memadatkan rutinitasnya, seluruh perkejaanya. Apa yang dia lakukan semata-mata untuk mengalihkan seluruh pikirannya yang sedang kacau. Belum lagi jika rekan kerjanya mengungkit permasalahan diluar pekerjaan. Masalah pernikahanya, bukan kali ini saja banyak yang menggosipkan di belakang Sasuke. Topeng dingin itu sudah cukup untuk membungkam segalanya.

Dan satu yang selalu Sasuke harapkan.. semoga hubunganya dengan Hinata bisa segera membaik.. semoga.

-o-0-o-

"Kau tau kabar pernikahan Sasuke dan Hinata yang retak?"

"He? Bukankah sejak awal pernikahan mereka memang sudah janggal?"

"Hah.. sayang sekali ya. Punya suami tampan, mapan, kaya, tapi di sia-siakan"

"Bukankah itu ide bagus? Bisa saja mereka bercerah.. maksudku kau tau? Istrinya tidak becus melayani suami!"

BRAKK

Hinata yang mendengar gosip itu di balik lobipun sengaja menjatuhkan file yang di bawanya. Seketika pegawai yang membicarakanyapun bungkam. Hinata nampak tenang, mengatur ekspresi raut wajahnya sementara hatinya bergejolak, panas.

Ini masih pagi, tak bisakah mereka menjaga mulut mereka?

Mood Hinatapun menjadi hancur. Kabar buruk itu kian merebak dan terdengar, Hinata bisa saja masa bodoh dan tidak peduli. Tapi siapa yang tidak akan terpancing emosinya ketika dengan terang-terangan orang-orang itu malah mengumbar kehidupan rumah tangganya?.

Hinata menuju toilet, air matanya mengalir begitu saja.

Dia hanya ingin bekerja disini, mengisi kekosongan hatinya. Tapi bagaimana bisa pikiranya teralihkan kalau kantor saja sudah mulai membicarakan kehidupan pribadi Hinata?

Hinata mengambil tisu dan menghapus air matanya. Kemudian merapikan tataan make up, tidak.. jangan sekarang dalam hatinya. Hinata tidak boleh goyah, mereka hanya tidak tau kenyataan yang seseungguhnya.

Hinata menebalkan bedak, dan mempoles bibirnya dengan warna yang sedikit membuatnya nampak lebih segar. Kembali ke ruang kerja, bersikap professional dan seolah tidak terjadi apa-apa.

-o-0-o-

Bila jam kantornya habis, pulang ke rumah sudah merupakan rutinitasnya.. sebenarnya Hinata menghindari dan ingin mencari makan sendiri di luar. Namun karena hujan Hinata memutuskan untuk memasak makanan saja di rumah.

Rumah nampak rapih seperti biasa berkat bantuan asisten rumah tangganya. Namun tetap saja, di dalamnya terasa sepi..

Hinata menuju dapur dan hendak memasak makanan. Hanya dirinya seorang diri, hujan semakin deras diluar sanah. Hinata menghiraukan sejenak dan memasak makan malam untuk dirinya sendiri.

Jam berdetak, disertai dengan hujan dan sesekali terdengar sambaran petir.. Hinata melamun di depan meja makan.

Rasanya.. begitu kosong. Tugas kantornya telah dia selesaikan secara maksimal. Tapi tetap sja, bila tidak ada kerjaan begini, bila tidak ada sesuatu yang harus dia lakukan, fikiranya mengambil alih.

Lalu tiba-tiba Hinata mendengar suara tangisan bayi di kamar anaknya sendiri. Hinata buru-buru keatas menuju kamar anaknya dan petir masih menyambar.

"Kau.. seorang ibu yang buruk"

Bayangan dirinya sendiri berkata seperti itu, Hinata melihat siluet dirinya yang sedang menggendong seorang bayi lalu mencibir dirinya. Dan perlahan bayangn itu menghilang hendak meninggalkan Hinata bersama bayi yang di gendongnya.

"T-tidak.. jangan bawa dia pergi!"

Hinata terduduk lemas dikamar dengan keadaan lampu yang masih gelap. Air matanya mengalir, sakit dengan segala rasa dosa yang dia tanggung sendiri. Hinata meraung, sesak, emosi memenuhi dirinya. Dilemparkan boneka dan segala barang dikamar bayi itu. Melampiaskan segalanya, meluapkan apa yang dia rasakan.

Ibu mana yang tidak tersiksa dengan keadaan seperti ini?

Hinata tau dia ibu yang buruk. Jarangkan untuk merawat bayinya, bertemu dengan bayinyapun Hinata tidak bisa.

Seperti orang kerasukan, Hinata mengamuk di kamar diiringi dnegan derasnya hujan. Hinata merasa kalut, dia merasa tertekan dengan segalanya.

'seseorang, bawa aku pergi dari sini'

-o-0-o-

Ini sebenarnya sudah satu minggu semenjak Sasuke tidak pulang ke rumah. Karena memang Sasuke ada kesibukan sendiri yang harus pergi ke berbagai kota bahkan harus terbang ke Negara lain untuk menjalin urusan bisnisnya.

Sasuke bukanya bersikap acuh, mulai tak peduli pada Hinata.. nyatanya, meskipun Sasuke berada jauh dia selalu mengirimkan pesan. Meski hasilnya nihil, Hinata tak membalasnya. Ya Sasuke tau apa yang dia lakukan terasa percuma. Bukankah sekeras dan sedingin apapun hati seseorang suatu saat akan luluh dengan kasih sayang yang tulus?

Maka itulah yang Sasuke pilih. Biarlah Hinata melakukan apapun yang dia sukai, asalkan satu.. Hinata tidak pergi meninggalkanya. Hinata tidak pergi darinya.

Dan entah sampai kapan Sasuke harus menunggu sampai saat itu tiba. Semoga Kami-sama mempermudah jalanya untuk dapat bersatu kembali dengan istrinya.

Dan karena itulah.. setelah urusan pekerjaanya ini dapat selesai Sasuke ingin segera pulang menemui istrinya.

-o-0-o-

Salah satu asisten rumah tangga nampak terkejut melihat keadaan sang majikan. Hinata tertidur di kamar anaknya dengan kondisi yang.. mengerikan.

Kamar berantakan dengan kondisi yang parah. Khawatir dengan kondisi tersebut, asisten rumah tangganyapun beriniastif menelpon tuanya.

"Tuan.. nyonya Hinata-"

Disisi lain, Sasuke yang mendapat kabar tersebutpun segera pulang. Memesan tiket pesawat yang paling awal dan buru-buru memerintahkan sekertarisnya agar membatalkan rapatnya hari ini.

Hinatapun terbangun, dengan sorot wajah yang penuh luka. Hinata seperti orang yang sedang mengalami depresi.

"Nyonya.."

Hinata bangun, dan berjalan sempoyongan. Dia tidak menggubris panggilan dari asisten rumah tangganya. Hinata duduk di kursi, memeluk lutut dan menangis.

Dan baru sore harinya Sasuke datang langsung menanyakan kabar istrinya.

"Hime!"

Sasuke memeluk Hinata, keadaan Hinata nampak kacau. Dia tidak mandi, mengganti baju atau menyentuh makanan yang di buatkan ART.

Hinata seperti ketakutan, Sasukepun merasa menyesal telah meninggalkan Hinata disaat kondisinya rapuh.

Dengan sabar dan penuh kasih sayang, Sasukepun mengangkat tubuh Hinata yang lemah. Memandikanya, meskipun tau ini adalah hal terberat yang dilakukanya.

Bagaimana mungkin dia tidak tergoda setelah sekian lama memendam hasratnya sebagai laki-laki?. Tapi demi Hinata Sasukepun mengubur dalam-dalam keinginanya. Nuraninya menolak untuk menjamah tubuh istrinya. Lihatlah keadaan Hinata, dia ketakutan. Sasuke tidak ingin membuat keadaan istrinya bertambah parah.

Sasukepun mengeringkan tubuh istrinya, memakaikan baju untuknya. Menemaninya dan membelai lembut tubuh Hinata.

"Hime.. kau kenapa?"

Hinata masih diam dan menunjukan enggan untuk berekspresi. Hati Sasukepun mulai mencair. Akankah.. Hinata memberikanya kesempatan? Mungkinkah Hinata mulai menerima Sasuke sebagai seorang suami? Sebagai seseorang yang mencintainya?

Hinatapun tiba-tiba menangis.

"Ssssttt sayang jangan menangis. Aku disini bersamamu"

Hinata memalingkan wajahnya di balik dada bidang Sasuke.

"Aku disini Hime.."

-o-0-o-

Seharian ini Sasuke menemani Hinata. Rasa lelah usai perjalanan panjangnya terbayar sudah dengan sikap Hinata yang bisa sedikit melunak menerima kehadiran dirinya. Kondisi Hinatapun kini sudah lebih tenang. Meski Hinata belum menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi, tapi Sasuke tidak akan pernah lelah untuk menanti hal itu. Setidaknya, harapan itu telah tumbuh dengan sikap Hinata yang mau menerima perhatian dari Sasuke.

Malam ini mereka berdua makan di rumah, dengan cahaya lilin yang temaram dan suasana yang romantis.

Hinatapun bahkan memakai gaun yang Sasuke pilih. Gaun berwarna hitam dan Sasuke memakai jas seolah mereka sedang menghadiri acara yang formal.

"Hime.. would you dance with me?"

Onyx tu menatap lekat kearah Sasuke. Menerima uluran tanganya dan mulai berdansa dengan irama yang pelan dan lembut yang berasal dari pemutar music.

Hinata mengikuti gerakan Sasuke yang gemulai. Dan Sasuke dapat tersenyum untu pertama kalinya dia merasa bisa hidupnya sangat berarti setelah melewati ujian rumah tangga yang sangat berat bersama Hinata.

"Aku mencintaimu Hinata"

Hinatapun langsung menatap kearah irish onyx suaminya.

"Aku mencintaimu.."

Sasuke sedikit mencondongkan wajahnya kearah wajah istrinya, menyesuaikan tinggi Hinata yang tidak lebih dari pundaknya. Awalnya sedikit ragu, namun Hinata tidak menolak sama sekali. Maka Sasuke mengeliminasi jarak tersebut, mengecup langsung kearah bibir Hinata. Merasakan sentuhan yang sangat dia rindukan, mengumpulkan kembali kepingan hatinya yang patah karena sikap dingin Hinata, sikap apatis Hinata. Tapi Sasuke tau, kesabaranya suatu saat nanti akan terbalas dengan penantian panjang yang indah.

Meskipun mereka berdua kehilangan anak mereka, meskipun mereka berdua menikah karena kesalahan mereka.

Sasuke mengecup dan menyentuh bibir Hinata dengan lembut, menginpasi dirinya… mencoba menemukan titik celah agar bisa perlahan masuk ke dalam diri Hinata, ke dalam raga Hinata, ke dalam hati serta seluruhnya.. Sasuke ingin memasuki semua yang ada pada diri istrinyaa. Kemudian ciuman itu terlepas, perlahan dan irish onyx itu menatap wajah istrinya yang menunduk. Sasukepun memeluk Hinata, senyuman itu jelas tercetak di wajah yang selama ini terlihat dingin.

Amethyst Hinata menatap kearah suatu ruangan, ruangan kamar anaknya. Dan seketika peristiwa itupun teringat pada diri Hinata. Sasuke yang merasakan tubuh istrinya bergetarpun menatapnya.

"Kau kenapa Hime?"

"Aku takut Sasuke-kun.."

"Sstt.. jangan takut sayang, aku disini bersamamu sekarang"

Sasuke mengelus lembut punggung istrinya, meredakan segala ketakutan yang ada pada diri Hinata. Hingga kenyamanya itu bisa tercipta. Hingga nafas itu bisa berhembus dengan normal dan semestinya.

Lama mereka saling berpelukan, Sasukepun menggoda tubuh Hinata.

Sasuke tersenyum, istrinya mau menerimanya. Dan untuk sekali lagi Sasuke mengecup bibir Hinata dengan penuh perasaan dan gairah. Sasuke bisa saja bersikap kasar dan terburu-buru, tapi tentu saja dia tidak bisa bersikap seperti itu. Tidak pada diri Hinata, karena sekali sentuhan saja seakan Hinata bisa retak.

Awalnya ciuman itu lembut, namun Sasuke tidak bisa untuk memendam keinginanya lagi untuk memiliki Hinata malam ini.

Hasrat yang selama ini dia pendam meluap, memuncak, hingga rasanya tak ada waktu lagi selain keinginan untuk menyentuh Hinata seutuhnya.

"Hhinatah.."

Suaranya terdengar berat, Hinata menunduk. Sesekali menatapnya ragu, Sasukepun memeluknya dan menurunkan seleting belakang gaun Hinata.

"Maukah?"

Hinata tidak menjawab dengan bahasa verbal, tapi bahasa tubuhnya cukup untuk meyakinkan Sasuke bahwa Hinata mau dan bersedia untuk dimilikinya malam ini.

Dengan penuh rasa sayang dan gairahnya Sasuke menggendong Hinata dengan penuh rasa keharuanya.

Mungkinkah Hinata sudah membuka hati untuknnya?

Entahlah… saat ini Sasuke sibuk dengan keinginanya yang teramat sangat memiliki Hinata.

Di bukanya seluruh penghalang itu secara perlahan, dikecupnya istrinya dengan penuh kasih sayang. Dan dituntunya Hinata agar mengenali keseluruhan yang ada pada diri Sasuke.

Hingga Sasuke melakukanya, menyatukan tubuh mereka atas nama cinta dan kesabaran yang ada pada dirinya untuk Hinata.

"Aku mencintaimu sayang.."

Itulah akhir kalimat ketika mereka mencapai batasan diri masing-masing, Sasuke seakan menemukan kehidupanya kembali kini. Dengan Hinata yang tidur di sampingnya.

-o-0-o-

TBC

-o-0-o-

A/N :

Holla.. anyone still waiting for this fiction or maybe miss it? I hope I're enjoy it. Yeah also know.. meskipun ada yang flamer but karena banyak yang menunggu so this fiction still continue. Hope everybody like it . I will glad if any reviews for this chapter. So see ya!

Regards,

Shionna Akasuna