I'll Be Here (New Version)
.
.
.
Hanya perlu percaya, bahwa aku akan selalu di sampingmu dan mencintaimu selalu dan selamanya.
.
.
TaeYu
"Aku akan selalu di sini, menunggumu dan mendukungmu."
.
.
WinKun
"Jangan melihat arah lain, cukup pandang aku yang selalu melihatmu."
.
.
JohnIl
"Aku akan selalu mencintaimu, meskipun aku tak berada di hatimu."
.
.
DoTen
"Melihat senyumanmu, aku bahagia dan merasa jatuh cinta setiap saat."
.
.
JaeWoo
"Hanya dengan di sampingmu, aku sudah bahagia."
.
.
LuChan
"Izinkan aku mengenalmu lebih jauh setelah ini."
.
.
MarkRen
"Tunggu sebentar lagi, maka aku akan mencintaimu."
.
.
NoMin
"Cukup lama aku bersabar, kini aku mohon jawab perasaanku."
.
.
SungLe
"Bersamamu setiap saat di mana dan kapanpun, aku sangat bahagia."
.
.
CHAPTER 3
...
Jungwoo menatap pantulan dirinya di depan kaca lengkap dengan helaan nafas panjang. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul dua kurang lima belas menit. Sudah satu jam lebih ia berada di ruang latihan dance ini sendirian, semenjak sesi latihan dance dihentikan pukul setengah satu tadi. Jungwoo tak berniat untuk kembali ke dorm dalam waktu dekat, ia memilih untuk menenangkan dirinya terlebih dahulu di sini.
"Hahh.." Helaan nafasnya kembali terdengar. Kini ia menyandarkan tubuhnya pada kaca dengan kepala yang menunduk. Ia mati-matian menahan rasa sesak di dadanya akibat komentar-komentar yang ditujukan padanya yang kembali teringat di kepalanya. Sungguh, Jungwoo sangat berterima kasih kepada orang-orang yang selalu mendukungnya selama ini. Tapi Jungwoo juga tak bisa mengenyahkan komentar-komentar negatif tentang dirinya, terlebih saat ia baru saja diumumkan menjadi anggota kesepuluh NCT127. Jungwoo senang, tentu saja. Tapi ada beban berat yang harus dihadapinya. Salah satunya adalah orang-orang yang terus mengatakan jika seharusnya posisi member kesepuluh itu bukanlah untuknya. Tapi untuk orang lain.
Cklek~
Jungwoo tak bergeming dari posisinya. Tak peduli jika yang datang adalah seniornya, teman satu grupnya, atau bahkan malah staff SM yang sedang berkeliling gedung SM ini.
"Ternyata kau memang masih di sini," ujar seseorang yang suaranya sudah tak asing lagi bagi Jungwoo. Jungwoo mengangkat kepalanya dan menemukan orang itu sudah berdiri tepat di depannya dengan senyum yang dilengkapi dimple manisnya.
"Jeno menghubungiku, katanya 'Jaehyun-hyung, Jungwoo-hyung belum kembali sejak tadi. Apa dia ada di dormmu?' Aku otomatis langsung panik dan pergi mencarimu. Dan dugaanku benar, kau masih di sini," Masih dengan senyumnya, Jaehyun mensejajarkan posisinya dengan duduk di hadapan pemuda manis itu. Jaehyun kemudian menangkup pipi Jungwoo dan mengusap pipi lembut itu dengan kedua ibu jarinya. "Dan, kenapa kau menangis? Memikirkan komentar-komentar itu hm?" Tanya Jaehyun lembut.
Jungwoo juga tak tahu, sejak kapan air matanya menetes?
"Ayo bangun dan kita pulang. Malam ini kau menginap di dorm kami saja. Aku akan mengabari Jeno nanti," Tanpa menunggu balasan apapun dari Jungwoo, Jaehyun menarik lembut tangan Jungwoo hingga sang empu pun berdiri dengan sedikit tak rela. Sungguh, Jungwoo masih ingin di sini sebentar lagi. Itupun jika dua sampai tiga jam lagi masih bisa dikatakan sebentar.
Sebelah tangan Jaehyun menggenggam tangan Jungwoo dengan erat, sementara tangan yang satu ia gunakan untuk membawa tas Jungwoo. Keduanya sudah berada di luar gedung SM, mereka memilih untuk saling diam. Meskipun Jaehyun ingin sekali bertanya lebih jauh tentang apa yang sebenarnya terjadi pada salah satu adiknya ini.
Langkah Jaehyun terhenti begitu ia merasakan tak ada pergerakan dari pemuda yang berjalan di sampingnya itu. Ia pun menoleh ke samping dan menemukan Jungwoo yang sedang menunduk.
"Ada apa?" Jaehyun kembali bertanya. Jungwoo menghela nafas panjang dan menjawab, "Bisa kita ke sana sebentar? Ada yang ingin aku katakan padamu, hyung." Tunjuk Jungwoo pada sebuah bangku taman yang memang tak jauh dari tempat mereka berada.
Jaehyun menimang sebentar dan menganggukan kepalanya dengan senyum manisnya, yang dibalas senyum tipis oleh Jungwoo. Keduanya pun kini sudah duduk di bangku taman. Jaehyun memilih untuk melihat sekitar, memastikan jika tak ada seorangpun yang mencuri dengar ataupun memperhatikan mereka. Sementara Jungwoo, ia memilih menetralkan perasaannya terlebih dahulu. Karena jujur, semenjak dulu, jantungnya tak pernah bisa diajak kompromi jika berdekatan dengan pemuda Jung di sampingnya ini.
"Jadi, kau mau bercerita padaku?" Jaehyun membuka suaranya saat lima menit mereka duduk, namun Jungwoo tak kunjung membuka suaranya.
Jungwoo menghela nafas, lagi. Entah sudah keberapa kalinya ia menghela nafas seharian ini. "Aku tak tahu hyung, padahal ini semua kemauan dan tuntutan agency. Dan juga, fotoku sejak beberapa bulan lalu juga memang sudah ada di profil NCT127. Tapi, kenapa mereka masih tak terima jika aku menjadi bagian dari kalian? Aku akui, wajahku memang tak setampan Taeyong-hyung, suaraku tak sebagus Taeil-hyung, dan danceku juga tak sebagus Ten-hyung. Tapi, tidakkah mereka dapat melihatku, hyung?" Jungwoo menjeda kalimatnya. Ia menatap langit gelap dengan air mata yang menumpuk di pelupuk matanya. Dengan suara menahan tangis, Jungwoo melanjutkan, "Aku juga ditraining. Aku juga latihan dari pagi sampai malam atau bahkan sampai pagi lagi. Aku juga punya mimpi besar untuk berdiri di panggung bersama-sama teman-temanku. Apa salahku hingga mereka menyudutkanku seperti ini hyung? Apa salahnya jika mereka juga mendukungku? Aku tak tahu hyung, aku takut. Hiks."
Runtuh sudah pertahanan Jungwoo. Ia kembali menangis. Jungwoo menunduk, tubuhnya bergetar, bahunya naik-turun menandakan jika ia menangis hingga sesegukan. Jaehyun pun segera merengkuh pemuda manis itu dan membawa tubuh Jungwoo ke pelukan hangatnya. Tangan Jaehyun aktif mengusap punggung Jungwoo guna menenangkan yang lebih muda.
"Kau tak perlu takut, Jungwoo-ya. Masih banyak orang yang mendukungmu. Kau tak perlu mendengarkan orang-orang yang berkomentar buruk tentangmu. Ini adalah rencana yang dibuat agency. Mereka semua tahu itu, dan kau juga harus tetap semangat. Anggap semua komentar-komentar mereka adalah acuan agar kau bisa menampilkan yang lebih baik dari sebelumnya. Aku yakin, kau pasti bisa Jungwoo-ya," ujar Jaehyun meyakinkan Jungwoo. Jaehyun tak tahu apa yang terjadi pada perasaannya. Hanya saja, melihat dan mendengar suara tangisan Jungwoo, membuat Jaehyun merasa sakit. Hatinya tak rela melihat Jungwoo menangis seperti ini.
Dengan hati yang sedikit lega dan sudah bisa menenangkin diri, Jungwoo melepas pelukan Jaehyun dan mengusap pipinya yang basah akan air mata. Entah sudah berapa lama ia menangis di dalam pelukan Jaehyun.
"Terima kasih hyung. Berkatmu aku menjadi lebih baik," Jungwoo menampilkan senyumnya dengan mata yang masih memerah. Jaehyun hanya mengangguk dan mengelus pucuk kepala Jungwoo.
"Baguslah kalau begitu. Jadi, bisa kita kembali sekarang? Aku sudah sangat mengantuk," Jaehyun berdiri dan merenggangkan otot tubuhnya. Ia melihat jam tangannya dan terkejut mengetahui jam sudah menunjukan pukul tiga lebih tiga puluh lima menit.
Jungwoo pun bangkit dari duduknya, ia meraih tasnya dan menggendongnya sendiri. Tak mau merepotkan Jaehyun lagi.
"Sekali lagi, terima kasih ya hyung. Dan maaf, membuatmu jadi repot," ujar Jungwoo sempari menggaruk pipinya akibat rasa tak enak.
Jaehyun lagi-lagi tersenyum membalas perkataan Jungwoo. "Sudahlah, bukan masalah. Ayo, kita segera kembali." Jaehyun kembali menggandeng tangan Jungwoo dan keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju dorm NCT127.
Dan lagi, pertanyaan lain muncul dalam benak Jungwoo—
"Hyung, selama beberapa bulan ini hyung begitu perhatian padaku. Hyung selalu ada untukku, selalu menemaniku, dan selalu menenangkanku. Sebenarnya, hubungan kita itu apa?"
—pertanyaan tentang hubungannya dan Jaehyun yang nampak begitu manis. Jungwoo tak mau berharap, karena sungguh, Jungwoo mencintai Jaehyun tanpa ingin dibalas. Berada di dekat pemuda Jung itu saja sudah lebih dari cukup untuknya.
Kim Jungwoo, tidak naif 'kan?
...
"Oh Tuhan, Yuta-hyung! Itu jangan dimakan!"
"Yuta-hyung! Kembalikan coklatku~!"
"Yuta, itu jusku. Jangan diminum."
"Yuta-hyung, kalau mau makan ambil sendiri. Jangan merecoki punyaku."
"Ish! Yuta-hyung! Serealku jadi tumpah!"
"Yuta!"
Yuta menghentikan langkah kakinya begitu mendengar suara datar seseorang yang memanggil namanya. Yuta menoleh dengan gerakan slow-motion. Begitu mendapati sosok sang leader yang menatapnya dengan begitu tajam dengan kedua tangan yang dilipat di dada, Yuta tahu, jika ia tak akan selamat hari ini.
"Ikut aku," ucap Taeyong sembari melangkahkan kakinya terlebih dahulu menuju kamarnya. Di belakangnya, Yuta dengan ogah-ogahan mengikuti langkah Taeyong. Kepalanya menunduk, sibuk merapalkan sumpah serapah kepada sosok leader grupnya serta uhukkekasihnyauhuk itu.
Yuta menutup pintu di belakangnya begitu keduanya sampai di kamar Taeyong. Yuta menatap lurus ke arah Taeyong yang kini sudah duduk di atas ranjangnya.
"Duduk sini," Taeyong menepuk sisi kasur yang kosong di sebelahnya. Matanya terus mengikuti langkah kaki Yuta yang menghampirinya dengan perlahan. Taeyong bahkan yakin jika Yuta menyeret kakinya itu untuk sampai di dekatnya.
Taeyong bukannya tak tahu jika kekasihnya itu sedang dalam keadaan mood yang tidak bagus. Hanya saja, Taeyong belum menemukan jawaban yang tepat untuk mengetahui alasan penyebab utama pemuda Jepang itu uring-uringan selama beberapa hari ini.
Jika mengingat beberapa bulan lalu, yang Yuta juga sempat uring-uringan, menjahili member lebih sering, dan bahkan mengabaikannya seperti sekarang, itu Taeyong tahu penyebab utamanya adalah karena Yuta cemburu akibat kedekatannya dengan Ten. Tapi sekarang? Masa iya, Yuta cemburu lagi? Meskipun memang benar Yuta cemburu, Yuta cemburu dengan siapa?
"Kau ini kenapa, Na Yuta? Sikapmu belakangan berubah, ada yang mengusikmu, hm?" Tanya Taeyong begitu Yuta sudah duduk di sampingnya. Namun, bukannya menatap wajah tampan kekasihnya, Yuta justru memalingkan wajahnya untuk menatap hal lain.
"Aku tidak apa-apa," Yuta menjawab dengan datar, matanya menatap lurus pada lantai putih di bawah. "Dan jangan sok peduli padaku," sambung Yuta.
Mata Taeyong memincing, merasa ada yang salah dengan ucapan Yuta. "Apa katamu? 'Jangan sok peduli padaku'? Hey! Tentu saja aku peduli, kau itu kekasihku, Na Yuta." Taeyong memegang bahu Yuta dan memaksa pemuda Jepang itu agar menatapnya.
Deg!
Tatapan datar itu lagi. Taeyong tak sanggup jika harus menerima tatapan seperti itu dari seseorang yang amat dikasihinya ini.
"Kau bilang aku kekasihmu? Haha." Yuta tertawa sarkas, ia menyingkirkan tangan Taeyong di kedua bahunya. "Aku kira kita hanya teman satu grup. Kau sebagai leader dan aku sebagai anggotamu yang harus menuruti semua kata-katamu," lanjut Yuta dengan mata yang masih menatap datar pada Taeyong.
Taeyong menghela nafas panjang, tak tahu apa yang sedang terjadi kekasihnya ini. Mungkin, Yuta sedang marah padanya, dan jelas itu bukan kemungkinan tapi kepastian. Masalahnya di sini adalah, hal apa yang membuat kekasihnya ini marah besar seperti ini? Apa dia membuat kesalahan fatal? Tapi apa? Taeyong tak ingat sedikitpun kesalahannya yang mungkin saja ia lakukan pada kekasihnya itu.
Melihat reaksi dari Yuta yang sangat jauh dari ekspetasinya, Yuta menghela nafas pasrah. Susah memang mempunyai hubungan dengan seseorang yang sifatnya sebelas duabelas dengan es.
"Sudahlah, kau tak ingin berbicara lagi 'kan? Aku mau keluar," Yuta segera berdiri dari duduknya. Namun, baru satu langkah ia melangkah, tangannya ditahan oleh seseorang yang tak lain dan tak bukan oleh Taeyong.
"Aku belum mengizinkanmu pergi. Dan aku belum selesai berbicara denganmu," Taeyong menarik tangan Yuta dengan keras hingga pemuda Jepang itu kembali duduk. Di tempatnya yang tadi.
Yuta mendengus, ia tak suka jika sikap arogan dan suka memerintah Taeyong sudah muncul seperti ini. Matanya menatap tajam Taeyong yang dibalas tak kalah tajam oleh pemuda Lee tersebut. Dalam hati, Yuta meringis melihat tatapan itu.
"Sekarang, jelaskan apa yang membuatmu seperti ini?" Masih dengan tatapan yang sama, Taeyong menatap Yuta penuh dengan intimidasi.
Yuta menelan ludahnya gugup. Tak sanggup jika sudah ditatap sebegitunya oleh Taeyong. Karena jujur saja, salah satu alasan Yuta bisa jatuh cinta pada Taeyong, ya karena tatapan matanya itu.
"Ck, dasar tidak peka! Kau pikirkan saja sendiri!" Yuta dengan cepat berlari keluar dari kamar Taeyong, tak mau Taeyong menahannya lagi.
Taeyong hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Yuta. Cukup menggemaskan bagi dirinya. Tapi, apa ya maksud dari perkataan Yuta tadi? Tidak peka? Pikirkan sendiri?
"Dasar Na Tsundere Yuta."
...
"Yangyang!"
Sang empunya nama menoleh begitu seorang pemuda bongsor memanggil namanya.
"Xuxi-ge!" Yangyang membalas sapaan Lucas, Lucas sendiri sudah berdiri di sampingnya sembari merangkul pundak yang lebih muda.
"Xuxi-ge tidak ada jadwal? Tumben ke sini," Yangyang melirik Lucas yang berjalan dengan raut wajah santai namun sedikit terlihat gurat kelelahan di wajah tampannya.
"Tidak ada. Makanya aku mau ikut latihan bersama kalian," balas Lucas dengan senyum lebarnya. "Oh iya, aku penasaran." Sambung Lucas yang dibalas tatapan penasaran dari Yangyang. "Penasaran akan apa ge?" Tanya Yangyang lugu.
Lucas memasang smirknya, "Penasaran, kau benar-benar menjalin hubungan dengan Hendery dan Xiao Jun atau tidak." Jawabnya yang membuat pipi Yangyang memanas.
"Apa sih ge! Dasar tidak jelas." Kilah Yangyang dengan rona merah di pipinya. "Astaga! Kau manis sekali sih, Yangyang-ah," Lucas mencubit pipi Yangyang dan mengacak rambut Yangyang dengan gemas. Membuat sang empu mendengus dan merengek tidak terima.
"Manis sekali," celetuk seseorang yang membuat kegiatan keduanya terhenti. Mereka berdua baru sadar, jika kini keduanya sudah sampai di depan ruang latihan.
Lucas menelan ludahnya gugup melihat seseorang yang tadi menginterupsi kegiatannya bersama Yangyang. Itu Haechan a.k.a Lee Donghyuck, yang selama beberapa bulan ini ia dekati.
'Mampus!' batin Lucas merana saat melihat tatapan datar Haechan yang mengarah padanya.
"Injunie, aku duluan ya. Ada janji dengan Johnny-hyung soalnya." Haechan menoleh pada Renjun yang dibalas anggukan kepala oleh pemuda Huang itu. "Aku duluan ya, Xuxi-hyung, Yangyang-ah," pamitnya sembari melambaikan tangan.
Begitu Haechan menghilang di telan lift, Renjun segera menghadiahi cubitan manis di perut Lucas.
"Ish Xuxi-ge, kenapa diam saja? Sana kejar Haechan!" Dengan gemas, Renjun menatap Lucas dengan mata yang menatap pemuda yang lebih tua itu dengan tajam.
Lucas mengerjapkan matanya beberapa kali, "Bukannya dia ada janji dengan Johnny-hyung?" Tanyanya polos.
Renjun menggigit pipi dalamnya, merasa kesal pada gegenya ini. Meskipun punya wajah dan kepercayaan diri di atas rata-rata, entah kenapa otak pemuda bernama lengkap Wong Yuk Hei itu di bawah rata-rata.
"Bodoh! Itu tadi cuma alasan ge. Haechan cemburu melihatmu dan Yangyang," jelas Renjun dengan sabar. Punya gege seperti Lucas itu, memang harus punya kesabaran yang ekstra.
"Apa? Haechan cemburu? Kau yakin?" Mata Lucas berbinar. Merasa senang dengan ucapan Renjun barusan. "Aku serius ge. Cepat sana kejar, sebelum Haechan semakin jauh." Tanpa dua kali diperintah, Lucas segera berlari mengejar Haechan yang mungkin sudah keluar dari gedung SM.
"Ayo Yangyang-ah, kita masuk. Kun-ge dan yang lain sudah menunggu dari tadi," ajak Renjun pada pemuda manis di hadapannya itu.
"Eung, Haechan-ssi benar-benar marah padaku tidak?" Yangyang menunduk, merasa takut jika teman barunya itu akan marah padanya. Ia takut jika ia dianggap merebut kekasih orang lain.
Renjun tersenyum, ia menarik lengan Yangyang dan mengajaknya masuk ke ruang latihan yang di dalamnya sudah ada Kun, Xiao Jun, Hendery, dan juga Chenle.
"Tidak Yangyang-ah, Haechan tidak benar-benar marah padamu kok. Dia kesal saja pada Lucas-ge." Jawab Renjun mencoba menenangkan Yangyang.
"Ada apa?" Tanya Kun sembari menghampiri keduanya.
"Tidak ada apa-apa kok ge. Oh iya, Lucas-ge akan telat karena harus mengurus urusannya bersama Haechan," jawab Renjun sembari tersenyum manis.
"Oh begitu? Ya sudah, tak apa-apa." Balas Kun dengan senyum manisnya. "Nah sekarang, ambil posisi dan kita latihan." Ujarnya yang diangguki oleh beberapa kepala di sana.
.
"Haechanie, tunggu!" Dengan langkah panjangnya, Lucas berhasil menyusul Haechan. Lucas menarik tangan Haechan dan membawanya ke tempat yang lebih tertutup agar tak ada seorangpun yang dapat melihat dan mendengarkan pembicaraan mereka.
Lucas membawa Haechan ke sebuah ruangan kosong yang berada di lantai bawah gedung SM yang sudah lama tak terpakai. Haechan mendengus kesal, ia lalu menyentakan tangan Lucas yang berada di lengannya. Ia mengusap lengannya yang memerah akibat cengkeraman erat Lucas.
"Kau kenapa sih hyung? Sakit tahu tanganku," Haechan cemberut. Bibirnya mengerucut dan pipinya menggembung. Matanya menatap tak suka pada Lucas yang tersenyum lebar sembari menatapnya. Sungguh, Haechan merasa takut sekarang. Apa Lucas kerasukan hingga senyum-senyum sendiri seperti ini? Bodoh!
"Kenapa kau tidak bilang sih, jika kau itu cemburu Haechanie? Kau menggemaskan sekali jika cemburu seperti ini." Lucas menangkup pipi Haechan dan memberinya kecupan-kecupan kecil di wajahnya.
"Ish, sudah hyung!" Haechan menahan wajah Lucas dengan tangannya. Tatapannya semakin tajam menatap Lucas. "Kenapa menciumku sembarangan? Kalau ada yang melihat bagaimana?" Omelnya dengan wajah yang memerah.
Lucas melepas tangkupannya di wajah Haechan, namun ia segera menarik tangan Haechan dan menggenggamnya erat. "Kau tidak bisa membohongi dirimu sendiri, Haechanie." Lucas memasang wajah seriusnya dan menatap Haechan dengan mata bulatnya.
Haechan mendadak panas. Ia menunduk, mencoba menutupi wajahnya yang memerah. Dan hal itu, diketahui oleh Lucas. Ia pun menarik dagu Haechan hingga keduanya kini saling berhadapan.
"Lee Donghyuck-ah, would you be mine?" Tanya Lucas pelan.
Haechan tak mengira jika Lucas akan menembaknya seperti ini. Ia kira, Lucas akan menembaknya dengan makan malam romantis ataupun dikasih boneka, coklat, atau bunga. Tapi ternyata hanya seperti ini? Ada rasa kecewa, tapi kenapa jantungnya berdegup tak karuan begini?
"Haechan-ah?"
"Hng? A-aku—"
...
"Jisung-ah, ke mari!" Jisung berlari menghampiri Jeno yang memanggilnya. Maknae NCT itu menatap bingung pada hyungnya. "Ada apa hyung?" Tanya Jisung pada bingung.
Jeno melirik ke segala arah untuk menemukan seseorang yang dicarinya semenjak tadi. "Kau lihat Renjun?" Bukannya menjawab, Jeno berbalik bertanya.
Jisung mengangguk, "Renjun-hyung sedang berlatih bersama China-line. Kenapa hyung?" Jawab Jisung.
Jeno tersenyum tipis, "Tidak apa-apa kok. Terima kasih Jisung-ah." Jeno kemudian melangkahkan kakinya ke kamarnya. Sementara Jisung, ia mengendikan bahunya tanda tak peduli.
"Sebegitunya kau mencintai dia, Jeno-ya?" Gumam seseorang yang hatinya harus kembali hancur melihat pujaan hatinya yang terus memikirkan orang lain. Na Jaemin.
...
TBC
Thanks a Lot to :
Nurul1707, Honeydew96, choco, Kyungie love (2), Guest, PreciousRuby, KMinee, Khasabat04, ipancandy.
NOTE :
AMPUN! NGETIK BERJAM-JAM DAN HASILNYA CUMA SEGINI? MAU NGUBUR DIRI AJA WI TUH. G.
Maaf banget baru bisa lanjut. Wi baru bisa mulai ngetik setelah sekian bulan kena writer block. Dan maaf, sekalinya update, hasilnya mengecewakan. Ini sedikit curahan hati Wi yang kecewa sama beberapa oknum yang nggak terima banget Jungwoo masuk NCT127. Padahal mah kan gimana SM aja, doain aja yang terbaik buat semua member. Ini spesial chap buat yang penasaran sama LuChan ya, kira-kira jawabannya apa hayo? Kkkkk.
Ps. Chap depan enaknya siapa? WinKun & JohnIl & MarkRen? Or DoTen & NoMin & SungLe?
Pss. Padahal yang diketik duluan itu lanjutan Broken Home tapi kenapa ini duluan yang selesai?
Psss. Cari ff Stray Kids di ffn susah ya guys.
Pssss. Dibagiannya LuChan tadi pas awal, Wi sempat kepikiran, karamin aja kali ya LuChan? Terus layarin LuRen. Hehe. G.
Psssss. Enaknya Xiao Jun x Yangyang x Hendery, Wi masukin juga nggak ya? Kkkk.
Sampai jumpa!
Wi!