"Hyung?" Jimin berjalan mendekat pada Yoongi yang sedang berada di ruang kerjanya, berdiri sambil memegang salah satu senapan angin miliknya.

"Wae?" Yoongi berbalik, menatap Jimin yang sedang membolakan matanya sambil menatap ngeri pada senapan ditangan Yoongi.

"Bisa turunkan itu?" ucap Jimin takut.

Yoongi tersenyum kecil, menggantung kembali senapan ditangannya dan berjalan mendekat pada Jimin. "Sudah. Mino sudah tidur?"

Jimin mengangguk, menggandeng tangan Yoongi dan mengajak Yoongi duduk di sofa. "Hyung, boleh aku Tanya sesuatu?"

"Ada apa?" Tanya Yoongi menarik Jimin makin dekat padanya.

"Siapa Min Yuqi?" Tanya Jimin serius.

.

.

.

KOI NO YOKAN-2

.

.

.

"Aku tidak mau lagi melakukan ini!" omel Luhan. Disampingnya Stella sedang memeras celananya yang basah.

"Itu seru, kan? Kapan lagi kau bisa berenang seperti salmon melawan arus?"

"Aku hampir hanyut!" geram Luhan.

"Hanya hanyut, jangan berlebihan" ucap Stella enteng sambil memasang lagi celana miliknya.

Setelah berhasil kabur dengan hujanan tembakan dari rumah Yongguk, Stella dan Luhan melompat dari jendela yang terhubung langsung dengan laut lepas. Lebih dari setengah jam keduanya berenang kesusahan karena arus laut yang mulai tidak bisa dikendalikan. Dengan sangat terpaksa mereka meninggalkan Mirae disana.

"Kalau aku mati bagaimana?" geram Luhan.

"Kubur. Itu juga kalau jasadmu bisa ditemukan." Ucap Stella enteng. "Ayo" Stella menatap hutan didepannya yang sudah gelap, berdiri kedinginan karena cuaca mendung yang diperkirakan akan turun hujan sebentar lagi, belum lagi tidak ada baju yang menempel di tubuhnya. Hanya bra hitam saja yang menutupi bagian atasnya.

"Enteng sekali kalau bicara" Cibir Luhan. Kakinya ikut melangkah mengikuti Stella sampai Luhan menyadari sesuatu. Mereka di hutan, entah dibagian mana mereka terdampar. "Kita kemana?" Tanya Luhan penasaran.

"Entahlah. Aku juga tidak tahu. Jalan saja" ucap Stella santai sambil melirik ke kanan dan kiri mencari tanda.

"Kau gila! Ini sudah gelap. Mana mungkin kita bisa mencari jalan gelap-gelap begini"

"Jadi kau mau disini terus menerus? Cepat atau lambat, pesuruh si Asshole itu akan menemukan kita kalau kita tetap disini"

"Itu lebih baik daripada aku bertemu hantu di hutan!" keras Luhan.

"Ya sudah, kau tetap disni saja dan berteman baiklah dengan hantu disini" Stella berjalan masuk lebih dalam kearah hutan, meninggalkan Luhan yang masih bimbang antara harus tetap tinggal atau ikuti Stella. "Brengesek!" kesal Luhan dan berjalan mengikuti Stella.

Keduanya berjalan selama setengah jam tanpa tau arahnya. Stella hanya berjalan lurus ditengah hutan tanpa pusing memikirkan kemana mereka akan sampai dan Luhan yang terus menerus menarik celana Stella agar tidak jauh-jauh darinya.

"Ada rumah" ucap Stella dan berjalan cepat menuju rumah kayu didepannya.

"Yah! Min Stella! Bagaimana kalau itu rumah khayalan? Bagaimana.. YAHH!" teriak Luhan saat Stella sudah berada dekat di rumah itu.

Stella melirik-lirik kedalam rumah melalui kaca jendela yang sudah kotor karena debu, ada cahaya kuning temaran seperti cahaya lilin dari dalam sana. Stella berjalan kearah depan dan tersenyum lebar saat melihat ada ladang sayur di depannya. Mereka tidak jadi tersesat di hutan.

Luhan dengan cepat menyambar siku tangan Stella saat manusia yang tidak ada takutnya itu ingin mengetuk pintu rumah. Luhan menatap marah padanya. tapi saat Stella memutar kepala Luhan kearah lading sayur di depan rumah itu, Luhan hampir menangis karena lega.

"Aku hidup... Sehunie... Lulu akan pulang..." ucap Luhan lega.

"Annyeonghaseyo..." Stella membungkuk sopan dengan tangan menyilang didepan tubuhnya saat seorang wanita tua membukakan pintu untuk mereka.

"Mwoya? Aigoo... kalian kenapa?" Tanya wanita tua itu panic saat melihat tubuh Luhan dan Stella yang basah dan belum lagi Stella tidak memakai baju.

"Kami tersesat, ahjumma" ucap Stella sopan.

"Masuk.. masuk.. pasti dingin" ucap wanita itu dan mengambilkan selimut untuk menutupi badan Stella. "Tidak baik anak gadis berkeliaran tanpa pakaian" ucapnya khawatir.

Stella mengangguk sopan, membuat Luhan menatap bingung pada Stella. Dimana sikap barbarnya barusan pergi?

"Kalian darimana?" Tanya wanita itu sambil membuatkan teh untuk keduanya.

"Seoul, Ahjumma"

"Ah.. orang kota ternyata" ucap wanita itu lagi. "Bagaimana bisa kalian bisa sampai ke sini? Ini bahkan cukup jauh dari Busan" ucapnya lagi.

"Kami ditembak jad hummfft..."

Stella dengan cepat menutup mulut Luhan dengan tangannya. "Kami berjalan-jalan dekat pantai, tapi ... tapi... hiks..."

"Jangan menangis" ucap wanita itu tak enak hati, perlahan tangan tuanya mengusap-usap pelan bahu Stella yang tengah menangis. "Kalian pasti masih trauma. Tidak apa, aku mengerti" ucapnya prihatin.

Luhan melongo. Apa-apaan ini?

"Apa kalian sudah makan?"

Luhan menggeleng pelan.

"Tunggu sebentar. Aku akan masak untuk kalian. Ah.. siapa nama kalian?" ucapnya sambil menatap Luhan dan Stella.

"Dia Stella, aku Luhan" jawab Luhan karena Stella masih tetap dengan aktingnya berpura-pura menderita untuk dikasihani.

"Ah, begitu. tunggu sebentar, ne. akan ku ambil kan baju. Baju kalian basah. Kalian bisa pakai kamar mandi dibelakang sambil menunggu aku menyiapkan makanan" ucap wanita itu ramah.

"Terimakasih banyak, Ahjumma" Luhan membungkuk sopan dengan perasaan tidak enah hati.

Setelah memberikan baju pada Luhan dan Stella, wanita tua itu pergi keluar rumah untuk mengambil bahan masakan untuk dihidangkan pada Stella dan Luhan.

"Akting yang bagus" cibir Luhan sambil melirik-lirik kearah ladang dimana wanita tau itu sedang memetik bahan makanan.

"Kita butuh tempat bersembuyi, sialan. Aku melakukan ini juga untukmu" Stella menyambar handuk diatas kursi rotan dan berjalan menuju kamar mandi.

Stella dan Luhan sudah selesai mandi dan berpakaian hasil pinjaman dari wanita itu. sangat bukan mereka sekali. Benar-benar penampilan ahjumma sejati. Luhan hampir saja pecah tawanya melihat pakaian Stella, begitu juga sebaliknya.

"Kalian sudah selesai?" ucap wanita itu sambil melirik Stella dan Luhan yang berdiri di dekat dapurnya. "Sini makan" ucapnya ramah.

Stella dan Luhan mengangguk sopan. Duduk di ruang tamu karena rumah kecil itu tidak memiliki meja makan. Dapurnya bahkan sangat kecil.

Setelah makan, Stella menyimpan piring kotor didekat bak pencucian piring dan kembali ke ruang tamu. Duduk disamping wanita tua itu dan menatapnya dengan senyum kecil di bibirnya.

"Aku juga punya anak gadis. Dia sudah menikah" cerita wanita itu sambil menatap Stella. "Dia tinggal bersama suaminya di Seoul" sambungnya.

"Oh ya? Ahjumma tinggal disini dengan siapa?" Tanya Stella penasaran.

"Aku hanya tinggal sendiri."

"Apa tidak takut hantu?" sambung Luhan.

Wanita itu hanya terkekeh. "Kalau siang disini ramai. Banyak pekerja ladang yang bekerja. Jadi, tidak sesunyi kalau malam" ceritanya.

"Kenapa Ahjumma mau menerima kami di rumah? Kalau kami ini ternyata orang jahat, bagaimana?" Tanya Stella tiba-tiba.

"Wajah kalian tidak menunjukan wajah orang jahat" jawabnya polos membuat Luhan dan Stella meringis sedih.

"Oh iya, Ahjumma. Di Seoul, anak ahjumma bekerja?" Tanya Luhan mengalihkan pembicaraan.

"Ne. mereka membuka jasa Laundry. Ini namanya" wanita itu menyerahkan selebaran usang bertuliskan nama sebuah jasa laundry beserta alamat lengkapnya.

"Boleh kami ambil?" Tanya Stella.

"Tentu. Kalau kalian punya pakaian kotor, sesekali pergilah kesana untuk mencuci" ucap wanita itu senang.

Saat pagi, Stella terbangun lebih dulu tapi keadan rumah itu sudah kosong. Stella berjalan kearah jendela depann dan melirik kearah ladang dimana ada beberapa petani yang bekerja.

Saat Stella keluar dari rumah ahjumma itu, beberapa pekerja ladang menatapnya kebingungan.

"Annyeonghaseyo" sapa Stella sopan. Dia butuh ponsel untuk menghubungi Papa-nya di seoul untuk menjemputnya, karena ahjumma ini tidak punya ponsel, dia terpaksa harus beramah tamah pada yang lain.

"Ah, Annyeonghaseyo" sapa dua petani itu bingung menatap Stella.

"Maaf Ahjumma, Ahjussi, ini mungkin terdengar tidak sopan, tapi apa aku boleh meminjam ponsel kalian?" ucap Stella tak enak hati.

Keduanya hanya mengangguk dan berjalan menuju gubuk yang tak jauh dari tempat mereka berladang. "Silahkan" ucap ahjumma berbaju kuning yang menurut stella merupakan istri dari ahjussi di depannya.

"Terimakasih" ucap Stella senang.

Setelah menghubungi Papa-nya dan meminta Jackson melacak lokasinya, satu jam kemudian Stella dan Luhan di jemput oleh orang suruhan Papa Min. Banyak petani yang menatap bingung dengan mobil-mobil yang berbaris masuk ke pedesaan mereka dan orang-orang berjas mewah muncul disana.

Sesaat sebelum pergi, Stella sempat menunggu sampai setegah jam lebih agar bisa pamit pada ahjumma yang sudah memberi mereka tumpangan, tapi ahjumma itu tidak juga muncul.

"Bagaiamna?" Tanya Luhan dari dalam mobil.

Stella melirik lagi sekelilingnya dan menghembuskan nafas sebelum masuk kedalm mobil . "Jalan" ucapnya pada sopir didepan.

.

.

.

"Hyung?" Jimin memegang paha Yoongi dan menatap Yoongi dalam saat pria itu tidak menjawab pertanyaannya.

"Apa Yuqi menemuimu?" Yoongi menatap lurus pada mata Jimin. "Apa yang dia katakan?"

"Dia menemuiki di mall saat aku dan Mino pergi belanja. Dia hanya bilang kalau dia bagian dari keluarga Min, itu saja" ucap Jimin.

"Oh ya?" Tanya Yoongi tak yakin.

"N-ne"

"Aku tahu kau berbohong, Park Jimin"

Jimin menelan ludahnya gugup, menarik tangannya dari paha Yoongi dan terduduk tegak.

"Dia mengatakan sesuatu? Apa?" tuntut Yoongi.

"Soal Appa hyung..." cicit Jimin.

"Apa yang dia katakan?" Tanya Yoongi tanpa melepas pandangannya dari Jimin.

"H-hyung, kita lupakan saja" Jimin ingin berdiri tapi tangan Yoongi dengan cepat menarik pingganganya dan membuat Jimin makin merapat kearah Yoongi.

"H-hyung..." Jimin menekuk tangannya didepan dada untuk memberi jarak antara tubuhnya dan Yoongi.

"Apa kau tidak lelah selalu tidak tahu?"

Jimin menatap bingung pada Yoongi yang menyorot dingin padanya. "Kalau dengan tidak tahu kita baik-baik saja, aku memilih tetap tidak tahu, hyung" cicit Jimin.

"Oh ya? sampai kapan kau akan tahan seperti ini?" Tanya Yoongi lagi. "Apa kau tidak penasaran?" Yoongi menaikkan salah satu alisnya. Sinyal bahaya berdering kencang dibawah alam sadar Jimin.

Perlahan Jimin mengusap pipi pucat Yoongi, menarik wajah Yoongi mendekat padanya dan mengecup bibir Yoongi pelan. "Aku tidak tahu, hyung. Aku akan memilih tidak tahu asal hyung tetap sayang pada kami"

Yoongi mendengus. Melepas pelukannya pada pingang Jimin dan berdiri membelakangi Jimin yang menunduk.

"Kau tau kenapa aku tidak pernah cerita apapun soal keluarga ku?" guman Yoongi dan berbalik menatap Jimin yang masih diam di tempat duduknya. "Semua keluargaku, semua keturunan Min, bahkan termasuk aku, suamimu, kami tidak ada yang tidak sakit"

Jimin tetap menunduk tanpa berani menatap Yoongi sama sekali.

"Tidak ada yang bisa ku banggakan dari keluargaku, Park Jimin." Sambungnya. "Apa yang Yuqi katakan padamu?"

Jimin tetap bergeming dan tersentak saat Yoongi memukul meja didepannya.

"Hyung..." Ucap Jimin takut.

"Apa yang dia katakan?" paksa Yoongi.

"Hyung, kau membuat aku takut!" guman Jimin pelan. Matanya menatap bergetar pada Yoongi.

"Maaf..." sesal Yoongi dan menarik Jimin untuk memeluknya erat. Dia tidak bermaksud melakukan itu, dia hanya takut Jimin tau yang sebenarnya. Tentang semua masalalu nya.

"Aku tidak akan bertanya ataupun mencari tau kalau hyung tidak suka. Aku janji" ucap Jimin dan mengeratkan pelukannya di pinggang Yoongi.

"Maaf" sesal Yoongi dan mengecup kepala Jimin. "Apa yang dia katakan?" Yoongi melunak.

"Hyung, apaun yang dia katakan, aku tidak akan percaya" ucap Jimin.

"Itu tidak menjawab pertanyaanku. Apa yang dia katakan?"

Jimin menggeleng dalam pelukan. Dia tidak ingin membahas ini lagi.

"Apa dia mengatakan kalau aku membunuh Appa-ku sendiri?" ucap Yoongi.

Jimin terdiam kaku dan membuat Yoongi mendapatkan jawabnnya.

"Aku tidak percaya hyung melakukannya" sangkal Jimin.

"AKu melakukannya, Jim" aku Yoongi.

"Hyung pasti punya alasan makanya melakukannya" ucap Jimin lagi yang terdengar seperti pembenaran ditelinga Yoongi.

"Ya, aku membencinya" pandangan Yoongi menatap kosong pada pintu di depannya. Tangannya terus memeluk Jimin dan mengusap pelan rambut Jimin.

"Itu masalalu..." guman Jimin.

Yoongi terkekeh miris. "Apa kau takut padaku sekarang?"

Jimin merenggangkan pelukannya dan mengelus leher Yoongi pelan dengan senyum kecil di bibirnya. "Aku hanya takut kalau hyung marah padaku..."

Yoongi hanya terdiam. Matanya menatap mata Jimin dengan tajam.

"Aku bukan orang baik..." guman Yoongi.

"Aku sudah tau" jawab Jimin tanpa melepaskan pandangannya dari mata Yoongi.

"Tidak ada alasan kau bertahan dengan orang sepertiku"

Jimin tersenyum hangat, membuat Yoongi sedikit merasa nyaman dari ketakutannya. "Seperti yang hyung katakan dari awal. Aku hanya boleh pergi kalau hyung memberi izin"

"Apa kau akan menurut?"

"Kapan aku tidak menurutimu?" Jimin tersenyum lagi, menarik leher Yoongi dan mencium bibir Yoongi pelan. Mendorong perlahan Yoongi kearah sofa perlahan membuka kancing kemeja Yoongi.

"Jim?" Yoongi menatap lurus pada Jimin yang sedang duduk diatas perutnya, tangannya menahan jari Jimin yang sedang membuka satu persatu kancing baju.

"Bukannya aku harus membayar untuk semua pertanyaan uang ku ajukan, hyung?" ucap Jimin malu.

Yoongi menyeringai.

.

.

.

"Kenapa kita kesini, mom?" Jimin menatap bingung pada Stella yang mengajaknya pergi ke pinggiran kota Seoul. Digendongan Stella ada Mino yang terlihat terkantuk-kantuk.

"Ayo" Ajak Stella tanpa menjawab pertanyaan Jimin.

Stella berdiri didepan sebuah jasa laundry yang terlihat usang setelah memastikan alamat dan nama di selebaran itu sama.

"Ada yang bisa kami bantu?" seorang wanita muda berdiri canggung didekat Stella. Matanya membola saat melihat ada Jimin berdiri di belakang Stella. "Jimin-ssi" ucapnya tak percaya.

"Annyeonghaseyo" sapa Jimin ramah.

"Woah, benar Jimin-ssi" ucapnya riang.

Stella tersenyum kecil melihat keluguan wanita di depannya.

"Kami kesini ingin menawarkan kerjasama" ucap Stella tanpa basa-basi.

Wanita muda didepannya terlihat sangat kebingungan.

"Ah, aku Stella, pemilik hotel dan resort The Min." ucap Stella memperkenalkan diri dan tersenyum lebar saat melihat wajah kebingungan wanita di depannya.

"Nona, gedung ini tidak di jual" ucapnya pelan.

"Maaf, tapi aku tidak ingin membeli gedung ini" ucap Stella ramah. "Aku kesini ingin menawarkan kerja sama"

"Kerjasama?" ulangnya polos.

"Ne. kami ingin menjalin kerja sama dengan laundry milikmu. Kami berencana ingin memakai jasa laundtymu untuk mencuci seluruh sprei dan lain-lain dari hotel kami" jelas Stella.

Wanita di depannya terlihat syok. Matanya menatap tak percaya pada Stella. "T-tapi kami hanya laundry kecil, nona. Apa tidak salah..."

Stella tersenyum. "Ah, mungkin kau bingung. Aku kesini ingin balas budi. Kau tahu, aku bukan orang yang suka berhutang budi"

Jimin mengernyit binngung, begitu juga dengan wanita di depannya.

"Maksudnya?" ucapnya pelan.

"Oke, Ibu mu di Busan, benar?" ucap Stella.

Wanita itu mengangguk. 'Di pinggiran Busan tepatnya"

"Kemarin aku mengalami insiden. Anggap saja begitu dan ibu-mu membantuku. Sebagai balasannya aku ingin membantumu dengan menjalin kerja sama dengan hotel milikku" jelas Stella.

"Kemarin?" wanita itu memastikan.

"Ne. kemarin aku bertemu ibu-mu"

Wanita itu terlihat kebingungan, membuat Stella menggaruk lehernya yang tidak gatal.

"Mungkin anda salah orang" ucap wanita lagi.

"Tapi ini benar alamat ini kan?" Stella menyerahkan selebaran usang ditangannya kepada wanita itu.

Dengan ragu wanita itu mengambil selebaran ditangan Stella dan mengangguk. "Ini memang alamat disini dan benar ini selebaran kami"

"Nah, benar kan!" ucap Stella sedikit kesal. "Ibu-mu berambut lurus dengan dominan putih, badannya sedikit gempal dan ada ompong dibagian atas giginya" Stella menjelaskan cirri-ciri wanita tau itu. "Itu ahjumma yang ku maksud!" tunjuk Stella pada foto yang tertempel disamping jam.

"Nona yakin bertemu Ibuku kemarin?"

"Ne!" jawab Stella emosi.

"Tapi Ibu-ku sudah meninggal sebulan yang lalu"

.

.

.

"Min Yuqi?" Amber menatap tak percaya dengan gadis yang muncul didepannya.

"Amber. Apa kabar?" seperti biasa. Gadis bernama Yuqi itu hanya tersenyum dingin dengan wajah arogan dan kesan anggun yang sulit terbantahkan.

"Kau kembali?" ucap Amber sambil memeluk Yuqi sekilas.

"Ne. untuk bertemu Yoongi dan menyadarkan Jimin kalau dia salah pilih pasangan"

.

TBC

*Kibas Rambut