CONTRACT
Baekhyun tak pernah menduga kalau hubungannya dengan Park Chanyeol akan jadi seperti ini.
"Kalau kau setuju dan tekadmu sudah bulat, silahkan datang ke alamat ini." Wanita separuh baya dengan tampang angkuh itu menyodorkan secarik kertas kecil yang dengan perlahan diraih Baekhyun meski tangannya agak bergetar. Pria itu membaca alamat yang tertera di sana sekilas dan ingatan yang susah payah ingin ia hilangkan dari dulu satu persatu kembali muncul.
"Chanyeol akan menunggumu di sana. Lakukan sesuai kontrak dan kau akan langsung mendapatkan apa yang sudah kujanjikan. Kalau hasilnya sesuai harapanku, bagianmu akan kunaikkan dua kali lipat. Ah, apa dua kali lipat masih terlalu sedikit? Baiklah—seratus kali lipat juga tak jadi masalah untukku."
Baekhyun menundukkan kepala dan memandang gelas kopinya dengan tatapan kosong.
"Tapi ingat, kalau perjanjian kita ini sampai bocor ke publik atau hasilnya tidak sesuai harapanku—entahlah. Tentunya kau sudah tahu kalau keluarga Park bisa melakukan apa saja untuk membuat tikus-tikus kecil sepertimu jera dan bahkan membuat mereka lenyap tak berjejak. Kau paham kan maksudku?"
Baekhyun berulang kali menelan ludah dan mati-matian menyembunyikan kedua tangannya yang gemetaran di bawah meja. Dia takut, tapi menunjukkan wajah ketakutan di hadapan wanita ini malah akan membuat posisinya semakin terpojok. Lelaki itu tak punya pilihan lain selain berusaha untuk tetap tegar.
"Bagaimana?" Alis wanita itu terangkat sebelah. "Bisa kau tanda-tangani kontraknya sekarang?"
Hati kecilnya menolak dengan tegas. Untuk alasan apapun, ini tidak bisa dibenarkan. Dia memang akan menerima uang dalam jumlah yang sangat besar, tapi harga dirinya—ah, Baekhyun bahkan sudah tak memikirkan hal-hal seperti harga diri lagi untuk saat ini. Benar kata orang-orang. Uang bisa membeli apapun termasuk harga diri.
"Bi-bisa, Nyonya Park."
"Bagus. Kalau begitu, silahkan!"
Wanita yang ia sebut sebagai Nyonya Park itu tersenyum puas ketika melihat tangan kecil Baekhyun perlahan-lahan mulai menggoreskan sesuatu di atas kertas berisi perjanjian yang membuat si pria malang harus berurusan lagi dengan mantan pacar yang sangat ingin ia lupakan.
"Aku sudah menanda-tanganinya, Nyonya Park," ujar Baekhyun pelan sambil menyodorkan kembali kertas itu pada pemiliknya.
"Hm—" Mata berhias kerutan halus milik sang Nyonya bergulir memeriksa dengan jeli, dan ketika dirasa tak ada kesalahan, barulah ia memasukkan kembali kertas itu ke dalam folder.
"—baiklah. Lakukan tugasmu tanpa ada kesalahan, Byun Baekhyun. Kau kubayar mahal untuk itu, jangan buat aku kecewa."
"Ba-baik, Nyonya. Saya akan melakukan semuanya seperti yang Nyonya Park minta."
Tanpa ada basa-basi untuk sekedar mengakhiri pertemuan yang mereka lakukan diam-diam, Nyonya Park berlalu pergi tanpa menoleh ke belakang sedikitpun. Sedangkan di sana, di meja paling pojok dekat jendela—Byun Baekhyun menumpahkan semua airmata yang sudah ia tahan-tahan dalam sebuah tangisan tanpa suara.
Seingatnya, Park Chanyeol tidak setinggi ini. Park Chanyeol juga tidak setampan ini. Dan tentu saja, Park Chanyeol yang dulu pernah mencintai dirinya tidak bermulut tajam seperti ini.
"Tunggu apa lagi? Buka bajumu dan naiklah ke ranjangku segera—bukankah kau akan dibayar mahal untuk itu?"
Baekhyun tak menaruh ekspektasi apapun ketika dalam perjalanan menuju ke alamat yang sudah ditentukan. Dia dan Chanyeol sudah lama berakhir dan pertemuan mereka yang sekarang setelah bertahun-tahun lamanya sama sekali bukan dalam suasana yang bagus. Benar-benar tak ada harapan apapun, bahkan sekedar berandai-andai Chanyeol akan menyambutnya dengan baik saat pertama kali membukakan pintu rumahnya pun tidak.
Dia baru saja selesai melepas sepatu dan sekarang Chanyeol sudah memintanya untuk telanjang.
Tapi Baekhyun tak punya hak untuk membantah. Dia mengikuti Chanyeol masuk ke dalam kamar pribadi lelaki jangkung itu dengan langkah gontai dan tetesan keringat dingin yang mulai merembesi pelipisnya.
"Buka. Sekarang."
Harga dirinya telah lama hilang dan tak tersisa sedikitpun sekarang. Baekhyun perlahan mulai bergerak melepasi satu-persatu kain yang membalut tubuh kurusnya di hadapan Chanyeol. Mulai dari jaket tipis yang ia pakai untuk melindungi diri dari musim dingin, kaos lengan panjang biru yang warnanya sudah pudar akibat terlalu sering dipakai, celana jins hitam yang agak melorot karena pinggangnya yang terlalu kecil dan yang terakhir pakaian dalam.
Baekhyun mempertontonkan setiap jengkal tubuh bugilnya di depan Chanyeol—tanpa ada sedikitpun rasa malu. Untuk apa malu? Malu hanya akan menggagalkan usahanya dan tak membuat masalahnya selesai begitu saja.
"Ck." Chanyeol berdecih remeh ketika menggulirkan pandangan dari ujung rambut Baekhyun sampai ujung kakinya. "Kau masih saja sama seperti yang dulu. Menjijikkan."
Kata itu tentu saja menghujam Baekhyun tepat di jantung. Mungkin kalau bukan Chanyeol yang mengucapkan, sakitnya tak akan separah ini. Tapi dia itu Park Chanyeol! Seseorang yang pernah mencintainya meski itu hanyalah cerita masa lalu.
"Aku tahu kalau aku ini menjijikkan. Maaf."
"Oh, baguslah kalau kau tahu. Kupikir kau tak pernah sadar."
Baekhyun berusaha mempertahankan ekspresi datar di wajahnya, "Iya, aku sudah sadar dari dulu kalau aku ini menjijikkan. Semua orang juga bilang begitu, bukan hanya kau saja. Sekali lagi, maaf."
Chanyeol memutar mata dan berjalan ke arah meja kecil di pinggiran ranjang. "Aku sangat jijik padamu sampai-sampai aku harus minum obat perangsang dosis tinggi supaya bisa membuat penisku tegang. Sial."
Baekhyun menatap Chanyeol dari belakang ketika lelaki tinggi itu menelan semacam pil dan menegak segelas air setelahnya. Dan ketika Chanyeol berbalik, yang Baekhyun dapatkan adalah sorot mata penuh kebencian dan kemarahan dari lelaki itu.
"Kuperingatkan, kau akan menyesal karena sudah menyetujui perjanjian dengan ibuku."
"Aku tidak akan menyesal."
"Kau yakin? Ah, aku tahu! Kau mana mungkin bakal menyesal karena dengan uang yang kau dapat bisa membuatmu kaya mendadak. Iya kan? Tinggal buka baju, disetubuhi dan kau dapat uang setelahnya."
Siapa bilang hati Baekhyun tidak sakit? Senyum di wajahnya hanyalah topeng, palsu.
"Kau benar. Karena itulah kubilang aku tak akan menyesal."
"Kenapa? Apa kau butuh uang untuk membayar perobatan keluargamu? Atau keluargamu punya hutang yang bertumpuk? Atau malah kau yang sedang sekarat dan butuh biaya besar untuk operasi? Biasanya kan ceritanya selalu seperti itu." Chanyeol melirik Baekhyun dengan pandangan sinis.
Lelaki mungil itu mencoba untuk tersenyum. "Kau lupa? Aku tak punya keluarga, Park Chanyeol. Dari dulu juga sudah seperti itu."
Chanyeol tertawa remeh sambil menatap Baekhyun seolah lelaki itu hanyalah seonggok kotoran, "Ah, aku memang sudah melupakan semua hal tentangmu sejak lama. Kau itu tak pantas untuk diingat-ingat, tahu? Aku juga sudah lupa kalau kau sebatang kara di dunia ini. Oh, bukankah itu alasannya kenapa dulu kau sangat bergantung padaku? Dasar lintah penghisap!"
Baekhyun tertunduk dan membiarkan hatinya disayat-sayat oleh ucapan Chanyeol.
"Yang kau bilang itu benar," jawab Baekhyun pelan. "Aku memang tak pantas untuk diingat dan aku memang lintah seperti ucapanmu."
Meski hanya berupa gumaman, tapi Chanyeol masih bisa mendengar kalimat Baekhyun dengan jelas.
Entah karena obat perangsangnya mulai bereaksi atau karena kebenciannya terhadap lelaki yang berdiri dengan kepala tertunduk di hadapannya itu semakin menjadi-jadi, wajah Chanyeol mulai terlihat merah padam bahkan sampai ke ujung telinga. Dadanya bergejolak dan darah di setiap pembuluhnya terasa mendidih.
"Kalau begitu, cepat naik ke ranjangku dan menungging!"
Baekhyun terkesiap dan cepat-cepat mengikuti perintah Chanyeol. Dia takut. Semua ini menakutkan untuknya. Tapi dia bisa apa?
"Jangan kau pikir aku akan menyetubuhimu dengan pelan. Buang itu jauh-jauh dari anganmu. Orang sepertimu memang tidak pantas untuk diperlakukan dengan lembut."
Jantung Baekhyun berdebar tak karuan ketika merasakan Chanyeol ikut-ikutan menaiki ranjang. Dia mengernyit ketika merasakan tangan besar dan panas milik mantan kekasihnya itu mencengkeram erat kedua belahan bokongnya dan menyibaknya ke kanan-kiri dengan kasar. Dia meringis tertahan, tapi tak ada apapun yang bisa ia lakukan untuk membuat semua ini berhenti. Sudah terlalu terlambat untuk melarikan diri.
"Bertemu kembali denganmu saja sudah membuatku jijik, apalagi aku harus menidurimu?! Sialan!"
Entah apa yang sedang Chanyeol lakukan di belakang sana, Baekhyun sama sekali tak ingin menoleh untuk mencari tahu. Yang jelas airmatanya hampir jatuh ketika merasakan sesuatu mulai menyentuh lubang analnya dan menyenggol-nyenggol tempat itu tanpa ada lembut-lembutnya sama sekali.
"Kau tahu kenapa aku menyuruhmu menungging? Itu karena aku jijik setengah mati kalau harus bersetubuh sambil melihat wajah sialanmu itu, paham?"
Chanyeol mulai menghujam dirinya. Tidak hanya menghujam jantungnya dengan kata-kata yang menyakitkan, tapi juga menghujam bagian bawah tubuhnya dengan sesuatu yang besar dan keras dalam sebuah hentakan kasar.
Baekhyun benar-benar terluka. Dia sudah sering terluka tapi ini yang paling sakit. Lelaki itu berteriak nyaring ketika hubungan seks itu akhirnya dimulai. Chanyeol memasukinya secara tiba-tiba dan tanpa pelumas apapun—merobek liang sempit yang ia miliki dan langsung bergerak secara membabi-buta. Tanpa perasaan. Tanpa belas kasihan sedikitpun. Tangan Baekhyun menggapai-gapai seprei dan mencengkeramnya sekuat tenaga sebagai penyaluran rasa sakit yang ia rasakan.
Hanya karena dia akan menerima bayaran, ia tidak bisa mengatakan perlakuan yang diterimanya saat ini sebagai pemerkosaan.
"Hentikan jeritanmu itu, Pelacur! Kau mau ini semua selesai dengan cepat atau tidak?"
"Akh! Am-pun… Sa-kit! Chan-yeol, sakiitt!"
Baekhyun menangis, apalagi ketika Chanyeol menempeleng kepalanya dari belakang dan membuat wajahnya terdorong ke arah bantal.
"Apa peduliku kalau ini sakit? Kau tidak dibayar untuk mendapat kenikmatan dariku! Diam dan jangan buat obat perangsang yang kuminum jadi sia-sia!"
Chanyeol bergerak secara brutal. Hole hangat yang sedang ia hajar memang terasa menjepit miliknya dengan erat dan meski dia enggan untuk mengakui—liang itu memang memberikan kenikmatan untuknya. Tapi lelaki itu terus menanamkan dalam pikirannya kalau kenikmatan itu hanyalah efek dari obat yang ia minum.
Sedangkan satu-satunya hal yang dirasakan Baekhyun hanyalah—rasa sakit. Dia membenamkan wajahnya di bantal dengan harapan bisa meredam jeritannya, tapi ulahnya itu malah membuat amarah Chanyeol semakin menjadi-jadi.
Entah berapa ratus kali penis lelaki itu dihujamkan tanpa henti. Entah berapa kali pula dia mendaratkan pukulan demi pukulan di kepala, pundak, punggung dan bokong Baekhyun hingga menimbulkan lebam kebiruan yang membuat siapa saja bisa merasa iba, kecuali dia sendiri tentunya. Entah berapa kali pula spermanya menyembur di dalam tubuh si pria malang yang saking banyaknya bahkan sampai membuat seprei di bawah mereka jadi basah. Tapi sialnya, kesadaran Baekhyun masih tetap terjaga.
Baekhyun terlalu banyak meraung hingga tak ada lagi suara yang tersisa. Tentu saja raungan pilu itu tak akan bisa meluluhkan kerasnya hati seorang Park Chanyeol. Lelaki itu—dia membenci Baekhyun dengan jumlah yang luar biasa besar dan bahkan melupakan fakta kalau pria ringkih yang nyaris pingsan di bawahnya itu adalah mantan pacar yang dulu pernah ia cintai dengan segenap jiwa raga.
Tapi sekarang, dia menganggap Baekhyun tak ubahnya seperti pelacur yang bisa dihancurkan sesuka hati asal mereka dibayar dengan bertumpuk-tumpuk uang.
Baginya, Baekhyun hanyalah barang. Tidak, bahkan sebutan barang bahkan jauh lebih mulia untuk menggambarkan dengan tepat apa sebenarnya lelaki kecil itu. Oh, mungkin sampah adalah sebutan yang cocok.
Setelah berjam-jam yang terasa bagai di neraka, akhirnya seks menyakitkan mereka selesai bertepatan dengan efek obatnya yang mulai habis. Chanyeol dengan cepat melepaskan diri dari tubuh Baekhyun dan membiarkan lelaki itu bergelung tanpa tenaga memeluk tubuhnya sendiri di atas ranjang yang sudah acak-acakan.
Meski tubuhnya lemas dan untuk membuka mata saja rasanya sangat sulit, Baekhyun masih sempat melihat Chanyeol berbicara dengan seseorang melalui ponsel.
"Eomma, aku sudah meniduri si jalang Byun Baekhyun seperti keinginanmu. Jangan lupa untuk mentransfer uang ke rekeningnya segera."
Mungkin benar, mantan pacar Chanyeol yang dulu santun dan periang itu sekarang berubah menjadi jalang demi uang. Kalaupun itu tidak benar, memangnya ada yang mau peduli? Bahkan kalau Baekhyun mati sekarang pun tak ada yang bakal merasa kehilangan.
Pandangan Baekhyun mulai meredup seiring Chanyeol yang perlahan mendekat dan berbisik tepat di telinganya.
"Awas saja kalau kau tidak hamil dalam sebulan ini! Aku sendiri yang akan memastikan kau hancur sampai kepingan terakhir. Kau tidak tahu kan kalau aku ini sebenarnya sangat kejam?"
Ya, kau memang sangat kejam, Park Chanyeol. Kau lihat sendiri bagaimana darah segar terus menetes dari sela pantat Baekhyun dan dia pingsan kehabisan tenaga karena ulahmu—tapi apa yang kau lakukan? Setidaknya milikilah sedikit rasa khawatir meski kau sangat membencinya, panggilkan dokter dan pastikan kalau mantanmu itu baik-baik saja. Kau malah keluar dari kamar yang sepuluh tahun lalu menjadi saksi dimulainya percintaan kalian itu tanpa berbalik ke arahnya sedikitpun. Kamar ini—bukankah dulu kau mencium bibirnya di sini untuk yang pertama kali dan setelahnya kau meminta dia untuk menjadi kekasihmu? Kau lupa? Ah, kau memang sudah memutuskan untuk menghilangkan Baekhyun dari seluruh bagian hidupmu sejak bertahun-tahun lalu. Dia memang tak berarti apapun lagi untukmu saat ini.