Happy Reading Minna-san.

"Kita bertemu lagi nona." ucap seorang pemuda dengan penekanan pada kata lagi yang membuat Hinata membuka mata dan melepaskan kacamata yang beberapa menit lalu bertengger manis di hidung mancung miliknya. Dia mengenal pemilik suara itu, dia seseorang yang mengambil ciuman pertamanya.

.

.

.

"A-apa yang kau la-lakukan disini?!" Tanya Hinata yang tiba-tiba bangun dari acara berjemur manjanya di pasir putih itu, nada bicaranya tergagap sedikit berteriak, dia sungguh tak percaya akan bertemu dengan pemuda perebut ciuman pertamanya.

"Aku? Lakukan? Tentu saja liburan, sama sepertimu." Jawab pemuda itu santai sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Ta-tapi kenapa harus disini?!" Ucapnya lagi dengan nada suara yang masih sama.

"Memangnya kenapa? Salah, jika aku berlibur di Hotel milikku sendiri?"

"Apa?!"

"Bisakah kau berbicara dengan tidak berteriak-teriak seperti itu?" Tanya Naruto datar, dia berjalan semakin mendekat kearah Hinata dan ikut duduk di samping gadis itu.

"Kenapa kau duduk disitu?" Tanyanya lagi.

"Kenapa? Memangnya tak boleh?" Ucap Naruto dengan suara rendah dan serak tepat di samping telinga Hinata, membuat Hinata merasakan banyak kupu-kupu berterbangan dalam perutnya. Pipinya serasa panas, jantungnya yang entah sejak kapan berdetak kencang tak karuan sesaat setelah atensinya teralihkan pada sosok pemuda kuning itu.

"Ja-jauh jauh!" Hinata dengan cepat mendorong tubuh Naruto menjauh darinya. Keberanian dirinya berdekatan dengan Naruto sewaktu di club lenyap begitu saja, dirinya begitu gugup saat ini. Dengan cepat dia berdiri berniat untuk meninggalkan pemuda yang membuat kinerja jantungnya berdetak tak normal itu, namun sesaat ketika dia akan pergi meninggalkan pemuda disampingnya, pergelangan tangannya lebih dulu ditarik oleh Naruto, membuat tubuhnya linglung dan jatuh terduduk diatas pangkuan sang pemuda.

"Ap-apa yang ka-kau lakukan?!" Mengulang kata-katanya tadi, Hinata dengan sekuat tenaga berusaha lepas dari rengkuhan dan bediri dari pangkuan Naruto walau tak berefek sama sekali.

"Cukup diam dan nikmati." Ucapnya datar, mengeratkan pelukannya pada pinggang mulus Hinata yang tak tertutup apapun. Dada putih mulus Hinata yang hanya dilapisi bra ungu miliknya itu bergerak naik-turun, membuat sang pemuda menahan nafas sesaat, dan menghembuskannya kasar.

"Aku ingin merasakan bibir merah merekahmu itu lagi." Ucap Naruto setelah berdiam cukup lama untuk meredakan detak jantungnya dan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya, berusaha keras untuk tidak menerkam sang gadis saat ini juga, dia lelaki normal, melihat bahkan merasakan kulit putih mulus seorang perempuan pasti akan merasakan apa yang dia rasakan. Semakin mendekatkan wajahnya pada wajah sang gadis namun ditahan oleh tangan mungil nan lentik itu.

"Ja-jangan Naruto-san."

Hinata yang masih menahan wajah Naruto sedikit menahan nafas, wajahnya saat ini hanya berjarak beberapa senti dari wajah sang mafia. Pipi dengan semburat merah dikedua sisinya itu memiring kekanan. "Ku-kumohon biarkan aku pe-pergi." Lanjutnya.

Naruto hanya menaikkan satu alisnya, senyum miring terlihat menghiasi bibir merah kecoklatan miliknya, menyadari bahwa gadis yang berada dipangkuannya itu gugup. Tangannya kembali terulur membawa wajah cantik itu menghadap kewajahnya. Seketika mata keduanya bertemu, dan saling mengagumi warna mata masing-masing.

Naruto kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Hinata, kali ini Hinata tak menolak entah kenapa saat ini dirinya seolah terhipnotis oleh birunya mata sang pemuda di depannya itu.

Cup!

Bibir berbeda warna itupun bertemu, Naruto melumat lembut bibir yang sejak kecupan singkat di club itu menjadi candu untuknya, ingin selalu merasakan rasa manis pada bibir sang gadis. Gadis yang entah sejak kapan menarik penuh atensinya bahkan sejenak mampu mengalihkan perhatian dan pikirannya dari dunia gelap yang telah mendarah daging didalam tubuhnya.

Ciuman itu berlangsung lama, Hinata sesekali membalas ciuman sang pemuda walau dengan gerakan kaku namun mampu membuat sang pemuda menggeram frustasi. Tangan pemuda tersebut semakin menarik dalam tengkuk sang gadis, memperdalam ciuman mereka, saling melumat tanpa memperdulikan situasi dan kondisi disekitar mereka.

"Hinata?" Panggil seseorang yang membuat kedua manusia beda gender itu langsung tertarik dari dunia mereka, bibir keduanya terlepas, Hinata dengan cepat berdiri dari pangkuan sang pemuda. Wajahnya sekarang sudah benar-benar memerah padam, ia malu sekali rasanya, kepergok sedang berciuman panas dengan seorang pemuda yang baru dikenalnya.

"Aah Mi-Miku, a-ayo pergi dari sini." Dan seseorang yang memergoki mereka sedang berciuman panas itu adalah Miku, sang asisten. Hinata menarik tangan Miku menjauh dari pantai meninggalkan Naruto yang sedang tersenyum senang melihat Hinata yang tersenyum malu-malu seperti itu. Ia benar-benar tak menduga akan jatuh kedalam pesona seorang Hinata Hyuuga.

.

.

.

Hinata dan Miku saat ini sedang berada didalam lift yang akan mengantar mereka kekamar masing-masing. Sedari tadi Hinata hanya diam tak berbicara sepatah katapun, padahal terkadang bibirnya tak pernah bisa berhenti mengoceh saat sedang bersamanya ataupun bersama keluarga daru gadis bermahkota indigo itu.

Ting!

Suara tanda bahwa lift yang digunakannya telah berhenti, buru-buru Hinata berjalan menuju kamar miliknya, meninggalkan Miku yang berjalan pelan di belakangnya, nampaknya memang Hinata saat ini sangat malu pada Miku yang telah memergokinya berciuman dengan pemuda yang baru pertama kali Miku lihat, padahal hal seperti itu sudah biasa di Jepang apalagi di kalangan model sepertinya, bahkan bisa lebih parah dari itu, pikir Miku.

Miku hanya menghela nafas panjang, mungkin Hinata saat ini butuh waktu sendiri. Tak ingin mengganggu Hinata, Miku memutuskan untuk masuk kekamar miliknya juga.

.

.

.

"Bagaimana keadaan di kantor dan Akatsuki?"

"Kau gila?! Aku harus mengurus ini itu sedangkan kau keluyuran tak jelas diluar sana!" Bukannya menjawab pertanyaan sang atasan, Shikamaru malah mengatainya gila, bisa dipastikan jika itu bukan Shikamaru yang merupakan sahabat kecil yang sudah dianggapnya seperti saudara sendiri akan terbujur kaku detik dimana dia berkata gila.

"Aku tak berkeluyuran tak jelas Shikamaru! Aku ada pekerj-"

"Yayaya pekerjaan! Mengikuti gadis obsesimu itu? Ya ampun Naruto aku tak menyangka kau sebegitu tertariknya dengan model Hyuuga itu, aku menyesal telah menantangmu di club malam itu." Terdengar helaan nafas kasar diseberang sana. "Sebaiknya kau pulang sekarang Naruto, ada pemberontak yang menyerang casino black fox milikmu." Lanjut Shikamaru.

"Aku tau kau mampu membereskan 'nyamuk-nyamuk nakal' itu Shikamaru." Balas Naruto santai, tangannya tak memegang apapun itu ia masukkan kedalam saku celananya, berjalan dipinggir pantai di sore hari menjadi pilihannya saat ini, beberapa wanita yang berada dipantai terang-terangan menatap penuh minat pada sang mafia.

"Pulanglah Narut-"

"Aku tutup." Naruto memotong ucapan Shikamaru dan mematikan panggilan telepon itu sepihak. Bisa dipastikan Shikamaru diseberang sana telah mengumpat dan menyumpah serapah padanya, membayangkan itu membuat Naruto hanya tersenyum kecil.

.

.

.

Hinata yang berada di balkon kamar hotelnya itu hanya termenung sedari tadi, menikmati angin sore yang menerpa wajah cantiknya. Pikirannya saat ini tak lepas dari kejadian beberapa jam lalu, kejadian yang membuatnya serasa tak punya wajah. Haah! Membuang nafas kasar, Hinata benar-benar tak habis pikir dengan pemuda yang menciumnya tadi. Naruto nama pemuda yang membuat jantung Hinata berdetak tak normal setiap berdekatan dengannya.

Tangan mungil nan lentiknya itu menyentuh bibirnya sendiri, menutup matanya sejenak membayangkan tentang kejadian menyenangkan tadi menurutnya, tunggu menyenangkan? Yah Hinata harus akui kalau dia sedikit menikamati kejadian di pantai itu. Pipinya kembali memenas saat otaknya memutar bayangan tentang betapa lembutnya ciuman Naruto dibibirnya hingga mampu menghilangkan akal sehatnya sejenak, dan membalas ciuman pemuda itu. Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menghilangkan pikiran-pikiran mesum yang merangkak masuk kedalam otaknya.

Berjalan masuk kedalam kamarnya, sepertinya Hinata perlu mandi air dingin untuk menghilangkan pikiran-pikiran mesum itu.

.

.

.

Bersambung