dilan: the concert (extra)

storyline by ahkkin
inspired by pidi baiq's dilan
jaeyong / slight dowoo

6k / pg-13
unbeta-ed. undefined universe.


Semenjak statusnya dengan Jaehyun menjadi resmi, Taeyong seringkali mendapat pesan-pesan singkat yang berisi terima kasih banyak dan salam manis dari teman-teman band Jaehyun (yang paling sering Jeno, yang paling manis Jaemin, yang paling tulus Youngho, dan yang paling to-the-point Dongyoung). Pesan-pesan seperti,

[lee jeno: 17:23]

kak taeyong, terima kasih udah makan siang bareng kak jae tadi! ybs jadi semangat latihannya gila gila gila. sering sering ajak makan lagi ya! doakan kita bakal menang, nanti traktiran kok sumpaaaah! 3

Atau,

[na jaemin: 15:09]

halo, kak taeyong! terima kasih udah bikin kak jaehyun jadi semangat latihan lagi. besok sewaktu perform, datang ya kak! :)

Atau,

[seo youngho: 20:34]

nggak salah aku mohon mohon sampai sujud sujud di depannya pak jaejoong buat pindahin jaehyun ke kelasmu (pls jangan bilang jae tentang ini). makasih buanget coy, you are a lifesaver lah pokoknya. besok kalo kita menang, janji bakal traktir deh. suer ini. sekali lagi makasih beneran ya tae!

Atau bahkan,

[kim dongyoung: 19:47]

bro, thank you for existing.

—dalam kurun waktu beberapa kali sehari, terutama di jadwal Jaehyun latihan band. Taeyong agak terkejut membaca pesan-pesan itu, sebagian besar gemas karena mereka menyempatkan berterima kasih pada Taeyong walau Taeyong tidak melakukan apapun dan sebagian kecilnya bingung kenapa Youngho sampai minta agar Jaehyun dipindahkan ke kelasnya.

(Sewaktu Taeyong menanyakan itu ke Jaehyun, seminggu setelah mereka resmi, dan dua hari setelah ia menerima pesan itu dari Youngho, Jaehyun sedang minum jus jeruk di kantin dan dia hampir tersedak.

"Kamu buat apa pindah ke kelas Sejarahku di semester dua? Bukannya kamu ada di kelasnya Bu Sooyoung? Ngapain pula Youngho yang mindahin kamu?"

Jaehyun baru mau menjawab dengan lantang: Ya gara-gara kamu itu!, tapi ia memutuskan untuk mengambil selembar tisu, mengelap mulutnya, dan menjawab,

"Bu Sooyoung nggak enak ngajarnya. Nggak cocok di aku."

Padahal Bu Sooyoung yang bersangkutan selama dua semester dinobatkan sebagai guru terbaik se-sekolah.)

Itu tidak mengganggu Taeyong sama sekali, sih. Kalau boleh jujur, dia justru suka mendapat pesan-pesan kecil seperti itu. Taeyong senang mendapat dukungan terhadap apa yang telah dipilihnya—dalam konteks ini, Jung Jaehyun—alih-alih ejekan seperti yang sudah dibayangkannya sebelumnya. Teman-teman Jaehyun tersenyum lebar dan langsung lari ke supermarket terdekat untuk membeli jajanan kecil guna merayakan status Jaehyun dan Taeyong ketika dua hari setelah mereka resmi berpacaran, Jaehyun menarik Taeyong ke studio Youngho dan memperkenalkannya pada teman-teman bandnya (yang sebenarnya sudah kenal dan tidak terlihat terkejut sama sekali, Dongyoung malah cuma berkomentar: tuh, kan, dibilang cuma butuh berani sedikit). Jeno dan Jaemin tidak lagi sungkan menyapa Taeyong dan Youngho bisa bercanda dengannya.

Itu adalah hal yang baik. Ditambah lagi seisi sekolah yang langsung heboh ketika melihat Taeyong turun dari sepeda motor Jaehyun lantas mengecup pipinya tiga hari setelah mereka resmi. Separuh gadis-gadis menangisi status Jaehyun dan Taeyong yang beralih dari available menjadi reserved. Sisanya memuji betapa beruntungnya Jaehyun bisa meluluhkan hati Ketua OSIS Lee Taeyong yang sangat sangar dan sebaliknya: Lee Taeyong yang bisa bersanding dengan drummer band sekolah Jung Jaehyun yang sangat dipuja tidak hanya siswa sekolah, namun juga khalayak ramai di kota.

Laki-lakinya? Ada yang iri karena Jaehyun-Taeyong digadang-gadang sebagai couple goals, ada yang bersyukur karena saingan menggebet gadis-gadis berkurang secara signifikan, ada yang mencoba menyenggol-nyenggol Taeyong untuk mendapat respon Jaehyun, sesuai dengan diminta para gadis.

(Suatu makan siang, Jaehyun dan Taeyong sedang mengantri mengambil makanan sembari mengobrol. Kondisi kantin cukup ramai ketika semua telinga mendengar,

"Lee Taeyong, hari ini kamu ganteng banget! Rambutmu keren!" dari sebuah suara bariton. Keramaian murid-murid itu langsung berteriak oooooh! yang cukup keras.

Taeyong seketika berhenti berbicara ketika mendengar itu, senyum malu tercipta di bibirnya. Pipi tersapu dengan sedikit warna merah muda, kepalanya tertunduk—yang nanti akan dikenali Jaehyun sebagai kebiasaan Taeyong tatkala dipuji dan membuatnya bertanya kenapa Taeyong malu kalau dia sadar dia terlihat seperti bidadara jatuh ke bumi?

Dan Jaehyun adalah Jaehyun—ia berdecak pelan ketika melihat respon yang muncul pada Taeyong. Dengan suaranya yang juga bariton ia berteriak tidak kalah keras,

"Terima kasih, miliknya Jung Jaehyun memang paling oke! Hari ini aku yang menata rambutnya!"

Kantin menjadi jauh lebih ramai. Taeyong yang wajahnya merah padam cuma bisa menyembunyikan muka di tengkuk Jaehyun dan memintanya memesankan makanan makin saking ia tidak mampu berkata-kata.

Di antara riuh-redam siswa-siswi yang menggoda kemesraan mereka, Jaehyun hanya tersenyum puas dan memesankan dua porsi nasi goreng untuknya dan Taeyong.)

Ketika berita itu keluar, teman-teman OSIS Taeyong juga langsung melongo. Yuta hampir jatuh dari kursi dan Yerim secara langsung menggebrak meja kaget.

Kejadiannya hari Kamis, mereka hendak rapat membahas acara pendisiplinan yang dilakukan setiap tiga bulan sekali secara berkala. Yang berkumpul di ruang OSIS hari itu adalah pengurus inti dan yang bersangkutan: Yuta dan Chittaphon—sekretaris; Kak Taeil, Mark, dan Yerim—bendahara; serta Kak Joohyun dan Renjun—sie Kedisiplinan dan Ketaatan dalam Berbangsa dan Bernegara. Jungwoo, sie Dekorasi dan Dokumentasi, sedang di situ pula untuk membantu menyusun rancangan program kerja acara mendatang.

Taeyong membuka pintu untuk menyapa mereka—tidak, koreksi, hampir menyapa mereka ketika Chittaphon tiba-tiba melemparkan sebuah celetuk, "Jadi pajak jadianku mana, Yong?". Enam pasang mata langsung tertoleh tajam dengan tanda tanya besar. Taeyong yang baru mau melontarkan sebuah halo langsung mengatupkan mulut dan menelan ludah dengan kaku. Chittaphon adalah anggota jurnalis sekolah—tentu saja dia tahu berita-berita macam begini, belum lagi dia memang jago mencari informasi di sekitar siswa-siswi. Tapi apakah benar-benar perlu membahasnya sekarang?!

Chittaphon, dasar mulut ember.

Chittaphon yang sedang menggunting kertas-kertas cuma nyengir dan kembali berfokus pada pekerjaannya seolah dia tidak bilang apa-apa. Keenam siswa lain masih lurus menusuk Taeyong dengan sorot penuh selidik, Taeyong sudah merinding ketika merasakan sorot mata Kak Joohyun yang lebih tajam daripada pisau ibunya di rumah.

Di saat seperti itu, harus sekali Chittaphon melanjutkan ke-mulut ember-annya dengan menambahkan, "Apa aku harus datang ke studionya Youngho buat minta pajak jadian ke Jung Jaehyun?"

Chittaphon, dasar mulut ember (2).

Sementara Chittaphon tersenyum penuh kemenangan, Taeyong melebarkan mata dan siswa-siswi lain di ruangan itu tertegun lebar mulutnya. Yuta sedikit menggeser tempat duduknya yang membuat ia salah mendaratkan pantat sehingga bokongnya terpeleset dan dia hampir jatuh dari kursi.

Sulit sekali bagi Taeyong untuk menahan diri dan tidak menubruk Chittaphon pada saat itu juga—mencekiknya dan melakukan hal-hal buruk yang dapat dikategorikan dalam tag kekerasan dengan rating dua puluh satu tahun ke atas kalau saja dia tidak ingat bahwa saat itu mereka masih di sekolah (belum ada yang dua puluh satu tahun, bahkan Taeyong baru saja tujuh belas tahun ini) dengan banyak saksi yang bisa mengantarkan Taeyong ke penjara seumur hidup kalau sampai dia sungguhan. Sorot-sorot mata yang dilemparkan kepadanya membuat Taeyong ingin menangis keras, mengapa mereka sekaget itu?!

Persetan dengan Chittaphon, Taeyong bersumpah untuk menyabotase seluruh surat dispensasi dan makan siangnya.

"Jung Jaehyun? Maksudmu si Jung Jaehyun yang drummernya And City itu?" tanya Yuta. Mungkin dia sedikit sentimen akibat Jaehyun yang malah dapat titel Dilan alih-alih si Buaya-Kangkung-Kardus walau yang mereka lakukan tidak banyak bedanya. Taeyong membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu—namun ia mengurungkan niat; mengatupkan bibir, lantas hanya mengangguk kecil.

Yerim memukul meja dengan mulut tertegun dan ekspresi paling tidak percaya.

"Holy shit!" Itu Mark.

"Mark, language!" Itu Kak Taeil.

(Mungkin Mark juga menyahut dengan, "English," setelahnya. Taeyong tidak terlalu ingat karena ia sibuk mengalihkan perhatian dari kawan-kawannya yang sangat tidak bisa diajak kompromi ini.)

Kak Joohyun mendengus sekali, menekuk senyum separuh yang tidak pernah tidak membuat Taeyong merinding ngeri. "Pantas saja beberapa minggu terakhir ini aku lihat banyak yang mengirim quotes galau di instastory, pakai hashtag hari patah hati nasional segala. Ternyata dua lelaki favorit SMA kita jadian sungguhan, toh," godanya. Taeyong menelan ludah dan melangkah menarik tempat duduk, mengabaikan Kak Joohyun yang meliriknya seraya memainkan pena.

"Lho, kukira Kakak sudah tahu?" tanya Renjun, mengerjapkan mata. Kak Joohyun menggeleng kecil. "Aku tahu Taeyong dan Jaehyun yang tiba-tiba dekat. Mana aku tahu kalau ternyata Jaehyun sudah nembak duluan," ujarnya. Ia menuliskan beberapa kalimat di buku catatannya sebelum melanjutkan berkata. "Lama-lama anak OSIS gandengannya sama anak And City semua, nih."

(Jungwoo—yang notabene adalah pacar resmi Kim Dongyoung si vokalis sejak akhir semester pertamanya—cuma pura-pura memainkan layar ponselnya dengan dalih sedang mencari referensi dekorasi sambil pura-pura tidak dengar. Renjun melihat layar ruang chat dengan nama kontak 'DY' dengan emotikon hati dan gelembung bicara yang saling bersahutan, bukan laman pencarian gambar.)

Yerim tidak melepas pandangannya dari Taeyong. "Kapan dia nembaknya? Jangan bilang setelah kejadian Kak Taeyong yang dipepet di dinding itu," sergapnya. Chittaphon tertawa keras sambil menyanyikan cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap—ia bahkan hanya mengecilkan volume (yang tidak terdengar ada bedanya) ketika Taeyong menepuk pipinya keras. Cari mati.

Taeyong tidak benar-benar ingat bagaimana waktu dispensasi siang hari itu justru berakhir dengan dia yang menceritakan awal mula hubungannya dengan Jaehyun, bahkan hingga kebiasaan Jaehyun yang tidak bisa tidur kalau tidak memeluk sesuatu—dalam konteks sekarang, seseorang.

("Kak Yong sudah tidur sama Kak Jae?!"

"Sst, Mark! 'Kan, sudah legal!")

Yuta secara gamblang mengomentari kalau seharusnya Jaehyun juga dapat titel si Buaya karena dia juga tebar pesona kesana-kemari. Yerim cuma mendengus dan berkata kalau Jaehyun punya satu target tetap dan tidak serius dengan yang lain. Hampir saja Yuta protes kalau Kak Joohyun tidak tersenyum dan bertanya, "Sicheng apa kabar, Yut?" yang justru membuat Yuta bungkam di pojok ruangan seraya memandangi layar ponselnya.

Yerim tampak sangat bersemangat ketika Taeyong menutup cerita, secara personal meminta satu-dua foto kalau mereka sedang jalan berdua karena, "Kalian, tuh, visual couple yang kaya di Instagram-Instagram gitu, lho, Kak! Estetika berfaedah!" yang hanya dijawab Taeyong dengan tawa kecil. Renjun mengacungkan ibu jarinya tinggi-tinggi, setuju dengan alasan Yerim.

Tidak ada yang tahu bagaimana forum itu berakhir menjadi ajang galau-galauan yang disponsori oleh kegundahan hati Kak Taeil dan Yuta. Kedua oknum yang bertanggung jawab saling berangkulan, meratapi nasib dan si dia yang tidak pernah sadar. Chittaphon memanasi keadaan dengan mengambil gitar dan memetiknya perlahan, membuat alunan-alunan sedih yang membuat makin banyak kalimat-kalimat berdiksi berat keluar dari bibir Kak Taeil dan Yuta.

Kak Joohyun menyalahkan Taeyong untuk keadaan itu (tidak dalam konteks serius, tentu). Jungwoo tertawa dan setuju. Kalau di lain kesempatan, Taeyong mungkin akan cepat tersulut emosi dan marah membentak—mengatakan bahwa ini bukan salahnya dan dia tidak ada hubungannya sama sekali! Tapi tidak untuk saat itu; Taeyong yang itu hanya terkekeh dan mengangguk-angguk kecil.

Tidak ada teman-temannya yang nampak tidak setuju perihal dia dan Jaehyun. Yang ada justru kebalikannya, mereka mendukung Taeyong sepenuhnya dan mengatakan bahwa Jaehyun pasti bisa menjaga Taeyong dengan baik. Mereka sesekali menggoda ketika Jaehyun menjemput di ruang OSIS, memang, namun tidak pernah lebih dari itu. Tidak ada yang pernah berani membawa topik pribadi tersebut ke forum yang lebih besar—privasi Taeyong dihormati selayaknya Taeyong menghormati privasi pengurus yang lain.

Jungwoo bahkan beranggapan kalau kehadiran Jaehyun memperbaiki mood default Taeyong yang hampir-selalu siap meledakkan amarah menjadi lebih tenang, itu adalah sesuatu yang bagus. Taeyong sedikit terkejut karena dia tidak pernah tahu kalau Jungwoo memperhatikan, sebab dia bukan tipe observan.

Ibunya juga tidak memberi respon negatif apapun ketika Jaehyun mengantar Taeyong pulang dan dengan polosnya memperkenalkan diri sebagai Jung Jaehyun, pacarnya Taeyong. Wanita tersebut justru nampak antusias dan mengenali Jaehyun sebagai yang jaeyook bokkumnya sangat enak, beliau bahkan menawarkan Jaehyun untuk mampir dan makan malam bersama—yang terpaksa ditolak Jaehyun sebab besok ada jadwal ulangan Sosiologi.

Ketika Taeyong bertanya apakah ibunya tidak malu melihat Taeyong yang kini statusnya resmi dengan Jaehyun, perempuan yang rambutnya sudah sedikit abu-abu itu hanya mengacak rambut Taeyong, mencubit pipinya, lalu berujar, "Tentu saja tidak. Ibu tahu Jaehyun adalah anak baik-baik dan bisa menjagamu. Kamu dan dia saling sayang, kenapa harus malu?"—Taeyong sigap memeluk beliau dan menggumamkan terima kasih berulang kali.

Tidak ada orang terdekatnya yang memandanginya dengan pandangan tidak menyenangkan; Taeyong tidak pernah lebih bersyukur daripada ini sebelumnya.

.

Ini tanggal duapuluh tujuh, hari-H lomba konser Jaehyun.

Semalam, Taeyong menghabiskan waktu di kamar Jaehyun untuk mengusap-usap rambut pemuda satu itu sembari menenangkannya bahwa hari ini akan baik-baik saja dan tidak akan ada apa-apa. Jaehyun mengutarakan rasa ragunya karena beberapa band rival And City ikut bertanding—ketika ia memeluk erat pinggang Taeyong dan menenggelamkan wajah di bahunya, Jaehyun mengulang maaf berkali-kali karena membuat Taeyong harus menghadapi sisi kekanakannya macam itu.

Bukannya Taeyong mengeluh, sih (heck, dia justru mengakui kalau dia menikmati melihat Jaehyun tidak melepaskan pelukannya semalaman penuh). Dia berkali-kali mengingatkan kalau Jaehyun dan bandnya telah berusaha dengan keras. Mereka latihan pagi-siang-sore-malam, mengurus surat dispensasi tidak masuk untuk latihan. Dongyoung bahkan mungkin telah menghabiskan dua dus air mineral seorang diri hanya untuk latihan intensif mereka seminggu terakhir ini. Taeyong sendiri yang membantu membalut kasa di jemari Jaehyun yang sakit akibat terlalu lama menggenggam stik drum.

Tapi, ketika Jaehyun akhirnya jatuh tertidur dengan kedua tangannya erat di tubuh Taeyong—Taeyong menyayangkan bahwa Jaehyun berpikir sangat kecil untuk dirinya sendiri. Di antara jemarinya yang lembut memainkan surai pirang Jaehyun, Taeyong juga merasa bersalah karena dia tidak berhasil membuat Jaehyun merasa lebih baik. Ketika sepasang bibirnya menghadiahkan kecup manis di bibir Jaehyun, Taeyong berjanji untuk berusaha lebih keras besok-besok.

(Jaehyun tahu tentang kecupan itu, dia bangun dengan senyum yang tidak dapat ditahan ketika mendapati Taeyong masih terlelap di kasurnya, salah satu tangan merengkuh leher dan menangkup pipi. Itu saja sudah membuat Taeyong wajahnya merah padam ketika bangun dan disapa oleh Jaehyun yang tersenyum lebar di hadapannya, lantas segera lari ke kamar mandi untuk mandi sembari mendekam—jadi, Jaehyun memutuskan untuk tetap diam.

'Kan, berabe juga kalau Taeyong besok-besok tidak mau menciumnya lagi karena malu.)

Tadi pagi, personel And City berkumpul dulu di rumah Jaehyun untuk sarapan dan briefing sejenak. Youngho dengan sengaja berdeham ketika melihat Taeyong—dalam kaus longgar dan celana pendek yang sangat domestik—membantu Ibu Jaehyun menyiapkan sarapan dan menyajikannya di atas meja makan (dasar Chittaphon 2.0). Yang bersangkutan tersedak seketika dan tidak keluar dari dapur untuk membantu Ibu Jaehyun setelah itu dengan alasan "tidak mau mengganggu" yang sangat klise. Wanita paruh baya itu tergelak, Jaehyun memicingkan mata ke arah Youngho: heh, awas kamu, dasar berisik.

Mereka sempat latihan sekali lagi di ruang keluarga Jaehyun. Dongyoung suaranya agak serak ketika menyanyi, membuat Jaehyun dan Jeno memandangnya dengan tatapan paling takut sedunia—seolah-olah Dongyoung baru saja meminjam kotak makan dari mereka dan menghilangkannya. Pemuda berambut hitam itu menenangkan mereka segera, dia tidak akan lupa minum obat untuk tenggorokannya dan minum air yang banyak. Youngho memutuskan kalau mereka lebih baik berhenti latihan saja sebelum Dongyoung benar-benar hilang suaranya.

Taeyong menyuruh Jaehyun untuk berangkat duluan saja dengan anggota bandnya. Sungkan dia ikut bersama rombongan mereka—Youngho padahal sudah berulang kali bilang kalau tidak apa-apa bila Taeyong ikut mereka, lagipula masih ada tempat yang cukup (kemudian sebuah lirikan ke Jeno dan Jaemin dengan arti kurang lebih, "Diam, bocah. Kalian pangku-pangkuan aja.") di mobil. Taeyong menolak dengan halus; beralasan bahwa selain tempat, dia juga harus pulang untuk berganti baju dengan yang lebih pantas. Dengan alasan itu, mereka akhirnya setuju.

Begitu singkatnya, kejadian semalam dan tadi pagi, sebelum Taeyong datang bersama sejumlah teman-teman OSISnya—Kak Joohyun, Kak Taeil, Yuta (yang entah bagaimana bisa sukses turut mengajak Sicheng), Renjun, Mark, dan Chittaphon. Jungwoo sudah datang ketika Taeyong sampai, bercakap-cakap hangat dengan Dongyoung. Acaranya akan dimulai sebentar lagi.

"Tarik napas, you got it, Jae," Taeyong mengusap lembut pipi lelaki berambut jagung yang sedang luar biasa gugup ini—semula ia hendak mengusak rambutnya, tapi batal ketika melihat rambut Jaehyun yang sudah rapi dengan hairspray. Pandangan matanya melunak. "Lakukan yang terbaik saja, oke? Tidak usah memikirkan hasil," Panggilan untuk band mereka terdengar, Jaehyun menoleh ke arah sumber suara. Kemudian ia kembali menumbukkan atensi ke lelaki menawan di hadapannya ini, mengangguk cepat walau itu tidak sampai di matanya. Ia tetap terlihat tersesat, bibirnya digigit dan napasnya memburu. Taeyong tersenyum tipis—kakinya sedikit berjinjit agar bibirnya bisa mengecup pipi Jaehyun.

Ketua OSIS itu menekukkan senyum manis dan berbisik, "Semangat. Taeyong percaya kalau Jaehyun-ie yang terbaik!"

Bagi Jaehyun, detik itu terasa seperti Tuhan tiba-tiba memutuskan mengabulkan semua doanya dari kecil. Hari cerah tanpa awan mendung. Bunga-bunga bermekaran. Burung bercicit di atas sana. Anak-anak kecil menari-nari di depan gereja dan hidupnya sempurna.

Jaehyun sempat berpikir untuk batal tampil saja dan berputar balik pulang dengan Taeyong di gandengan. Itu terdengar sebagai sebuah rencana yang luar biasa. Nuraninya setuju, meneriakkan iya, betul, lakukan saja tanpa henti. Tapi sebuah tepukan di bahu menariknya kembali ke realita—hancur lebur sudah bayangan indah yang sempat terproyeksi di kepala Jaehyun.

Drummer itu mengangguk kecil dan berakhir hanya bisa mengacak-acak pelan rambut Taeyong karena ia tidak tahu harus bilang apa—dia masih shock, oke. Jaehyun segera berbalik dan berlari membuntuti personelnya yang lain. Pihak panitia menunjukkan jalan untuk menaiki panggung. Jaehyun menarik napas dan bertukar pandang dengan teman-teman bandnya, barulah mereka menaiki tangga.

Riuh-redam para penonton seketika menyapa ketika Youngho yang berjalan paling dahulu tampak di panggung. Dengan senyum khasnya, pemuda jangkung itu tidak banyak memperhatikan penonton—segera menggapai instrumennya. Lalu Dongyoung yang tersenyum lebar ke arah penonton, melambaikan tangannya dengan ramah. Tindakan kecil itu mendapat sorakan meriah dari lautan manusia di hadapannya, Taeyong tersenyum lembut ketika melihat Jungwoo yang tidak bisa melepas pandangannya dari vokalis satu itu. Ah, lovebirds.

(Semacam tidak berkaca pada dirinya sendiri.)

Kemudian Jeno dan Jaemin—yang senyumannya bisa membuat seluruh dunia menjadi tempat yang lebih baik dan tumbuhan tiba-tiba berbunga, hewan-hewan ikut bersiul bersamanya. Mereka berangkulan ketika masuk ke panggung, menyapa penggemar tanpa rasa ragu sedikitpun. Anak-anak yang menggemaskan, menurut Taeyong, membuatnya ingat dengan sepupu kecilnya yang sudah lama tidak bertemu.

Lalu—yang terakhir, tidak lain dan tidak bukan, adalah kekasihnya. Jung Jaehyun, drummer berambut pirang acak-acak dan kemeja biru kotak-kotaknya yang menutupi sebagian punggung tangan. Damn, Taeyong merasakan salivanya yang tiba-tiba sulit ditelan. Taeyong sudah sering datang ke acara band Jaehyun (walau diam-diam), tapi tidak sekalipun ia tidak merasa terkejut dengan penampilan manusia satu itu. Tanpa ia sadari, jemarinya menggenggam ujung kaus hitam yang ia kenakan, bibir bawah digigit.

Dan—oh, seperti di film-film opera sabun dan romansa murahan, pasti Jaehyun melihatnya.

Mereka saling bertatapan, Taeyong sedikit kesusahan mengatur ekspresinya. Ia tercekat tatkala kedua sorot lembut Jaehyun jatuh di figurnya. Rasa hangat menjalar di pipi, Taeyong menahan napas.

Jaehyun, si tengil tanpa malu itu, tentu tidak akan membuat Taeyong lepas begitu saja. Justru dia terkekeh di atas sana, lesung pipit kentara sempurna akibat bibirnya yang membentuk kurva ke bawah. Sebuah kerlingan mata yang ditranslasikan sebagai, "Got you, pretty boy." —massa di hadapannya langsung bersorak keras, paling ramai di antara yang lain, ketika melihat Jaehyun mengedipkan salah satu matanya.

Taeyong menundukkan kepalanya dengan malu—merasa luar biasa terekspos dengan tindakan kecil Jaehyun yang... harusnya terasa normal di acara begini. Sebagian kecil hatinya ingin berteriak ke keramaian itu: 'Kerlingan mata itu untukku, kekasihnya! Bukan kalian! Ha, drummer kesayanganmu itu tidak berdaya di bawah ucapanku!' dengan air muka paling sombong yang ia bisa. Tapi, tentu saja, Taeyong masih memiliki harga diri dan kredibilitas yang harus dijaga.

Alih-alih, dia lebih memilih untuk makin menempel ke Chittaphon yang berdiri tepat di sebelahnya, memperoleh sebuah tanda tanya—tidak terlalu tanda tanya, sebenarnya, karena dia Chittaphon—dan pertanyaan literal, "Ada apa, Yong?"

Taeyong hanya menggeleng dan memainkan hem lengan temannya itu. Ia berusaha mengabaikan residu godaan yang sangat kentara di tiga kata Chittaphon demi kebaikannya sendiri.

"Tidak. Orang di sebelahku membuatku sulit berdiri."

Chittaphon melirik ruang kosong di samping Taeyong yang rupanya masih cukup untuk diselipkan dua Huang Renjun.

Right. Orang di sebelahnya.

Atensi mereka kembali terpaut ke panggung ketika Dongyoung mengetukkan jarinya ke mikrofon. Taeyong tidak akan bingung tentang mengapa bisa begitu banyak wanita yang jatuh hati pada Dongyoung karena presensi panggungnya—tatapan lembut, proporsi tubuh bagus, wajah tampan, dan gummy smilenya itu. Pantas saja. Dia bahkan tidak akan aneh bila Jaehyun tidak ada di And City dan dia berakhir jatuh cinta pada Kim Dongyoung.

"Selamat siang, semuanya! Senang sekali bisa bertemu kalian semua di SM's SuperMillenials Band Competition tahun ini!" Suara nyaringnya menyapa penoton, yang segera disambut oleh teriakan-teriakan bersemangat. Dongyoung memperhatikan sorak-sorai yang bergemuruh di hadapannya, senyum tidak luntur sedikitpun dari wajah. "Wah, nampaknya hari ini ramai sekali, ya!" Pemuda itu terkekeh kecil. "Sebelumnya, kami akan memperkenalkan diri. Citizens of our music, The And City!"

Tepuk tangan kembali menghiasi tempat lomba itu—seiring dengan sedikit tabuhan drum yang dipukul oleh Jaehyun sebagai trademark grup mereka, Taeyong merasa harus menutup telinganya untuk menyelamatkan pendengaran. Beruntung ia masih ingat apa yang Ibunya ajarkan tentang sopan santun dan etika, jadi yang sempat dilakukan olehnya hanyalah berjengit kecil karena kaget. (Mari kita tebak, Jung Jaehyun di atas sana pasti sedang tertawa melihat penderitaannya.)

"Kim Dongyoung at your service, siap memanjakan telingamu dengan suaranya," Dongyoung meletakkan tangan di dada, lalu membungkuk layaknya para pemimpin pertunjukkan yang hendak mempersembahkan karya. Para penonton—terutama gadis-gadisnya—merespon itu dengan cepat, tentu. Dongyoung tersenyum, lalu berjalan ke sisi panggung. "Seo Youngho, bassist."

Youngho tersenyum miring, memainkan sedikit bassnya hanya untuk menerima sorak-sorai penggemar. Chittaphon bertepuk tangan sedikit lebih keras—Taeyong hampir mendengus. Nanti dia benar-benar perlu menyuruh Chittaphon untuk segera menghubungi nomor Seo Youngho dan berhenti meratapi nasib yang hanya ada di kepalanya setiap malam minggu.

Lalu, Dongyoung berjalan ke sisi satunya. "Lee Jeno, keyboardist," Jaemin secara otomatis melangkah mendekat. "Na Jaemin, gitaris," —dan kedua murid kelas satu itu secara sinkron memainkan alat mereka tanpa kesusahan, menciptakan harmoni yang menyenangkan untuk didengar. Taeyong tidak hanya sekali mendengarkan itu, namun tetap saja dia tidak bisa berhenti kagum. Bakat, memang, tidak bisa diganggu gugat.

"Rasanya, aku melihat Jeno dan Jaemin seperti anakku sendiri," Chittaphon tiba-tiba berceletuk. Taeyong menolehkan kepala dan memandang Chittaphon, terkejut dengan cara berpikirnya. Laki-laki berambut hitam itu juga menoleh, sama-sama saling pandang.

Tanpa disangka, Taeyong justru menjawab, "Sama. Aku juga."

Mereka lalu meringis. Merasa tua seketika.

"Yang terakhir," Suara Dongyoung menarik atensi mereka, Taeyong segera mengembalikan perhatiannya ke panggung—menahan napas ketika melihat langkah Dongyoung. "Yang paling ditunggu—Jung Jaehyun, drummer," Belum sampai Dongyoung menutup mulut, penggemar sudah berteriak-teriak lagi. Kali ini, entah karena apa, Taeyong merasa yakin kalau sorak-sorai di sekitarnya lebih keras.

Dan Jaehyun yang memutar stik, kemudian menabuh drumnya lagi, lantas (dengan sangat beraninya) menarik poninya ke belakang seraya menyeringai sama sekali tidak membantu ledakan suara di sekitarnya itu. Taeyong harus menahan napas dan menundukkan kepala ketika menyadari sorot mata Jaehyun tidak terarah kemanapun kecuali dirinya—lurus tanpa keraguan, seolah berkata, "Kau melihatku sekarang?"

Sialan. Terkutuklah Jung Jaehyun dan semua fitur fisiknya yang membuat kedua kaki Lee Taeyong terasa seperti jeli.

"Hari ini kami akan membawakan lagu yang kami tulis sendiri," Dongyoung berjalan ke posisinya semula, senyum lebar menghiasi wajah. Ia berdeham kecil, suara penonton dengan sendirinya mereda untuk mendengarkan pemuda satu itu. "Lagu yang kami tulis dari perasaan kami yang terdalam, menceritakan tentang seseorang yang tidak bisa hidup tanpa orang yang dicintainya."

Komentar ooooh! panjang terdengar. Taeyong melihat Jaehyun siap memukul drumnya lagi, lalu ia mengernyit.

"Semoga lagu ini bisa menjadi media kalian menyampaikan pesan yang sama pada orang teraksih. Mari kita dengarkan, Without You!"

Riuh sorakan penonton hampir menutupi suara bass Youngho dan gitar Jaemin. Dongyoung menundukkan kepala, bersiap untuk menyanyi. Suaranya masuk ke tempo yang tepat, Taeyong mendengarkan latihan mereka sehari-hari dan hapal sekali dengan semua ketukan dan liriknya, namun ini tetap membuatnya terkejut.

Dongyoung terlihat sangat hebat di sana. Rambut hitamnya membingkai wajah ovalnya dengan baik, Taeyong menyadari kalau ada sedikit highlight berwarna biru di sana. Dia tidak ingat Dongyoung memiliki warna itu tadi pagi, mungkin dia membenahinya setelah Taeyong pulang? Taeyong menebak kalau itu hanya pewarna temporer, mengingat Dongyoung bukan tipe yang doyan mewarnai rambutnya dengan warna-warna aneh.

Suasana sekitar juga riuh, mendukung sepenuh hati atas lagu band itu walau lagunya masih sangat baru. Mereka tidak kelihatan kesulitan mengikuti alunan lagunya. Tuh, satu poin benar untuk Taeyong atas Jaehyun. Drummer yang saat ini sedang menikmati waktunya itu beberapa hari lalu tidak berhenti mengeluh kepada Taeyong bahwa rilisan terbaru mereka ini ditakutkan tidak easy listening. Orang-orang akan sulit menerimanya, tidak masuk ke pasar indie, atau apalah. Taeyong butuh waktu lama untuk menenangkan dan meyakinkan Jaehyun bila itu tidak benar—dan terbukti! Lihat sekarang, bagaimana penonton yang belum pernah mendengar lagu itupun ikut berdendang!

("Yong, lagu ini—,"

Taeyong menghela napas jengah, menarik atensinya dari buku Sejarah yang sedang dipelajari olehnya. "Jae, kalau kamu sekali lagi bilang bila lagu itu tidak easy listening, aku akan benar-benar mencekikmu dengan muffin Ibuku," keluhnya. Jaehyun memandang Taeyong sebentar, lalu melipat bibir menjadi garis lurus. Batal berbicara ia. Kepalanya kembali menunduk, memperhatikan kertas lusuh yang daritadi ia pegang.

Pemuda berambut gelap itu merasa bersalah—tentu, bagaimana dia bisa melupakan perasaan Jaehyun di waktu-waktu seperti ini? Dia seharusnya memberi dukungan kepada Jaehyun, bukan justru menjatuhkannya. Lantas, oleh karena itu, Taeyong meletakkan bukunya dan duduk di sebelah Jaehyun.

"Jae, hei. Aku tidak bermaksud seperti itu," panggilnya lembut. Tangan kanannya terangkat untuk menangkup pipi Jaehyun, membuat pemuda satu itu mau tidak mau—lebih ke bagian mau, sih—menoleh untuk beradu pandang dengan Taeyong. Pada detik itu, ia menyadari kantung mata Jaehyun yang menghitam dan pandangannya yang luar biasa lelah. Sebuah senyum kecil tertekuk di bibirnya. "Lagu ini bagus, oke? Aku tidak mengerti kenapa kau berpikir sangat buruk tentangnya."

Jaehyun menarik napas. "Ini lagu pertama yang akan dinyanyikan dalam bahasa lain, Yong. Aku tidak yakin bila itu keputusan baik," terangnya pelan. Taeyong tidak berkata apa-apa, menunggu Jaehyun benar-benar selesai. Ibu jarinya mengusap pelan pipi Jaehyun yang terasa kering, kedua manik mengobservasi wajah tampan di hadapannya baik-baik. "Aku merasa iringan drumku kurang sesuai, tapi aku juga tidak bisa memikirkan versi lain yang lebih bagus..."

Taeyong masih sempat-sempatnya menyamakan Jaehyun dengan sesuatu saat itu—dia terlihat seperti anak anjing Golden Retriever yang baru saja kehujanan dan kedinginan. Dia ingin menangkup kedua pipi pemuda itu dengan gemas, mencubit pipinya, dan melakukan apapun yang bisa meredakan debur hangat di dadanya. Tapi itu urusan nanti!

"Oh, Jae. Kita semua tahu bahasa tidak membatasi lagu. Kupikir ini adalah langkah yang bagus." Suara Taeyong melembut, ia menangkap Jaehyun mengerjap—berusaha menerima alasannya. "Dan perlukah kita mulai tentang permainan drummu yang luar biasa itu, Mr. Drummer? Aku bisa memberikanmu berlembar-lembar alasan kenapa iringanmu itu tepat dan kamu adalah drummer yang luar biasa."

Mereka berakhir dengan Jaehyun yang berusaha membuat Taeyong berhenti membuatnya merasa malu ketika menyebutkan semua poin positif Jaehyun dari sudut pandang Taeyong. Berguling di kasur, kedua lengan kokoh Jaehyun melingkar di badan Taeyong, dan kecupan-kecupan kupu-kupu yang membuat Taeyong terus terkikik.)

Taeyong tersenyum ketika mengingat secuil memori yang singgah di kepalanya itu. Hal itu mengingatkannya untuk selalu berhati-hati dan tidak mudah mengambil kesimpulan tentang individu lain. Jaehyun terlihat sangat percaya diri di atas sana, dia sungguh berharap bila apapun yang telah ia katakan membawa dampak baik. Semoga saja begitu.

Sangat jarang, kau tahu, melihat Jaehyun yang selalu percaya diri itu merasa pesimis mengenai karyanya sendiri. Awalnya Taeyong tidak mengira Jaehyun akan seperti itu. Namun ketika mendapatinya masih terjaga, menggigit pensil sembari membaca lembar lagu, setelah Taeyong selesai membenahi proposal di jam dua pagi, Taeyong tahu kalau hal itu tidak dapat dihindarkan.

Jaehyun sering bertanya: Mengapa kau berpikir begitu kecil tentangmu, Yong? Taeyong tidak tahu jawabannya. Sama dengan Jaehyun ketika Taeyong bertanya serupa. Mereka sama-sama terlalu lemah pegangannya untuk meyakini bahwa apa yang mereka miliki itu patut diapresiasi. Taeyong terlalu sering bekerja hanya untuk dicari kesalahannya oleh orang lain, sementara Jaehyun hampir tidak pernah diapresiasi secara pribadi dengan sungguh-sungguh. Mereka sama-sama tidak bisa menyalahkan satu sama lain.

Memikirkannya membuat Taeyong mau tidak mau tersenyum kecil. Mereka memiliki banyak persamaan, tapi banyak juga hal yang membedakan mereka antar satu sama lain. Hal yang lucu, ketika semua perbedaan itu menjadi satu. Taeyong tidak pernah membayangkan akan begitu berpikir tentang bagaimana perasaan orang lain mengenai apa yang diucapkannya sampai dia dekat dengan Jung Jaehyun.

"Yong, hei. Taeyong," Chittaphon menarik perhatiannya, sukses membuyarkan Taeyong yang sedang asik sendiri. Lagunya sudah mencapai bait terakhir. Semua terlihat berjalan lancar, tidak ada kesalahan nada sedikitpun seperti yang ditakutkan Youngho (tentu saja, Taeyong akan lebih cepat sadar dari lamunannya kalau ada sedikitpun kesalahan). "Kenapa Dongyoung menyanyikannya pakai Bahasa Mandarin? Tumben sekali."

Taeyong tersenyum penuh arti, sedikit memiringkan kepalanya ke arah oknum penyebab masalah itu. "Jungwoo memutuskan mengambil kelas Bahasa Mandarin karena dia lelah dikerjai Kun dan Yukhei yang suka nge-prank dengan Bahasa Mandarin," terangnya tenang, mengingat inti pembicaraan Jungwoo beberapa bulan lalu. "Lalu kudengar Dongyoung—,"

"—Can't live without you!" Suara Dongyoung yang asli memutus pembicaraan mereka—atau tepatnya, ucapan Taeyong. Pemuda bersurai cokelat gelap itu tiba-tiba menoleh ke arah panggung bersamaan dengan Jaehyun yang memukul simbal seiring dengan selesainya lagu. Chittaphon terlihat tiba-tiba tertarik pada panggung juga, keduanya lurus menatap sekelompok laki-laki di atas sana yang terlihat puas atas penampilan mereka. Penonton bersorak-sorai, bertepuk tangan antusias.

"—Dongyoung, yeah. Mereka keren sekali, ya?" Chittaphon berdesis, melengkapi ungkapan Taeyong. Kedua netra mereka masih terpaku pada panggung. Taeyong mengangguk kecil dan menggumam. "Sangat."

Tiba-tiba, Jaehyun terlihat melambaikan tangannya cepat kepada Dongyoung. Lelaki berambut hitam itu seperti paham, dia melangkah mendekat ke arah si drummer—membawa mikrofon, lalu mendekatkannya ke figur si rambut jagung. Jaehyun berdiri, memposisikan mulutnya tepat di depan mikrofon.

Taeyong menarik napas, dia merasa sesuatu yang tidak beres akan terjadi.

Sepersekian detik, ia kembali merajut pandang dengan Jaehyun—yang tersenyum lebar, sampai kedua lesung pipitnya muncul. Lalu dia berteriak pada mikrofon, dengan tangannya yang menggenggam dua stik drum terangkat,

"I can't live without you, Lee Taeyong!"

Detik itu juga, Taeyong merasa semua napas yang tadi ditahannya sudah menguap entah kemana.

Damn you, Jung Jaehyun.

Pengunjung yang mayoritas adalah gadis-gadis sontak menjerit lebih keras, merespon ucapan sederhana penabuh drum favorit khalayak ramai. Ada yang bertanya-tanya, siapa Lee Taeyong? Lee Taeyong yang mana? Tapi pertanyaan-pertanyaan itu hanya hadir sebentar, lalu tenggelam di antara keriuhan yang disebabkan oleh Jung Jaehyun.

Sejumlah pengurus OSIS yang datang bersama Taeyong langsung menoleh dengan sangat cepat (sampai Taeyong merasa khawatir dengan kondisi leher mereka sebab, heck, itu adalah tolehan kepala paling cepat yang pernah ia lihat). Kak Joohyun terlihat mengangguk-angguk dengan ekspresi paling maklum, Mark terlihat seperti dia baru mendengar kabar bahwa nilai Fisikanya tidak remidi, dan Yuta mengerling sembari tersenyum lebar.

Chittaphon?

Tolong jangan tanyakan perihal pemuda mungil yang sekarang sedang tertawa lebar seraya memukul-mukul lengan atasnya dengan penuh kepuasan ini. Benar yang katanya kecil-kecil cabai rawit. Chittaphon tubuhnya tidak lebih besar dari Taeyong—dan Taeyong merasa kalau bahunya bisa patah kapanpun kalau Chittaphon tidak kunjung berhenti.

Wajahnya terasa luar biasa panas. Secara refleks kedua tangannya naik untuk menutupi muka yang pasti sekarang lebih merah dari saus pedas kesukaan Jeno. Debar jantungnya serasa berada di telinga, sangat keras dan kentara. Jari-jari kakinya tertekuk di dalam sepatu, ujung jemari tangannya bergetar ringan. Taeyong berusaha mengatur napasnya yang kehilangan ritme. Oh, hell, pasti ini akan masuk ke berita sekolah besok pagi!

Dia terlalu pusing memikirkan bagaimana cara meredakan perasaannya yang sedang meluap ini hingga tidak sadar kalau Chittaphon sudah berhenti memukuli lengan atasnya.

"Wow, mari kita berikan tepuk tangan yang meriah sekali lagi pada The And City!" Seorang pembawa acara, lelaki berbaju polo dengan logo kegiatan ini, datang sembari memegang cue card. Masing-masing personel meninggalkan instrumen mereka untuk berkumpul di depan bersama dengan pembawa acaranya. Tepuk tangan kembali terdengar dari penonton, mereka membungkuk sopan.

"Lagu yang sangat menyegarkan dari The And City dengan judul Without You! Bagaimana perasaan kalian bisa hadir di acara ini?" tanya si Pembawa Acara lagi. Dongyoung dengan cekatan memposisikan mikrofon di depan bibir. "Sangat menyenangkan! Ini lagu pertama kami yang berbahasa Mandarin, kami harap vibe lagu kami tetap bisa tersampaikan pada penonton sekalian walau dengan bahasa yang berbeda," Ia sedikit menjeda. Memandangi lautan manusia yang sibuk menyoraki mereka, sebuah senyum bangga tidak dapat luput dari bibir tipisnya. "Suatu kesempatan luar biasa untuk datang ke ajang band bergengsi ini!"

Taeyong tahu kalau Dongyoung memang ahlinya dalam masalah public speaking. Ia menurunkan kedua tangan sampai hanya kedua netranya yang terlihat—buru-buru disapa oleh seonggok Jung Jaehyun, dengan kedua tangan di belakang punggung, yang secepatnya tersenyum manis ke arah Taeyong. Chittaphon hampir saja tertawa keras.

(Taeyong tidak lupa untuk mengutuknya dalam hati.)

"Kita pasti penasaran tentang lagu ini dan para personel yang luar biasa bertalenta, tapi," Pembawa acara itu menekankan kata tapi, disahut dengan suara penonton yang berkurang, seolah mereka menerima maksud dari pria berbaju polo itu. "Sebelum itu, kita tanya dulu kepada Jung Jaehyun. Lee Taeyong itu siapa?"

Youngho dan Jeno terlihat hampir tertawa berguling saat itu juga. Penonton meresponnya dengan baik, meneriakkan setuju sambil menaikkan tangan. Taeyong menggelengkan kepala dan menundukkan kepala, berusaha menutupi wajahnya yang makin terasa panas. Teman-teman OSISnya pasti sedang tertawa lebar sekarang dan akan terus menertawainya sampai masa jabatannya selesai tahun depan.

Dongyoung menyodorkan mikrofon ke arah Jaehyun yang menerimanya dengan tenang. Ia tersenyum sekali ke arah penonton (—dan, oh, pasti kau merasa telah melihat malaikat bila ada di sana saat itu—) sebelum menatap lurus ke arah pembawa acara dan menjawab dalam suara paling tenang serta jawaban paling bisa ditebak,

"Pacarku."

All hells break loose right here and there. Taeyong merasa kalau venue acara tiba-tiba menjadi sebuah tempat berisi zombie-zombie kelaparan yang mencari mangsa—dirinya.

Pembawa acara itu tersenyum. "Rupanya Jaehyun kita sudah ada yang punya, ladies," celetuknya. Taeyong mendengar dengan jelas gumam kecewa yang langsung mendominasi lokasi. Ia bahkan tidak bergurau ketika merasa tanahnya sedikit bergetar. "Apa kalian sedang merayakan anniversary? Kurasa kita belum pernah mendengar nama Lee Taeyong ini sebelumnya, hm?" Pertanyaan sugestif—Taeyong paham itu, pembawa acara ini sedang berusaha menembus pertahanan Jaehyun dan mencari informasi terdalam.

Mari kita berdoa kalau Jaehyun tidak cukup bodoh untuk tidak menyadarinya (walau Taeyong ragu akan itu).

"Tidak. Ini pertama kalinya dia datang ke penampilan kami atas undanganku," Jaehyun menekan dua kata terakhir. Ia mencuri pandang ke arah Taeyong—sialan, dia tidak sepenuhnya menghindari pertanyaan itu dan justru bermaksud menggoda kekasihnya sendiri? Wow, berani sekali. "Kuharap dia menyukai apa yang dia lihat. Tidak setiap hari kamu tampil dan dilihat kekasihmu, 'kan?"

Kalimat itu sukses membuat penonton bersiul dan meneriakkan ooooh! yang panjang. Taeyong mengipaskan tangan di depan muka, berharap itu akan menenangkan wajahnya sebentar. Chittaphon menyikutnya pelan—cukup pelan untuk membuat Taeyong mengaduh. "Sok romantis sekali, pacarmu itu."

Taeyong menghela napas. "Memang."

"Kalau begitu, kenapa kita tidak memanggilnya ke atas panggung agar kita bisa tahu tanggapan kekasih kesayangan Jung Jaehyun ini tentang penampilan The And City hari ini?" Usulan gila itu membuat Taeyong langsung melebarkan mata. Orang-orang di sekitar menengok kanan-kiri, mencari-cari yang mana sosok Lee Taeyong sebenarnya. Chittaphon langsung waspada, mendekatkan diri ke Taeyong kalau-kalau sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Yuta, Sicheng, dan Kak Joohyun pun mendekat dengan perlahan. Memastikan tidak seorang pun bisa berlaku semena-mena pada teman kecil mereka ini.

Taeyong melewatkan bagaimana mulanya hingga kerumunan orang-orang ini bisa meneriakkan namanya, "Lee Taeyong! Lee Taeyong!" seolah dia adalah buronan paling menyeramkan yang tangkapannya berharga dua mobil sport mahal. Perutnya terasa berbalik, dia tidak tahu harus menanggapi dengan apa perihal kondisi seperti ini. Walau aktif di organisasi yang pasti membuatnya menarik banyak perhatian—Taeyong tidak terbiasa dicari karena hal seperti ini.

"Sedikit mengingatkanmu pada masa orientasi kemarin, eh, Yong?" celetuk Yuta, berusaha mencairkan suasana. Taeyong tertawa kaku. Itu adalah salah satu memori yang paling tidak ingin diingatnya—dia tidak bisa melewati koridor tanpa mendengar Kak Taeyong! Kak Taeyong! yang muncul setiap ada gerombolan siswi berseragam SMP.

Benaknya sudah memikirkan cara yang bagus untuk membuat Jaehyun merasa bersalah akan ini. Mencekiknya dengan muffin Ibunya, menukar semua buku referensinya dengan buku referensi jurusan Sains, mengecat stik drumnya menjadi merah muda (yang ini sepertinya tidak berlaku karena Jaehyun suka merah muda), atau hal-hal lain. Apa saja, yang mampir ke kepalanya saat ini. Taeyong mendecak pelan.

Dia benar-benar sebal! Jaehyun bisa memilih untuk tidak membahas ini sama sekali dan dia justru melakukannya untuk menggoda Taeyong?! Heck, not going to work. Awas saja, Jung Jaehyun, Lee Taeyong sudah memikirkan rencana yang bagus untuk membuatmu menyesal. Kedua alis pemuda itu tertekuk turun dan pandangannya menajam, lurus menatap ke arah oknum Jung Jaehyun yang sekarang justru sedang senyam-senyum di atas sana.

Pertama; screw you, Jung Jaehyun.

Kedua; Jaehyun, help.

Pemuda berambut jagung di atas sana sepertinya cukup antusias dengan apa yang sedang terjadi, dia menangkap sorot mata memohon yang tertambat jelas di manik Taeyong—tidak peduli seberapa tajam dan terasa mendesaknya itu. Bagi Jaehyun, itu tetap terlihat menggemaskan, dan ia ingin tertawa keras.

Kendati demikian, seburuk apapun dia menginginkan Taeyong untuk dikenal masyarakat luas, dia lebih mementingkan keamanan kekasihnya itu. Jadi dia berdeham, menarik perhatian seluruh penonton, lalu tersenyum khas. "Kurasa itu tidak perlu. Menanyakan apakah dia menikmati hari ini adalah tugasku," Taeyong merasa dia sedang dipermalukan (seperti dia belum saja setelah apa yang terjadi beberapa detik lalu), ia menelan ludah. Kak Joohyun dan Yuta saling bertukar pandangan, seperti sudah paham apa yang akan terjadi berikutnya.

"Benar begitu, bukan, sweetheart?"

Sebuah kerlingan.

Taeyong sudah sangat dekat untuk meneriaki Jung Jaehyun dan mencacinya saat ini, detik ini juga.

Sialan, Jung Jaehyun!

.

(Pada akhirnya, The And City memenangkan piala nomor satu dan kekhawatiran Jaehyun terbukti salah. Mereka sepakat untuk merayakan kemenangan ini bersama teman-teman Taeyong di restoran langganan yang ada di dekat rumah Jaemin. Taeyong masih mendengar orang-orang menyebut namanya, dia juga masih malu, dan harus menepis tangan Jaehyun ketika pemuda itu berusaha menggenggam jemarinya. Jaehyun tersenyum tertarik, tidak menyerah sedikitpun untuk menggoda Taeyong yang saat itu masih sangat kesal.

("Taeyong, babe, ayolah. Biarkan champion boy ini memelukmu? Apa aku tidak boleh mendapat pelukan dari kekasihku sendiri?"
"Peluklah dirimu sendiri, Jae. Tidak tahu, 'kah, kamu—telah menjadikanku bahan guyonan di OSIS untuk setahun kedepan?! Kau pikir itu lucu?!"
"Lee Taeyooooong."
"Tidak, menjauh dariku!")

Satu yang pasti, Jung Jaehyun tidak pulang hanya dengan satu hadiah—tapi dua. Pertama, piala berwarna keemasan dengan tulisan 'SM's SuperMillenials Band Competition's Best Performance 2018'. Kedua, seorang ketua OSIS berambut gelap yang memainkan jemarinya ketika ia menyetir dan bersandar di dadanya ketika mereka menonton Call Me By Your Name setelah pulang dari acara makan bersama.)


p.s. before you get to me saying that without you has no drums, i know! tapi cek ini. this is the main reason why i wrote this ;; ( youtu. be/7P-fc3LCSjI )
also: 170121 jaehyun + 170328 taeyong. selamat membayangkan.

p.s.s. hai HAHAH aku awalnya bingung apakah aku harus upload ini atau nggak. soalnya aku merasa ini sebenarnya sudah agak... outdated? tapi yasudahlah, ya. LAGIPULA jaeyong abis pelukan sama selca bareng masa aku mau tidak menulis mereka;;;;
kalau ada yang baca terus bilang "kkin mana katanya mau bikin chaptered fic! ini mulu yang diupdate! katanya ini oneshot!" —MAAFKAN;; fic ini seru banget buat ditulis jadi ijdfijsdf
— oh, ya. kemarin ada yang tanya: yang nulis nggak blushing pas nulis ini? jawabannya, harusnya begitu. bayanginnya sih bikin fluffy, semoga aja ini jatuhnya nggak cringe HAHAHAH

p.s.s.s. wow buset, maafkan kkin yang banyak bacot di writer section kali ini. ketika membaca ini, ketahuilah kkin punya uas matematika besok pagi, jadi maafkan kalau ada typo atau alur yang sangat cepat HAHA; thanks for reading and i hope you guys enjoyed it!

p.s.s.s.s. psst psst, ada yang naik kapal dowoo sepertiku juga?