Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi sensei, saya hanya pinjam saja.
.
.
.
Stop it!
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
Stop it! by Authors03
Romance\Drama
Please.. Dont like dont read.. Thanks.
Chapter 14
.
.
.
"Achi!" badan itu terbaring lemah. Dia mencoba bangkit tapi tak berhasil. Badannya panas, hidungnya memerah, kepalanya sakit. Dia sedang dalam keadaan sakit.
"Yaampun kenapa tiba-tiba sakit..." gumannya putus asa. Meski ia merasakan panas di punggung tapi ia malah menggigil kedinginan.
Kepalanya menoleh ke samping. "Dimana Hinata...?"
.
.
.
"Naruto sakit?" hmm begitulah yang indera pendengar gadis bersurai indigo tangkap. Dia terduduk sendiri di cafetaria. Mungkin ia tak mau mengakuinya tapi sedari sebelum dimulainya jam pelajaran hingga sekarang jam istirahat. Dia tengah menunggu kehadiran seseorang. Seseorang yang selalu muncul di depannya.
"Iya, Maidnya mengantar surat izin tadi." Hmmm dia yang adalah Hinata berpikir keras.
"Halah paling dia bolos. Tak mungkin dia sakit, aku kan habis dari sana." Pikir Hinata tak percaya. Ia nginap di sana tadi malam, bukan? Ia terbangun jam 3 pagi dan dengan secepat kilat ia keluar dari rumah Naruto. Ia tak melihat adanya sakit di wajah lelaki yang tengah tertidur pulas itu. Pasti dia bohong.
"Lagipula mengapa juga aku memikirkannya?" Hinata segera menggeleng untuk menghilangkan apa saja yang ada di dalam kepalanya. Mengapa juga ia perduli?
.
.
.
Rencananya sih tak mau perduli tapi siapa sangka mobil seorang Hinata Hyuuga muncul di depan rumah Naruto.
Tapi kedatangannya bukan untuk masuk ke dalam rumah dan menjengguk.
Matanya mengamati perkarangan rumah. Mobil Naruto ada itu artinya dia berada di dalam rumah tapi di sana terdapat juga mobil asing yang tak pernah ia lihat.
"Hmmmm..." mata Hinata menyipit. Entah apa yang dia pikirkan.
Deg!
"Tuhkan!" raut wajah Hinata berubah seketika ketika ia melihat seorang gadis cantik keluar dari dalam rumah Naruto.
Seorang maid membungkuk hormat, mereka sedikit berbicara dan gadis itu pergi dengan mobil yang terparkir di depan rumah yang ia lihat tadi.
"Dasar playboy!"
.
.
.
"Ugh! Rasanya lama sekali. Aku harus segera mencari Hinata." terbaring di atas kasur selama dua hari sungguh membosankan, mana ia tak bisa melihat seseorang yang selalu ia tunggu. Gadis itu sama sekali tak muncul di depannya dan itu agak menyebalkan.
"Dasar Hinata. Sebenarnya dia perduli padaku atau tidak?" oceh dia yang tak lain adalah Naruto tak senang. Matanya menoleh ke sekitarnya setelah memasuki daerah sekolah dan ia melihat apa yang ia cari.
"Hinata!" dia segara menghampiri.
"Hoi Hinata aku memanggilmu." Ucapnya tapi yang di ajak bicara tak menghentikan langkah dan malah mengabaikannya.
"Kenapa kau mengabaikanku?" tanya Naruto aneh setelah menghalang jalan Hinata membuatnya mau tak mau menghentikan langkah.
"Kemana kau dua hari ini?" tanya Hinata judes, entah mengapa ia merasakan ada api di dalam dadanya.
"Aku sakit." Jawab Naruto jujur.
"Bohong!" suara Hinata naik seoktaf.
"Lah? Kau aja tak coba bertanya padaku dan datang ke rumah darimana kau yakin aku bohong?" Jelas Naruto sedikit terkejut pada sikap Hinata yang tak seperti biasanya. Apa dia tengah menunjukan perasaannya atau perasaanya mengalir keluar?
"Aku tak percaya. Paling kau pergi sama cewe lain." Kata-kata meloncat begitu saja dari mulut Hinata membuat Naruto membeku, mencerna apa yang tengah terjadi.
"Kau ini khawatir atau cemburu?" tanya Naruto lucu. "Yaampun aku tak pergi dehgan cewe lain, Hinata. Aku sakit, dua hari aku cuma berada di kamar." Jelasnya. Yaampun lihatlah wajah bete Hinata. Dia sangat imut.
"Bohong! Aku lihat ada cewek keluar dari rumahmu kemarin." Hinata tak bisa manahan kata-kata yang ada di pikirannya ini.
"Pffffftt kau ke rumahku?" rasanya perut Naruto digelitik banyaknya tangan-tangan kecil tapi ia mencoba menahan tawanya.
"Ti-tidak! Aku hanya kebetulan lewat." Bohong Hinata tersadar pada apa yang ia bicarakan. Mengapa ia jadi tak bisa mengontrol mulutnya sendiri?
"Hinata, tak ada siapapun yang ke rumahku selain dokter." Badan Naruto merendah. Dia mengapai kedua pipi Hinata dengan kedua telapak tangan dan menatap lurus mata bulan itu.
"Bohong!" Hinata masih tak percaya.
"Yaampun Hinata. Aku baru tahu kau begini posesif hahaha." Naruto terkekeh kecil tak tahan melihat betapa imutnya tingkah Hinata tapi Hinata tak menjawab. "Ciee Hyuuga Hinata cemburu..." ejek Naruto membuat Hinata yang tersadar menepis tangannya dan segara memundurkan dirinya selangkah.
Deg!
"Aku tak cemburu! A-aku ti-tidak tidak!" seketika Hinata tak tahu bagaimana caranya membela diri. Jantungnya berdebar kencang, wajahnya bersemu merah. "Persetanlah! Aku mau ke kelas." Ia memilih berlari pergi menjauhi Naruto. Yaampun apa yang terjadi pada dirinya? Mengapa ia begitu grogi menatap lelaki ini?
"Hei jangan lari, Hinata! Apa salahnya tinggal mengakuinya?" Naruto mengejar. Ia sungguh ingin mendengar Hinata berkata langsung kalau dia sebenarnya mengkhawatirkan Naruto.
"A-aku tidak!"
"Ayolah Hinata hahaha"
.
.
.
"Apa?" Hinata tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Apa yang di maksud Naruto dengan dia akan pindah ke luar negeri bersama orang tuanya?
"Iya, aku akan pindah beberapa hari lagi." Naruto menunduk setelah menatap sejenak Hinata yang terduduk di sebelahnya di ayunan size empat orang di belakang rumah Hinata.
Jam menunjuk pukul 6 sore. Hinata mencoba menghindarinya selama seminggu ini. Dia pasti terkejut pada kabar tiba-tiba ini.
"..." Hinata tak tahu harus berkata apa. Ia masih saja menatap syok Naruto. Jadi kedatangannya ke sini hanya untuk memberi kabar buruk itu?
"Tapi..." Naruto menggantung ucapannya setelah menoleh dan menatap Hinata.
"Itu bohong."
"Hah?" Hinata mencoba mencerna. Apakah lelaki ini mengerjainya?
"Pffft aku hanya bercanda bwuahaahaha astaga Hinata lihatlah wajahmu tadi kau lucu sekali!" Naruto tertawa ngakak. Pahanya menjadi sasaran tangannya memukul-mukul.
"Bajingan sialan itu sama sekali tak lucu!" emosi Hinata naik langsung ke atas kepala. Ia melayangkan tinjunya ke pipi Naruto tapi dengan mudah di tangkap oleh satu tangan Naruto.
"Itu sama sekali tak lucu sialan! Kau buat jantungku meloncat keluar!" marah Hinata masih saja terkejut. Padahal ia sudah takut sekali tadi. Ia tak bisa menjelaskan kenapa ia takut, hanya saja mendengar lelaki itu akan pergi membuatnya sedih.
"Aku senang." Naruto tak bisa menahan cengirannya. "Ternyata kau perduli padaku haha..." jelasnya berbunga-bunga tanpa sadar membuat raut wajah Hinata yang awalnya marah menjadi tanpa ekspresi.
"Jangan kepedean kau Uzumaki Naruto!" Hinata menolak pernyataan yang keluar dari bibir Naruto. Dia menarik tangannya ingin menjauh. Iya, dirinya harus menjauh karena saat ini jantungnya berdetak tak normal.
Tap
Dengan sekali tarikan badan Hinata berakhir di pelukan Naruto.
"Aku senang ternyata kau juga menyukaiku." Anggap saja Naruto terlalu kepedean pada apa yang ia tebak tapi ia yakin itu bukan tebakan kosong. Ia kira Hinata tak peduli padanya karena dia begitu datar dan cuek tapi mengetahui fakta bahwa dia cemburu dan juga khawatir bahkan sampai ke rumahnya hanya untuk mengecek sungguh membuat perutnya berbunga-bunga.
"Jangan bercanda kau! Aku tidak!" Hinata yang syok ingin menjauh tapi Naruto tak mau melepaskannya.
"Kau sangat keras kepala." Padahal apa salahnya tinggal mengakui apa yang ada di hatinya?
"Kalau kau terus saja menolaknya. Kau mungkin akan menyesal kalau aku benar-benar pergi." Hinata terdiam. Ucapan Naruto menusuk ke dalam hatinya. Itu benar, begitulah kata orang, penyesalan selalu datang di akhir tapi ini adalah Hinata! Ia takkan mengatakan apa yang tengah ia rasakan!
"Aku tidak lepaskan aku!" rontak Hinata masih pada pendiriannya menyembunyikan rasa apa yang ada di dalam hatinya.
"Baiklah..." Naruto melepaskan Hinata. Dia beranjak dari ayunan.
"Kalau ternyata aku salah..." Hinata terdiam ketika Naruto berada dalam jarak dua meter darinya. Wajahnya tampak kecewa. "Maaf aku sudah menganggumu. Aku takkan melakukannya lagi."
"..."
Hinata tak tahu harus bereaksi seperti apa di saat Naruto berbalik dan melangkah pergi begitu saja.
Deg
Mengapa ini menjadi menyakitkan?
Tidak tidak ini salah!
"Kau gila kau kira kau mau pergi kemana?!" Hinata ikut beranjak dan menyusul Naruto. Dia berhenti tepat di depan Naruto dengan merentangkan kedua tangannya ke samping, menandakan ia tak mengizinkan Naruto untuk lewat.
"Tuhkan! Kau selalu begitu." Naruto tak habis pikir. Mulut dan tingkahnya lain yah meski itu sangat lucu untuk di lihat. Tapi tetap saja membuat Naruto putus asa.
"Kau ini menyebalkan!" marah Hinata. Bagaimana bisa Naruto pergi begitu saja! Sungguh ini sangat menyebalkan! Serius, dia akan tinggalkan Hinata?
"Mengapa kau suka sekali tanya hal yang sudah kau tahu apa jawabannya?!" untuk sekali. Sadar tak sadar. Mungkin ini saat yang tepat untuk mengakui apa yang ada di hatinya. Apa yang bersembunyi dan kini ingin keluar karena lelaki ini begitu menyebalkan ingin pergi begitu saja! Jika pengakuan ini membuat lelaki itu tetap tinggal. Ia akan mencoba mengatakannya.
"Apa?" Naruto berpura-pura bodoh. Ia ingin mendengar secara langsung dari Hinata, titik.
"Kau menyebalkan! Iya, aku bilang kau benar!" wajah Hinata merona dan ia juga marah. Ia tak berani mengatakannya secara langsung tapi mengapa lelaki ini malah bertingkah seolah tak tahu kemana arah pembicaraan ini?
"Benar apa?"
Blusshh!
Wajah Hinata semakin merah matang.
"Intinya kau benar soal apa yang kau katakan baru saja!" Kau bisa melihat dada Hinata naik turun naik turun. Pasti memekik dan menahan perasaan seperti ini sangat melelahkan. "Kau benar aku khawatir padamu dan aku sedikit cemburu karena tak tahu apa yang kau lakukan dan dengan siapa kau!" inner Hinata melanjutkan. Ia baru sadar mengungkapkan sebuah rasa sesulit ini.
"Katakan yang jelas Hinata! Apa yang benar apa yang aku katakan?" Naruto masih belum merasa puas. Ia tidak akan puas kalau tak mendengar langsung dari bibir Hinata. Ia akan terus menunggu dan bertanya tak perduli sampai kapanpun. Ia akan terus bertanya sampai gadis ini mengatakannya. "Apa soal kau mencintaiku?! Aku takkan percaya kalau kau tak mengatakannya langsung." Lanjut Naruto sok jual mahal.
"..." Hinata menenangkan detak jantungnya. Tangannya yang terentang ia turunkan. Ia bernafas sejenak lewat mulut untuk menenangkan diri.
Ok baiklah. Mungkin ini saat yang tepat untuk mengakuinya.
"Sebenarnya, aku tak tahu kapan tapi aku rasa..." Oke oke Hinata menenangkan diri lagi sebelum melanjutkan.
"Aku menblablamu."
"Hah?!" serius, Naruto tak dengar apa yang Hinata katakan.
"AKU BILANG AKU memblabla MU!" suara Hinata meninggi kemudian merendah dan naik lagi di dua huruf terakhir. Matanya tak lepas sedikitpun dari wajah Naruto. Ia ingin membuktikan kalau ia sangat serius pada apa yang akan ia katakan.
"Blabla mu itu apa?!" kesabaran Naruto akhirnya terusik. "Kau katanya berani lakukan apa saja dan mengakuinya. Mengapa bilang lima kata aja begitu susaahhh?" geramnya frustasi. Apa maksudnya dengan blabla?! Ia sungguh hanya ingin mendengar kalimat 'AKU MENCINTAIMU!' sumpah! Hanya itu yang ia mau.
"AKU BILANG AKU MEMblabla MU! KAU DENGAR AKU?!" Hinata pun ikut kesal karena apa yang keluar dari bibirnya tak jauh beda dari kalimat sebelumnya. Ia tak tahu kenapa tapi lima huruf-C.I.N.T.A- tak mau keluar dari bibirnya. Tapi ia pun tak mau berhenti mencoba. Kalau tak sekarang, kapan lagi datang waktu yang pas seperti ini?
"Sudahlah hentikan saja. Aku tak mau tahu lagi." Bukan kecewa hanya saja Naruto putus asa mendengar blabla tak jelas Hinata. Ia yakin Hinata takkan bisa mengatakannya.
"AKU BILANG AKU MEMblabla MU, UZUMAKI NARUTO!"
"HENTIKAN ITU! KAU MENYEBALKAN, HINATA!" Naruto merajuk. Wajahnya sungguh bete saat ini. Kau bisa melihat jelas hal itu.
"AKU MENblabla MU, SIALAN!"
"SUDAH CUKUP, HYUUGA MENYEBALKAN!"
"AKU BILANG AKU BENAR-BENAR-
"HENTIKAN ITU!"
-MENCINTAIMU..."
DEG!
.
.
.
TAMAT
Naruto menghela kasar nafasnya. "Akan aku ambilkan baju untukmu."
"Pfft" Hinata terkekeh kecil ketika Naruto keluar dari ruangan.
Omelan kecil dari Naruto yang berhasil Hinata tangkap membuat tawanya hampir memuncrat keluar. Dia terlihat manis.
"Huft" tapi beberapa saat kemudian kekehan itu diganti oleh tampang putus asa.
"Naru..." wajah itu seperti frustasi. "Aku tak pernah bisa memintamu untuk pergi dariku tapi semakin lama aku merasa hanyut padamu." Dia menghela nafas melalui mulutnya.
"Aku bukan seseorang yang bisa menunjukan apa yang aku rasakan dan akupun tak yakin apakah rasaku ini nyata atau tidak." telapak tangan Hinata menekan dadanya yang berdenyut.
"Tapi aku merasa sangat nyaman di dekatmu..."
Klik
Pintu ruangan terbuka tapi Hinata tak menyadarinya.
"Aku tergoda melihat kau begitu." mata biru itu salfok melihat Hinata menyentuh buah dadanya. Meski kata-katanya hanya bercanda.
Blusshh!
"PERGI DARI SINI KAU. HENTAI!"
.
.
.
.
Tak tahu bagus tak bagus tapi author usahain selesaikan semua fic yang blm siap
Maaf udh buat yg baca nunggu fic gaje ini terlalu lama
Semoga tak terlalu mengecewakan.
Makasih...