Chapter 6

.

.

18.00 KST

Jihoon pulang ke apartemennya dengan diantarkan woojin. Seharusnya kuanlin yang mengantarnya pulang hari ini, namun karna ada urusan mendadak yang harus ia urus jadi kuanlin meminta woojin untuk mengantarnya pulang.

Woojin? Tentu saja ia dengan senang hati mengantar jihoon pulang.

Setelah memasukkan sandi pintu apartemennya jihoon masuk disusul dengan woojin di belakangnya.

"ya! Kenapa kau ikut masuk?"

"memangnya aku tidak boleh masuk?" woojin berjalan melewati jihoon menuju mini bar tanpa mempedulikan tatapan jihoon padanya saat ini. Jihoon berjalan mendekati woojin yang saat ini sudah duduk manis.

"bukan begitu.. hanya saja.."

"wae? Kau takut tergoda oleh ku?"

Bugh

"aw!" woojin meringis karna mendapatkan tinju di perut sampingnya.

"waahh pukulan mu lumayan sakit juga sekarang, tidak selemah dulu"

Jihoon mempoutkan bibirnya.

"kau pasti menjadi lebih kuat sekarang karna asupan dari ku" lanjut woojin sambil tertawa bangga menampakkan gigi gingsulnya.

Jihoon mengabaikan ucapan woojin, ia lebih memilih pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian.

.

.

.

.

.

.

Tidak lama jihoon keluar dari kamarnya. Woojin sedang asik memakan camilan dan handphone nya.

"aku lapar.. Buatkan aku makanan" jihoon yang mendengar permintaan woojin tersebut mendengus sebal. Memangnya dia pikir aku ini pembantunya apa?

"kenapa kau tidak pulang saja dan belilah makanan" jihoon berjalan menuju kulkas untuk mengambil beberapa bahan makanan untuk ia masak. Meskipun ia sebal karna woojin seenaknya saja meminta padanya, namun ia tidak menolaknya dan malah melakukan apa yang diminta woojin. Karna begitulah woojin, sesuka hatinya. Ia sudah sangat hapal dengan sikap sahabatnya itu.

"hari ini aku sedang ingin makan masakan mu" ucap woojin yang masih duduk di kursi mini bar asik memakan camilan jihoon yang ada di meja.

.

.

.

.

Setelah mengambil semua bahan, jihoon berjalan menuju meja yang ada di depan woojin.

Ck!

Mendengar decakan jihoon barulah woojin memperhatikan jihoon yang saat ini berada di sebrangnya.

Napas woojin memberat dan matanya fokus memperhatikan. Sial!

Penampilan jihoon saat ini bisa dikatakan benar-benar sangat menggoda. Rambut yang ia gulung ke atas menampakkan leher jenjangnya yang disana masih terlihat bekas keunguan ulah perbuatannya saat di kantor tadi, dan jangan lupakan baju kaos pink ketat yang menampakkan dengan jelas bentuk dua buah gundukan kenyal yang sangat woojin sukai.

Napas woojin semakin memberat. Ia melihat puting yang mencuat disana.

Woojin menelan salivanya.

Ia berdiri dari kursi yang didudukinya dan mulai berjalan mendekati jihoon. Jihoon tidak sadar woojin yang sekarang ini berada di belakangnya. Ia terlalu sibuk untuk menyiapkan masakannya sampai saat woojin berbisik ditelinganya barulah ia sadar. Karna terkejut ia menolehkan wajahnya ke samping ke arah woojin membisikinya tadi.

"katakan! Kau sengaja hm?" jihoon menampakkan wajah bingungnya sambil mengedip-ngedipkan matanya lucu. Sengaja apa?

"ini.." woojin memegang kedua puting susu jihoon dibalik baju yang ia kenakan. Tentu saja jihoon langsung melenguh karnanya.

"kau sengaja tidak memakai bra hm?" tanya woojin lagi sambil jarinya menggerak-gerakkan puting susu jihoon. Ia menarik, mencubit, dan memutar-mutarnya.

"aa..aniihh wo..woojin-ah.." jawab jihoon terbata-bata sambil menahan lenguhannya. Ia benar-benar merasa lemas jika sudah titik sensitifnya itu disentuh.

"lalu?" woojin mulai menciumi leher jihoon.

"h..hentikanhh woojin-aahh.. akuuhh lupa m..memakainyaa" woojin masih sibuk menghisap, menjilat dan mengecup leher jihoon untuk memperbanyak tanda keunguannya. Ia menghiraukan suruhan jihoon untuk berhenti.

Woojin membalik tubuh jihoon menghadapnya. Pipi jihoon sudah memerah dan napasnya mulai terengah-engah. Woojin tersenyum.

"kau bilang.. kau lapar.. aku harus menyiapkan makanan.. " jihoon ingin kembali berbalik untuk menyiapkan makanan yang sempat terabaikan. Namun tubuhnya ditahan dan tetap menghadap woojin.

"ehm. Dan aku ingin memakan mu saja" jihoon membulatkan matanya. Sahabatnya yang satu ini sekarang menjadi sangat mesum. Kemesuman yang sebenarnya tidak dapat ia cegah, karna ia menyukainya. Hanya satu pertanyaan yang ada dibenak jihoon saat ini apa jangan-jangan karna hyengseob woojin menjadi semesum ini sekarang?

.

.

.

.

.

.

Cukup lama jihoon terdiam. Woojin mencubit gemas pipi jihoon yang memang sedikit chubby.

"eemm.. tidak jadi!"

"lain kali saja kita mencoba melakukannya di meja makan" jika kau sudah.. woojin tersenyum membayangkannya.

"sekarang masaklah makanan yang enak untuk ku" jihoon terbengong dengan mulut yang terbuka. Kemana perginya woojin yang mesum dan bernapsu tadi?

Woojin berjalan kembali ke kursi yang ia duduki sebelumnya. Meskipun ia sedikit bingung, namun ia senang karna woojin mau mengikuti ucapannya untuk berhenti. Tidak biasanya woojin menuruti perkataannya.

Baguslah

Jihoon memulai kembali masakannya. Woojin memperhatikannya sambil tersenyum.

.

.

.

.

.

.

.

.

"sepertinya sudah saatnya aku dan jihoon menentukan tanggal pernikahan.." kuanlin bergumam di meja kerjanya. Ia menelpon kekasihnya– jihoon untuk datang ke ruangannya.

Jihoon mengetuk pintu dan masuk. Kuanlin menyambutnya dengan senyumnya yang sangat tampan dengan memperlihatkan lesung pipinya. Jihoon yang mendapatkan senyuman semanis itu tentu saja otomatis langsung ikut tersenyum manis.

Kuanlin menepuk sofa yang sedang ia duduki. Jihoon yang mengerti maksud kuanlin langsung menghampiri kuanlin dan duduk disampingnya. Kuanlin langsung memeluk jihoon.

"aku merindukanmu.. rasanya seakan kita sudah lama tidak bertemu" kuanlin memeluk jihoon erat. Menyesap wangi jihoon yang sangat ia sukai. Jihoon membalas pelukan kuanlin.

Untuk beberapa saat mereka hanya berpelukan, kuanlin melepas pelukannya. Ia menatap jihoon. Kekasihnya yang cantik dan manis yang sangat ia cintai. Kuanlin mendekatkan wajahnya. Jihoon yang melihat kuanlin memajukan wajahnya perlahan mulai menutup matanya menanti bibir kuanlin.

Ciuman kuanlin yang sangat lembut, jihoon menikmatinya. Ia suka perlakuan kuanlin yang sangat lembut padanya. Berbeda dengan ciuman woojin yang terkesan terburu-buru. Apa? Kenapa aku malah mengingat ciuman woojin?

Jihoon membuka matanya dan langsung mendorong tubuh kuanlin. Ia menutupi mulutnya. Ia tiba-tiba merasa mual. Kuanlin terlihat kebingungan.

Jihoon yang tidak tahan karna merasakan mual yang luar biasa di perutnya segera berlari ke kamar mandi yang ada di ruangan kuanlin.

"hueekkk.. huekk.." kuanlin yang mendengar jihoon muntah langsung bangkit dari duduknya dan pergi menyusul jihoon, ia merasa khawatir.

"huekk..hueekkk.." jihoon mulai merasa pusing. Kepalanya terasa sangat berat.

"jihoon-ah!" tepat kuanlin masuk ke kamar mandi, jihoon limbung. Untunglah kuanlin cepat menangkapnya. Kuanlin segera berlari keluar membawa jihoon, ia benar-benar khawatir. Ia tidak perduli dengan pandangan bingung dan bertanya-tanya dari karyawan-karyawan yang melihatnya berlari tergesa-gesa menggendong jihoon.

.

.

.

.

Kuanlin mondar-mondir gelisah di depan kamar rawat jihoon, menanti hasil pemeriksaan dokter yang sedang memeriksa jihoon sekarang.

"kenapa lama sekali?"

"jihoon-ah.. kau kenapa?" kuanlin meremas-remas jarinya.

.

.

.

.

.

.

.

.

"jihoon-ah!"

"eung? Kemana dia?" woojin melihat-lihat sekitar ruangan mencari keberadaan jihoon.

"sejak kapan dia tidak ada di ruangannya?" woojin berjalan keluar. Ia melihat beberapa karyawan yang sedang berkumpul entah membicarakan apa.

Apa yang terjadi pada kekasihnya itu? CEO sampai berlari tergesa-gesa seperti itu.

Woojin yang berjalan berniat untuk mencari jihoon, mendengar sayup-sayup pembicaraan beberapa karyawan. Ia pun mendekati kumpulan beberapa karyawan itu.

"kekasih siapa?" tanya woojin berdiri di belakang salah satu karyawan. Karyawan yang tadi berbincang terkejut segera menunduk dan menjadi salah tingkah. Woojin adalah atasan mereka, tentu saja mereka menjadi gugup kalau-kalau sampai salah bicara. Woojin menatap satu persatu wajah karyawan menanti jawaban mereka.

Dengan gugup salah satu karyawan menjawab "kekasih CEO kuanlin"

Jihoon?

"ada apa dengannya?" woojin mendesak karyawan tersebut. Ia menjadi khawatir.

"ka..kami juga tidak tau.. ta..tpi yang pasti kekasihnya itu pingsan dan CEO membawanya tergesa-gesa"

"MWO? Pingsan?" woojin seketika menjadi panik. Ia segera berlari menuju mobilnya sambil mengeluarkan handphone dari kantong celananya. Ia mencoba menelpon kuanlin untuk menanyakan keberadaannya. Namun nihil, kuanlin tidak menjawab panggilan teleponnya. Tidak pikir panjang, woojin segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit umum Seoul.

.

.

.

.

.

.

.

.

Dokter keluar dari ruangan jihoon. Kuanlin segera menghampirinya. Terlihat sekali raut wajah kekhawatirannya.

"apa anda suaminya?" kuanlin meangguk saja. Bukankah sebentar lagi jihoon akan menjadi istrinya.

"mari ikut saya ke ruangan saya"

.

.

.

.

Kuanlin mengepalkan kedua tangannya. Wajahnya mengeras.

"sekali lagi saya ucapkan selamat tuan Lai" kuanlin berdiri dari duduknya dan pamit pergi meninggalkan ruangan dokter.

Kuanlin berjalan gontai menuju ruangan jihoon yang saat ini masih belum sadar. Kedua tangannya mengepal kuat. Tiba di depan pintu kamar inap jihoon, kuanlin tidak segera masuk.

"kuanlin-ah!" kuanlin menoleh. Wajahnya semakin mengeras melihat sosok yang saat ini berlari menghampirinya.

"apa yang terjadi pada jihoon?" kuanlin hanya menatap dengan tajam sosok yang saat ini berdiri di hadapannya. Napasnya memburu.

Bugh

"ya!" woojin– pria yang saat ini jatuh tersungkur akibat pukulan keras diwajahnya hanya bisa meringis merasakan perih dipipinya.

"kau kan?" mata kuanlin memerah. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana?

Woojin bingung. Namun melihat tatapan kuanlin yang saat ini sangat marah padanya. Hanya satu yang dapat ia simpulkan. Woojin bangkit berdiri sambil menyeka bibirnya yang sempat berdarah karna pukulan kuanlin tadi.

"jadi jihoon.."

"bagaimana kalian bisa? Apa yang tidak ku ketahui selama ini?"

"kau marahlah pada ku.. Jihoon tidak tau apa-apa" kuanlin menatap woojin dengan matanya yang memerah.

"aku.."

"aku menginginkan jihoon menjadi milik ku"

Bugh

Lagi, kuanlin memukul woojin. Namun kali ini woojin tidak terjatuh tersungkur. Kuanlin benar-benar tidak mengerti kenapa? Ia pikir selama ini woojin mendukungnya. Dan ia juga menganggap woojin seperti hyung nya sendiri.

"aku mencintainya jauh sebelum kau mencintainya"

"kau.." dadanya terasa sesak. Kuanlin tidak menyangka sama sekali, bahkan tidak pernah terbayang di benaknya akan terjadi hal seperti ini. Woojin berniat masuk ke dalam kamar inap jihoon.

"PARK WOOJIN!"

"aku belum selesai berbicara" kuanlin tidak perduli ia saat ini berteriak di rumah sakit. Ia menghampiri woojin yang berdiri di depan pintu dan menarik bajunya.

"bagaimana bisa kau?" tanya kuanlin geram.

"aku merencakannya.."

"mwo?"

"membuat jihoon mengandung anak ku agar kau melepaskannya" kuanlin menatap tajam woojin. Mata woojin yang menunjukkan kejujuran dari ucapannya.

Cukup lama terdiam, kuanlin melepaskan genggaman tangannya pada baju woojin. Kuanlin mendecih dan kemudian tersenyum.

"kau pikir.. dengan melakukan hal itu aku akan melepaskan jihoon?" kali ini giliran woojin yang menatap tajam kuanlin.

"aku bisa saja menyuruh jihoon untuk menggugurkan kandungannya.."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hohoho ottoke readerdeul~~?

Tau ga sih kalian *ya ga tau lah #plakk*

Aku kan bikin chapter ini sambil dengerin lagu-lagu Wanna One.. dan denger suara ujin tuh senyum-senyum gaje akunya.. karna apa? karna bawaaannya pengen buat ujin mesum2an ama jiun mulu wkwkwkwk abis cocok sih muka ujin tuh wkwkwkwk

Di tunggu review nya ^^