Uchiha Sasuke dan Uzumaki Naruto.

Pasangan abstrak yang dipertemukan oleh takdir lewat sebuah pendidikan bela diri untuk polisi-polisi muda yang baru saja diterima.

.

.

.

.

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rating : T+

Genre : Romance and Humor ( Garing )

Pair : NARUSASU! NARUSASUUU!

Warning : Sedikit ooc, typo(s), boyslove, au.

Happy Reading!

.

.

.

CHAPTER 1 : Guru Muda vs Murid Tua.

.

.

"Baik! Hari ini adalah hari pertama kalian mengikuti pendidikan kepolisian setelah berhasil melewati berbagai macam tes. Saya ucapkan selamat untuk kalian semua!"

Tepuk tangan tiga kali cukup menggambarkan kegembiraan para polisi-polisi muda ini, walaupun harus menempuh pendidikan selama 6 bulan di camp kepolisian ini.

"Untuk kalian, hari pertama ini akan di isi dengan pelatihan bela diri yang dasar terlebih dahulu. Yang sudah pernah menekuni bela diri apapun silahkan baris di sebelah kanan saya!" seru Asuma selaku pelatih kelas beladiri.

Beberapa polisi yang dimaksud pun segera membariskan diri di sebelah kanan Asuma. Sedangkan yang sedari tadi diam di tempat pun hanya diam seraya memandang ke depan, walaupun dalam hati sedikit merasa malu.

"Buat yang belum pernah mengikuti beladiri tidak perlu berkecil hati, untuk inilah kelas beladiri diadakan dalam pendidikan. Beladiri sangat penting bagi kalian yang akan terjun di masyarakat dan melindungi masyarakat, tentunya juga untuk melindungi diri kalian sendiri," Asuma berdiri diantara kedua baris, "Sebelum kelas dimulai, biarkan saya memperkenalkan diri.."

"Nama saya Sarutobi Asuma, pangkat komisaris besar polisi dan dalam pendidikan ini sayalah yang akan melatih beladiri untuk kalian semua.." ujarnya tegas tetapi dengan nada santai, "Saya dibantu asisten saya yang akan melatih kalian semua hingga lulus nanti.."

Para polisi muda itu pun melihat lima orang yang berdiri tegap di hadapan mereka.

Orang yang paling kanan pun mulai memperkenalkan diri, "Nama saya Hagane Kotetsu, pangkat inspektur polisi satu."

"Nama saya Kamizuki Izumo, pangkat inspektur polisi satu."

"Nama saya Ebisu, pangkat ajun komisaris polisi. Saya juga mengajarkan pendidikan kewarganegaraan kepada kalian di lain kelas."

"Nama saya Namiashi Raido, inspektur polisi satu."

…dan terakhir, seorang pemuda yang nampak lebih muda dari seluruh lelaki di sini yang memang sedari tadi menarik perhatian para polisi muda ini, yang sedari tadi di pandang pun bersikap cuek lalu memperkenalkan dirinya,

"Uchiha Sasuke, pelajar SMA."

Ucapan pemuda itu sontak membuat para polisi muda ini memandangnya tidak percaya.

'Bagaimana mungkin pelajar SMA melatih kami yang kebanyakan lulusan sarjana ini? Mau ditaruh dimana muka kamiii?' batin mereka semua.

"Ehem! Kalian pasti bertanya-tanya kenapa seorang pelajar SMA bisa-bisanya melatih kalian yang seorang polisi. Sasuke-san sudah menjadi asisten pelatih sejak dua tahun yang lalu…" Asuma memandang serius para anak didiknya ini seraya berjalan pelan, "Saya tekankan sekali lagi, kami tidak mungkin mengirimkan pelatih yang tidak kompeten untuk melatih kalian, jadi jangan sedikit pun meremahkannya. Jangan meremehkan sesuatu apapun yang terjadi, mengerti?!"

"Siap! Mengerti!"

Asuma menganggukkan kepalanya puas lalu setelah itu ia ganti menginstruksikan para anak didiknya untuk memperkenalkan diri.

Hari pertama ini mereka hanya diajarkan ajaran-ajaran dasar dalam beladiri, Asuma pun mencontohkannya dari depan sedangkan asisten-asistennya berkeliling dan membetulkan gerakan yang salah atau kurang tepat.

Senpai mereka yang bernama Kotetsu dan Izumo memberitahu kesalahan mereka dengan tegas namun santai, berbeda dengan ketiga orang lainnya yang sedikit membentak mereka.

Sasuke yang para polisi muda itu kira bersikap lebih lembut karena yang termuda ternyata bersikap sebaliknya.

"Kalian lebih tua dari saya kan? Gerakan mudah seperti ini saja masih ada yang salah! Mana pandangan meremehkan kalian tadi?! Dimana?!" bentaknya keras.

Para pelatih lainnya pun seakan menutup telinga dan melakukan pekerjaan mereka masing-masing. Lagi pula mereka ini bukanlan siswa sekolah yang sedang melaksanakan MOS + dibentak oleh senior mereka + nangis-nangis di rumah. Mereka adalah prajurit kepolisian yang mentalnya memang harus selalu diuji.

"Sama sekali tidak keren…" gumam Naruto seraya memandang dirinya sendiri dari balik cermin.

Saat ini ia bersama teman-temannya tengah beristirahat disebuah barak yang akan mereka huni selama 6 bulan. Barak yang ia tempati ini sangat berbeda jauh dari kamarnya sendiri.

Lemari hanya disediakan satu untuk dua orang, kecil pula. Kasurnya juga tidak empuk seperti kasur di rumahnya.

…dan juga… Rambut kerennya yang sudah ia jaga sejak kuliah itu harus terkikis habis tanpa tersisa.

"Sama sekali tidak keren!" serunya.

"Sudahlah, nanti beberapa bulan lagi juga bakalan tumbuh lagi. Kau ini lebay amat.." ejek Kiba yang tempat tidurnya berdekatan dengannya.

Naruto memincingkan matanya, "Tetap saja nggak keren. Itulah kenapa aku tidak mau menjadi polisi!"

"Terus, kenapa kau mendaftar? Kau menyakiti hati semua orang yang ingin menjadi polisi tahu!" balas Kiba tidak mengerti.

"Ceritanya panjang, pokoknya aku ingin segera menyelesaikan pendidikan ini dan bekerja hingga aku mati nanti,"

"Nggak berniat cari jodoh? Siapa tahu ada polwan cantik yang kepincut sama kita hehehe.."

"Kepincut apanya?" Naruto menunjuk kepalanya sendiri, "Kepala botak ini akan menghalangiku mencari jodoh di sini tahu!"

Waktu berlalu dengan cepat dan tidak terasa sudah 2 bulan mereka melalui pendidikan ini dengan susah payah. Dalam kelas beladiri, para polisi muda ini telah ditempa sedemikian rupa oleh pelatih-pelatih mereka, yang masih terlihat kurang bisa pun diberi 'pelatihan menyenangkan' oleh Sasuke dan Ebisu yang sama-sama galaknya.

"Dua bulan ini kamu ngapain saja?! Teknik ini sudah diajarkan awal-awal pembelajaran!" teriak Sasuke kepada Kiba yang kebetulan saja terlihat masih kesusahan dengan gerakan yang ia lakukan sendiri.

"Yang sudah bisa temennya dibantu!"

Sasuke dan pelatih lainnya pun berkeliling lagi untuk memeriksa gerakan-gerakan yang salah. Jika dalam pembelajaran ini Sasuke memang diberi kuasa untuk 'memberi pelajaran' kepada polisi-polisi muda ini karena dalam beladiri ini dia lebih senior dari pada polisi-polisi muda khususnya untuk yang sama sekali belum pernah melakukan olahraga beladiri.

"Sampai saat ini, bocah yang namanya Sasuke itu belum juga menunjukan ilmu beladirinya, yang bisa dia lakukan hanyalah membentak saja. Khas remaja labil.." keluh Kiba dengan perasaan kesal.

"Sudah, jangan dibicarain, kalau dengar kau bisa dimarahi lagi," ujar Naruto sambil terkikik. Melihat Kiba yang disemprot oleh guru muda itu membuatnya menahan diri untuk tidak tertawa.

Walaupun ia tidak memiliki dasar beladiri sama sekali tetapi untungnya dalam 2 bulan ini ia sudah menguasai beberapa gerakan dan teknik yang telah pelatih ajarkan.

Saat ini mereka diberi istirahat 15 menit sebelum melanjutkan pelatihan kembali, para murid pendidikan ini pun berusaha untuk tetap bugar walau capek telah menyerang mereka.

"Benar-benar masa muda! Jika kalian belum tahu, Sasuke-san sudah sering menjuarai perlombaan karate sejak kecil loh~ Aku sering melihatnya saat perlombaan," ujar Lee dengan semangat membara, dia adalah salah satu polisi muda yang telah menguasai beladiri dan terhindar dari semprotan para pelatih galak.

"Lagian dia adalah anak dari Uchiha Fugaku dan adik dari Uchiha Itachi, kedua orang penting kepolisian Konoha, sudah pasti dia dididik keras oleh mereka. Karena itu aku sama sekali tidak meremehkannya.." ujar Naruto seraya berdiri karena waktu istirahat telah usai.

Mereka pun lekas berbaris dengan rapi juga cepat karena terlambat sedetik saja, maka mereka harus menggantinya dengan 100 kali push up, berlaku kelipatannya.

"Dua puluh menit terakhir ini akan digunakan untuk melatih teknik kalian dalam melawan. Kalian akan melawan pelatih-pelatih kalian selain saya sesuai urutan barisan, dimulai dari sebelah kanan!"

Kelima asisten pelatih itu berjejer sama seperti awal perkenalan mereka terdahulu, yang mendapat pelatih baik hati pun bersorak senang, sedangkan yang mendapat pelatih galak teruma sang Uchiha muda, menangis dalam hati.

Naruto adalah salah satu orang yang akan melawan Sasuke dalam latihan ini, bukannya menangis dalam hati ia malah semakin tertantang untuk melawan pemegang sabuk hitam itu.

"Dengarkan intruksi dari saya…" ujar Asuma setelah melihat mereka yang sudah bersiap-siap, "Lawan pelatih kalian itu… Bersama-sama! Lakukan sekarang!"

Para polisi muda yang melawan senior mereka pun langsung saja melancarkan teknik yang sudah mereka pelajari sedangkan para polisi muda yang melawan Sasuke pun diam tidak bergerak sama sekali.

Melihat sikap diam mereka membuat Sasuke mengerutkan dahinya, "Ada apa? Kalian tidak mau menyerangku?"

"Errr…" salah satu dari polisi muda itu angkat bicara, "Sepertinya kami sama-sama tidak tega jika harus mengahajar Sasuke-san bersama-sama apalagi ada yang diantara kami telah terlatih beladiri. Bagaimana jika kami menyerang satu-satu saja?"

"Hah?" Sasuke memandang mereka tidak percaya, "Memangnya siapa yang memerintah kalian saat ini? Asuma-sensei kan?! Kenapa kalian membangkang?! Belum apa-apa saja kalian sudah membantah perintah atasan kalian, bagaimana nantinya jika kalian dilantik?! Apa perlu aku katakan kepada Asuma-sensei untuk tidak meluluskan kalian semua saja!" bentaknya. Ia berdecak kesal karena lagi-lagi harus diremehkan seperti ini.

"Kami juga punya hati untuk tidak melawan orang yang jauh lebih muda dari kita walaupun kami sangat kesal kepada anda!"

Percekcokan dalam lingkaran Sasuke diketahui oleh Asuma tetapi pria berjenggot itu memilih untuk diam dan melihat langkah apa yang akan Sasuke dan para polisi muda itu ambil untuk masalah ini.

Sasuke menghela nafasnya lalu mulai berbicara, "Apa yang akan kalian lakukan jika kalian harus menangkap seorang teroris kelas kakap yang jauh lebih muda dari kalian? Apa kalian harus bersikap seperti ini? Jangan banyak bicara dan lawan aku!"

Para polisi muda itu masih diam ditempat. Sasuke berdecih kesal, sangat kesal sekali.

"Sudahlah, lakukan apapun yang ingin kalian lakukan, aku akan menerima serangan kalian!" teriaknya penuh amarah.

Membuat Sasuke marah adalah sebuah kesalahan, para polisi muda yang memilih untuk tidak mengeroyok itu terbanting berkali-kali oleh pemuda yang lebih muda dari mereka.

Disaat regu yang lain telah menyelesaikan latihan, mereka pun harus dibuat ngeri oleh kekuatan Sasuke yang berkali-kali lipat lebih mengerikan dari biasanya.

Sedangkan Asuma dan pelatih lainnya pun hanya menggeleng-gelengkan kepala, sudah tahu jika hal ini akan kembali terulang. Dimana para polisi muda yang terlalu meremehkan Sasuke dan berakhir encok sepanjang hari.

Pertandingan latihan pun selesai dan berakhir tidak ada satu pun polisi yang berhasil mengalahkan Sasuke. Termasuk Naruto yang tetap saja mengagumi Sasuke yang begitu kuatnya.

Saat ini Naruto berada di kelas lain, badannya masih terasa sakit tetapi tidak ada toleransi untuk polisi muda seperti dia. Dari pada bosan mendengar pembelajaran ini, ia pun memilih untuk memandang luar lewat jendela kecil.

'Tinggal beberapa bulan lagi dan semuanya akan selesai, aku benar-benar ingin segera pulang!' batinnya sedikit merengek. Walaupun ia sedikit bersemangat saat pembelajaran beladiri – Apalagi jika sudah melihat melihat wajah pelatih muda dan suara super galaknya itu – tetapi tetap saja ia merasa suntuk dalam pendidikan ini.

Sebenarnya Naruto sama sekali tidak memiliki cita-cita untuk menjadi polisi, cita-cita semacam itu bahkan jauh dari harapannya. Ia ingin menjadi seorang musisi terkenal, karena itulah ia selalu tampil keren dimanapun ia berada.

Ia di dukung penuh oleh kedua orang tuanya tetapi syaratnya ia harus tetap kuliah. Naruto menyanggupinya dan memilih untuk kuliah sambil manggung bersama teman-temannya.

Akan tetapi, semuanya berubah saat kakek yang sangat dekat dengan dirinya itu jatuh sakit, sakit yang lebih parah dari sebelum-sebelumnya. Di tengah kondisi kritisnya sang kakek berkata jika sebenarnya tidak setuju dengan keinginan Naruto yang ingin menjadi musisi, sejak dulu sang kakek memang ingin sekali Naruto menjadi seorang polisi. Cita-cita sang kakek kandas karena selalu gagal saat ingin memasukinya.

Kedua orang tuanya pun berpikir jika itu keinginan terakhir sang kakek, kondisi kakeknya itu sangat buruk dan dokter menyarakankan kepada keluarga untuk mengikhlaskan kepergian sang kakek.

Saat itu Naruto dihadapkan kepada dua pilihan yang membingungkannya. Ia tidak bisa melepas cita-citanya sebagai seorang musisi tetapi ia juga tidak ingin mengecewakan kakek yang sangat ia sayangi itu.

Karena itulah, untuk menyenangkan hati kakeknya, Naruto pun mendaftar ke sebuah sekolah kepolisian beberapa bulan setelah kelulusannya sebagai sarjana. Ia menceritakannya dengan senang hati tes-tes yang harus ia lalui kepada kakeknya yang hanya bisa tersenyum seraya menyemangainya.

"Lalui tes-tes itu dengan sabar dan semangat ya! Kakek yakin kau bisa menjadi seorang polisi hebat yang menyelamatkan banyak orang. Tidak seperti kakekmu ini yang bahkan tidak bisa melindungi nenekmu.."

Mendengar hal itu membuat hati Naruto semakin sedih. Ia benar-benar tidak ingin menjadi polisi seperti yang diinginkan kakeknya, ia hanya terlihat semangat saja untuk menyenangkan hati sang kakek.

Ia pun menjalani tes demi tes semampu yang ia bisa untuk menjadi seorang polisi. Ia selalu berharap jika ia gagal saja di salah satu tes dan meminta maaf kepada sang kakek karena telah mengecewakannya.

Akan tetapi, takdir berkata lain, kondisi sang kakek semakin parah saat pengumuman tes terakhir akan diumumkan di hari yang sama. Naruto sama sekali tidak memikirnya dan berfokus kepada sang kakek.

"Bagaimana hasinya? Bukankah hari ini pengumumannya? Kakek harap kau lolos yaa.."

Atas desakan dari ayahnya, ia pun segera mengecek pada website pengumuman. Saat ini ia benar-benar kebingungan karena harus memberikan sebuah berita di saat kondisi sang kakek yang parah ini. Bagaimana jika ia gagal? Ia bisa saja merasa senang, tetapi bagaimana dengan kakeknya? Bagaimana jika kondisinya semakin parah?

Ia pun mencari namanya dari 200 orang yang diterima dan matanya terbelalak mengetahui kenyataan yang akan mengubah kehidupannya ini.

"Aku…. Diterima?"

Ucapan Naruto sontak membuat sang kakek tersenyum bahagia seraya menitikkan air mata.

"Kakek ikut senang Naruto, dengan begini kakek bisa menceritakannya kepada nenekmu betapa hebatnya cucu kita ini, terima kasih ya Naruto…"

"…Jadilah polisi yang hebat dan lindung semua orang dengan kemampuanmu itu ya.."

Ucapan itu adalah ucapan terakhir sang kakek sebelum ajal menjemputnya dengan tenang.

Sejak saat itu, Naruto memilih untuk meninggalkan dunia hiburan dan memilih untuk mengikuti pendidikan polisi setelah dirinya dinyatakan lolos. Semua demi keinginan terakhir sang kakek kepada dirinya.

Awal-awalnya sih ia merasa enggan mengikuti pendidikan ini, semua hal yang ia kerjakan selalu diberi waktu, semuanya harus tepat waktu, semuanya harus menjadi pribadi yang disiplin.

Akan tetapi, lama-lama pun ia merasa enjoy dan mengikuti arus yang ada.

Enak-enaknya melamun, tanpa sadar manik birunya melihat sosok pelatih muda yang baru saja membantingnya habis-habisan itu. Uchiha Sasuke yang ia lihat saat ini tidak mengenakan pakaian putih – yang tidak ia ketahui namanya itu – tetapi memakai pakaian sma dengan sweater biru. Ia terlihat berbicara dengan Asuma dan pelatih beladiri lainnya, entah apa yang merek bicarakan, tetapi yang pasti Naruto berani jamin jika baru kali ini ia melihat raut wajah pelatih muda yang lebih segar dari pada saat ia melatih para polisi muda.

Ia melihat Sasuke membungkukan badannya lalu berbalik menjauhi yang lain, sepertinya beranjak pulang dari camp kepolisian ini. Ia pun berhenti saat seorang laki-laki yang sepertinya senpai yang satu tahun lebih tua darinya itu memanggil sang Uchiha.

Senpainya itu menyapa sang Uchiha dengan ramah, juga memakai salam hormat yang langsung dipukul pelan oleh Sasuke. Pemuda Uchiha itu menggelengkan kepalanya dan mereka terlibat percakapan.

Entah apa lagi yang mereka bicarakan tetapi sesekali ia melihat Sasuke tersenyum tipis seraya menggelengkan kepalanya lagi. Raut wajahnya seperti raut wajah anak sma pada umumnya dan entah kenapa Naruto iri kepada senpainya yang bisa melihat sisi lain dari pelatih muda nan galak itu.

Angin kencang yang mendadak menerpa di luar sana membuat sang senpai dan Sasuke menutup mata seraya menghalau rambut mereka yang menampar wajah angin. Mereka kembali berbicara sebentar lalu senpainya itu memutuskan untuk pergi. Meninggalkan Sasuke yang menghela napas seraya merapikan rambutnya kembali, setelah itu ia pun kembali melanjutkan langkahnya hingga pandangan Naruto lepas dari sosok sang Uchiha

'Cantiknya…' batinnya tanpa sadar.

"Oi Naruto! Lihat apaan sih? Kalau ketahuan kau bisa dihukum lari loh!" bisik Kiba yang melihat Naruto melongo seraya memandang keluar jendela.

"Bidadari.." ujarnya sambil tersenyum-senyum sendiri.

Kiba yang tidak mengerti pun hanya mengendikkan bahunya dan kembali mencoba fokus dalam pembelajaran.

Semenjak saat itu, Kiba pun sering melihat Naruto selalu mendekati Sasuke walau pelatih galak itu menggalakinya lebih sering.

'Dasar maso!' batinnya setelah mengerti tingkah Naruto akhir-akhir ini.

"Sepertinya aku memang beneran jatuh cinta…" gumam Naruto seraya memandang langit-langit kamarnya ini.

Tidak terasa satu bulan lagi ia akan melepas masa-masa pendidikan di camp kepolisian ini, suka duka telah ia lewati bersama dengan kawan-kawan seperjuangannya. Semua materi sudah melekat dengan erat di otak mereka hingga mereka sendiri telah terbiasa dengan itu.

Saat ini yang harus mereka lakukan hanyalah mempersiapkan diri untuk ujian akhir dan pelantikan di akhir pendidikan.

"Ayo cepetan ke lapangan latihan, kau mau seluruh kompi push up karena keterlambatanmu ini!" seru Kiba dari luar kamar.

Naruto menganggukkan kepalanya mantap lalu berlari menyusul kawan-kawannya. Mereka berbaris dengan cepat lalu berjalan bersama-sama menuju lapangan latihan.

Rambut gundul Naruto pun perlahan mulai tumbuh, bahkan Naruto merasa lebih keren dan dewasa dengan rambut pendek nan rapi ini.

"Hari ini adalah hari terakhir kalian mengikuti pembelajaran beladiri, setelah pendidikan ini kalian juga masih harus mengikuti beladiri setiap sore pada hari yang belum ditentukan bersama senpai-senpai kalian. Kami telah mengajari kalian gerakan kesenian beladiri kan? Itulah yang akan kalian tampilkan saat pelantikan nanti… Ya kalau kalian berhasil dilantik," ujar Asuma seraya tersenyum puas.

"Untuk itu, jika saya dan asisten saya ada kesalahan kepada kalian, mohon dimaafkan sebesar-besarnya. Baiklah, untuk latihan terakhir ini saya ingin melihat gerakan beladiri yang akan kalian pertunjukan nantinya…"

Setelah itu mereka pun diberi waktu santai untuk berbincang atau menanyakan sesuatu dengan pelatih-pelatih yang sudah lebih lunak dari pada sebelumnya. Bahkan Ebisu yang juga galak itu pun menyampaikan jika ia tidak berniat untuk memarahi para polisi muda karena dia sendiri juga butuh banyak belajar.

Sudah bisa ditebak, Naruto pun segera duduk mendekati Sasuke yang sedang meminum air mineral yang cukup jauh dari kumpulan. Sedikit orang yang ingin mendekati Sasuke karena wajahnya yang masih jutek, takutnya senggol sedikit malah dibacok.

"Sasuke-san…" panggilnya dengan nada yang dicentil-centilkan. Sasuke mengerutkan dahinya lalu memandang seseorang yang akhir-akhir ini memang selalu mendekatinya itu.

"Apa?" tanyanya dingin. Setiap berbicara dengan Naruto terkadang membuat Sasuke menahan diri untuk tidak mencak-mencak karena kesal.

"Kayaknya pabrik gula di seluruh Jepang bakalan bangkrut deh.." ujarnya memulai percakapan. Percakapan yang sama sekali tidak nyambung dari persoalan beladiri.

"Dapat kabar dari mana? Hoak mungkin," Sasuke sendiri pun tidak percaya dengan yang dikatakan Naruto. Ia tidak pernah membaca berita yang seperti itu.

Naruto memandangnya tak percaya, "Serius? Kau tidak tahu? Kan manisnya semua ada di wajahmu! Kau yang membuat mereka bangkrut!"

Sasuke memandang Naruto cengo, mau sampai kapan laki-laki ini terus menggombalinya?

"Apa sih maksudmu?" Sasuke mengerutkan dahinya tak mengerti.

"Wajahmu itu pucat, seperti hantu saja.." tiba-tiba Naruto mengalihkan pembicaraan, membuat Sasuke semakin tidak mengerti dan memilih untuk diam saja.

"Seandainya kau jadi hantu. Aku rela nggak dibayar buat ikutan uji nyali, asalkan aku bisa ketemu denganmu selalu…"

"Akunya yang nggak mau ketemu sama manusia tolol sepertimu!" balas Sasuke malas seraya beranjak dari tempatnya duduk ini.

Naruto masih tetap semangat untuk ngegombal, mumpung ada kesempatan seperti ini jangan sampai ia sia-siakan begitu saja kan?

"Bapak kamu pengrajin springbed yah? Kayaknya iya deh, nggak tahu kenapa pokoknya aku begitu nyaman bila dekat dengan-"

Sebuah botol minuman yang masih ada isinya itu menghantam keras dahi Naruto.

"Goblok! Belum apa-apa kau sudah melupakan pimpinamu sendiri! Mati saja sana!"

Melihat Sasuke yang semakin berjalan menjauhinya membuat Naruto nekat mengatakannya tanpa ia pikir-pikir lagi,

"Kamu tahu nggak kalau cinta aku ke kamu itu macam utang? Mulanya memang kecil, didiamkan lama-lamah malah menjadi semakin besar!"

Para polisi muda – pengecualian untuk Kiba dan Lee – yang masih mengobrol itu sama sekali tidak mengetahui jika salah satu temannya itu baru saja menyatakan cinta kepada sang pelatih muda.

Naruto memandang serius kepada Sasuke yang kini menatapnya tak percaya.

"Apa? Gombalan apalagi ini?" tanyanya kemudian.

"Yang terakhir itu bukan gurauan, aku memang menyukaimu, karena itulah aku selalu mendekatimu. Kau tahu betapa susahnya aku untuk pdkt denganmu kan? Tetapi percayalah jika aku mencintaimu. Aku ingin kau menjadi kekasihku.." ujar Naruto tenang. Dalam hati ia bersorak karena pada akhirnya ia berhasil mengungkapkan isi hatinya semenjak jatuh cinta pada pandangan ke 2 bulan kepada sang Uchiha.

Sasuke menghela napasnya lalu melipat kedua tangannya di depan dada, "Aku tidak akan menolakmu, aku akan mempertimbangkannya jika kau menuruti apa yang aku inginkan saat ini," ujarnya dengan nada superior.

"Apa yang kau inginkan?" Naruto tidak tahu jika Sasuke adalah tipe pemuda yang matre. Ia harus siap-siap kehilangan tabungannya untuk ini.

"Lulus dengan salah satu predikat terbaik dan mintalah tanda tangan Uchiha Fugaku dan Uchiha Itachi di balik Uwagimu. Setelah kau berhasil melalui itu semua, datanglah kepadaku di dojo sekolahku, SMA Hi Konoha. Itu syarat yang aku ajukan.."

Sebenarnya sih Sasuke memang sengaja memberikan syarat yang sulit kepada para polisi muda yang menyatakan cinta kepadanya setelah pembelajaran selesai. Alasannya agar mereka menyerah saja dan mencari pasangan yang lain. Bagi Sasuke itu adalah cara penolakannya yang paling tak terlihat menurutnya.

"Baiklah! Aku akan melakukannya!" Seru Naruto semangat.

"Kau yakin? Tidak mungkin kan kedua orang penting itu memberikan tanda tangannya untuk hal remeh seperti ini?" Sasuke berusaha untuk mematahkan semangat Naruto.

"Hal remeh katamu?" Naruto berjalan mendekati Sasuke lalu mengacak rambut hitam itu kencang, Sasuke tampak jauh lebih pendek saat mereka berdekatan seperti ini, "Kalau itu keinginanmu, tentu saja akan aku lakukan dengan senang hati, bagus juga sih… Sekalian minta restu buat ngelamar kamu hehehehe…"

What?

Sasuke pun memandang Naruto yang mulai meninggalkannya untuk bergabung dengan kawan-kawannya yang lain. Wajahnya menampilkan raut tak percaya. Biasanya saja para polisi ( Baik polisi muda atau pun yang senior sekalipun ) langsung mundur saat ia memberi syarat itu, apalagi harus meminta tanda tangan kepada kedua orang killer di kepolisian Konoha ini.

Apa yang orang itu pikirkan? Batinnya masih tak percaya.

Latihan pun berakhir dan disambut dengan tepuk tangan yang meriah setelah Asuma menyampaikan ucapan perpisahan dalam kelas ini. Para polisi muda dan pelatih pun saling bersalaman akrab.

Polisi muda yang terdepan pun merasa canggung saat ingin bersalaman dengan Sasuke, wajah pemuda itu masih terlihat gahar seperti menahan diri untuk tidak membentak.

Tangan kasar polisi itu ditarik cepat oleh tangan Sasuke yang lebih kecil, digenggamnya erat tangan polisi itu seraya menampakkan wajah ramah, "Semoga sukses ya…" ujarnya kemudian. Sebenarnya ini hanyalah perintah Asuma untuk bersikap lebih hangat kepada para polisi muda, kalau tidak diperintah mana mungkin Sasuke mau-maunya tersenyum tipis seperti ini.

Tetapi tidak apa-apa sih, Sasuke juga tidak ingin polisi ini mengira jika ia masih saja marah.

Melihat wajah Sasuke yang tampak lebih 'indah' dari sebelumnya membuat iman para polisi muda itu jebol dan membalasnya tak kalah ramah. Dalam hati mereka sama-sama berencana untuk langsung saja melamar pemuda yang cukup manis ini.

"Sepertinya aku bakalan punya banyak saingan nih~" wajah ramah Sasuke mendadak manyun saat melihat Naruto yang berdiri di hadapannya, tengah mengulurkan tangannya.

Sasuke menerima jabatan tangan itu dan segera melepasnya, ia menampakkan wajah mengusir, menyuruh Naruto untuk segera pergi dan membiarkan ia berjabat tangan dengan para polisi muda lainnya.

"Tunggu saja Sasuke! Aku akan membuatmu menjadi kekasih abadiku! Ingat itu!" serunya keras diikuti oleh sorakan para polisi muda lainnya.

Para pelatih-pelatih pun hanya terkikik sedangkan Sasuke hanya mendengus sebal.

)*()*()*()*()*()*()*()*()*()*()*()*(

Hari pelantikan pun akhirnya tiba.

Naruto telah bersiap-siap dengan seragam kepolisiannya seraya menyisir rambutnya agar terlihat rapi. Setelah melihat kerapiannya sendiri, ia pun memakai topi kepolisiannya lalu beranjak dari barak yang sudah menjadi tempat tidurnya selama 6 bulan ini.

Ia bersama kawan-kawannya yang lain berbaris dengan rapi di tengah lapangan yang luas lalu bersikap istirahat di tempat. Beberapa menit kemudian serangkaian acara pelantikan pun dimulai dengan khidmat.

Orang tuanya pun juga turut hadir pada pelantikan hari ini, walaupun polisi bukanlah cita-citanya tetapi ia tetap bangga bisa menunjukkan hasil kerja kerasnya selama 6 bulan ini kepada mereka. Mungkin menjadi lebih bangga jika kakeknya yang menginginkan ini semua bisa melihatnya dilantik seperti ini.

Ia yakin akan lulus, ia bersama kawan-kawannya telah belajar bersama untuk kelulusan ini. Akan tetapi, ia sedikit tidak yakin mendapatkan salah satu gelar 'Terbaik' seperti yang Sasuke inginkan.

Bagaimana jika ia gagal? Impiannya untuk menjadikan Sasuke sebagai kekasihnya akan sirna juga kah? Sepertinya Sasuke memang orang yang serius dengan semua perkataannya.

"..dan penghargaan untuk nilai kelulusan terbaik jatuh kepada Ipda Uzumaki Naruto, untuk nama yang dipanggil silahkan maju ke depan panggung untuk pemasangan lencana."

Saat ini Naruto benar-benar ingin berteriak sekencang-kencangnya.

Setelah prosesi pelantikan selesai, para polisi muda berpangkat inspektur polisi dua itu segera menghamburkan diri ke dalam pelukan orang tua yang telah menyambut mereka di pinggir lapangan.

"Kamu hebat Naruto! Kami semua sangat bangga kepadamu!" teriak Kushina kesenangan seraya memeluk sang anak lebih erat.

"Otousan pasti lebih bangga kepadamu Naruto… Arigatou.." ujar Minato lembut seraya menahan diri untuk tidak menangis terharu sama seperti istri dan anak tunggalnya ini.

.

.

.

.

.

.

"Aku berhasil mendapatkan penghargaan terbaik, bagaimana? Aku serius dengan perkataanku kan?"

Di suatu sore, beberapa hari setelah pelantikan dilaksanakan dan ia berhasil menikmati kasur empuknya lagi, Naruto mendatangi dojo SMA Hi Konoha tempat Sasuke berlatih sepulang sekolah.

"Aku ucapkan selamat kepadamu Uzumaki-san…" ujar Sasuke seraya tetap melangkahkan kakinya menuju keluar gerbang sekolah, "Tetapi sayangnya, untuk tahun ini, polisi muda yang menyabet gelar terbaik saat pelantikan kemarin sama-sama menyatakan cinta mereka kepadaku." Lanjutnya kemudian.

"Hah?" Naruto pun cengo mendengarnya, "Benarkah? Sialan! Aku memang harus segera mendapatkan tanda tangan dari ayah dan juga kakamu itu!"

"Menyerah saja, aku juga sudah menyuruh mereka untuk menyerah. Aku bisa saja menyuruh Tou-sama dan Nii-san untuk tidak memberikan tanda tangan sama sekali kepada kalian, walaupun kalian terjun ke jurang sekalipun."

Naruto mempercepat langkahnya lalu berdiri di hadapan Sasuke, "Kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kalau kau memang tidak suka, kenapa kau tidak langsung menolaknya?" tanya Naruto kemudian, "Bukankah sama saja kau memberikan harapan palsu? Itu lebih menyakitkan dari pada langsung ditolak kau tahu?"

Sasuke memandang Naruto datar lalu mendengus, "Kamu menyerah? Baguslah. Gelar terbaik juga tidak akan sia-sia kan, kau bisa mendapat promosi kenaikan jabatan dengan mudah nantinya.." ujarnya lalu berjalan melewati Naruto.

"Hmptttt Hahahahahahahahaha!"

Pemuda Uchiha itu mengerutkan dahinya lalu membalikkan badannya, ia memandang aneh Naruto yang tiba-tiba saja tertawa terbahak-bahak.

"Kenapa kau tertawa?" tanya sang Uchiha tak mengerti.

"Tidak-tidak…" Naruto menggelengkan kepala lalu menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya karena tertawa, "Aku benar-benar semakin yakin jika kau akan menjadi kekasihku nanti hahahaha… Ternyata kau lucu juga ya hahahaha!"

'Orang ini aneh!' batin Sasuke seraya memutar bola matanya bosan, ia pun kembali membalikkan badannya lalu berjalan cepat meninggalkan sekolahnya untuk segera pulang.

"Kau mau pulang? Mau aku antar?"

Tiba-tiba saja Naruto sudah berdiri di hadapannya. Sasuke menggelengkan kepalanya sembari terus berjalan.

"Aku naik kereta," ujarnya cepat saat melihat Naruto yang berusaha untuk mengajaknya kembali.

"Aku antar sampai stasiun deh~"

"Nggak, aku ingin berjalan kaki. Pergi sana!"

"Uwwww galaknya muncul lagi nihh~"

"Uzumaki-san! Jangan ganggu aku!"

"Aku akan mengantarmu dengan sepeda!" Naruto menunjuk sepedanya semasa kuliah dahulu, "Aku hanya ingin dekat dengan mantan pelatihku, nggak boleh ya?"

Sasuke melirik sepeda kayuh milik Naruto sejenak lalu kembali melengos tidak peduli.

"Ayolahh Sasuke~ Hari iniii saja, setelah itu aku benar-benar akan berusaha untuk mendapatkan tanda tangan ayah dan kakakmu… dan tentunya hatimu juga.." pinta Naruto memelas.

Lelaki pirang itu bersorak dalam hati saat melihat sang Uchiha menghentikan langkahnya lalu berbalik ke arahnya, "Cepat atau aku tertinggal!"

"Okayyy!"

Menggonceng sang pujaan hati saja sudah membuat hati Naruto berbunga-bunga. Walaupun awalnya malu-malu, ia bisa merasakan pinggangnya yang dipegang pelan oleh salah satu tangan Sasuke.

Sepanjang hidupnya setelah mengenal cinta, Naruto tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun kecuali keluarganya sendiri, ia mengenal cinta semenjak banyak wanita maupun pria – untuk ini ia benar-benar terkejut awalnya – yang menyatakan cinta kepadanya.

Di hadapan teman-temannya, ia pun sok-sok an menyukai seseorang padahal sebenarnya ia tidak begitu peduli dengan permasalahan cinta. Hanya untuk keren-kerenan saja.

Baik dirinya maupun Sasuke masih belum saling mengenal satu sama lain, mereka hanyalah bekas guru dan murid, Naruto pasti dianggap aneh karena bisa-bisanya menyukai seseorang yang bahkan hanya bisa ia temui satu minggu sekali.

Bohong jika ia mencintai Sasuke bukan karena wajahnya yang rupawan, tetapi entah kenapa Naruto yakin jika hal itu bukanlah alasan yang utama. Ada sesuatu dalam diri Sasuke yang membuat Naruto penasaran sejak awal mereka bertemu dan itulah yang membuat perasaannya semakin jelas.

"Sebentar lagi kau menghadapi ujian kelulusan ya? Ujian masuk universitas juga? Aku bisa membantumu loh~ Gini-gini aku juga pintar tahu~ Eh tapi sepertinya kau juga pintar, gimana dong caranya biar bisa dekat denganmu terus~?" Naruto memang senang menggunakan nada bak anak kecil jika berbicara dengan Sasuke yang selalu serius, lama-lama bisa jadi kebiasaannya nih.

Sasuke memilih untuk tidak menjawab, lebih tepatnya malas menjawab.

Naruto masih berceloteh ria tanpa mengenal lelah tetapi ia yakin pemuda yang sedang digoncengnya ini mendengar perkataannya dalam diam. Hah, ia benar-benar ingin mengenal Sasuke lebih dalam lagi, ia benar-benar sudah terjerat ke dalam pesona sang Uchiha.

..

….

..

….

..

Naruto mengayuh sepedanya kencang menuju ke suatu tempat yang sudah lama tidak ia kunjungi itu, napasnya terengah-engah tetapi tidak ia hiraukan sama sekali. Sebuah kain berwarna putih lusuh tergenggam dengan erat di tangannya, benar-benar ia jaga agar tidak terjatuh.

"Permainan Sasuke lagi ya.."

"Maaf? Permainan?"

"Kau tidak sadar? Ini hanyalah keisengannya, yah walaupun kaulah satu-satunya orang yang berani masuk ke dalam ruangan ini hanya untuk meminta tanda tangan yang tidak berhubungan dengan kepolisian,"

"Saya tahu… Tetapi saya tetap meminta tanda tangan dari anda berdua!"

"Kenapa? Kenapa kau memperjuangkan adikku sebegitu kerasnya?"

"Karena saya mencintainya…"

"Huh… mencintainya? Kau yakin mencintainya? Apa yang kau cintai dari Sasuke? Wajahnya? Tubuhnya?"

"…."

"Kenapa tidak menjawab? Benarkah semua ucapanku tadi? Jika memang itu yang kau pikirlah, silahkan pergi dari ruangan ini dan jangan berani datang ke sini lagi,"

"Tidak!"

"Hm?"

"Maksudku… Saya tidak menyangkal perkataan anda tetapi bukan itu alasan utama saya mencintai Sasuke!"

"Lalu?"

"Saya memang belum terlalu mengenal Sasuke, dia terlalu misterius untuk saya. Saat mengajar ia akan mengeluarkan ekspresi galak luar biasa tetapi setelah itu ia akan bersikap datar seperti tidak terjadi apapun. Ia bisa diajak bercanda oleh senpai yang pernah aku lihat tetapi setelah itu ekspresinya berubah kembali. Ia bisa tersenyum walau tipis, semua orang senang melihatnya, begitu juga denganku, tetapi aku benar-benar ingin tahu apa arti dari senyumannya itu. Saya benar-benar ingin mengetahuinya lebih dalam lagi! Saya benar-benar ingin melihatnya tersenyum lebar dan tertawa karenaku! Saya… Saya… Saya benar-benar menyukainya!"

Tempat yang akan ia kunjungi pun telah di depan mata, ia pun semakin mempercepat kayuhannya seraya tersenyum lebar.

"Uzumaki Naruto! Ikuti saya! Kau membawa uwagimu kan?!"

"Baik! Uchiha Fugaku-sama!"

"Aku ingin tahu apa saja yang sudah kau pelajari dari anakku selama ini. Itachi, siapkan spidol permanen!"

"Ja-Jadi?"

"Jangan senang! Jika kau tidak memuaskanku, uwagimu akan aku coret dan kau wajib menggunakannya selama bertugas hingga kau mati!"

Seseorang muncul dari dalam gerbang saat Naruto sampai. Lelaki pirang itu meletakkan sepedanya asal-asalan lalu berlari menghampiri orang itu.

"Uchiha Sasuke!" teriaknya.

Orang yang dipanggil pun menghentikan langkahnya lalu melihat seseorang yang telah memanggilnya. Matanya membelalak terkejut saat melihat seseorang yang sudah lama tidak ia lihat itu.

"Uzumaki…. Naruto…" dan ia pun semakin terkejut saat melihat uwagi lusuh itu terpampang jelas di hadapannya….

…..dengan dua tanda tangan yang sangat ia kenali.

"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang, aku tidak akan memaksamu menjawabnya sekarang…" Naruto berjalan mendekati Sasuke lalu berhenti di hadapan sang Uchiha, "Ingatlah jika aku mencintaimu dan aku tidak pernah merasakan hal ini kecuali kepada keluargaku. Kau mau pulang ya? Ayo aku antar sampai stasiun, aku sudah lama tidak mengantar-"

"Bagaimana bisa kau mendapatkan tanda tangannya?" tanya Sasuke tak percaya, di satu sisi entah mengapa ia merasa senang dengan keberhasilan yang Naruto lakukan tetapi di sisi lain ia ragu jika itu tanda tangan asli.

"Banyak hal yang terjadi…" Naruto menggelengkan kepalanya, mengingat perjuangannya kerasnya untuk membuat Uchiha Fugaku terjatuh hingga membuat badannya terasa sakit semuanya, sama sekali tidak keren.

"Tetapi yang pasti, aku tidak punya keberanian untuk memalsu tanda tangan kedua pimpinanku kan? Aku bisa dipecat jika itu terjadi, bahkan lebih buruknya aku tidak bisa bersamamu lagi. Aku akan menceritakannya kapan-kapan," Naruto mengambil sepedanya lalu kembali mendekati Sasuke, "Oh dan kau berhutang cerita juga kepadaku, kakakmu bilang ada sesuatu di masa lalu yang membuatmu memberikan tantangan ini kepada orang yang menembakmu dan aku harus bertanya langsung kepadamu."

Mendengar hal itu membuat Sasuke langsung berwajah sendu seraya memalingkan wajah, "Tidak ada sesuatu, Nii-san hanya mengada-ngada."

"Aku yakin sekali jika Uchiha bukan tipe orang yang suka bercanda."

"Itu hanya keisenganku, aku juga manusia biasa jika kau lupa."

"Aku akan tetap menagihnya selalu," Naruto menaiki sepedanya seraya menepuk dudukan belakang, "Ayo naik, nanti kau terlambat."

"Uzumaki-san, apa yang kau suka dariku?" Sasuke memilih untuk diam di tempat sedangkan mata hitamnya memandang serius Naruto yang masih saja memasang senyuman teduhnya.

"Aku menyukai kemisteriusanmu, aku benar-benar ingin sekali membongkar sisi misteriusmu yang sama sekali tidak keren itu dan tanpa sadar aku menyukaimu. Hah… Lupakan, aku bahkan tidak tahu kenapa harus menyukaimu. Kita belum saling mengenal begitu dekat kan? Karena itulah aku tidak memaksamu untuk menjawabnya dengan cepat, kita bisa saling mengenal terlebih dahulu atau.."

Naruto masih asyik berceloteh ria dan tanpa sadar melewatkan sebaris senyum yang terlukis dengan jelasnya pada wajah sang Uchiha.

'Alasan macam apa itu?' sepertinya Sasuke semakin tertarik dengan tingkah sang Uzumaki yang absurd.

Menyukai karena kemisteriusan dan keabsurdan? Sepertinya memang ada yang tidak beres dengan isi kepada kedua orang ini.

Sejak awal Naruto memang sudah menarik perhatiannya karena dia adalah satu-satunya polisi muda yang memiliki iris biru dan berambut pirang. Postur tubuhnya juga tegap dan tinggi, terlihat mencolok dari pada teman-temannya yang lain. Asuma bilang jika Naruto memang keturunan Jerman.

Tidak ia sangka polisi muda mencolok itu datang dan selalu mengganggunya dengan gombalan-gombalan anehnya lalu menyatakan cinta kepadanya.

Naruto memang terlihat serius dengan tantangan yang dia berikan. Berhasil mendapatkan salah satu gelar yang terbaik dan bahkan berhasil mendapatkan tanda tangan dari kedua orang yang paling gahar dalam kepolisian Konoha, ia tidak tahu apa saja yang Naruto lakukan untuk mendapatkannya. Dilihat dari uwaginya yang kotor dan cara jalan Naruto yang kaku, Sasuke yakin Naruto sudah dihabisi berkali-kali oleh kedua orang itu.

Apa mungkin ia menolak orang setangguh Naruto? Tidak mungkin kan Naruto melakukan semua ini hanya untuk mendapatkan… tubuhnya?

Kalau memang iya, biarkan Sasuke menghajarnya tanpa ampun sebagai balasannya.

Sasuke tersenyum tipis lalu duduk pada boncengan sepeda, "Aku juga menyukaimu, aku menerima pernyataanmu."

"Iehhh? Benarkah? Hei! Jawablah saat aku melihat wajahmu!"

"Berisik! Keretaku akan terlewat jika kau berisik!"

"Sasuke~ Jangan bercandaaa…"

"Aku boleh memanggilmu Naruto kan?"

"I-iya… Jadi kau benar-benar menerimaku?" Naruto bertanya sambil mengayuh sepedanya, mata birunya sesekali melirik Sasuke yang masih bersikap tenang pada situasi seperti ini.

"Aku tidak akan menjawabnya lagi. Sudahlah jangan berisik atau aku langsung memutusmu jika aku ketinggalan kereta."

.

.

.

.

.

.

OWARI!

.

.

.

.

Bercanda ding~ Masih ada lanjutannya kok~

Chapter pertama ini hanya menceritakan awal bertemunya Naruto dan Sasuke sebagai pembuka untuk cerita intinya di chapter kedua.

Kalau soal kehidupan kepolisian itu murni karangan mimin, sepertinya di dunia sebenarnya tidak mungkin sesantai itu kan? Jadi jika ada kesalahan mohon dimaafkan yaa~

Ditunggu reviewnya yaaa~

.

.

.

.

.

.

.

.

~Bonus Cerita~

Pertama kali aku mengajar para polisi muda adalah saat umurku baru saja menginjak 15 Tahun. Otou-sama memintaku untuk mengajar mereka karena melihat kemampuan karate ku yang hebat. Yah, aku selalu memenangkan kejuaraan karate dan ikut melatih anak seusiaku yang berlatih karate di camp polisi.

Tou-sama berkata kehadiranku juga untuk mengajarkan para polisi muda untuk selalu waspada dan tidak meremehkan apapun. Aku baru menyadarinya saat melihat para polisi muda itu memandangku dengan pandangan remeh saat pertama kali aku memperkenalkan diri.

Aku melakukan tugasku sebagai asisten pelatih dari Asuma-sensei yang juga mentorku dalam beladiri. Terkadang bukannya patuh denganku, para polisi muda itu malah menggodaku dan sebagainya. Ingin sekali aku marah tetapi aku ingat posisiku yang paling muda di sini. Aku tidak bersikap seenaknya sendiri.

Aku tidak memiliki wibawa sama sekali di hadapan para polisi muda lulusan sarjana ini. Sudah berkali-kali aku meminta kepada Tou-sama agar aku diberhentikan saja tetapi Tou-sama selalu menolaknya.

Aku juga sering mendatangi rumah Nii-san – Kakakku sudah berkeluarga – untuk membicarakan hal ini tetapi jawaban Nii-san juga sama.

Asuma-sensei dan pelatih lainnya pun menyemangatiku dan menyuruhku untuk mengatakan kepada mereka siapa saja para polisi muda yang suka menggodaku dengan perkataan yang tidak pantas.

Hah, apalah aku yang hanya dijadikan objek pembelajaran saja.

Suatu ketika, seorang polisi muda bertubuh besar dan tinggi mendekatiku setelah pelajaran usai. Dahiku berkerut heran karena seharusnya polisi ini mengikuti pembelajaran selanjutnya.

"Aku menyukaimu, aku ingin kau menjadi kekasihku."

Aku memang sering sekali mendapatkan pernyataan cinta dari wanita-wanita di sekolahku tetapi baru kali ini aku mendapatkan pernyataan cinta dari seorang laki-laki.

"A-Apa? Kau menjijikkan! Tentu saja aku tidak mau menjadi kekasihmu!" ucapku tanpa sadar sangking terkejutnya. Ditembak oleh lelaki yang usianya sangat jauh darimu saja sudah membuatku sangat merinding.

Sebenarnya aku tidak berniat menolaknya sekasar itu. Aku juga tidak bisa melarang polisi muda itu untuk menyukaiku. Tetapi perkataan itu selalu reflek keluar dari mulutku yang memang sudah tidak tahan lagi untuk mengajar mereka selama ini.

Aku selalu menolak para polisi muda yang menyatakan cintanya kepadaku. Banyak sekali dari mereka yang menyukaiku, bahkan dalam satu hari aku pernah menolak lima orang sekaligus.

Aku tidak menyukai mereka, tentu saja aku berhak untuk menolak mereka kan?

Keadaan ini membuatku semakin muak. Aku memilih bersikap pasif dan diam pada saat pelajaran di mulai. Aku sedikit menghilangkan sikap penurutku dan bersikap tak acuh kepada mereka.

Selesai latihan pun aku langsung saja pulang tanpa berbicara terlebih dahulu kepada Asuma-sensei dan lainnya. Aku benar-benar suntuk berada di sini.

Saat aku berjalan pulang, tiba-tiba saja mulutku dibekap dari belakang dan saat aku ingin melawan, tengkukku dipukul dengan keras hingga pingsan. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi saat terbangun aku melihat diriku disekap di sebuah gudang yang kotor, dengan ketiga orang berbadan besar yang berdiri di hadapanku.

"Yo! Akhirnya kau bangun juga sayang, aku tidak berniat mencicipi tubuhmu saat kau tertidur…."

Mereka.. Para polisi muda itu kan?

Aku ingat mereka, mereka adalah ketiga orang pertama yang menyatakan cinta kepadaku. Aku ingat dengan jelas karena sejak saat itu mereka selalu memandangku tajam. Mereka seakan memikirkan sesuatu dan aku tidak tahu jika inilah yang mereka pikirkan.

Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, tangan dan kakiku terikat dengan erat, mereka sepertinya sengaja melakukan itu agar aku tidak menyerang mereka. Aku juga tidak bisa berkata apa-apa karena mulutku dibungkam oleh lakban, yang bisa kulakukan hanya meringkuk seraya memejamkan mata.

"Tubuh kecilmu itu sangat menggairahkan, sepertinya kita tidak harus menjadi sepasang kekasih untuk bercinta bukan? Kau mau kan melakukannya denganku? Tubuhmu seakan cocok sekali untuk aku peluk sepanjang malam.."

Aku tidak mengerti dengan apa yang mereka katakan tetapi aku sadar jika hal ini terus berlanjut, maka masa depanku akan hancur karena mereka.

"Menolak kami sekasar itu? Anak kecil sepertimu punya nyali yang besar rupanya."

Aku tidak berniat mengatakan hal itu. Aku hanya terkejut dan muak saja. Aku tidak menyukai kalian? Tentu aku harus menolak kalian kan?

Aku memang sering melihat wanita yang menangis setelah aku menolak mereka tetapi aku tidak pernah tahu jika dampaknya akan berbeda jika aku menolak laki-laki. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa dibandingkan mereka yang sudah dewasa.

"Ayo kita lakukan dengan cepat~"

Aku menangis, ya menangis, seberapa keras aku menggelengkan kepalaku seraya beringsut menjauh, mereka tidak memedulikan ketakutanku. Mereka membiarkanku terikat agar ruang gerakku terbatas dan mendekatkan wajah menjijikkan mereka kepada wajahku.

Aku berteriak tertahan saat salah satu dari mereka mulai melucuti celanaku. Aku memberontak keras dan setelah itu terdengar debaman pintu yang terbuka. Mataku yang berkaca-kaca melihat beberapa polisi muda yang sepertinya teman ketiga orang bejat ini bersama Asuma-sensei dan Ibiki-san datang.

Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan kepada ketiga orang itu, pikiranku benar-benar kacau, aku benar-benar ketakutan bahkan hingga aku berada dipelukan kakakku yang mengetahui kejadian ini pun aku sama sekali tidak sadar.

Aku down, mengurung diri di dalam kamar, menolak untuk melakukan apapun. Aku merenungi kejadian mengerikan itu dalam diam, aku sama sekali tidak merasa ketakutan sama seperti kemarin, ketakutanku berubah menjadi kebencian.

Aku menolak saat Tou-sama memutuskan untuk menggantikanku dengan pelatih yang lain. Tekadku sudah bulat. Aku benar-benar akan melatih para polisi muda yang menjadi sumber ketakutanku sembari berlatih lebih keras agar aku tidak disekap sama seperti dahulu.

Aku kembali melatih mereka setelah satu bulan absen, mereka memandangku prihatin dan aku balas membentak mereka dengan perkataan yang selama ini aku pendam. Aku tidak peduli jika setelah itu aku selalu mendapat predikat guru muda galak, guru muda setan atau lainnya.

Tahun kedua aku mengajar, aku memutuskan untuk menggunakan tantangan itu untuk menolak mereka yang menyatakan cinta kepadaku. Aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama.

…dan aku tidak menyangka jika ada orang yang berhasil melakukan tantanganku hingga akhir. Aku tidak bisa menarik perkataanku karena itu sama sekali tidak jantan, aku takut jika dia melakukan itu semua hanya untuk kepuasannya.

Akan tetapi, setelah melihat sikapnya, senyumnya, kepribadiannya, aku yakin sekali jika keputusanku untuk menerimanya tidaklah sebuah kesalahan.

Aku menjadi semakin mencintainya dan selalu bersama dengannya hingga 2 tahun lamanya…