Summary : "Parasmu memang sangat menggodaku, Haruno-san. Tapi caramu mencium mengingatkanku pada ciuman mantan kekasihku. Kurasa aku akan menginginkan ciumanmu lagi nanti." / Hari itu, malam musim gugur. Haruno Sakura. Seorang aktris profesional. Tekanan darah 135/85 mmHg. Ingin membunuh pria bernama Namikaze Naruto.
.
.
.
DISCLAIMER : Naruto (c) Masashi Kishimoto
Naruto belongs to Masashi Kishimoto, And this is my story
Warning(s) : AU, OOC Narusaku, Rate T semi M, Romance, Humor, Don't like, don't read
.
.
.
.
.
CHAPTER 1
'How to get the first kiss'
.
.
.
.
.
Autumn, November 12 at 8.07 PM
Hangat.
Wanita itu menempelkan sepasang bibir ranumnya pada pria yang menjadi lawan mainnya. Berusaha melumatnya perlahan untuk menciptakan suasana yang sempurna secara profesional. Ia tak ragu sedikit pun. Menelanjangi tiap sela dari mulut pria itu. Atau mungkin ini sudah jadi hal yang lumrah baginya. Tentu saja ini bukan satu dua kali ia melakukan hal itu. Pria di depannya juga tampak begitu. Tak mau kalah profesional dengan dirinya. Tak gentar membalas ciumannya dengan begitu bergairah. Yah, semua itu tentu akan sangat memuaskan bagi sang sutradara. Tak heran mereka harus dibayar dengan sangat mahal.
"Baiklah, cut!" Teriak pria paruh baya yang duduk bersilang memimpin jalannya adegan di lokasi itu.
Dua pasang bibir yang sebelumnya saling bertaut langsung berpisah selepas satu detik dari teriakan itu. Setiap orang yang sebelumnya terdiam kaku, fokus dan mencurahkan tenaga pada tugas masing-masing demi adegan itu kini kembali riuh untuk segera menerjang pekerjaan selanjutnya. Dua aktor utama yang sebelumnya menjadi pusat perhatian langsung berniat menyingkir dari fokus kamera. Duduk pada kursi yang memang disediakan untuk mereka. Istirahat sejenak setelah rangkaian syuting tentu hal yang sangat dibutuhkan, bukan?
Sakura dan Naruto—Sang dua aktor utama duduk bersebelahan. Sakura segera menyambar coat kelabu yang tersampir di sandaran kursi miliknya. Ia berusaha menutupi bahu putihnya yang terekspos sempurna berkat gaun merah sexy tanpa lengan yang dipakainya. Di samping itu, angin malam juga tampaknya mengembus nakal dan membelai tiap jengkal kulit mulus wanita itu. Kemudian diambilnya kopi kaleng hangat dari atas meja bundar di sebelah kirinya.
Paha sexy-nya bersilang anggun sebelum ia menyeruput kopi hangat yang telah disiapkan oleh manajernya yang sekarang entah ke mana—membiarkan dirinya harus berduaan dengan pria pirang menyebalkan yang duduk di sebelah kanannya. Pria itu tampak asyik sendiri melepas tuxedo putih yang ia kenakan pada adegan beberapa tempo lalu. Sakura pun memilih tak mengacuhkannya dan kembali fokus pada acara minum kopinya.
"Kurasa make up artist-mu memberimu lipstick terlalu banyak, Haruno-san." Sang aktor pria utama—Namikaze Naruto berujar pelan sambil terkekeh. Ia mengusap-usap bibirnya sendiri dengan ibu jari seperti membersihkan lipstick merah Sakura yang membekas di bibirnya seolah mengejek wanita yang menjadi lawan mainnya perihal adegan bibir mereka yang saling menempel sebelumnya.
Haruno Sakura—Sang aktor wanita utama, hanya mengangkat sebelah alisnya. Yah, dia memang tahu lawan mainnya ini memang sedikit lebih merepotkan daripada deretan aktor yang pernah menjadi rekannya. Atau mungkin bisa dibilang yang paling merepotkan. Ingin sekali rasanya memukul wajah menyebalkan pria itu. Namun tentu saja ia tak mau berurusan dengan manajer dari aktor papan atas itu. Ia harus bersikap profesional.
"Oh ya? Kurasa kau kehabisan pasta gigi hari ini, Namikaze-san. Apa manajermu tak menyuruhmu menggosok gigimu sebelum ke lokasi syuting? Harusnya ia tahu bahwa akan ada pengambilan adegan ciuman hari ini." Kata sarkasme muncul dari mulut sexy Sakura. Ia tak akan membiarkan pria besar kepala itu merendahkan dirinya.
Naruto memicingkan mata dan memasang cengiran rubah nakal khas miliknya. Kemudian ia mulai tertawa lebar sambil membuka satu dua kancing atas kemeja putihnya, memamerkan sedikit dada bidangnya. Tak lupa melipat kedua lengan kemejanya sampai dua senti di bawah sikunya. Sakura yang melihatnya merasa heran—Yah, ia tahu bahwa lokasi syuting memang terkadang terasa panas karena banyak sekali orang di sana. Namun tetap saja ini adalah malam hari di musim gugur. Siapa pun bisa masuk angin apabila membiarkan angin malam menerjangnya terlalu lama. Tak terkecuali aktor pirang itu—apa kata manajernya jika besok pagi jadwal syuting terganggu karena pria itu masuk angin.
"Apa kau memang spesies yang punya panas tubuh berlebih, Namikaze-san?" Tanya Sakura tanpa sedikit pun menoleh pada lawan bicaranya.
"Kenapa? Kau ingin aku menghangatkan tubuhmu? Yah, kurasa aku tak keberatan. Melayani wanita cantik sepertimu adalah suatu kehormatan." Balas Naruto enteng dengan seringai nakalnya.
"Tutup mulut kurang ajarmu itu. Aku hanya mengingatkan kalau cuaca malam ini tak cukup baik untuk kesehatan." Wanita itu menjawab ketus. Hampir saja tadi ia memuncratkan kopi hangatnya ketika mendengar ucapan dari mulut sialan pria pirang itu.
"Kau mengkhawatirkanku, Haruno-san?"
"Yah, maksudku mungkin kekasihmu yang menunggumu malam ini akan kecewa jika kau pulang dalam keadaan masuk angin."
Naruto yang mendengarnya mulai tersenyum nakal seraya mengangkat sebelah alisnya.
"Kau tahu, Haruno-san? Aku bukan aktor yang sering digosipkan memiliki kekasih ataupun terlibat skandal murahan lainnya. Aku aktor profesional. Bahkan nyaris tak pernah wartawan menangkap basah diriku memiliki seorang kekasih."
Sakura hanya memutar kedua bola mata emerald miliknya. Ia mulai mengernyitkan dahinya—tak percaya pernyataan pria itu.
"Kupikir kelakuanmu di lokasi syuting seperti ini sangat bertolak belakang dengan reputasimu."
"Kelakuan seperti apa? Bisa kau memberitahuku, Haruno-san?" Balas Naruto sambil tersenyum nakal—menggoda wanita dengan surai merah muda yang disanggul apik itu.
Sakura yang mendengarnya hanya tersenyum hambar. Pria Namikaze itu memang benar-benar menyebalkan. Ia ragu untuk membalas perkataan pria itu.
"Err—ehm, kelakuanmu eng—seperti menggoda wanita lawan mainmu."
Naruto tertawa lebar. Sakura sedikit malu—pipinya sedikit memerah. Namun cepat-cepat ia kembali memasang wajah angkuh agar ia tak kalah dengan pria besar kepala itu.
"Kau tahu? Kau sebenarnya sangat manis, Haruno-san." Ucap pria pirang itu tenang seraya mengunci Sakura dengan iris saphire-nya.
"Aku tidak tahu ternyata seleramu pada wanita bagus juga. Yah, maksudku tentu saja semua orang akan tersihir dengan paras cantikku ini." Balas Sakura sambil tersenyum penuh kemenangan.
Sebenarnya ia tak suka menyombongkan kelebihannya. Namun tentu tak ada salahnya ia memberi pelajaran pada pria Namikaze yang besar kepala itu. Ia tahu bahwa dirinya adalah aktris profesional. Untuk itu ia tak akan membiarkan dirinya kalah dalam perdebatan konyol dengan pria seperti Namikaze Naruto.
"Parasmu memang sangat menggodaku, Haruno-san. Tapi caramu mencium mengingatkanku pada ciuman mantan kekasihku. Kurasa aku akan menginginkan ciumanmu lagi nanti."
"Hah? Bukankah kau bilang kau tak memiliki kekasih, Namikaze-san?"
"Aku mengatakan wartawan tak pernah berhasil menangkapku, bukan berarti aku tak pernah memiliki kekasih. Bagaimana bisa wanita tahan melihat pria tampan sepertiku. Bukan begitu, Sa-ku-ra-chan?"
Naruto berkata dengan cengiran rubah khas miliknya dan mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak setengah jengkal dari paras cantik wanita bernama Haruno itu. Tangan kekarnya pun bergerak nakal menyentuh dagu lembut Sakura. Melihat wajah mematung Sakura, Naruto tak hentinya memasang senyum nakal penuh kemenangan.
"Baiklah, Haruno-san. Aku akan menemui manajerku sebentar. Jangan rindu padaku."
Sakura masih diam mematung.
"Oh ya, jangan lupa pastikan kau tidak memakai lipstick berlebihan untuk ciuman kita selanjutnya. Aku sangat menantikannya."
Naruto melangkah pergi meninggalkan Sakura yang masih mematung. Wanita bersurai merah muda itu melongo dalam beberapa jenak. Berusaha mencerna apa yang terjadi beberapa detik lalu. Setelah tubuh kekar Naruto menghilang dari pandangannya, ia baru bisa tersadar dan membuyarkan lamunannya.
"A—apa maksud pria brengsek itu? C—ciuman? Yang benar saja! Aku akan membunuh pria Namikaze gila itu!" Wanita Haruno itu berujar pada dirinya sendiri kemudian tak berhenti mengumpat.
'Kami-sama, ada yang tak beres dengan kepala pria pirang sialan itu!'
.
.
.
Autumn, November 12 at 11.43 PM
Malam sudah semakin larut—wanita dengan gaun merah yang terbalut manis di tubuh sexy-nya itu berjalan menjauhi hiruk-pikuk setiap pekerja yang berusaha membereskan lokasi syuting sebelum pulang ke rumah masing-masing. Wanita itu mengeratkan coat kelabunya ketika angin malam bertiup semakin liar. Bunyi hak dari heels hitam lima belas senti miliknya menggema di jalanan kota yang lengang. Ia menghentikan langkahnya di tepi jalan sepuluh meter dari lokasi ia bekerja beberapa saat lalu. Napasnya berembus pelan menciptakan kepulan hangat di udara dingin musim gugur ini.
Pikirannya sudah kalut. Paras cantiknya tetap tak dapat menyembunyikan lelahnya. Ia ingin pulang dan tidur nyenyak di apartemen hangat miliknya. Tak pernah pekerjaannya terasa semelelahkan ini—pria pirang itu memang benar-benar sialan. Ia segera mengusir jauh-jauh ingatan tentang pria itu. Tak ada gunanya memikirkan pria menyebalkan itu. Hanya membuat kepalanya semakin berat.
'Tin'
Suara klakson mobil Maybach Exelero hitam legam yang berhenti di tepi jalan depannya memekakan telinga wanita itu. Mengetahui mobil yang menjemputnya sudah siap, ia langsung melangkah masuk membuka pintu depan di sebelah kemudi.
"Apa saja yang kau lakukan, Sai? Kenapa mengambil mobil saja harus membuatku menunggu cukup lama? Aku ingin segera pulang, hari ini cukup melelahkan." Sakura menggerutu sendiri pada manajernya sambil sibuk menata posisi duduknya dan memasang sabuk keselamatan.
"Kau tahu? Pria Namikaze tadi itu benar-benar menyebal—" Wanita Haruno itu menghentikan ucapannya setelah menoleh dan mendapati seseorang di kursi kemudi di sebelahnya.
"K—kau!"
Pria yang ditatapnya hanya memasang cengiran lebar tanpa perasaan bersalah. Ia kemudian melepas topi hitam modern snapback polos miliknya—menampakkan surai pirang jabriknya.
"T—tapi, bagaimana bisa—dimana Sai?!"
"Ehm—aku di sini, Sakura." Sang pemilik suara tersenyum dan berujar pelan di tempat duduk belakang. Sakura yang menoleh langsung menghadiahkan tatapan tajam. Ia butuh penjelasan. Namun sebelum ia sempat meluapkan amarahnya, ia tersentak karena mobilnya yang tiba-tiba melaju.
"Hei! Apa yang kau—"
"Kau ingin pulang ke apartemenmu, bukan? Aku akan mengantarmu, Haruno-san. Lagipula apartemenmu hanya berjarak empat gedung dari apartemenku." Potong pria pirang itu enteng sambil fokus menatap jalanan di depannya.
Meski jalanan sepi, ia sengaja mengemudikan mobil itu 45 km/jam saja agar bisa mengobrol santai dengan wanita di sebelahnya.
"Mengantarku? Dengan mobilku sendiri? Yang benar saja! Apa ada yang tidak beres dengan kepalamu?!"
"Oh ya, Sai-san, aku punya saran tempat pencucian mobil yang bagus." Ujar Naruto tanpa mengacuhkan Sakura yang kepalanya sedang panas.
"Benarkah? Kurasa aku akan mencobanya. Kau tahu, mobil mewah ini memang susah sekali untuk dirawat. Apalagi Sakura selalu mengomel bila ada kekurangan pada mobil ini." Jawab Sai sambil terkekeh pelan.
"Haha, ya, kau harus mencobanya. Kau tahu tempat pencucian milik keluarga Inuzuka di sebelah barat daya dari rumah sakit kota? Di sanalah tempatnya. Aku sering ke sana, pelayanannya cukup memuaskan dengan fasilitas tempat makan untuk menunggu mobilmu selesai dicuci. Makanan di sana juga cukup enak."
"Oh, aku tahu. Tempat itu baru dibuka satu tahun lalu, bukan?"
"Ya, cukup bagus untuk tempat yang baru dibuka, bukan? Dan mereka juga menyediakan suku cadang untuk mobil-mobil mewah dan jasa reparasinya. Kau bisa membawa mobil ini ke sana untuk memuaskan Haruno-san."
"Benar sekali! Kau tahu cukup banyak, Namikaze-san. Mungkin aku akan sering menghubungimu untuk menanyakan beberapa hal atau sedikit berbincang. Mengobrol denganmu cukup menyenangkan." Sai berujar sambil tersenyum.
"Aku juga senang mengobrol denganmu, Sai-san."
"Oh, apa aku tidak mengganggu jadwalmu? Kurasa kau sangat sibuk."
"Kalau untuk mengobrol kurasa aku bisa."
"Kau sangat baik, Namikaze-san."
"Tentu saja! Aku juga tahu soal it—"
"Hei! Apa yang sedang kalian bicarakan?! Kalian tidak sadar sedang berada di mobil siapa?" Sakura berteriak memotong percakapan dua pria itu.
"Di mobilmu." Jawab Naruto singkat tanpa rasa bersalah.
"Lalu, apa alasanmu ada di sini? Jika kau berniat untuk mengejar dan mendekatiku lebih baik kau turun sekarang!"
"Eh? Aku di sini ingin mengobrol dengan Sai-san dan sedikit memberinya saran soal mobil ini. Apa tingkahku membuatmu berpikir sejauh itu, Haruno-san?" Sekali lagi pria Namikaze itu berkata enteng seolah tidak tahu apa-apa—membuat Sakura geram.
Wanita itu heran—apa yang sebenarnya terjadi malam ini? Tidak bisakah ia pulang dan istirahat dengan tenang? Tapi pria pirang sialan itu tiba-tiba muncul di mobilnya dan malah asyik mengobrol tanpa menghiraukan dirinya.
"Sai, kau berutang penjelasan! bagaimana pria ehm—pirang ini bisa membawa mobilku?" Tanya Sakura setengah berteriak.
"Tenanglah, Sakura. Semua baik-baik sa—"
"Aku tadi sebenarnya ingin mencuri mobilmu, Haruno-san. Kau tahu mobilmu sangat bagus, aku jadi tertarik untuk memilikinya. Tapi Sai-san memergokiku, jadi aku bersedia untuk mengemudikan mobil ini untuk Sai-san dan mengobrol dengannya sebagai permintaan maaf. Aku sangat takut tadi, bahkan ia berniat melapor polisi. Bagaimana jadinya jika wartawan tahu? Reputasiku akan hancur, bukan?" Naruto memotong perkataan Sai dan menjelaskan panjang lebar dengan wajah yang memelas. Sai yang mendengarnya berusaha menahan tawa.
"Kau pikir aku percaya alasan konyolmu?!" Sakura semakin naik pitam.
"Jadi kau masih berpikir aku ingin mengejarmu, Haruno-san?" Tanya Naruto tanpa wajah bersalah sedikit pun.
"Orang bodoh pun tahu kalau kau sedang berusaha mendekatiku, Baka!" Batin Sakura dengan dahinya yang berkedut.
"Lupakan! Lalu bagaimana nasib manajermu? Kau tak pulang bersamanya?!"
"Kau sudah melihat kalau aku di sini, Haruno-san. Tentu saja aku tak pulang bersamanya. Apa wajah tampanku ini masih tak terlihat di matamu?" Pria pirang itu menjawab sambil tersenyum ringan.
Sakura yang mendengarnya tampak semakin pusing—mengacak surai merah mudanya pelan.
"Maksudku, apa manajermu sudah tahu kau ada di sini? Dia bisa saja mencarimu." Sakura berkata setelah menghela napas perlahan. Emosinya sudah mulai terkendali.
"Eh? Manajerku sudah besar. Dia tidak akan menangis seperti anak kecil jika kutinggal." Jawab Naruto enteng.
Ah—lupakan soal mengendalikan emosi! Bagaimana Sakura bisa tenang jika harus meladeni pria itu?
"Kurasa lebih tepatnya ia akan jadi seperti ibu yang kebingungan mencari anaknya yang kabur!"
"Tenanglah, Haruno-san. Aku jadi merasa tersanjung daritadi kau terus mengkhawatirkanku. Sebentar lagi kita akan sampai." Pria pirang itu berkata santai.
Ah—Sakura menyerah! Uratnya sedari tadi terasa akan copot. Tekanan darahnya terasa naik padahal itu tak baik untuk kesehatannya. Apalagi ia harus menjaga kesehatan karena proyek syuting film yang dibintanginya belum rampung. Wanita itu pun memilih diam melipat tangannya dan membuang mukanya—menatap jalanan malam yang lengang. Ia sudah lelah berurusan dengan orang seperti Namikaze Naruto. Suasana dalam mobil itu pun mendadak sunyi. Naruto memilih fokus pada kemudinya dan mempercepat laju mobil. Sai sedari tadi hanya diam tersenyum mendengar perdebatan dua orang di depannya.
Setelah berbelok di perempatan jalan yang sepi, gedung apartemen Sakura mulai tampak. Naruto pun mulai mengurangi kecepatan dan menepikan mobilnya. Mobil berhenti tepat di sebelah jalan masuk apartemen. Sakura tanpa basa-basi langsung melepaskan sabuknya dan berusaha turun. Tak terkecuali dua pria di dalam mobilnya—mereka juga melakukan hal yang sama.
"Ini kunci mobilnya, Sai-san." Naruto menutup pintu mobil dan melemparkan kuncinya pada Sai sambil tersenyum. Kemudian pria pirang itu berjalan menghampiri Sakura yang masih bergeming di pinggir mobil.
"Senang bisa mengantarmu, Haruno-san." Ujar Naruto sambil memasang senyum. Sakura masih diam tak menanggapi.
"Baiklah, aku akan berjalan ke gedung apartemenku di sebelah sana. Tidur yang nyenyak, Haruno-san." Ujar Naruto sambil menunjuk gedung apartemen beberapa meter di belakangnya.
Sakura masih membisu—tak berniat mengucapkan sepatah kata pun. Ia juga tampak masih bergeming, diam membatu.
"Kenapa diam? Kau ingin aku menemanimu tidur, Sa-ku-ra-chan?" Pria Namikaze itu menyeringai.
Seketika itu, amarah Sakura langsung kembali. Persetan dengan menahan emosi! Ia tak peduli lagi, ia akan membunuh pria itu.
"Kau! P—pergi!" Sakura berteriak sambil melepas heels-nya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, berniat melemparkannya pada wajah menyebalkan Namikaze itu.
Melihat itu, Naruto langsung berbalik dan berlari sambil tertawa.
"Selamat malam, Haruno-san, Sai-san!" Teriak Naruto tanpa menghentikan larinya.
"Oh, dan satu lagi. Kau masih sangat menawan ketika marah, Haruno-san." Teriaknya lagi sambil tertawa puas.
Sakura yang mendengarnya hanya berteriak geram. Wajahnya sudah merah padam akibat amarah. Sai yang melihatnya pun tak bisa berhenti tersenyum.
"Hentikan senyum sialanmu itu, Sai! Kau menikmatinya seolah ini panggung hiburan!" Teriak wanita itu seraya menghadiahkan tatapan tajam pada Sai. Namun Sai tetap membalasnya dengan senyum.
"Ah, sudahlah! Kau juga sama menyebalkan! Aku sudah lelah dengan semua ini!" Gerutu Sakura sambil melangkah menuju gedung apartemennya—meninggalkan mobilnya dan Sai.
Sai yang melihatnya hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
'Mereka cukup menyenangkan.'
Hari itu, malam musim gugur. Haruno Sakura. Seorang aktris profesional. Tekanan darah 135/85 mmHg. Ingin membunuh pria bernama Namikaze Naruto.
.
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
.
.
Hello again! Yeah, I'm back. ini fanfic keduaku. kalo sebelumnya aku bikin fanfic drama yang agak berat gitu, di sini aku coba bikin fanfic humor yang agak santai. Tapi sebenernya takut kalo humornya gak dapet *huhu... Jadi aku coba enjoy buat bikin karakter naruto *yang agak kurang ajar* di sini haha...
Oh ya, di sini aku coba bikin ff yang to be continued, jadi nggak one-shoot kayak sebelumnya.
Aku juga tetep berharap kritik dan saran dari kalian readers sekalian! Dan aku ngucapin terimakasih banyak buat readers yang udah bikin aku senyum-senyum waktu baca komentar kalian di fic aku sebelumnya yang berjudul Monochrome, hehe... Lalu untuk fic ini komentar ya, mau Lanjut or not? okee...
Akhir kata, thank you for reading and see you on another story, dadah!
Adysa Dysti 2017